ANCAMAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum gloeosporioides) PADA TANAMAN KAKAO DAN PENGENDALIANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

LAMPIRAN 1 DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH PENULIS (TESIS)

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT Vascular Streak Dieback (VSD) PADA TANAMAN KAKAO DI PROPINSI SUMATERA BARAT ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LOKASI SERANGAN PENYAKIT VSD (Vascular Streak Dieback) PADA TANAMAN KAKAO DI KABUPATEN BATUBARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

2. PENGHISAP BUAH HELOPELTIS

TINJAUAN PUSTAKA. Stadium ini ditemukan pada daun daun tua yang sedang membusuk. Jamur ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

Ketersediaan klon kakao tahan VSD

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

Akibat Patik Setitik, Rusaklah Penghasilan Petani

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

Dina Ernawati, SP. dan Vidiyastuti Ari Yustiani, SP.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000)

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS.

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

Sumber : Setiadi (2005) Oleh : Ulfah J. Siregar. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

Teknologi Perbanyakan Benih Mangga melalui Sambung Pucuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis(zea mays var saccarata) merupakan tanaman pangan yang. bahan baku industri gula jagung (Bakhri, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

SISTEMATIKA LAPORAN MINGGUAN MAGANG KERJA Halaman Judul Halaman judul memuat laporan mingguan pada minggu ke-n, lokasi magang, serta judul kegiatan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

SERANGAN BAKTERI PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) DI JAWA TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2014

PERKEMBANGAN SERANGAN PENYAKIT CACAR DAUN CENGKEH (Phyllosticta sp.) PADA TANAMAN CENGKEH TRIWULAN II TAHUN 2013 WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM

PERANAN TEKNIK PEMANGKASAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH PADA KEBUN SUMBER BENIH KAKAO Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama)

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya. Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27

Penyakit Busuk Daun Kentang

Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili. Oleh : Umiati

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

TUGAS KARYA ILMIAH BISNIS KOPI. NAMA: PIPIT RAFNUR SASKORO NIM : Kelas : 11.S1.SI

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PERLINDUNGAN HUTAN

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

KOPI. Panduan teknis budidaya kopi. Pemilihan jenis dan varietas

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

PENYAKIT BIDANG SADAP

KEBUN GELAP OPT SENANG KEBUN TERANG OPT HILANG. Oleh: Erna Zahro in

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

PENYAKIT TANAMAN KOPI DAN PENGENDALIANNYA Oleh : Abd. Muis, SP

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PEMBAHASAN Potensi Pucuk

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Gambar. Karat Daun Kopi (H. vastatrix)

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Waspadai Tembakau Rusak Akibat Terjadi Kemarau Basah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

Transkripsi:

ANCAMAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum gloeosporioides) PADA TANAMAN KAKAO DAN PENGENDALIANNYA OLEH Ir. Syahnen, MS dan Sry Ekanitha Br. Pinem,SP Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia 20126. Telp. (061) 8470504, Fax. (061) 8466771, 8445794, 8458008, 8466787 http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpmed/ Penyakit antraknosa (mati ranting) yang menyerang pucuk dan ranting tanaman kakao merupakan penyakit yang banyak menimbulkan kerugian. Penyakit ini menyebabkan daun gugur, ranting meranggas dan mati. Akibat serangan penyakit ini tanaman kakao menjadi kehilangan daun padahal daun merupakan tempat untuk proses fotosintesis pada tanaman (Semangun, 2000). Serangan penyakit semakin meningkat belakangan ini disebabkan banyaknya pekebun yang menanam kakao tanpa naungan. Padahal untuk tumbuh normal tanaman kakao adalah tanaman yang memerlukan naungan. Menurut Sunanto (2002) intensitas sinar matahari yang diterima sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Banyak ahli berpendapat bahwa intensitas sinar matahari yang optimum adalah 50%, tetapi bila keadaan tanah subur (tanaman yang dipupuk sesuai kebutuhan), intensitas cahaya dapat dinaikan menjadi 70-80% dengan mengatur naungan. Disamping itu peningkatan suhu udara akibat global warming di duga turut memperbesar serangan penyakit. Untuk memahami lebih jauh mengenai penyakit Antraknosa, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas tentang gejala serangan, penyebab penyakit, faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit, cara penyebaran penyakit, intensitas serangan penyakit, dan cara pengendaliannya. 1. Gejala serangan penyakit antraknosa a. Pada daun muda penyakit dapat menyebabkan matinya daun atau sebagian dari helaian daun. Gejala ini yang sering disebut sebagai hawar daun (leaf blight) (Semangun, 2000). Pada daun dewasa penyakit dapat menyebabkan terjadinya bercak-bercak nekrosis (jaringan mati) yang terbatas tidak teratur. Bercak-bercak ini kelak dapat menjadi 1

