JURNAL PERMATA INDONESIA Halaman : 9-20 Volume 6, Nomor 1, Mei 2015 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

Sugiarto Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKES Harapan Ibu Jambi

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

Perbedaan Waktu Pengungkapan Status Diri ODHA Terhadap Pasangan Di Manado

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN PENDERITA HIV DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAHURIPAN KECAMATAN TAWANG KOTA TASIKMALAYA. Nur Lina 1, Kusno Prayitno 2

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARGA BINAAN KASUS NARKOBA DALAM PENCEGAHAN HIV DAN AIDS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Aqciured Immunodeficiency Symndrome (AIDS). HIV positif adalah orang yang telah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

Cara Penularan HIV & AIDS Di Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI) RSUD Dr. Soetomo Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2005) menyebutkan

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Penanggulangan HIV/AIDS pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

WICAKSANA, et al./ PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELING

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

DETERMINAN STATUS HIV PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK: PENELITIAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

Transkripsi:

JURNAL PERMATA INDONESIA Halaman : 9-20 Volume 6, Nomor 1, Mei 2015 ISSN 2086 9185 PENCEGAHAN PENULARAN HIV PEREMPUAN PASANGAN PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DI KOTA SEMARANG Dresti Widya Kangkin Pratiwi Program Studi RMIK, POLTEKKES Permata Indonesia E-mail : dresti.widya@gmail.com Abstrak : Faktor risiko penularan HIV pada pengguna narkoba adalah melalui perilaku seksual tidak aman dan penggunaan narkoba suntik yang tidak steril secara bergantian sehinnga berdampak pada pasangan seksualnya khususnya perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku pencegahan penularan HIV pada perempuan pasangan penasun di Kota Semarang dengan mendeskripsikan variabel karakteristik pasangan penasun meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, status penikahan, dan variabel self efficacy. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan informan utama pada penelitian ini adalah 6 pasangan tetap penasun yaitu 3 pacar dan 3 istri penasun di Kota Semarang. Sedangkan informan pendukung adalah penasun dan Petugas Outreach (PO) dari LPP Performa. Informan diambil secara purposive sampling. Dari 2 kelompok yang dibagi berdasarkan status pernikahan tersebut setiap kelompok terdiri dari Istri atau pacar yang mempunyai pasangan dengan status HIV positif, negatif dan yang belum diketahui status HIV-nya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencegahan penularan HIV perempuan pasangan penasun di Kota Semarang antara lain setia pada pasangan yaitu melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan saja baik yang sudah menikah maupun yang belum, menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual namun dilakukan secara tidak konsisten, tidak menggunakan napza suntik dan menggunakan jarum suntik yang steril pada saat pembuatan tattoo. Responden berada pada rentang usia 19-27 tahun, tingkat pendidikan responden paling rendah SMA dan paling tinggi sarjana, sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan swasta. Self efficacy sebagian besar responden untuk melakukan sebuah tindakan pencegahan penularan HIV oleh dirinya cukup rendah. Disarankan kepada perempuan pasangan penasun untuk memahami dunia adiksi dan dampak yang akan dihadapi. Lebih banyak menjangkau pasangan penasun yang tersembunyi bagi lembaga pegiat Harm Reduction. Kata kunci : Perempuan, Perilaku Pencegahan HIV, Self Efficacy. Abstract : Risk factor HIV transmission among drugs users, especially injecting drug ones due to unsafe sexual behaviour and the use of non-sterile syringes. Such behaviour will impact on their sexual partners, especially women. This study aims to overview HIV transmission behavior prevention of IDU female spouse in Semarang by describing variable characteristics of IDUs' spouse that include age, education, occupation, marital status, and self efficacy. Methods of research used a qualitative approach of which the object of research or key informants in this study were 6 IDUs' regular couples who were IDUs' 3 girlfriends and wives in Semarang city. While supporting informants are IDUs and Outreach Officer (PO) of the LPP Performa. Informants were taken by purposive sampling. Out of 2 divided groups based on the marital status, each group consisted of a wife or girlfriend having positive, negative and unknown HIV partners. The results showed that HIV transmission behavior prevention of IDU female spouse in Semarang were faithful to their partners by having sexual intercourse with regular partners, who were already married or not, use condom during 9

