BAB I PENDAHULUAN. Kita menyaksikan beberapa tahun belakangan ini muncul wacana dalam ilmu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Good Governance adalah tata kelola pemerintahan yang baik yang telah

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

BAHAN PENUNJANG MATERI MATA DIKLAT SANKRI

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

GOOD GOVERNMENT. Pengertian :

BAB I PENDAHULUAN. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu Gubernare yang diserap

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

DINAMIKA GOOD LOCAL GOVERNANCE DALAM KERANGKA PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH. Oleh:

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. good governance. Good governance merupakan salah satu alat reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BAB I PENDAHULUAN. dari terwujudnya prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good Governance

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK

IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DI KECAMATAN AMURANG BARAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. paradigma baru yang berkembang di Indonesia saat ini. Menurut Tascherau dan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

Farlian Ansyari 1. Kata Kunci : Implementasi Undang-Undang, Keterbukaan Informasi Publik, Prinsip Good Governance

Kebutuhan Pelayanan Publik

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila diterapkan secara formal dalam organisasi

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

LANDASAN TEORI. Menurut Koiman (2009:273), governance merupakan serangkaian proses interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Good governance sering diartikan sebagai tata kelola yang baik. World

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih intensif. Hal ini ditambah dengan semakin kuatnya tuntutan

KATA PENGANTAR. Lamongan, 20 April 2012 Panitera/Sekretaris, ttd. H. Syaifuddin Latief, SH. NIP

BAB I PENDAHULUAN. warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan di daerah perlu ditelaah kembali, sebab selama ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif

Mata Kuliah Kewarganegaraan

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. governance, tetapi juga di sektor-sektor lain. Good governance sekarang ini

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

BAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR CAMAT SANGATTA UTARA KABUPATEN KUTAI TIMUR

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghasilkan barang atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang

BAB I. PENDAHULUAN. penerimaan pemerintah (Nurcholis, 2006). Ada beberapa jenis desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro)

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

Good Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

STUDI TENTANG PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI DESA BUKIT MAKMUR KECAMATAN KALIORANG KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang


II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dengan mana individu-individu

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perubahan diberbagai lini kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, hukum termasuk

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

MOTIVASI KERJA PERANGKAT DESA: PENDEKATAN UNTUK GOOD GOVERNANCE. Selfi Budi Helpiastuti FISIP Universitas Jember

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB II KAJIAN TEORI. transformasi sumber-sumber ekonomi dari bentuk yang satu menjadi

BATAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 212/KA/XII/2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ( LKIP ) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itulah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Muhammad Ichwan, FE UI, 2009

IMPLEMENTASI KONSEP GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kita menyaksikan beberapa tahun belakangan ini muncul wacana dalam ilmu administrasi Negara yaitu good governance. Konsep good governance ini munculnya karena adanya ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya sebagai penyelengggara urusan publik. Pendekatan penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralis, non partisifatif serta tidak akomodatif terhadap kepentingan publik pada rezim-rezim terdahulu, harus diakui telah menumbuhkan rasa tidak percaya dan bahkan antipati pada rezim yang berkuasa. Menurut Edelman, hal seperti ini merupakan era anti birokrasi, era anti pemerintah, serta era anti institusi. Implikasi nyata dari fenomena semakin rendahnya kepercayaan publik pada pemerintah ini, berujung pada posisi administrasi publik yang sulit serta tidak menguntungkan. (Edelman dalam Wibowo 2004:5). Good governance sudah lama menjadi mimpi bagi banyak orang di Indonesia. Kendati pemahaman mereka mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian besar dari mereka setidaknya membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak diantara mereka yang membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good governance maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semkin rendah, dan pemerintahan semakin peduli dengan kepentingan warga Mengingat pengembangan good governance memiliki kompleksitas yang tinggi dan kendala yang besar maka diperlukan sebuah langkah yang strategis untuk memulai praktik good governance. Agus Dwiyanto (2004:3) menyarankan praktik

