BAB I PENDAHULUAN. kronik yang terbanyak diderita penduduk di dunia (Alzheimer s Statistic, 2015).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pada lanjut usia, baik gangguan ringan sampai gangguan berat seperti Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

setelah India, China, Amerika Serikat. Tercatat pada tahun 2000 jumlah penderita Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 8,4 juta.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. nyeri mulut dan nyeri wajah, trauma dan infeksi mulut, penyakit periodontal,

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus (DM)

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Teh merupakan minuman yang dibuat dari infusa daun kering Camelia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat zaman sekarang terpapar oleh banyaknya makanan tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab utama kematian di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan mengakibatkan kerja otak melambat dan fungsi organ-organ

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh merupakan salah satu minuman yang sangat populer di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak

BAB I PENDAHULUAN. gliserol dengan tiga asam lemak. Orang dewasa mengonsumsi rata-rata sekitar 60

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam sejarah, kebanyakan penduduk dapat hidup lebih dari 60 tahun. Populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. akut atau gastroenteritis akut terjadi pada orang dewasa (Simadibrata &

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I Pendahuluan. Tabel 1.1 Situasi dan Analisis Lanjut Usia di Dunia (Dalam satuan milyar) jumlah penduduk dunia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Millati Hanifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sel saraf tersebut mengalami kehilangan struktur atau fungsi sebenarnya secara

BAB I PENDAHULUAN. fast food atau makanan cepat saji. Makanan ini telah populer di masyarakat karena

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2010). Penyakit. secara absolut maupun relatif (Riskesdas, 2013).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

Berdasarkan data yang diterbitkan dalam jurnal Diabetes Care oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler degeneratif kronis. Hipertensi

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fluorida adalah salah satu senyawa kimia yang terbukti dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi jaringan tubuh. Salah satu teori penuaan menyebutkan bahwa sel sel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Proporsi dan jumlah usia lanjut dalam populasi dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolisme berupa suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit Alzheimer merupakan gangguan neurodegeneratif progresif kronik yang terbanyak diderita penduduk di dunia (Alzheimer s Statistic, 2015). Berdasarkan data statistik Alzheimer tahun 2015, terdapat sekitar 44 juta penduduk dunia mengalami Alzheimer. Angka ini diperkirakan meningkat hingga tiga kali lipat pada tahun 2050 (AAIC, 2015). Saat ini, satu dari sepuluh orang di dunia berusia di atas 65 tahun dan mayoritas penderita Alzheimer merupakan kategori usia ini (Alzheimer s Association, 2015). Indonesia menduduki peringkat keempat untuk jumlah lansia terbanyak di dunia setelah Republik Rakyat Cina, India dan Amerika Serikat dengan peningkatan jumlah lansia jauh lebih pesat dibanding negara lain, yakni dari 7,18% pada tahun 2000 menjadi 9,77% di tahun 2010. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 11,34% (±28,8 juta jiwa) pada tahun 2020. Meskipun prevalensi Alzheimer di Indonesia belum diketahui, dengan peningkatan ini, diperkirakan jumlah penderita Alzheimer akan meningkat ± 3,4% - 4% setiap tahun (Kemenkes RI, 2012). Alzheimer menimbulkan berbagai gangguan medis yang meliputi gangguan memori, berpikir, disorientasi waktu, tempat dan orang, gangguan visuospasial, gangguan bicara dan menulis, kehilangan motivasi dan inisiatif hingga, perubahan mood, prilaku dan kepribadian. Semua gejala ini berlangsung secara bertahap, progresif, dan tidak dapat disembuhkan, sehingga penderita akan mengalami