sexual intercourse but not consistently, do not use injecting drugs and using a sterile syringe at the time of making tattoo. The respondents were in the age range 19-27 years, the lowest level of education of respondents was senior high school and the highest level was bachelor, most respondents worked as private employees. Self Efficacy of respondents to HIV prevention is quite low. It is recommended to IDUs' female spouse to understand more deeply the world of addiction and the impact that will be encountered. Reach more hidden IDU partner for Harm Reduction activist organizations. Key words : Women, HIV Prevention Behaviors, Self Efficacy. PENDAHULUAN Masalah Human Immunodefeciency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficinecy Syndrome (AIDS) adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya meningkat secara signifikan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI) melaporkan kasus AIDS secara kumulatif sejak tahun 1987 ketika mulai ditemukan kasusnya pertama kali di Indonesia sampai dengan September 2014 adalah 55.799 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 9.796 kasus. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, kasus AIDS pada laki-laki mencapai 30.001 kasus sedangkan pada perempuan mencapai 16.149 kasus (1). Penyebaran HIV saat ini masih terkonsentrasi pada populasi kunci dimana penularan terjadi melalui perilaku yang berisiko seperti penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada kelompok pengguna narkoba suntik (penasun), perilaku seks yang tidak aman baik pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual (2). Saat ini estimasi pengguna narkoba adalah 1,3-2 juta orang sedangkan estimasi pengguna narkoba suntik adalah lebih dari 1 juta orang. Dari 30-93% pemakai narkotika terinfeksi HIV, terutama pengguna narkotika suntik (2). Faktor risiko penularan HIV pada pengguna narkoba adalah melalui perilaku seksual yang tidak aman dan penggunaan narkoba dengan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian. Survei perilaku yang dilakukan oleh Depkes di 8 kota menunjukkan, kecenderungan perilaku menyuntik dengan berbagi alat suntik masih tinggi. Hal ini mengakibatkan penularan HIV tetap tinggi di kalangan penasun. Pada tahun 2005, prevalensi HIV pada kelompok penasun adalah sebesar 14%, kemudian meningkat pada tahun 2007 menjadi 54% 2), meskipun saat ini mengalami penurunan yaitu 15,2% namun dibandingkan faktor risiko lainnya, penularan dari jarum suntik masih tinggi dibandingkan faktor risiko lainnya selain hubungan heteroseksual. Penasun memainkan peranan yang penting dalam penyebaran HIV di Indonesia. Kelompok ini bukan saja memiliki risiko tinggi terinfeksi karena perilaku berbagi jarum suntiknya, tetapi juga memiliki risiko akibat hubungan seksual berganti pasangan dan tidak menggunakan kondom. Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian Pusat Penelitian HIV/AIDS Unika Atma Jaya 10

kerjasama dengan FHI/ ASA di 6 propinsi di Indonesia mengenai jaringan seksual dan penggunaan narkoba pada pengguna narkoba suntik menemukan bahwa kebanyakan penasun pertama kali berhubungan seksual dengan pacarnya. Selain itu, selama hidupnya penasun terlibat hubungan seksual dengan berbagai jenis pasangan. Baik pasangan seks tetap (istri/suami/pacar), pasangan seks kasual/ tidak tetap (singkat dan sewaktu-waktu, bisa teman atau kenalan) dan pasangan seks komersial. Pada periode yang bersamaan mereka dapat melakukan hubungan seks dengan semua jenis pasangan tersebut. Sebagian besar penasun memiliki lebih dari satu pasangan seksual dalam setahun terakhir. Sebagian dari pasangan itu juga memiliki pasangan seksual lain, termasuk pada pasangan tetap penasun. Dari hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP) di lima kota terhadap penasun tahun 2004/2005 disimpulkan bahwa sebesar 48% dari mereka mempunyai pasangan tetap (3). Untuk jumlah istri dari penasun laki-laki yang juga menggunakan narkoba suntik sebesar 10%, namun demikian 60% penasun wanita mempunyai pasangan yang juga penasun (4). Perilaku seksual penasun yang demikian mengakibatkan risiko penularan HIV telah masuk ke wilayah penularan yang lebih luas. Tidak hanya pasangannya, tapi kelompok lain yang tidak berisiko. Kota Semarang merupakan kota penyumbang kasus HIV&AIDS terbanyak di Jawa Tengah dengan kasus AIDS sebanyak 95 kasus dan HIV sebanyak 480 kasus (5). Sejak tahun 2004, pengguna narkoba jarum suntik (IDU) di Jawa Tengah, khususnya di Kota Semarang dan sekitarnya telah mendapat pengawasan khusus, mengingat mereka adalah salah satu kelompok masyarakat resiko tinggi untuk terinfeksi HIV dan AIDS dan saat ini telah menempati urutan kedua penularan HIV (27,46%). Salah satu penyebabnya karena sebagian pengguna narkoba adalah pelaku seksual aktif yang potensial terinfeksi atau menularkan virus HIV (6). Penelitian mengenai perilaku pemakaian kondom ketika melakukan hubungan seksual pada penasun yang dilakukan di Kota Semarang oleh Setyawati tahun 2009 pada 64 penasun di Kota Semarang menemukan bahwa sebanyak 59,4% responden tidak selalu menggunakan kondom. Sebanyak 68,8% responden mempunyai pasangan tetap dan sebanyak 35,9% responden mempunyai pasangan seksual lebih dari satu. Separuh responden tidak selalu menggunakan kondom dengan pasangan tetap dan 80% responden tidak selalu menggunakan kondom dengan pasangan tidak tetap. Dapat diperkirakan tingginya risiko penularan HIV pada penasun dan pasangannya (7). Tingginya penularan HIV di kalangan pengguna narkoba khususnya narkoba suntik disebabkan oleh perilaku seksual yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik tidak steril. Perilaku tersebut akan berdampak pada pasangan seksualnya khususnya perempuan. Perempuan menjadi rentan tertular HIV dari pasangan seksualnya. Di Semarang KPA Kota melaporkan distribusi kasus HIV pada perempuan sudah mencapai 47%, sedangkan estimasi penularan HIV pada pasangan 11