governance sebaiknya dimulai dari sektor pelayanan publik. Pelayanan publik dipilih sebagai penggerak utama karna upaya mewujudkan nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik governance yang baik dalam pelayanan publik dapat dilakukan lebih nyata dan mudah. Nilai-nilai seperti efesiensi, partisipasi dan akuntabilitas dapat diterjemahkan secara relatif lebih mudah dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah, warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik. Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat instansi, sehingga harus tunduk pada ketentuan

birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima sebab pelayanan publik merupakan fungsi utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-baiknya oleh pejabat publik. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan melakukan penerapan prinsip-prinsip Good Governance, yang diharapkan dapat memenuhi pelayanan yang prima terhadap masyarakat. Terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas merupakan salah satu ciri Good Governance. Untuk itu, aparatur Negara diharapkan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efesien. Diharapkan dengan penerapan Good Governance dapat mengembalikan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. UPTD Balai Metrologi dibawah naungan Dinas Perindustrian Perdagangan Provinsi Sumatera Utara, memberikan pelayanan pada masyarakat pemilik/pengguna alat Ukur Takar Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) dan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT),masyarakat enggan untuk melengkapi syarat-syarat administrasi yang tela ditetapkan oleh pihak UPTD Balai Metologi Medan.Hal inilah yang menyebabkan proses pelayanan publik menjadi lamban. Dilain pihak, masyarakat mengeluhkan kurangnya keramahan pegawai dalam pengurusan berbagai keperluan administrasi membuat masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Kurangnya transparansi dalam hal biaya administrasi, prosedur pelayanan yang berbelit-belit, terbatasnya sarana dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya). Pejabat instansi sering kali tidak menginformasikan bentuk pertanggung-

jawaban atas kinerja mereka pada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak mengetahui program kerja dari instansi tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul dalam penelitian ini yaitu : Pengaruh Good Governance Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Metrologi Medan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh good governance terhadap pelayanan publik pada Kantor Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Balai Metrologi Medan. C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Bagaimana pengaruh good governance pada Kantor UPTD Balai Metrologi Medan. 2. Apa saja kendala good governance pada Kantor UPTD Balai Metrologi Medan. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Secara Ilmiah Penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis terima di Departemen Ilmu Administrasi Negara Ekstensi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

b. Manfaat Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada UPTD Balai Metrologi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. c. Manfaat Secara Akademis Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Ekstensi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. E. Kerangka Teori 1. Good Governance Arti good dalam istilah good governance mengandung dua pengertian: pertama,nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efesien dalam pelaksanan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, kepemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal yaitu: 1. Orientasi ideal Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional 2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efesien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional. (Suhady 2005:49). Lembaga Administrasi Negara (2000) memberikan pengertian Good governance yaitu penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat

Dari segi fungsional, aspek governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efesien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau justru sebaliknya dimana pemerintahan tidak berfungsi secara efektif dan efesien. Penekanan baru dari konsep governance adalah pemaknaannya yang tidak lagi menunjuk penggunaan kekuasan secara eksklusif pada pemerintahan, tetapi juga merujuk pada penggunaan kekuasaan pada institusi atau organisasi yang berada diluar pemerintahan. Selain itu defenisi governance juga memberikan penekanan pada fungsi yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga aktor-aktor lain yaitu civil society, dan pasar atau sektor privat. Governance merupakan sebuah bentuk mekanisme, proses, hubungan dan jaringan institusi yang kompleks, dimana warga Negara dan kelompok-kelompok yang ada mengartikulasikan kepentingannya. Hal ini mempunyai implikasi bahwa hampir semua organisasi, asosiasi, atau lembaga dalam masyarakat mempunyai pengaruh dan juga dipengaruhi oleh fungsi-fungsi governance. Governance menurut defenisi dari World Bank adalah the way state power is used in managing economic and social resources for devolepment and society. Suatu cara digunakan didalam mengatur sumber daya sosial dan ekonomi untuk pembangunan dan masyarakat". Sementara UNDP ( united nation development program) mendefenisikannya sebagai the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation s affair at all levels. Latihan dari politis, ekonomi, dan otoritas administratif untuk mengatur suatu urusan bangsa pada semua tingkat". Berdasarkan defenisi terakhir, governance mempunyai tiga kaki, yaitu:

1. Economic governance (Penguasaan ekonomi) meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi terhadap equity (Kekayaan), proverty (properti), dan quality of live ( Kualitas hidup). 2. Political governance (Penguasaan politik) adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan. 3. Administrative governance (Penguasaan administrasi) adalah sistem implementasi proses kebijakan (Sedarmayanti 2003:4-5). Oleh karena itu, institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (Negara atau pemerintah), private sector (Sektor swasta), dan society (Masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik. Menurut sedarmayanti (2003:5) hubungan antar sektor dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1.1Hubungan antar sektor state society private OECD (Organization for economic coorporated development) yaitu organisasi untuk kerjasama ekonomi pembangunan dan World Bank mensinonimkan good

governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efesien, penghindaran korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks (undang-undang dan kerangka politik) bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan (Sedarmayanti 2003:7). UNDP sendiri mendefenisikan good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara Negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Berdasarkan defenisi tersebut, UNDP kemudian mengajukan karakteristik good governance yang saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri. Adapun prinsipprinsip tersebut adalah partisipasi, supremasi hukum, transparansi, cepat tanggap, membangun konsensus, kesetaraan, efektif dan efesien, bertanggung jawab dan visi yang strategik (Suhady 2005:50). Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan pengertian kepemerintahan yang baik yaitu kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektifitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Sedangkan dalam modul sosialisasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAN & BPKP, 2000) dikemukakan bahwa proses penyelenggaraan kekuasaan Negara alam melaksanakan penyediaan public goods and services disebut governance, sedang praktik terbaiknya disebut good governance ( kepemerintahan yang baik). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa good governance yang efektif menuntut adanya alignment (koordinasi) yang baik dan integritas, profesionalisme, serta etos kerja dan moral yang tinggi.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik terdiri dari: 1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. 2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat. 3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. 4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin. 5. Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. 6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. 7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

UNDP (1997) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) meliputi: 1. Partisipasi (Participation): Setiap orang atau warga masyarakat, baik lakilaki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing 2. Akuntabilitas (Accountability): Para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik, sebagaimana halnya kepada stakeholders. 3. Aturan hukum (Rule of law): Kerangka aturan hukum dan perundangundangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak azasi manusia. 4. Transparansi (Transparency): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor. 5. Daya tangkap (Responsiveness): Setiap intuisi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). 6. Berorientasi konsensus (consensus Orientation): Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

7. Berkeadilan (Equity): Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 8. Efektifitas dan Efisiensi (Effectifitas and Effeciency): Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaikbaiknya dengan berbagai sumber yang tersedia. 9. Visi Strategis (Strategic Vision): Para pemimpin dan masyarakat memiliki persfektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintah yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Sedangkan dalam praktek penyelenggaran pemerintahan di Indonesia pasca gerakan reformasi nasional, prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik tercermin dalam ketetapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang memuat asas-asas umum pemerintah yang mencakup: 1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara. 2. Asas tertib penyelenggaraan negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara. 3. Asas kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

4. Asas keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara. 6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Asas akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Pelayanan publik 2.1 Pengertian Pelayanan Publik Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Sampara dalam sinambela 2006:5). Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayana sebagai hal, cara atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang dengan makanan atau minuman; menyediakan keperluan orang; mengiyakan, menerima; menggunakan). Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2009, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara publik. Sementara itu istilah publik berasal dari bahasa inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia baku menjadi publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Padanan kata yang tepat digunakan adalah praja yang sebenarnya bermakna rakyat sehingga lahir istilah pamong praja yang berarti pemerintah yang melayani kepentingan seluruh rakyat. Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik (Inu dalam Sinambela 2006:5). Ijan Poltak Sinambela (2006:5) mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan. Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat pada penyelenggaraan negara. Negara didirikan oleh publik atau masyarakat tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya negara dalam hal ini birokrasi haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat. 2.2 Kualitas Pelayanan Publik Tujuan pelayanan publik adalah memuaskan dan bisa sesuai dengan keinginan masyarakat atau pelayanan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan

kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 62 tahun 2003 tentang penyelenggaraan pelayanan publik setidaknya mengandung sendi-sendi : 1. Kesederhanaan, dalam arti prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. 2. Kejelasan yang mencakup : - Rincian biaya atau tarif pelayanan publik. - Prosedur/tata cara umum, baik teknis maupun administratif. 3. Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik harus dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 4. Kemudahan akses, yaitu bahwa tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. 5. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, yakni memberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. 6. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika. Kualitas pelayanan berhasil dibangun apabila yang diberikan kepada masyarakat atau pelanggan mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani. Pengakuan ini bukan dari aparatur tetapi dari masyarakat/pelanggan. Dengan adanya tata cara pelayanan yang jelas dan terbuka, maka masyarakat dalam pengurusan

kepentingan dapat dengan mudah mengetahui prosedur ataupun tata cara pelayanan yang harus dilalui. Sehingga pelayanan itu sendiri akan dapat memuaskan masyarakat. Pelayanan yang dapat memberikan kepuasan pada para pelanggan sekurangkurangnya mengandung tiga unsur pokok yaitu : 1. Terdapatnya pelayanan yang merata dan sama Yaitu dalam pelaksanaannya tidak ada diskriminasi yang diberikan oleh aparat pemerintah terhadap masyarakat. Pelayanan tidak menganaktirikan dan menganakemaskan keluarga, pangkat, suku, agama dan tanpa memandang status ekonomi. Hal ini membutuhkan kejujuran dan tenggang rasa para pemberi pelayanan tersebut. 2. Pelayanan yang diberikan harus tepat pada waktunya Pelayanan oleh aparat pemerintah dengan mengulur waktu dengan berbagai alasan merupakan tindakan yang dapat mengecewakan masyarakat. Mereka yang membutuhkan secepat mungkin diselesaikan akan mengeluh kalau tidak segera dilayani. Lagipula jika mereka mengulur waktu tentunya merupakan beban untuk tahap selanjutnya karena berbarengan dengan semakin banyaknya tugas yang harus diselesaikan. 3. Pelayanan harus merupakan pelayanan yang berkesinambungan Dalam hal ini aparat pemerintah harus selalu siap untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan. Meminjam model dari Valerie A. Zeithaml dkk (2000:45) maka ada beberapa dimensi yang sangat penting diperhatikan dalam mengukur pelayanan yang bekualitas yaitu:

1. Tangibility Dapat berupa tampilan fisik, peralatan, dan penggunaan alat Bantu yang dimiliki pemberi pelayanan. Hal ini sangat penting sekali mengingat masyarakat akan merasalebih nyaman berada dalam sarana fisik yang bersih, rapi dan nyaman serta mudah dalam mengidentifikasikan antara pembeli pelayanan dengan orang lain. 2. Reability Kesesuaian antara kenyataan layanan yang diberikan dengan pelayanan yang dijanjikan. Hal ini penting karena akan mempengaruhi perencanaan usaha dan kepastian dari masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. 3. Responsiveness Kemampuan dalam pemberian pelayanan secara tepat dan cepat. Pemberi pelayanan harus bertanggung jawab dalam memberikan penyelesaian masalahmasalah yang dihadapi masyarakat atau pelanggan. 4. Assurance Keahlian yang diperlukan dalam memberikan pelayanan sehingga pelanggan atau masyarakat merasa terbebas dari resiko atau kerugian karena gagalnya pelayanan. 5. Empathy Adanya kedekatan dan pemahaman baik antara pemberi pelayanan dengan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memuat akses komunikasi yang dapat memudahkan komunikasi antara pemberi pelayanan dapat mengenal masyarakat/pelanggannya dengan baik dan keinginan masyarakat dalam proses pelayanan dapat dimengerti.