2 kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan menarik diri dari kehidupan sosial (Duran-Gonzales, 2013). Alzheimer juga menjadi penyebab utama kematian bagi lansia di atas 75 tahun. Di dunia, Alzheimer menduduki peringkat keempat penyebab kematian tertinggi. Di Australia, Alzheimer merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga setelah penyakit jantung dan stroke dengan prevalensi 7% (10.369 jiwa). Bahkan di Amerika Serikat, Alzheimer termasuk dalam 6 penyebab kematian yang tidak dapat dicegah, diobati, atau pun diperlambat progresivitasnya (Alzheimer s Association, 2015). Selain itu, Alzheimer menimbulkan beban finansial akibat tingginya biaya pengobatan dan perawatan yang dibutuhkan oleh penderita Alzheimer. Di Amerika Serikat, biaya ini berjumlah ±226 miliar dolar pada tahun 2015 dan diperkirakan akan mencapai ±1,1 triliun dolar pada tahun 2050 (Alzheimer s Association, 2015). Hingga saat ini, penyebab pasti timbulnya penyakit Alzheimer belum diketahui. Banyak hipotesis bermunculan, tetapi hipotesis kaskade amyloid dianggap sebagai hipotesis utama pada proses patogenik Alzheimer. Gangguan metabolisme amyloid precursor protein (APP), suatu glikoprotein membran integral di otak, yang melibatkan β-site amyloid precursor protein cleaving enzyme- 1 (BACE-1) mengakibatkan ketidakseimbangan produksi dengan degradasi (clearance) beta amyloid 42 (Aβ-42) sehingga terjadi akumulasi Aβ-42 berlebihan yang bersifat neurotoksik dan memicu stres oksidatif (Walsh, 2007; Richardsz, 2009; Pattni, 2013). Tingkat konsumsi oksigen dan metabolisme otak yang tinggi, serta kandungan polyunsaturated fatty acid (PUFA) pada struktur otak, membuat otak sangat rentan terhadap kerusakan akibat stres oksidatif. Akibatnya, timbul

3 gangguan terhadap integritas struktur membran, jalur transduksi sinyal, ekspresi gen, dan inaktivasi enzim-enzim antioksidan sehingga menyebabkan kematian neuron. Bahkan, stres oksidatif terbukti memberikan umpan balik positif terhadap peningkatan ekspresi BACE-1 yang mengakibatkan akumulasi Aβ-42 lebih lanjut, pembentukan neurofibrilarry tangles (NFTs) dan kematian neuron (Mangialasche, 2009; Butterfield, 2013; Pattni, 2013). Proses di atas diperkirakan telah dimulai ±20 30 tahun sebelum gejala klinis muncul. Pada tahap preklinis ini, penilaian terhadap kadar protein BACE-1 dan Aβ-42 dalam cairan serebrospinal (LCS) diketahui merupakan biomarker diagnostik yang sangat berguna terhadap perkembangan Alzheimer. Hal ini disebabkan karena cairan serebrospinal berhubungan langsung dengan ruang ekstraseluler sistem saraf pusat sehingga komposisi molekular di dalamnya akan merefleksikan perubahan biokimiawi yang terjadi pada otak (Shen, 2006; Zhong, 2007; Humpel, 2011; Chintamaneni, 2012). Hingga saat ini, terapi penyakit Alzheimer hanya terfokus terhadap upaya mengurangi progresivitas gejala penyakit sehingga, dibutuhkan target terapi yang lebih efektif (Mangialasche, 2009). Diketahuinya stres oksidatif sebagai mekanisme penghubung antara berbagai dasar patogenik Alzheimer memunculkan banyak studi klinis mengenai strategi preventif dan terapeutik terhadap penyakit neurodegeneratif ini (Mecocci, 2012). Berbagai penelitian telah membuktikan adanya aktivitas neuroprotektif pada katekin, suatu senyawa polifenol dari gugus flavonoid, melalui perannya sebagai antioksidan (Bureau, 2008; Zhang, 2011), antiinflamasi (Hou, 2005; Mercer, 2005), dan berbagai mekanisme farmakologis seperti modulasi jalur