penasun pada tahun 2009 adalah sebanyak 249 kasus (8). Perempuan lebih rentan terinfeksi HIV karena keadaan biologisnya. Sebagaimana diketahui jumlah virus di dalam air mani lebih banyak dibandingkan jumlah virus di dalam cairan vagina. Jika terjadi hubungan seksual melalui penetrasi vagina, maka air mani akan membasahi dinding vagina dan rahim yang mempunyai permukaan yang luas. Sementara dinding rahim dan vagina hanya dilapisi mukosa (lapisan tipis) yang lembut dan mudah terluka dan mudah menjadi jalan masuk virus HIV. Dengan demikian jika perempuan melakukan hubungan seks dengan laki-laki yang mengidap HIV kemungkinan perempuan terinfeksi HIV dua sampai empat kali lebih besar. Kemungkinan terinfeksi akan lebih besar lagi jika adanya IMS yang tidak terobati. Faktor kedua perempuan rentan terinfeksi HIV adalah karena ketidakadilan gender dimana posisi tawar tidak setara. Perempuan dikonstruksikan untuk bersikap penurut, pasif, sabar, dan setia. Sementara laki-laki dikonstruksikan untuk berperan sebaliknya yaitu dominan, agresif, mengambil inisiatif dalam hubungan seksual, dan dianggap wajar bila mempunyai lebih dari satu pasangan, baik sebelum menikah, di dalam pernikahan maupun di luar pernikahan. Faktor ketiga adalah karena ekonomi. Perempuan sering kali tidak memiliki penghasilan sendiri, sehingga tergantung pada orang lain dalam hal ini suami atau pasangan dalam menafkahi hidupnya (9). Tingginya kasus penyalahgunaan narkoba secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada jumlah infeksi HIV pada pasangan seksual mereka. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Rumah Sakit. Ketergantungan Obat (RSKO) tahun 2001 menunjukkan bahwa para pengguna narkoba yang pemeriksaan HIV dan AIDS-nya positif, cenderung tidak berani memberitahukan hasilnya kepada pasangannya. Padahal mereka tetap melakukan hubungan seksual tanpa pengaman (10). Laporan nasional 2001 menunjukkan bahwa 77 persen kasus HIV/AIDS ditularkan akibat hubungan seksual yang tidak aman (11). Data yang menunjukkan penularan HIV pada perempuan pasangan penasun belum menunjukkan jumlah sebenarnya di masyarakat. Perkiraan jumlah yang rendah karena perempuan pasangan penasun tidak terlihat dan juga tidak tahu tentang pasangan seksual mereka menggunakan narkoba, apalagi mengetahui pasangan mereka terinfeksi HIV. Menurut Fauzi Program Manager Lembaga Pelopor Perubahan (LPP) Performa, kegiatan penjangkauan pada perempuan pasangan penasun di Kota Semarang yang telah dilakukan lembaganya dalam program kegiatan Harm Reduction berhasil menjangkau 70 orang pasangan penasun selama tahun 2008-2009, baik pasangan tetap, kasual dan komersial, laki-laki maupun perempuan. Sedangkan jumlah perempuan pasangan penasun tetap yang berhasil didampingi sampai dengan sekarang hanya tersisa 2 orang saja. Sedikitnya jumlah perempuan pasangan penasun yang dijangkau dan didampingi disebabkan oleh masih tersembunyinya 12