lubang. Daun-daun yang terserang berat akan mudah gugur, sehingga ranting-ranting tanaman menjadi gundul (Sunanto,2002). Gambar 1. Gejala serangan pada daun muda Sumber: Foto Lab. Lapangan b. Ranting yang daun-daunnya terserang dan gugur dapat mengalami mati pucuk. Jika mempunyai banyak ranting, tanaman akan tampak seperti sapu dan sering berlanjut dengan matinya ranting. Penyakit ini juga dapat timbul pada buah, terutama buah yang masih pentil atau buah muda (Semangun, 2000). Gambar 2. Gejala serangan pada ranting, tanaman tampak seperti sapu Sumber: Foto Lab. Lapangan c. Pada buah muda bintik-bintik coklat berkembang menjadi bercak coklat berlekuk. Selanjutnya buah akan layu, mengering dan mengeriput. Serangan pada buah tua akan menyebabkan busuk kering pada ujung buah (Semangun, 2000). d. Buah muda (pentil) yang terserang menjadi keriput kering atau menyebabkan gejala busuk kering. Busuk kering karena serangan 2

penyakit ini ditandai dengan terjadinya lingkaran berwarna kuning pada batas jaringan yang busuk dan jaringan yang sehat (Sunanto, 2002). Gambar 3. Gejala serangan pada buah Sumber: Foto Lab. Lapangan e. Ciri penting gejala serangan Colletotrichum pada tanaman kakao adalah terbentuknya lingkaran berwarna kuning (halo) disekeliling jaringan yang sakit, dan terjadinya jaringan mati yang melekuk (antraknosa). Halo dan antraknosa dapat terjadi pada daun maupun pada buah. Tanaman yang terserang berat oleh patogen ini berbuah sedikit sehingga daya hasilnya sangat menurun (Mahneli, 2007). Gambar 4. Gejala serangan antraknosa pada tanaman kakao Sumber: Foto Lab. Lapangan 2. Penyebab penyakit Penyakit yang disebabkan jamur Colletotrichum ini tersebar di semua negara penghasil kakao, dan dikenal sebagai penyakit antraknosa. Di Asia penyakit terdapat di Malaysia, Brunei, Filipina, Sri Lanka, dan India Selatan. Dan pada tahun 1980-an di Jawa Timur serangan jamur ini tampak meningkat, sehingga menarik cukup banyak perhatian. Sebenarnya penyakit ini sudah lama 3