4 transduksi sinyal, aktivasi kelangsungan gen, regulasi fungsi mitokondria, dan ironchelation (Laurin, 2006; Srivdhya, 2008). Efek neuroprotektif tersebut didasarkan pada keterlibatan katekin dalam regulasi metabolisme APP melalui penurunan ekspresi BACE-1 sehingga menghalangi terbentuknya plak Aβ dan NFTs. Sebuah penelitian membuktikan bahwa pemberian preparat katekin jangka panjang mampu menyebabkan penurunan akumulasi Aβ, perubahan kognitif spasial dan peningkatan kemampuan belajar pada hewan coba (Rezai-Zadeh, 2005; Haque, 2006). Namun, berbagai efek neuroprotektif katekin yang telah diteliti umumnya berasal dari teh hijau dengan epigallokatekin gallat (EGCG), suatu senyawa turunan katekin, sebagai kandungan utamanya (Heneman, 2008). Padahal, Indonesia memiliki gambir sebagai suatu keanekaragaman hayati yang mengandung (+) katekin sebagai senyawa dominan (Kassim, 2010). Penelitian membuktikan bahwa senyawa (+) katekin mampu menembus sawar darah otak (Blood Brain Barrier/BBB) (Wu, 2012) dan memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dibanding EGCG (Dichi, 2015). Kandungan katekin pada gambir merupakan katekin murni yang berbeda dengan katekin pada sumber lain seperti teh. Sekitar 99% katekin yang terdapat dalam bentuk murni pada gambir telah berhasil diisolasi. Dibandingkan dengan teh, proporsi kadar katekin dalam gambir jauh lebih tinggi yakni 73,3% sedangkan pada teh hanya sebesar 30%-40% (Scatena, 2007; Kassim, 2010). Indonesia adalah pemasok utama (80%) gambir dunia dan Sumatera Barat dikenal sebagai barometer sentra produksi gambir di Indonesia (Amos, 2004). Di antara 19 Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat, Kabupaten Lima Puluh Kota dan

5 Pesisir Selatan adalah dua kabupaten yang mempunyai lahan gambir terluas (Susanti, 2008). Gambir yang berasal dari kabupaten Siguntur Pesisir Selatan diketahui merupakan gambir dengan mutu terbaik dan mangandung kadar katekin tertinggi yakni 96,17%±0,18 melalui pengolahan dengan metode pre-purifikasi (Rahmawati, 2012). Kandungan katekin murni dalam gambir ini memenuhi syarat Farmakope Herbal Indonesia (FHI) sebagai senyawa yang aktif secara farmakologis untuk digunakan dalam terapi. Meskipun demikian, potensi gambir sebagai sumber katekin belum dioptimalkan. Penggunaan gambir hingga saat ini hanya sebagai rempah dalam masakan dan untuk menyirih (Ferdinal, 2014). Namun, sebuah penelitian mengenai pengaruh minuman gambir terhadap peningkatan daya ingat mencit galur Balb/c memperlihatkan hasil yang bermakna pada pemberian minuman gambir dengan dosis katekin 200mg/kgBB dan 400mg/kgBB (p<0,05). Hasil ini dikaitkan dengan efek katekin gambir dalam menghambat terjadinya proses oksidatif (Maryadhi, 2014). Berdasarkan latar belakang di atas maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efek neuroprotektif katekin gambir terhadap gangguan neurodegeneratif yang dinilai dari kadar BACE-1 dan Aβ-42 cairan serebrospinalis tikus model Alzheimer. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efek neuroprotektif katekin Gambir (Uncaria gambir [Hunter] Roxb) terhadap gangguan neurodegeneratif yang dinilai dari kadar BACE-1 (beta-secretase amyloid

6 precursor protein cleaving enzyme 1) dan Aβ-42 (beta amyloid 42) cairan serebrospinal tikus model Alzheimer? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek neuroprotektif katekin Gambir (Uncaria gambir [Hunter] Roxb) terhadap gangguan neurodegeneratif yang dinilai dari kadar BACE-1 dan kadar Aβ-42 cairan serebrospinal tikus model Alzheimer. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.4.1. Akademisi 1. Untuk menambah bukti ilmiah mengenai efek neuroprotektif katekin Gambir terhadap gangguan neurodegeneratif. 2. Sebagai data acuan untuk penelitian mengenai efek neuroprotektif katekin Gambir terhadap gangguan neurodegeneratif. 3. Untuk memberi motivasi pada akademisi agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek neuroprotektif katekin Gambir sehingga, gambir bisa dijadikan sebagai alternatif upaya preventif dan terapi yang lebih efektif dalam tatalaksana gangguan neurodegeneratif. 1.4.2. Klinisi Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi berbasis bukti (evidenced based) mengenai efek neuroprotektif katekin Gambir terhadap gangguan neurodegeneratif dalam hal ini penyakit Alzheimer.

7 1.4.3. Masyarakat Untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat mengenai efek neuroprotektif katekin gambir yang merupakan kekayaan alam hayati Indonesia terutama Sumatera Barat sekaligus memiliki nilai komoditi.