keberadaan mereka, seringnya berganti-ganti pasangan, selain itu masih tertutupnya penasun terhadap pasangan mereka mengenai status pemakaian narkoba suntik. Mengingat bahwa faktor risiko penularan HIV pada perempuan pasangan penasun cukup tinggi, diharapkan mereka memahami faktor risiko penularan yang dapat terjadi pada mereka. Dengan memahami faktor-faktor risiko tersebut maka upaya pencegahan penularan HIV yang dapat mereka kontrol dapat dilakukan. Sehingga penularan HIV pada perempuan dapat dicegah sedini mungkin dan penularan pada ibu ke bayi dapat terhindarkan. Jika pencegahan penularan dapat dicegah sedini mungkin maka akan dapat mengurangi beban layanan kesehatan terutama dalam hal perawatan dan pengobatan Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA). Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan agar dapat memahami secara mendalam karakteristik perempuan pasangan penasun dan self efficacy yang berhubungan dengan upaya pencegahan penularan HIV. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kualitatif sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia (12). Rancangan penelitian ini naratif dimana penelitian ini mendeskripsikan kehidupan individual, mengumpulkan dan menceritakan informasi tentang kehidupan individu-individu, serta melaporkannya secara naratif tentang pengalaman-pengalaman mereka. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan pasangan tetap penasun yaitu istri atau pacar penasun di Kota Semarang. Obyek penelitian atau informan utama pada penelitian ini adalah pasangan tetap penasun yaitu pacar dan istri penasun di Kota Semarang. Sedangkan informan pendukung adalah penasun dan Petugas Outreach (PO) dari LPP Performa. Informan diambil secara purposive sampling, yaitu memilih sampel yang kaya informasi. Peneliti mengambil responden sebanyak 6 orang yang dibagi berdasarkan status pernikahan responden yaitu sebagai istri atau pacar dan juga status HIV dari pasangannya. Jumlah masing-masing responden untuk setiap status pernikahan adalah 3 orang yaitu terdiri dari 3 istri dan 3 pacar. Dari 2 kelompok yang dibagi berdasarkan status pernikahan tersebut setiap kelompok terdiri dari Istri atau pacar yang mempunyai pasangan dengan status HIV positif, negatif dan yang belum diketahui status HIV-nya. Sedangkan penasun dan petugas outreach sebagai informan triangulasi dengan jumlah penasun 3 orang, sedangkan petugas outreach berjumlah 1 orang. Pengambilan informan dari petugas outreach 1 orang saja karena cukup mengetahui informasi dari para dampingannya yang menjadi pasangan dari informan inti. Analisa data dilakukan secara thematic content analysis yang dilakukan dengan tahapan pengumpulan data dan pengkodean. 13

