Keywords : House physical condition, Children under-five years old, Acute Respiratory Infection

dokumen-dokumen yang mirip
Keywords : House physical condition, Child under five years old, Acute Respiratory Infection

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

Keyword : house characteristic, smoking habits, chidren under 5 years old, Acute Respiratory Infections (ARIs)

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN CAMBAI KOTA PRABUMULIH TAHUN 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

TESIS. Oleh SANTI IMELDA GEA /IKM

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB III METODE PENELITIAN

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN KARANG TENGAH KECAMATAN SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

HUBUNGAN ANTARA KRITERIA PEROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA KECAMATAN PRAMBANAN YOGYAKARTA

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATISAMPURNA KOTA BEKASI

HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN KELUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUNTUNGAN KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2008

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/Mei 2017; ISSN X,

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi. kesehatan lingkungan. (Munif Arifin, 2009)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

I. PENENTUAN AREA MASALAH

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

HUBUNGAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI DAN ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

Purnama Sinaga 1, Zulhaida Lubis 2, Mhd Arifin Siregar 3

ABSTRAK. Kata kunci : ISPA, angka kejadian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indramayu

Healthy Tadulako Journal (Enggar: 57-63) 57

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

PENDAHULUAN Rumah yang menjadi tempat tinggal dan tempat berlindung bagi para penghuninya merupakan salah satu alasan yang dapat

GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

Margareta Pratiwi STIKes Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Korespondensi Penulis :

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

HUBUNGAN KEPADATAN HUNIAN DAN KUALITAS FISIK RUMAH DESA PENDA ASAM BARITO SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2015 ABSTRACT

BAB I LATAR BELAKANG

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU (PUSTU) TOMPEYAN TEGALREJO DI KOTA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan Penduduk dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tunggulo wilayah kerja. Puskesmas Limboto barat Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Transkripsi:

HUBUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DISEKITAR USAHA PEMBUATAN BATU BATA DI DESA TANJUNG MULIA KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 Putri Ruth Ras Meita 1, Nurmaini 2 dan Surya Dharma 2 1. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Departemen Kesehatan Lingkungan 2. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia ABSTRACT Acute Respiratory Infection (ARI) is a major health problems in indonesia. Based on data from Puskesmas Bandar Dolok, ARI was in first rank from ten biggest disease in Puskesmas Bandar Dolok. ARI attacks many children. ARI may caused by bad physical condition of dwelling house. The dwelling house in Desa Tanjung Mulia mostly around over the brickyard and less of health condition. This study aimed to determine the relationship among the physical condition of dwelling house, ventilation, natural lighting, humidity, wall, floor and ceiling with the incidence of Acute Respiratory Infection to the children under-five years old in Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang on 2013. The type of this study was descriptive analytic by cross sectional design. The sample of this study was 60 chidren under-five years old who live around the brickyard taken by quota sampling. 60 sample consist of 44 children under-five years old with ARI and 16 is had not symptom of ARI. The results showed that there was significant relationship between the ventilation with the incidence of Acut Respiratory Infections in children under-five years old (p=0,026). Meanwhile, there was no relationship between the natural lighting (p=0,263), the humidity (p=1,000), the floor (p=1.000), the wall (p=0.967) and the ceiling (p=1.000) with the incidence of Acut Respiratory Infections in children under-five years old. It is suggested to community who lived in Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang to make good house ventilation and to plant plants as dust barricade. It is suggested to public health official to give health promotion about the house healthy condition, in order to prevent respiratory diseases. Keywords : House physical condition, Children under-five years old, Acute Respiratory Infection PENDAHULUAN Target pencapaian poin ke-4 MDGs adalah menurunkan angka kematian balita2/3 dari tahun 1990-2015. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia yaitu sebesar 20-30%. ISPA masih merupakan maslah kesehatan ang cukup penting karena menyebabkan kematian balita yang cukup tinggi, yaitu kira-kira satu dari empat kematian yang terjadi. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor penting yang memberikan efek besar terhadap status kesehatan penghuninya. Peran kesehatan sangat diperlukan, karena pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.