dikenal di Jawa, tetapi kurang mendapat perhatian, karena tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Pada kebun yang terawat baik kerugian yang disebabkan jamur ini tidak melebihi 5-10%. Penyakit ini mengurangi hasil kebun karena mengurangi jumlah tongkol pertanaman dan jumlah biji pertongkol. Selain itu penyakit ini mengurangi kandungan pati pada ranting (Semangun, 2000). Gambar 5. Aservulus Colletotrichum Sumber Barnett, 1972 Jamur ini mempunyai tubuh buah berupa aservulus yang menyembul pada permukaan atas dan bawah daun. Aservulus membentuk banyak konidium seperti masa lendir. Konidiumnya tidak berwarna, bersel 1, jorong memanjang, terbentuk pada ujung konidiofor yang sederhana. Pada saat berkecambah konidium yang bersel 1 tadi membentuk sekat. Pembuluh kecambah membentuk apresorium sebelum mengadakan infeksi. Diantara konidiofor biasanya terdapat rambut-rambut (seta) yang kaku dan berwarna cokelat tua (Semangun, 2000). 3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit antraknosa Spora tumbuh paling baik pada suhu 25-28 0 C sedang di bawah 5 0 C dan di atas 40 0 C tidak dapat berkecambah. Pada kondisi yang lembab, bercakbercak pada daun akan menghasilkan kumpulan konidia yang berwarna putih. Faktor lingkungan yang kurang menguntungkan seperti peneduh yang kurang, kesuburan tanah yang rendah, atau cabang yang menjadi lemah karena adanya kanker batang. Jamur juga dapat mengadakan infeksi melalui bekas tusukan atau gigitan serangga (Mahneli 2007). Konidia dapat disebarkan oleh air hujan, angin, dan serangga. Konidia yang jatuh pada permukaan daun atau buah akan segera berkecambah dan mengadakan penetrasi. Di dalam air konidia sudah berkecambah dalam waktu 3 jam, sehingga hujan yang kecil pun dapat mendukung terjadinya infeksi. Junianto 4

dan Sri Sukamto (1987) dalam Semangun (2000) menyatakan bahwa disamping curah hujan perkembangan penyakit dipengaruhi pula oleh suhu, untuk perkecambahan, infeksi, dan sporulasi memerlukan suhu optimum 29,5 0 C. Patogen ini dapat bertahan pada ranting-ranting sakit atau pada daundaun sakit di pohon atau di permukaan tanah. Pada cuaca lembab atau berkabut patogen membentuk spora (konidium). Infeksi pada buah dapat terjadi melalui inti sel pada buah yang matang dan pori-pori pada buah yang masih hijau. Keadaan cuaca yang sangat lembab sangat cocok untuk pembentukan spora dan terjadinya infeksi. Patogen tidak tumbuh pada kelembapan kurang dari 95 %. Pengaruh pohon pelindung terhadap penyakit ini sangat jelas. Jika pohon pelindung kurang, daur hidup penyakit ini akan menjadi lebih pendek, kakao membentuk flush lebih banyak dan sangat rentan. Di samping itu pembentukan flush ini akan memperlemah tanaman (Junianto, 1993). Flush ini terbentuk berulang-ulang yaitu 4-5 kali dalam satu tahun. Pembentukan flush sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Faktorfaktor tersebut adalah temperatur, hujan dan penyinaran. Bila hujan tidak turun banyak flush tidak terbentuk. Hujan juga mendorong pembentukan daun bila flush sudah terbentuk. Pada tanaman kakao yang tidak mempunyai penaungan atau intensitas sinar mataharinya relatif agak tinggi flush akan lebih sering terbentuk dibandingkan tanaman kakao yang ternaungi atau intensitas sinar mataharinya rendah. Itulah sebabnya pada tanaman yang tidak mempunyai naungan kerusakan kelihatan lebih tinggi (Vedemecum Kakao, PTPN V). Klon kakao mulia yang banyak diusahakan (DR2 dan DR38) rentan terhadap Colletotrichum. DRC 16 agak rentan. Diantara kakao lindak yang tahan adalah Sca 6 dan Sca 12 (Junianto, 1993) (Lihat Lampiran 2). 4. Penyebaran penyakit Antraknosa Konidium jamur dipencarkan oleh percikan air, dan oleh angin. Jamur tersebar luas diseluruh dunia, dan dapat bermacam-macam tumbuhan. Dengan demikian sumber infeksi dapat dikatakan selalu ada (Junianto dan Sri Sukamto, 1992). Di Sumatera Utara diduga bahwa infeksi pada semai kakao di pembibitan berasal dari kebun karet yang ada didekatnya, yang sedang terserang penyakit gugur daun Colletotrichum (Semangun, 2000). 5