Tahapan pengumpulan data dikumpulkan dari wawancara mendalam, hasilnya ditulis dalam bentuk catatan lapangan dan disalin dalam bentuk transkip. Mengenal data yang diperoleh dengan membaca berulang-ulang data yang ada. Tahapan pengkodean adalah tahapan menghasilkan kode-kode. Menentukan tiga (3) tema besar, yaitu: Karakteristik, Self efficacy dan Perilaku pencegahan penularan HIV. HASIL Dalam penelitian ini responden yang diambil berjumlah 6 orang perempuan dan merupakan pasangan tetap dari pengguna napza suntik (penasun) di Kota Semarang. Perempuan pasangan penasun ini terdiri dari 3 orang istri dan 3 orang pacar. Seluruh responden terbagi lagi menjadi pasangan dari penasun dengan HIV positif, negatif dan yang belum diketahui status HIV-nya. Semua responden merupakan pasangan dari penasun yang merupakan dampingan dari Lembaga Pelopor Perubahan (LPP) Performa. Untuk dapat menjangkau perempuan pasangan penasun, terlebih dahulu harus menjangkau penasun maupun komunitas penasun. Komunitas penasun di Kota Semarang dapat ditemukan pada beberapa kelompok kunci yang memiliki karakteristik khusus seperti komunitas musik (punk, underground, skinhead, metal dll), komunitas tattoo, motor, piercing, Tionghoa, Arab-Jawa dan lain-lain. Perempuan pasangan penasun berada di lingkungan sekitar penasun. Dengan menjangkau penasun, perempuan pasangan penasun yang tetap dapat diidentifikasi melalui penasun. Meskipun perempuan pasangan penasun tidak selalu berasal dari komunitas yang sama dengan penasun, namun rata-rata penasun selalu mempunyai pasangan yang berasal dari komunitas yang sama. Jika dilihat dari usia responden, usia termuda dari keenam responden adalah 19 tahun, sedangkan usia tertua adalah 27 tahun. Dalam rentang usia tersebut terdapat responden yang berusia 21 tahun dan 23 tahun. Usia tersebut tergolong dalam usia remaja akhir atau dewasa muda. Ketika para responden masih berusia remaja, lingkungan pergaulan menjadi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap para responden. Pengaruh tersebut antara lain, mulai dikenalnya dunia pengguna napza hingga didapatkannya pasangan dari lingkungan pengguna napza tersebut. Dikenalnya dunia napza juga berpengaruh pada sebagian kecil responden hingga akhirnya responden tersebut pernah ikut menggunakan napza sebagai akibat dari pengaruh pergaulan. Sebagian kecil responden pernah menggunakan napza, satu orang responden pernah memakai jenis napza pil dan ganja sedangkan satu orang responden lainnya pernah menggunakan semua jenis napza, meskipun untuk jenis napza putaw responden tidak pernah menggunakan dengan cara disuntik karena ketakutannya dengan jarum suntik, namun pilihan napza favoritnya adalah sabu-sabu. Sebagian besar pasangan penasun berasal dari komunitas yang sama dengan penasun. Oleh karena itu sebagian kecil pasangan yang awalnya tidak pernah memakai napza dapat terpengaruh oleh pasangan dan 14

lingkungan teman-teman pasangan untuk memakai napza. Perilaku minum alkohol ratarata sudah umum dilakukan oleh perempuan pasangan penasun. Sedangkan dalam perilaku seksual rata-rata perempuan pasangan penasun adalah seksual aktif dan sudah melakukan hubungan seksual dengan pasangannya sejak sebelum menikah, yaitu sejak responden masih SMP. Lingkungan pergaulan selain mempengaruhi penggunaan Napza juga mempengaruhi responden dalam melakukan hubungan seksual. Sebagian besar responden telah melakukan hubungan seksual pada usia masih remaja yaitu pada saat responden masih duduk di bangku sekolah SMP dan SMA dengan tidak menggunakan kondom dan dengan pasangan yang berbeda-beda. Sebagai akibat dari tidak menggunakan kondom sebagian kecil responden pernah mengalami kehamilan di luar nikah dan sebagian kecil responden terinfeksi HIV dari pasangan. Hal ini menunjukkan bahwa responden adalah pelaku seksual aktif tanpa melihat status pernikahan. Jika dilihat dari status pernikahan, dari enam responden, separuh responden telah menikah dan separuh responden lainnya belum menikah. Bagi responden yang sudah menikah kesemuanya telah dikaruniai anak. Sebagian kecil responden yang sudah menikah ada yang memiliki 2 orang anak hasil dari pernikahan yang pertama dan kedua. Diketahui pula bahwa sebagian kecil responden terinfeksi HIV. Responden yang terinfeksi HIV, satu orang telah menikah dan satu orang lainnya belum menikah. Status HIV responden didapatkan dari pasangan. Bagi responden yang terinfeksi dan telah menikah, responden terinfeksi dari suaminya yang pertama. Status HIV responden sama dengan status HIV pasangan. Responden yang belum diketahui status HIV-nya dikarenakan belum memiliki waktu untuk VCT dan belum adanya keberanian untuk menjalani VCT demikian halnya dengan pasangan mereka. Tingkat pendidikan responden yang tinggi tidak mempengaruhi perilaku seksual dan pemakaian napza responden. Hal ini dapat diketahui dari perilaku sebagian besar responden yang pernah melakukan hubungan seksual pertama kali ketika masih SMP dan SMA. Selain itu sebagian kecil responden pernah menggunakan napza sejak SMA. Padahal jika melihat latar belakang pendidikan, sebagian besar responden memiliki latar pendidikan akhir SMA, sebagian kecil responden lainnya sedang menempuh pendidikan S1 dan semuanya mengambil jurusan keguruan di IKIP Semarang dan Universitas Terbuka Semarang. Jika dilihat dari tingkat pendidikan, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tinggi. Tingkat pendidikan yang tinggi juga tidak menjamin responden mengetahui informasi mengenai risiko terjadinya kehamilan dan penularan HIV. Sebagian kecil responden tidak mengetahui bahwa akibat melakukan hubungan seksual dapat berisiko terjadi kehamilan walaupun hanya sekali melakukan hubungan seksual. Ketidaktahuan informasi tersebut terjadi pada sebagian kecil responden yang mengalami kehamilan di luar 15