Di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Terdapat banyak usaha pembuatan batu bata dan usaha ini sangat dekat didirikan dengan perumahan warga, kebanyakan kondisi fisik rumah warga tidak sesuai dengan kesehatan perumahan. Sedangkan usaha batu bata ini menghasilkan sangat banyak buangan dari pembakaran tanah liat yang dibentuk kotak tersebut. Pembakarannya pun tidak tanggung-tanggung, membutuhkan waktu 2-3 hari untuk merampungkan proses dengan membakar bata dengan kayu bakar. Saat proses pembakaran, asap yang dihasilkan sangat banyak dan menyebar ke sekitar rumah warga. Melalui data yang diperoleh dari profil Puskesmas Kecamatan Pagar Merbau tahun 2011 ditemukan ISPA sebagai peringkat pertama dari 10 penyakit terbesar. Berdasarkan hal ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara faktor-faktor fisik rumah yang terdiri dari ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding dan langit-langit rumah terhadap kejadian penyakit ISPA yang terjadi pada balita di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. RUMUSAN MASALAH Tingginya kejadian ISPA di Desa Tanjung Mulia dan banyaknya rumah warga yang tercemar asap dan debu sisa pembakaran, menggelitik peneliti untuk meneliti apakah faktor-faktor fisik rumah juga turut mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita di sekitar usaha pembuatan batu bata di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. TUJUAN PENELITIAN pada Balita disekitar usaha pembuatan batu bata di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Jenis penelitian adalah penelitian observasional analitik dengan design cross sectional untuk menganalisa hubungan antara faktor-faktor fisik rumah dengan kejadian ISPA, yaitu ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding dan langit-langit Populasi adalah 60 balita yang tinggal di Dusun Rahayu dan Dusun Lestari, karena di dua Dusun ini paling banyak terdapat kilang pembuatan batu bata dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode quota sampling. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, diagnosa gejala ISPA oleh dokter umum, wawancara secara langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara, dan pengukuran yang dilakukan pada kondisi fisik rumah. Setelah data terkumpul seluruhnya, selanjutnya data kemudian dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat. Analisis Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum karakteristik balita serta setiap variabel yang digunakan dalam penelitian. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunkana uji chi square dengan CI=95% dan =0,05. Selanjutnya tabel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang (cross tab) disertai dengan narasi. Menganalisa faktor-faktor fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian ISPA

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (Pendidikan dan Profesi) Karakteristik 1. Pendidikan SD SLTP SLTA 2. Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu Rumah Tangga n % 9 27 24 7 53 15,0 45,0 60,0 11,7 88,3 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Balita Karakteristik 1. Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 2. Umur (bulan) 0-12 (bayi) 13-35 (batita) 36-59 n % 27 33 12 27 21 45,0 55,0 20,0 45,0 35,0 Tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah tamat SLTP, yaitu 27 orang (45,0%). Pekerjaan responden yang terbanyak adalah ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 53 orang (88,3%). Balita berjenis kelamin perempuan lebih banyak, yaitu 33 orang (55,0%) daripada laki-laki, yaitu 27 orang (45,0%). Balita berumur 0-12 bulan sebanyak 12 orang (20,0%), berumur >12-35 bulan sebanyak 27 orang (45,0%) dan berumur 36-59 sebanyak 21 orang (35,0%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Ventilasi Rumah Ventilasi 27 45,0 33 55,0 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pencahayaan alami Rumah Pencahayaan Alami 10 16,7 50 83,3 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kelembaban Rumah Kelembaban 48 80,0 12 20,0

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Dinding Rumah Dinding 41 68,3 19 31,7 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Langitlangit Rumah Langit-Langit 12 20,0 48 80,0 Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA 1. ISPA Kejadian ISPA Balita % 44 73,3 ISPA 16 26,7 Dari hasil pemeriksaan gejala ISPA oleh dokter umum, peneliti menemukan dari 60 balita terdapat 44 balita yang menderita ISPA. Dari hasil ukur 60 Rumah di Desa Tanjung Mulia, peneliti menemukan persentase paling besar yaitu tidak yaitu sebanyak 33 rumah (55,0) yang tidak memeiliki luas ventilasi 10-15% dari luas lantai. Pencahayaan alamipaling besar adalah tidak dengan hasilukur <60 Lux sebanyak 50 rumah (83,3%). Kelembaban dari 60 rumah yang di teliti terdapat persentase paling besar ialah dengan hasil ukur 40-70%, yaitu sebanyak 48 rumah (80,0%). Persentase dari 60 Lantai rumah Responden di Desa Tanjung Mulia paling besar ialah yang memenuh sebanyak 59 rumah (98,3). Sedangkan persentase dari 60 dinding rumah responden ditemukan paling banyak, yaitu sebanyak rumah (68,3%). Langit-langit ditemukan persentase paling besar ialah yang tiak yaitu sebanyak 48 rumah (80,0%)