C. gloeosporioides mempunyai misellium yang jumlahnya agak banyak, hifa bersepta tipis, mula-mula terang kemudian gelap (Mehrotra, 1983 dalam Mahneli 2007). Konidiofor pendek, tidak bercabang, tidak bersepta dengan ukuran 7-8 x 3-4 µm. Konidium jamur dipencarkan oleh percikan air, dan mungkin juga oleh angin. Konidia terbentuk pada permukaan bercak pada daun terinfeksi. Konidia tersebut mudah lepas bila ditiup angin atau bila terkena percikan air hujan. Konidia sangat ringan dan dapat menyebar terbawa angin sampai ratusan kilometer sehingga penyakit tersebar luas dalam waktu yang singkat. Konidia mungkin juga dipencarkan oleh serangga. 5. Intensitas serangan Di dalam pengamatan penyakit perlu diketahui intensitas serangan penyakit. Intensitas serangan penyakit antraknosa ditentukan berdasarkan persentase ranting terserang. Intensitas serangan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: Sehat : tidak ada ranting terserang/ mati Ringan : < 15 % ranting terserang/ mati Sedang : 15-35 % ranting terserang/ mati Berat : > 35 % ranting terserang/ mati. 6. Metode pengendalian penyakit antraknosa Pengendalian penyakit antraknosa secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat mengurangi perkembangan penyakit lain. Hal ini karena metode pengendalian suatu penyakit juga merupakan metode pengendalian penyakit lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Sulistiowati, dkk, 2003 cara pengendalian penyakit ini dilakukan dengan memadukan teknik pengendalian kultur teknis, mekanis, dan kimiawi. Cara pengendalian tersebut berbeda untuk setiap intensitas serangan. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 1 berikut. 6

Tabel 1. Cara pengendalian penyakit Antraknose-Colletotrichum pada beberapa intensitas serangan Intensitas Serangan Cara Pengendalian Sangat ringan (< 5%)* Ringan (5-15%)* Sedang (16-35%)* Berat (36-75%)* Sangat berat (> 75%)* Perlu diwaspadai Pupuk + Naungan + Sanitasi Pupuk + Naungan + Sanitasi + Fungisida Pupuk + Naungan + Sanitasi + Fungisida Eradikasi *) Intensitas serangan ditentukan secara visual dengan menilai persentase meranting dan persentase daun yang menunjukkan gejala. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing cara pengendalian dimaksud: 1. Pemupukan Pemupukan adalah penambahan pupuk yang disesuaikan dengan umur tanaman, kondisi tanah, dan cara bercocok tanam. Selain pemupukan lewat tanah, khusus untuk serangan berat pemupukan perlu ditambah lewat daun. Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik maupun pupuk organik (kompos). Pemupukan dengan kompos selain dapat memberikan tambahan hara juga berfungsi menetralisir suhu tanah. Kompos banyak mengandung air dan menahan air agar tidak cepat menguap ke udara. Disamping itu kompos dapat berfungsi sebagai bumper panas karena sinar matahari tidak langsung mengenai permukaan tanah dan menaikkan suhu tanah. Gambar 6. Pemupukan Sumber: Foto Lab. Lapangan 7