nikah. Selain itu separuh responden menyatakan bahwa ketika diawal mengenal penasun, responden juga belum mengetahui bahwa HIV dapat menular dari pemakaian napza suntik. Tidak hanya mengenai kehamilan dan penularan HIV melalui napza suntik yang tidak diketahui oleh responden, penularan HIV melalui tattoo juga tidak diketahui oleh sebagian kecil responden. Dari latar belakang pendidikan akhir tersebut responden memilih untuk bekerja. Adapun jenis pekerjaannya antara lain karyawan swasta dan guru SD dengan tingkat pendapatan berkisar antara Rp. 500.000-Rp. 1.000.000. Meskipun responden tersebut sudah bekerja, bagi responden yang sudah menikah responden juga mendapatkan sumber pendapatan lain yaitu dari suami. Sebagian kecil responden yang belum bekerja dikarenakan responden masih belum mendapatkan pekerjaan dan juga baru saja melahirkan. Responden yang sudah menikah dan belum bekerja, sumber pendapatan bergantung dari suami dan orang tua. Sedangkan bagi responden yang belum bekerja dan belum menikah pendapatan berasal dari orang tua. Bagi responden yang sudah menikah dan belum bekerja pekerjaan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan penghasilan bagi kehidupan keluarganya sehingga tidak lagi tergantung dengan orang tua. Bagi responden yang belum menikah dan belum bekerja sangat membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi adik-adik dan juga orang tuanya. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan terakhir D3 dan Sarjana mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan yang hanya SMA. Self efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepercayaan/ keyakinan diri responden tentang kemampuan dirinya untuk melakukan sebuah tindakan pencegahan penularan HIV. Dalam penelitian menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar responden untuk melakukan sebuah tindakan pencegahan penularan HIV oleh dirinya cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dari upaya pencegahan yang dilakukan oleh sebagian besar responden mengenai pemakaian kondom pada pasangan. Dimana pemakaian kondom pada pasangan tidak selalu dilakukan karena tergantung oleh keinginan dan status HIV responden. Sebagian kecil responden merasa yakin dalam melakukan pencegahan penularan HIV melalui pemakaian kondom secara konsisten. Sedangkan pemakaian kondom secara tidak konsisten selalu dilakukan oleh sebagian besar responden karena responden dan pasangan seringkali lupa untuk memakai kondom dan kadangkala responden dan pasangan memang sengaja tidak ingin memakai kondom karena perasaan tidak nyaman untuk memakai kondom baik oleh responden maupun oleh pasangan. Bagi responden yang memiliki status HIV positif begitu juga dengan pasangannya, maka pemakaian kondom bukan menjadi hal yang penting lagi, karena status HIV positif responden dan pasangan sudah diterima. Selain pemakaian kondom pencegahan penularan HIV lainnya adalah penggunaan 16