Tabel 10. Tabel Silang Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA Kejadian ISPA NO Variabel Ya Tidak Total p-value n % n % N % 1. Ventiasi Memenuhi 11 40,7 16 59,3 27 100 0,026 Tidak Memenuhi 5 15,2 28 84,8, 33 100 1 2. Pencahayaan Memenuhi 9 90,0 1 10,0 10 100 0,263 Alami Tidak Memenuhi 35 70,0 15 30,0 50 100 3. Kelembaban Memenuhi 35 58,3 13 21,7 48 100 1,000 Tidak Memenuhi 9 75,0 3 25,0 12 100 4. Lantai Memenuhi 43 72,9 16 27,1 59 100 1,000 Tidak Memenuhi 1 100 0 0 1 100 5. Dinding Memenuhi 30 73,2 11 26,8 41 100 0,967 Tidak Memenuhi 14 73,7 5 26,3 19 100 6. Langit-langit Memenuhi 9 75,0 3 25,0 12 100 1,000 Tidak Memenuhi 35 72,9 13 27,1 48 100 Hubungan Ventilasi Rumah dengan Luas ventilasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas ventilasi yang meliputi luas lubang angin dan luas jendela dibagi luas lantai. Pada variabel ventilasi dari 27 rumah yang memiliki ventilasi yang sebanyak 16 orang (59,3%) yang menderita ISPA dan 11 orang (40,7%) yang tidak menderita ISPA, sedangkan dari 33 rumah yang ventilasi yang tidak sebanyak 28 orang (84,85%) menderita ISPA dan 5 orang (15,15%) yang tidak menderita ISPA. Berdasarkan hasil analisis penelitian menggunakan uji Chi square didapatkan nilai p = 0,0263 dimana lebih kecil dari nilai ( = 0,05) maka dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Desa Tanjung Mulia memiliki banyak sekali kilang tempat usaha batu bata, dimana banyak truk melewati jalan di desa ini sehingga membuat banyak debu berterbangan dan kilang usaha pembuatan batu bata ini manghasilkan asap yang sangat banyak melalui proses pembakaran batu bata. Hal ini menjadi faktor mengapa warga tidak suka membuat ventilasi yang cukup luas dan malas untuk membuka ventilasi. Responden dalam penelitan ini sebagian besar memiliki luas ventilasi yang tidak ditambah dengan kebiasaan tidak membuka jendela karena takut debu mengotori rumah mereka. Akibatnya pertukaran udara di dalam rumah tidak terjadi dengan baik. Kebanyakan luas ventilasi rumah warga di Desa Tanjung Mulia tidak disebabkan karena tipe rumah yang kecil karena kepemilikan tanah yang sempit. Ventilasi rumah lebih banyak hanya di rumah bagian depan, sementara pada bagian samping sudah berhimpitan

dengan dinding rumah tetangga. Lubang pembuangan asap dapur pun jarang terdapat di rumah warga. Sementara banyak debu yang berterbangan di udara akibat truk-truk tanah yang melewati jalan Desa Tanjung Mulia, juga debu dan asap dari proses pembakaran yang masuk ke dalam rumah. Debu dan asap yang masuk melalui pintu dan jendela depan rumah terperangkap di dalam rumah karena pergerakan udara di dalam rumah tidak terjadi dikarenakan ventilasi yang tidak memadai. Hal ini terbukti saat peneliti melakukan observasi di rumah warga Desa Tanjung Mulia, lantai rumah terasa sangat licin karena debu yang melekat pada lantai rumah dan napas terasa agak sesak. Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan udara tidak nyaman dan kotor. Dari hal-hal diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kejadian ISPA di Desa Tanjung Mulia bukanlah karena kuman patogen tetapi dikarenakan oleh debu yang terhirup secara akumulasi oleh balita. Secara umum partikel-partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan dan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Partikel-partikel tersebut dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan. Pada saat menarik napas, udara yang mengandung partikel akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Ukuran debu partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan bertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partkel 3-5 mikron akan tertahan di bagian tengah, partikel lebih kecil 1-3 mikron akan masuk ke kantung paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil, kurang dari 1 mikron akan ikut keluar saat menghembuskan nafas. Lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang dan dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Kerusakan lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Pencemaran udara misalnya, dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada saluran pernapasan (Mulia, 2005). Hubungan Pencahayaan Alami dengan Pada variabel pencahayaan alami ditemukan bahwa dari 10 rumah yang memiliki pencahayaan alami yang sebanyak 9 orang (90%) menderita ISPA dan 1 orang (10%) yang tidak menderita ISPA, sedangkan dari 50 rumah yang pencahayaan alami yang tidak sebanyak 35 orang (70%) menderita ISPA dan 15 orang (30%) yang tidak menderita ISPA. Membiarkan cahaya matahari pagi masuk ke dalam rumah dapat mematikan kuman karena cahaya matahari pagi tersebut banyak megandung sinar ultraviolet yang diyakini bersifat germicid. Tapi dari hasil diatas dapat ditemukan bahwa ISPA pada balita di Desa Tajung Mulia ini bukan disebabkan oleh kuman, karena penderita ISPA juga banyak terdapat pada balita yang rumahnya memiliki pencahayaan alami yang. Di Desa Tanjung Mulia peneliti menemukan banyak rumah yang memiliki pencahayaan alami yang tidak, adapun hal ini disebabkan oleh warga yang memiliki ventilasi tempat cahaya alami itu masuk tidak dibuka dengan alasan takut debu masuk ke dalam rumah dan mengotori rumah mereka.