2. Naungan Naungan adalah pemberian pohon penaung yang cukup disesuaikan dengan kondisi tanaman dan kondisi lingkungan setempat. Misalnya untuk tanaman kakao yang sudah menghasilkan di daerah bertipe curah hujan C diberi naungan 25 persen (1:4) dengan jenis pohon penaung lamtoro. 3. Sanitasi Sanitasi dilakukan dengan cara pemangkasan ranting-ranting sakit dan pemetikan buah-buah busuk kemudian di bakar atau dipendam dalam tanah. Pangkasan sanitasi bertujuan menghilangkan ranting atau cabang sakit yang terserang jamur dan untuk mengurangi kelembapan kebun agar tidak sesuai untuk perkembangan penyakit. Pemangkasan tunas air (mewiwil) pada batang atau cabang, karena bila infeksi terjadi pada daun tunas air (wiwilan) cabang dan batang yang berada dekat tunas air (wiwilan) juga akan terinfeksi dan mati lebih cepat. 4. Pengendalian Hayati Pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan agen hayati antara lain dengan menggunakan larutan bakteri Pseudomonas flourescent (PF). 5. Penyemprotan Fungisida Penyemprotan fungisida dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan (preventif) yang dilaksanakan pada saat pembentukan daun-daun baru (flush) setelah mencapai 10 % dengan daun pertama kira-kira berumur satu minggu (panjang daun ±5 cm). Interval penyemprotan 7 hari atau disesuaikan dengan munculnya daun-daun baru. Fungisida yang digunakan adalah yang berbahan aktif prokloras dengan konsentrasi 0,1% formulasi atau fungisida berbahan aktif karbendazim dengan konsentrasi 0,2% formulasi. Penyemprotan dimulai pada awal musim hujan menggunakan alat Knapsack Sprayer atau Mist Blower dengan volume 200-300 liter per ha. Pada waktu flush besar dilakukan 2 kali penyemprotan fungisida sistemik, misalnya benomil, karbendazim, metil tiofanat, miklobutanil, atau prokloraz dengan interval 10 hari. Pada waktu flush lainnya dilakukan 3 kali penyemprotan dengan fungisida kontak, antara lain mankozeb atau oksiklorida tembaga, 8

dengan interval 7 hari. Penyemprotan dapat dilakukan dengan mist blower atau power sprayer, dengan memakai air 200 liter/ha. 6. Melakukan Eradikasi Gambar 8. Penyemprotan dengan menggunakan fungisida kimia Sumber: Foto Lab. Lapangan Eradikasi ini dilakukan dengan pembongkaran tanaman sakit. 7. Menanam tanaman tahan/toleran. Menanam tanaman toleran atau tahan bertujuan untuk mengurangi perkembangan penyakit antraknosa. Untuk penanaman baru dianjurkan menggunakan klon tahan atau hibridanya seperti Sca 6, Sca 12, ICS 13 X Sca 6, ICS 13 X Sca 12, ICS 60 X Sca 6, ICS 60 X Sca 12, GC 7 X Sca 6, GC 7 X Sca 12, DR1 X Sca 6, DR1 X Sca 12, dan DR2 x Sca 12. Selain pengendalian di atas dapat juga dilakukan dengan: a. Memperbaiki kultur teknis/sistem budidaya tanaman Perbaikan kultur teknis dilakukan dengan perbaikan drainase pada lahan datar yang sering tergenang, pembuatan terasering pada lahan miring, pemangkasan pelindung yang terlalu lebat/rimbun, penggantian pelindung yang tidak sesuai, penjarangan tanaman yang terlalu rapat. b. Rehabilitasi tanaman Untuk tanaman produktif yang telah terserang dapat dilakukan rehabilitas tanaman dengan cara sambung samping/ sambung pucuk dengan entres dari klon yang tahan. Setelah tunas sambung hidup, ranting dan cabang tanaman 9