jarum suntik yang steril pada pemakaian napza dan juga pembuatan tattoo. Namun peran responden terhadap pasangan yang menggunakan jarum suntik adalah selalu mengingatkan pemakaian jarum suntik yang steril dan responden merasa yakin akan pemakaian jarum suntik yang steril selalu dilakukan oleh pasangan. Perilaku pencegahan penularan HIV merupakan praktik pencegahan penularan HIV baik melalui abstinent, bersikap setia pada pasangan maupun praktik penggunaan kondom oleh pasangan maupun dirinya sendiri serta tidak menggunakan napza suntik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik pencegahan penularan HIV yang dilakukan oleh sebagian besar responden kaitannya dengan pasangannya yang penasun adalah pemakaian jarum suntik yang steril baik dalam pemakaian napza suntik maupun dalam pembuatan tattoo. Dalam pemakaian jarum suntik ini semua responden mempunyai keyakinan pasangannya selalu melakukan hal tersebut dan peran responden yang selalu mengingatkan dan memastikan pasangannya untuk menggunakan jarum suntik yang steril. PEMBAHASAN Dalam pemakaian kondom ketika melakukan hubungan seksual, sebagian besar responden pemakaian kondomnya tidak dilakukan secara konsisten. Bagi responden dengan HIV positif, merasa tidak perlu menggunakan kondom dengan pasangan yang sama-sama berstatus HIV positif. Dari segi perilaku pencegahan penularan HIV, yang terdiri dari 4 langkah ABCD (Abstinent, Be Faithfull, Condom Use, Don t use Drugs) 13), yang paling sering dilakukan oleh responden adalah sikap setia pada pasangan dan memakai kondom pada saat melakukan hubungan seksual. Abstinent tidak dilakukan oleh responden maupun pasangan karena semua responden merupan pasangan seksual aktif. Sedangkan pemakaian kondom menurut laporan mengenai program Harm Reduction yang disampaikan oleh PO LPP Performa menunjukkan hasil pemakaian kondom oleh penasun dan pasangannya adalah 100%. Hal tersebut didukung dengan hasil VCT dan IMS yang menyatakan rendahnya kasus HIV dan IMS baru. Dari 4 Strategi ABCD yang paling sering dilakukan oleh sebagian responden adalah B; yaitu bersikap setia pada pasangan dan D; tidak menggunakan napza suntik. Untuk perilaku pencegahan dengan menggunakan kondom secara konsisten tidak banyak dilakukan oleh sebagian besar responden. KESIMPULAN Perilaku pencegahan penularan HIV perempuan pasangan penasun di Kota Semarang adalah setia pada pasangan yaitu melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan saja baik yang sudah menikah maupun yang belum, menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual walaupun secara tidak konsisten, tidak menggunakan napza suntik dan menggunakan jarum suntik yang steril pada saat pembuatan tattoo. 17

Penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seksual tidak dilakukan secara konsisten oleh semua responden. Pemakaian kondom secara konsisten hanya dilakukan oleh satu orang responden HIV positif dan satu orang responden HIV negatif. Alasan pemakaian kondom adalah untuk mencegah terjadinya kehamilan, IMS dan juga HIV. Bagi responden yang sudah terinfeksi HIV pemakaian kondom dilakukan dengan alasan tidak ingin terjadi kehamilan dan juga untuk mencegah terjadinya superinfeksi antara responden dan pasangan. Selain itu sebagai upaya untuk mencegah penularan dari ibu ke anak, responden HIV posisitf mengikuti program PMTCT (Prevention of Mother To Child Transmition) yaitu program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (13). Sedangkan bagi sebagian besar responden lainnya yang tidak memakai kondom secara konsisten alasannya adalah dikarenakan responden dan pasangan seringkali lupa dan adanya perasaan tidak nyaman ketika melakukan hubungan seksual dengan menggunakan kondom. Ketidaknyamanan dialami baik oleh responden maupun oleh pasangan. Responden juga berperan dalam pencegahan penularan HIV dari pasangan ke responden. Dimana responden juga memastikan pasangannya melakukan tindakan pencegahan penularan HIV. Peran responden dalam praktik pencegahan penularan HIV yang dilakukan oleh sebagian besar pasangan responden adalah memastikan pasangannya memakai jarum suntik yang steril baik dalam pemakaian napza suntik maupun dalam pembuatan tattoo. Karakteristik responden bila dilihat berdasarkan usia yaitu usia responden termuda adalah 19 tahun dan usia tertua adalah 27 tahun. Dimana mereka sudah mulai menekuni bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai karirnya. Jika dilihat dari tingkat pendidikan, tingkat pendidikan akhir sebagian besar responden adalah SMA, sebagian kecil lainnya adalah D3 dan Sarjana. Tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin perilaku seksual, pemakaian narkoba dan pengetahuan mengenai risiko penularan HIV pada responden. Selain itu sebagian kecil responden pernah menggunakan narkoba sejak SMA meskipun tahu bahwa narkoba sangat membahayakan kesehatan dan menyebabkan kecanduan. Tingkat pendidikan yang tinggi juga tidak menjamin responden mengetahui informasi mengenai risiko terjadinya penularan HIV. Sebagian besar responden sudah bekerja. Responden yang sudah menikah dan belum bekerja, sumber pendapatan bergantung dari suami dan orang tua. Sedangkan bagi responden yang belum bekerja dan belum menikah pendapatan berasal dari orang tua. Responden dengan tingkat pendidikan terakhir D3 dan Sarjana mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan yang hanya SMA. Jenis pekerjaan responden antara lain Guru SD dan Karyawan swasta. Sebagian besar bekerja sebagai karyawan swasta. 18