Hal ini lah yang menyebabkan mengapa warga yang sudah memilikki ventilasi yang tidak mau untuk membuka dan bahkan tekadang memberi penghalang pada jendela mereka seperti gorden, sehinga bukan hanya udara saja yang terhalang tapi cahaya matahari pun tidak leluasa masuk ke dalam rumah. Hubungan Kelembaban dengan Pada variabel kelembaban ditemukan bahwa dari 48 rumah yang memiliki kelembaban yang sebanyak 35 orang (58,3%) menderita ISPA dan 13 orang (21,7%) yang tidak menderita ISPA, sedangkan dari 12 rumah yang pencahayaan alami yang tidak sebanyak 9 orang (75,0,%) menderita ISPA dan 3 orang (25,0%) yang tidak menderita ISPA. Dari hasil diatas dapat ditemukan bahwa ISPA pada balita di Desa Tanjung Mulia bukanlah karena kuman patogen. Pencahayaan alami memiliki hubungan yang erat dengan kelembaban. Hal ini dikarenakan pencahayaan alami yang berasal dari sinar matahari mengandung sinar ultraviolet dapat membunuh bakteribakteri pathogen. Kurangnya sinar matahari yang masuk ke dalam rumah menyebabkan tingginya kelembaban rumah dan menjadi media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah yang memiliki kelembaban yang memiliki malah lebih banyak menderita ISPA. Pada musim penghujan, kelembaban di Desa Tanjung Mulia termasuk. Kondisi cuaca yang cerah dan hawa yang cukup panas akibat pembakaran batu bata, mungkin menjadi faktor rendahnya kandungan uap air di Desa ini sehingga angka kelembaban dapat stabil. Kelembaban optimal ini baik untuk kesehatan, tapi debu yang terperangkap dalam rumah warga menjadi mudah untuk berterbangan dalam ruangan rumah warga dan lebih mudah tehirup sehingga dapat masuk kedalam saluran pernapasan. Hubungan Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita Pada variabel lantai ditemukan bahwa dari 59 rumah yang memiliki lantai yang sebanyak 43 orang (72,9%) menderita ISPA dan 16 orang (27,1%) yang tidak menderita ISPA, sedangkan rumah yang lantainya tidak sebanyak 1 orang (100%) menderita ISPA dan tidak menderita ISPA tidak ada (0%). Sebagian besar responden memiliki jenis lantai yang yaitu semen atau keramik yang kedap air, kebanyakan para balita juga beraktifitas dilantai seperti bermain. Namun kebersihan lantai merupakan faktor lain yang mempengaruhi kejadian ISPA. Responden sudah memiliki kebiasaan membersihkan lantai rumah seperti menyapu dan mengepel lantai rumah setiap hari, dikarenakan debu yang amat banyak menempel di lantai mereka melalui udara. Tetapi tetap saja masih banyak debu yang masuk dan menempel ke dalam rumah, dikarenakan proses pembakaran batu bata dan lalu lalangnya truk tanah di desa ini. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air, mudah dibersihkan dan tidak menghasilkan debu. (Ditjen PPM dan PL, 2002). Hubungan Dinding Rumah dengan Pada variabel dinding ditemukan bahwa dari 41 rumah yang memiliki dinding yang sebanyak 30 orang (73,2%) menderita ISPA dan 11 orang