3. Bentuk-Bentuk Pelayanan Pemerintah melalui lembaga dan segenap aparaturnya bertugas menyelenggarakan dan menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pemerintah terdiri dari berbagai macam bentuk. Menurut Moenir (2002:160-166) bentuk pelayanan ada tiga macam yaitu : 1. Pelayanan dengan lisan Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas-petugas bidang hubungan masyarakat (humas), bidang layanan informasi dan bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia. Agar pelayanan lisan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan, ada syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu : - Memahami benar masalah-masalah yang termasuk kedalam bidang tugasnya. - Mampu memberikan penjelasan apa-apa saja yang perlu dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu. - Bertingkah laku sopan dan ramah tamah. - Harus dalam keadaan sepi, tidak berbincang dan berbicara dengan sesama pegawai, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas. 2. Pelayanan dengan tulisan Dalam bentuk tulisan, pelayanan yang diberikan dapat berupa pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerangannya berupa tulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sedang terjadi. Pelayanan dalam bentuk tulisan terdiri dari dua macam, yaitu :

- Layanan yang berupa petunjuk, informasi yang sejenis yang ditujukan kepada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga. - Pelayanan yang berupa reaksi tertulis atau permohonan, laporan, keluhan, pemberitahuan dan sebagainya. 3. Pelayanan bentuk perbuatan Layanan dalam betuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan atau penjelasan secara lisan. Dalam keputuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 63 Tahun 2003, pelayanan publik dibagi atas tiga kelompok yaitu : a. Kelompok pelayanan administratif, yaitu bentuk pelayanan menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang diperlukan oleh masyarakat atau publik. Misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan lain-lain. Dokumen ini antara lain KTP, akte kelahiran, buku pemilik kendaraan bermotor, surat tanda nomor kendaraan. b. Kelompok layanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan publik. Misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan lain-lain. c. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik. Misalnya pendidikan, pelayanan kesehatan, penyelenggaraan transportasi.

5. Standar Pelayanan Publik Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus mempunyai standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima layanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang pedoman umim penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi : a. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang diberlakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. b. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyesuaian pelayanan termasuk pengaduan. c. Biaya Pelayanan Biaya atau tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. d. Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. e. Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik. f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik

Kompetensi petugas pemberi layanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. F. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dalam hal ini penulis mengetengahkan suatu hipotesis didalam skripsi ini yaitu : 1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pelaksanaan good governance terhadap pelayanan publik. 2. Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pelaksanaan good governance terhadap pelayanan publik. G. Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan : 1. Good governance yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan dari prinsip-prinsip good governance dalam pemberian pelayanan publik pada masyarakat pada Kantor UPTD Balai Metrologi Medan. 2. Pelayanan Publik Pelayanan publik dalam penelitian ini adalah pemberian pelayanan yang dilakukan oleh kantor Uptd Balai Metrologi Medan. H. Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur variabel melalui indikator-indikatornya.

1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah good governance dengan indikatornya sebagai berikut: - Partisipasi, setiap orang atau setiap warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. - Aturan hukum (rule of law), kerangka aturan hukum dan perundangundangan haruslah berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia - Transparansi, transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi - Berorientasi konsensus (consensus orientation), pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai consensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah. - Berkeadilan (equity), pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki dan perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya. - Efektifitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency), setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan sesuai kebutuhan melalui pemanfatan yang sebaik-baiknya dari berbagai sumber yang tersedia.

- Akuntabilitas (accountability), para pengambil keputusan (decision makers) dalam organisasi sector publik, swasta dan masyarakat madani memiliki penanggung jawaban kepada publik sebagaimana halnya kepada para pemilik. - Bervisi strategis (strategic vision), para pimpinan dan masyarakat memiliki presfektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik ( good governance) dan pembangunan manusia (human development), bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk membangun masyarakat tersebut. 2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pelayanan publik dengan indikatornya sebagai berikut: - Kesederhanaan, dalam arti prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara tepat, tidak berbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. - Kejelasan yang mencakup biaya dan prosedur atau tata cara umum baik teknis ataupun administratif. - Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik harus dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. - Kemudahan akses, yaitu bahwa tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi informasi. - Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan yakni memberi pelayanan harus bersikap disiplin dan sopan santun serta memberi pelayanan dengan ikhlas.

I. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian. Manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan. BAB II METODE PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi. BAB IV PENYAJIAN DATA Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumetasi yang akan dianalisis BAB V ANALISA DATA Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya. BAB VI PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.