Kemampuan diri sebagian besar responden untuk melakukan sebuah tindakan pencegahan penularan HIV oleh dirinya cukup rendah. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh sebagian besar responden mengenai pemakaian kondom pada pasangan tidak selalu dilakukan karena tergantung oleh keinginan pasangan dan status HIV responden. Responden yang tidak konsisten melakukan upaya pencegahan melalui pemakaian kondom dikarenakan lupa atau tidak ingin memakai kondom karena dirasa tidak nyaman. Hal ini dialami baik oleh responden maupun pasangan. Pencegahan terjadinya kehamilan menjadi satu alasan utama dalam pemakaian kondom pada sebagian besar responden, bukan sebagai upaya pencegahan HIV yang merupakan alasan utama pada sebagian besar responden. Namun ada sebagian kecil responden yang merasa yakin dalam melakukan pencegahan penularan HIV melalui pemakaian kondom secara konsisten. Hal ini didasarkan oleh harapannya agar tidak terinfeksi HIV dari pasangan yang berisiko menularkan HIV. SARAN Saran dalam penelitian ini adalah membentuk kelompok dukungan Nar-Anon. Nar-Anon adalah persaudaraan keluarga penyalahguna narkoba dengan tujuan membantu satu sama lain (sesama keluarga penyalahguna narkoba). Di dalam pertemuanpertemuan kelompok ini para keluarga saling berbagi pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk membantu satu sama lain mengatasi masalah-masalah yang muncul akibat adiksi. Kelompok ini adalah kelompok membantu diri sendiri (self-help-group) dengan jutaan anggota di seluruh dunia, yang berlandaskan pada program 12 langkah dan 12 tradisi Narcotics Anonymous. Selain itu menjangkau lebih banyak ODHA untuk dapat terlibat di dalam Kelompok Dukungan Sebaya agar dapat berbagi pengalaman, saling mendukung dan berbagi kekuatan. DAFTAR PUSTAKA 1. Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Departemen Kesehatan. Jakarta. 2. KPA. 2009. Analisis Situasi HIV & AIDS di Indonesia. Outline KPA on ICAAP9. Jakarta. 3. Depkes & KPA. 2006. Laporan Nasional: Kegiatan Estimasi Populasi Dewasa Rawan Terinfeksi HIV Tahun 2006. Depkes. 4. Swandari, Pamularsih. 2002. Program Penanggulangan HIV/AIDS di Kalangan Pengguna Napza Suntik Sebagai Respon Terhadap Epidemi HIV/AIDS : Studi Kasus di Kios Informasi Kesehatan PKPM Unika Atmajaya. (Tesis). 5. Spiritia. 2008. Seri Buku Kecil Hepatitis Virus dan HIV. Yayasan Spiritia. 6. Setyawati, Any. 2009. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Kondom Pada Saat Melakukan Hubungan Seksual Oleh Pengguna Narkoba Suntik/ Injecting Drug User (IDU) Di Kota Semarang. Semarang (Tesis). 7. KPA Kota Semarang. 2009. Data VCT Ansis KPA Kota Semarang. Semarang. 8. Aditya, BJ. 2005. Kerentanan Perempuan Terhadap HIV/AIDS. Jurnal Perempuan No. 43 : Melindungi Perempuan dari HIV/AIDS. Jakarta. 19

9. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI. Peran Perempuan dalam Pencegahan Penularan HIV dan AIDS. Terdapat dalam: www.menegpp.go.id. Diakses pada tanggal, 22 Maret 2010. 10. BKKBN. Antara AIDS dan Kesetaraan Perempuan. Terdapat dalam: http://www.bkkbn.go.id. Diakses pada tanggal: 23 Maret 2010. 11. Department of Medicine, University of California San Francisco. Why woman patners of drug users will continue to be at high risk for HIV infection. Terdapat dalam: http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada tanggal 22 Maret 2010. 12. Moeleong, L.J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 13. Narsorunudin, M, Margarita, M. 2007. Konseling Dukungan, Perawatan dan Pengobatan ODHA. Surabaya. Airlangga : University Press. 14. Gordon, Joyce D. Et all. 2007. Perempuan Di Balik Tirai Narkoba: Menguak Realita Menjangkau Harapan. Yayasan Harapan Permata Hati Kita. Jakarta : Yayasan Mitra Inti & Ford Foundation. 20