(26,8%) yang tidak menderita ISPA, sedangkan dari 19 rumah yang memiliki dinding yang tidak sebanyak 14 orang (73,7%) menderita ISPA dan 5 orang (26,3%) yang tidak menderita ISPA. Sebagian besar responden di desa ini memiliki jenis dinding yang, yaitu terbuat dari tembok atau batu yang kedap air. Dimana faktor lain yang mempengaruhi kejadian ISPA adalah kebersihan dinding dan kerapatan dinding. Debu akan mudah menumpuk pada ruasruas dinding yang terbuat dari papan/kayu yang tidak rapat. Hal ini sejalan dengan penelitian Oktaviani, Fajar & Purba (2010), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA. Hubungan Langit-langit Rumah dengan Pada variabel dinding ditemukan bahwa dari 12 rumah yang memiliki dinding yang sebanyak 9 orang (75%) menderita ISPA dan 3 orang (25%) yang tidak menderita ISPA, sedangkan dari 48 rumah yang memiliki dinding yang tidak sebanyak 35 orang (72,9%) menderita ISPA dan 13 orang (27,1%) yang tidak menderita ISPA. Hal ini dapat dijelaskan karena sebagian besar responden dalam penelitian ini tidak memiliki langit-langit dikarenakan masalah ekonomi. Rumah yang tidak memiliki langit-langit dapat mempermudah debu masuk kedalam rumah melalui celah antara dinding dan atap rumah. Menurut Prasetya (2005) plafon (langitlangit) dapat mempengaruhi kenyamanan udara dalam ruangan. Langit-langit dapat menahan rembesan air dari atap dan menahan debu yang jatuh dari atap rumah. Faktor lain yang mempengaruhi kejadian ISPA adalah atap rumah dan kebersihan langit-langit., responden di Desa Tanjung Mulia menjaga kebersihan langit-langit rumah dengan membersihkan langit-langit secara rutin minimal sekali dalam seminggu. KESIMPULAN 1. Kondisi fisik rumah di Desa Tanjung Mulia yang tidak kesehatan, yaitu ventilasi sebanyak 33 rumah (55,0%), pencahayaan alami sebanyak 50 rumah (83,3%), kelembaban sebanyak 12 rumah (20,0%), lantai sebanyak 1 rumah (1,7%), dinding sebanyak 19 rumah (31,7%), dan langit-langit sebanyak 48 umah (80,0%). 2. Balita yang positif mengalami ISPA adalah sebanyak 44 balita (73,%). 3. Ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Lingkungan Pintu Angin.. 4. Tidak ada hubungan antara pencahyaan alami, kelembaban, lantai, dinding dan langit-langit rumah nelayan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Desa Tanjung Mulia. 5. Kuman bukanlah penyebab ISPA di Desa Tanjung Mulia tetapi lingkungan yang penuh dengan debu. SARAN 1. Bagi Masyarakat a. Masyarakat sebaiknya tidak takut untuk membuat ventilasi yang cukup luas agar sirkulasi udara lancar, tidak menghalang-halangi udara yang masuk ke ventilasi dengan tirai, tetapi ada baiknya menggunakan kawat kasa. b. Masyarakat sebaiknya menanam pohon sebagai tirai penahan debu. Seperti tanaman teh-tehan, kembang anak nakal (Durant Repens)dan tanaman dolar (Ficus Pumila)

2. Bagi Puskesmas Pintu Angin dan Posyandu Balita Petugas kesehatan berperan aktif memberikan penyuluhan tentang rumah sehat, terutama untuk pencegahan penyakit ISPA. 3. Bagi Peneliti Lain Untuk peneliti lain dapat melakukan penelitian dengan menambahkan variabel status gizi, pengukuran debu dan pencemaran udara dalam rumah (asap rokok atau asap dapur) dan pengaruhnya terhadap kejadian ISPA. Prasetya, BY, 2005, Mendesain Rumah Tropis, PT. Trubus Agriwidya, Semarang. WHO, 2007, Infection prevention and control of epidemic and pandemic prone acute respiratory diseases in health care, http://www.who.int/csr/resources/ publications/ DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI 2002, Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Ditjen PPM dan PLP, http:/www.depkes.go.id, diakses tanggal 7 September 2013., 2007, Profil Kesehatan Indonesia 2007, http:/www.depkes.go.id, diakses tanggal 26 Agustus 2013. Oktaviani, VA 2009, Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Oktaviani D, Fajar NA, & Purba IG 2010, Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian Ispa Pada Balita Di Kelurahan Cambai Kota Prabumulih Tahun 2010, Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya, Palembang