yang disambung dipangkas secara bertahap hingga hanya tinggal bagian tanaman yang berkembang dari klon yang tahan. Untuk mengetahui teknik sambung samping atau sambung pucuk petani perlu segera dilatih. Untuk tanaman yang sudah tua dan tidak produktif sebaiknya dilakukan replanting dengan klon tahan. Untuk mendapatkan entres klon yang tahan perlu dibangun kebun entres klon tahan di beberapa lokasi sentra kakao sehingga petani mudah memperoleh sumber mata entres. c. Penanaman bibit sehat Untuk areal penanaman baru, bibit yang ditanam haruslah betul-betul sehat dan bukan berasal dari daerah terserang antraknosa. Bibit yang berasal dari lokasi serangan antraknosa sebaiknya tidak digunakan lagi. Biji yang tidak menularkan penyakit sehingga pengambilan biji dari daerah terserang untuk dijadikan bibit di daerah tidak terserang tidak menjadi masalah. d. Pengamatan (monitoring) serangan penyakit Untuk mengetahui ada tidaknya serangan penyakit di dalam kebun perlu dilakukan pengamatan serangan penyakit secara teratur. Interval pengamatan yang dianjurkan adalah 1-2 minggu sekali. Pada areal yang telah terserang, pengamatan dapat dilakukan bersamaan dengan saat panen buah dan mewiwil. Bila ditemukan gejala serangan segera dilakukan pemangkasan sanitasi. Gambar 9. Pengamatan/monitoring Sumber: Foto Lab. Lapangan 10

e. Pelatihan petugas dan petani Faktor tanaman yang peka, faktor lingkungan yang mendukung, dan faktor kultur teknis/budidaya tanaman yang kurang baik menentukan keberadaan suatu penyakit. Upaya yang dapat dilakukan adalah pengelolaan ke tiga faktor tersebut agar penyakit tiak berkembang dan meluas. Agar dapat melakukan pengelolaan dengan baik maka SDM petani perlu segera dilatih. Untuk dapat memberikan pelatihan yang baik kepada petani, petugas pelatih perlu dilatih terlebih duhulu. Bentuk pelatihan yang dianjurkan adalah SL-PHT, karena hingga saat ini, SL-PHT merupakan bentuk pelatihan terbaik yang pernah dijalankan dan cukup berhasil dalam melatih petugas dan petani. KESIMPULAN 1. Serangan penyakit antraknosa pada tanaman kakao dapat meningkat disebabkan oleh kebun kakao tanpa penaung. 2. Pengendalian penyakit antraknosa dapat dilakukan dengan pemupukan berimbang, membuat naungan, sanitasi kebun, memperbaiki kultur teknis/sistem budidaya tanaman, pengendalian hayati, penyemprotan fungisida, eradikasi dan menanam klon tahan/toleran DAFTAR PUSTAKA Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Third Edition. Burgess Publishing Company. Minneapolis, Minnesota. Junianto, 1993, Teknik Pengendalian Penyakit Utama pada Kakao Mulia (Theobroma cacao L.)di Kaliwining. Pelita Perkebunan. dan Sri-Sukamto, 1992, Colletotrichum outbreak on cocoa in East Java. Dalam P.J. Keane and C.A.J.Putter (Ed.), Cocoa Pest and Disease Management in Southeast Asia and Australia, FAO. Mahneli, R, 2007. Pengaruh Pupuk Organik Cair dan Agensia Hayati Terhadap Pencegahan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides (Penz.)Sacc.) pada Pembibitan Tanaman Kakao (Theobromae cacao L.) http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/7712/0 9E00239.pdf?sequence=1 Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta. 11

Sulistiowati, E, Yohanes, D.J, Sri, S, Sukadar, W, Loso, W dan Nova, P. 2003. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Analisis Status Penelitian dan Pengembangan PHT Pada Tanaman Kakao. Bogor. Sunanto, H 2002. Cokelat. Budidaya, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta. Vedemecum Kakao PTPN V. 12

Lampiran 1. Pengendalian penyakit terpadu pada tanaman kakao. Tindakan Pengendalian 1. Pemangkasan periodik tanaman kakao dan penaung untuk tujuan pertumbuhan tanaman (bentuk, produksi dan pemeliharaan) 2. Khusus VSD pada intensitas serangan ringan s/d sedang, dilakukan pemangkasan ranting/cabang terserang penyakit hingga gejala coklat pada jaringan kayu ditambah 30 cm kearah pangkal ranting atau cabang. Pemangkasan dilakukan interval 1-2 atau 2-4 minggu sekali tergantung iklim setempat. 3. Khusus penyakit percabangan pada intensitas serangan ringan s/d sedang, dilakukan pengolesan fungisida sistemik (formulasi pasta) pada cabang terserang. 4. Pada serangan berat VSD, antraknosa dan penyakit percabangan dilakukan pangkas eradikasi. Pemangkasan dilakukan saat ditemukan ranting atau cabang yang terserang berat. 5. Aplikasi agens hayati seperti Pseudomonas fluorescens (Pf) atau fungisida kimia ke bagian tajuk yang terserang penyakit/tajuk. 6. Pemupukan N, P dan K yang seimbang pemupukan K dapat ditambahkan 50 % dari dosisi normal pada tanaman terserang penyakit. 7. Pembuatan dan perbaikan parit drainase pada lahan yang sering tergenang dan terasering pada areal miring. 8. Rehabilitasi tanaman terserang (sambung samping/pucuk dengan klon tahan/agak tahan, pemupukan, pemangkasan, memperbaiki atau mengganti naungan dan pengendalian OPT). 9. Penanaman klon kakao tahan/agak tahan penyakit VSD, Antraknosa dan busuk buah pada lokasi penanaman baru. 10.Pada daerah penanaman baru agar tidak menggunakan bibit dari daerah serangan VSD Penyakit VSD Penyakit Antraknosa Gangguan OPT Penyakit Busuk Buah dan Kanker batang Penyakit percabangan V V V V V - - - - - - V V V - V V V - V V V V V V V V V V V V - V V V - V - - - 13

Lampiran 2. Kerentanan Klon terhadap Antraknosa dan Penyakit lain Jenis Ketahanan terhadap gangguan OPT Jenis klon kakao kakao/warna Penyakit Penyakit Penyakit biji VSD Antraknosa busuk buah PBK 1. DR 1 Mulia/putih Rentan - Rentan - 2. DR 2****** Rentan Rentan Tahan - 3. DR 38****** Rentan Rentan Rentan - 4. DRC 13 *** - 5. DRC 15 *** Moderat - 6. DRC 16 ***/****** - Agak Rentan Tahan - 7. ICCRI 01**** Rentan - Tahan - 8. ICCRI 02**** Rentan - Tahan - 9. GC 7 *** Lindak/ungu Rentan - Rentan Rentan 10. GC 29** Tahan 11. ICS 60***** Rentan - Moderat Rentan 12. UIT 1* Moderat 13. TSH 858* Rentan - Moderat Rentan 14. Pa 48 Tahan 15. Pa 191* Tahan 16. Pa 310* Tahan 17. Pa 300* Moderat - Moderat - 18. Ics 13* Rentan - Moderat Rentan 19. NIC 7***** Moderat - Moderat Rentan 20. NW 6261***** Moderat 21. RCC 70* Rentan - Moderat 22. RCC 71* Moderat Rentan 23. RCC 72* Moderat 24. RCC 73* Moderat 25. ICCRI 03**** Moderat - Tahan 26. ICCRI 04**** Moderat - Tahan 27. Sca 6 ****** Tahan 28. Sca 12 ****** Tahan 29. ICS 6 x Sca 12*** Hibrida Moderat Moderat 30. ICS 13 x Sca 6/Sca 12*** Moderat Moderat 31. ICS 60 x Sca 6/Sca 12*** Moderat Moderat 32. GC 7 x Sca 6/Sca 12*** Moderat Moderat 33. DR 1 X Sca 6/Sca 12*** Moderat Moderat 34. DR 2 X Sca 12*** Moderat Keterangan : Moderat = toleran ` * = Napitupulu, LA (Rispa, Medan) 1991 dan 1995 ** = PT.PP London Sumatera 1998 dan 2001 *** = Puslit Koka Jember (SK Mentan), Sulistiowaty (2006) **** = Suhendi, D (Dilepas Mentan) 2004 dan 2005 ***** = Soenaryo dan Iswanto (1985) ****** = Semangun (2000) 14