PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes 3

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hospitalisasi merupakan kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP RESPON KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH DALAM MENJALANI HOSPITALISASI DI RUANG SERUNI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG

PENGARUH BERMAIN ORIGAMI TERHADAP KECEMASAN ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG MAWAR RSUD KRATON PEKALONGAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &

Lilis Maghfuroh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB l PENDAHULUAN. peningkatan jumlah anak di Indonesia. Hal ini memberi konsekuensi

TEKNIK ORANG KETIGA DENGAN EKSPLORASI PERASAAN ANAK USIA SEKOLAH SELAMA DIRAWAT DI RSUD Dr.PIRNGADI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD KUDUS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI BANGSAL MELATI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

SKRIPSI. Oleh : EKAN FAOZI J Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diatasi. Bagi anak usia prasekolah (3-5 tahun) menjalani hospitalisasi dan

Vol 1, No 2, Oktober 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG

TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI. Nugrahaeni Firdausi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Diah Luki Yunita Sari J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. cenderung menjadi salah satu penyebab utama kematian. Kanker adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

TERAPI BERMAIN : GAMES PENGARUHI TINGKAT ADAPTASI PSIKOLOGIS ANAK USIA SEKOLAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

Setiap bayi memiliki pola temperamen yang berbeda beda. Dimana

Siti Nursondang 1, Setiawati 2, Rahma Elliya 2 ABSTRAK

PENGARUH BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRES PADA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat

Inggrith Kaluas Amatus Yudi Ismanto Rina Margaretha Kundre

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

HUBUNGAN PENERAPAN ATRAUMATIC CARE DENGAN STRES HOSPITALISASI PADA ANAK DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2015

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan pada anak telah mengalami pergeseran dan kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN TERAPI BERMAIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Perbedaan Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar dengan Bermain Puzzle Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah di IRNA Anak RSUP Dr.M.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER SERVIKS DI RSUD Dr. MOEWARDI

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial

DEFENISI HOSPITALISASI Suatu keadaan sakit dan perlu dirawat di Rumah Sakit yang terjadi pada anak maupun keluarganya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB III METODE PENELITIAN

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

ARTIKEL ILMIAH ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio. ANALISIS JURNAL: The Effect of Performing Preoperative. pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh

1. Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur

PENGARUH PROGRAM BERMAIN TERHADAP RESPON PENERIMAAN PEMBERIAN OBAT PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

HUBUNGAN KOMUNIKASI TEURAPETIK BIDAN DENGAN KECEMASAN IBU BERSALIN DI RUANG KEBIDANAN DAN BERSALIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PIDIE

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (i nternal) dan faktor lingkungan.

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah

Aristina Halawa ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

PENGGUNAAN BIDAI INFUS BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ADAPTIF ANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP HOSPITALISASI ANAK DI RSUD Dr. MOEWARDI

yang disampaikan perawat dapat diterima dengan baik oleh pasien (Alex, 2010). Sasongko (2010), dalam penelitiannya yang berjudul perbedaan tingkat

Transkripsi:

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 6 Eni Mulyatiningsih ABSTRAK Hospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis pada anak. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga. Anak yang dipersiapkan dengan baik sebelum masuk rumah sakit akan mampu menerima keadaan rumah sakit. Dengan dilakukan orientasi sebelumnya, seseorang akan lebih mudah berdaptasi sehingga akan mempengaruhi prilaku selanjutnya dalam mendukung proses perawatan. Tujuan penelitian mengidentifikasi pengaruh orientasi terhadap tingkat kecemasan anak pra sekolah. Desain yang digunakan Quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test without controle group design, besar sampel 30 orang. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara orientasi terhadap tingkat kecemasan pada anak prasekolah di Ruang Anak Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang yaitu dengan p value = 0,000 < α (0,05). Berdasar hasil tersebut diharapkan rumah sakit dapat menetapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang jelas terkait prosedur penerimaan pasien baru dengan pemberian orientasi sesuai dengan standard disertai sosialisasi dan supervisi yang efektif sehingga dapat dipahami dan dijalankan oleh seluruh pemberi asuhan keperawatan. Kata kunci : Orientasi, kecemasan anak 2 Vol. 7 No. 1 Maret 2014 : 66-76

PENDAHULUAN ospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis pada anak. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2002). Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak merasa kurang nyaman (Keliat, 2005). Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 3 Eni Mulyatiningsih *, Edy Soesanto **, Dera Alfianti *

Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap protes ( phase of protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap menolak (phase of denial). Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat-kuat, menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain. Tahap putus asa menampilkan perilaku anak yang cenderung tampak tenang, tidak aktif, menarik diri, menangis berkurang, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, sedih, dan apatis. Tahap berikutnya dalah tahap menolak dimana anak samar-samar menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain serta terlihat menyukai lingkungan. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya terjadi setelah anak berpisah lama dengan orang tua. Selain kecemasan akibat perpisahan, anak juga mengalami cemas akibat kehilangan kendali atas dirinya. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya. Anak akan bereaksi negatif terhadap ketergantungan yang dialaminya, terutama anak akan menjadi cepat marah dan agresif (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Anak yang dipersiapkan dengan baik sebelum masuk rumah sakit akan mampu menerima keadaan rumah sakit. Masalah psikis yang penting pada pasien anak yang dirawat di rumah sakit yaitu rasa cemas dan takut terhadap lingkungan baru. Untuk itu perlu memberitahu kepada anak mengenai rumah sakit dengan cara orientasi ruangan dan peraturan rumah sakit. Orientasi ini meliputi pengenalan dengan ruangan, alat-alat, peraturan-peraturan, petugas, dan perawat yang ada, guna mencegah stress hospitalisasi (Nursalam, 2008). Orientasi merupakan pandangan yang mendasari pikiran, perhatian, atau kecenderungan. Orientasi ruangan merupakan hal yang penting yang harus dilaksanakan oleh perawat kepada pasien dan pendamping untuk menghindari sesuatu yang mencemaskan dan menakutkan bagi pasien tersebut. 4 Vol. 7 No. 1 Maret 2014 : 66-76

Mengorientasikan pasien dan pendamping tentang rumah sakit, fasilitas, dan peraturan yang berlaku (Nursalam, 2008). Informasi tentang rumah sakit dibutuhkan pasien dan pendamping untuk dapat beradaptasi dengan situasi rumah sakit yang berbeda dengan rumah sendiri (Keliat, 2002). Dengan dilakukan orientasi sebelumnya, seseorang akan lebih mudah berdaptasi sehingga akan mempengaruhi prilaku selanjutnya. Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang didapatkan jumlah pasien rata rata dalam kurun waktu 3 bulan terakhir pada tahun 2012 sebanyak 30 pasien setiap bulannya. Anak yang dirawat lebih dari 60 % adalah anak usia pra sekolah. Dari 30 pasien yang masuk ke bangsal anak 23 diantaranya menunjukkan perilaku yang maladaptif terhadap perawatan. Bentuk perilaku maladaptif tersebut diantaranya adalah menolak, takut, memprotes serta menangis bila dilakukan tindakan perawatan. Hal ini kemungkinan anak belum mengerti atau mengenal petugas, jenis perawatan serta lingkungan yang baru sehingga menimbulkan kecemasan. Kecemasan pada anak akan sangat mempengaruhi psikologis anak, kecemasan pada anak dapat mengganggu tercapainya program program pelayanan yang akan diberikan. Di ruang anak Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang, orientasi terhadap anak yang akan menjalani perawatan belum dilakukan secara optimal, pemberian orientasi sebatas memperkenalkan ruangan dan peraturan rumah sakit. Orientasi ini dilakukan terhadap orang tua si anak yang tidak menjalani perawatan. Orientasi khusus terhadap anak yang akan menjalani perawatan tidak dilakukan, hal ini kemungkinan belum adanya prosedur tetap orientasi pada pasien anak di rumah sakit khususnya dibangsal anak. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh orientasi terhadap tingkat kecemasan anak pra sekolah di bangsal anak Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang. Adapun tujuan dari penelitian yaitu untuk mengidentifikasi pengaruh orientasi terhadap tingkat kecemasan anak pra sekolah. PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 5 Eni Mulyatiningsih *, Edy Soesanto **, Dera Alfianti *

METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Quasi eksperimen, sedangkan metode pendekatan yang digunakan adalah pre- post test without controle group design. Sampel kasus berjumlah 30 anak usia pra sekolah, dalam pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling, yaitu cara pengambilan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Penelitian dilakukan di Ruang Anggrek Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang, menggunakan alat pengumpulan data dengan kuesioner yang telah dilakukan uji validitas sebelumnya. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2013- April 2013. Data kemudian dianalisa dengan analisis univariat dan analisa bivariat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh umur termuda responden adalah 5 tahun sedangkan umur tertua responden adalah 6 tahun yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 20 orang (66,7%). Orang tua responden sebagian besar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 16 orang (53,3%) dan mayoritas bekerja sebagai pegawai swasta yaitu sebanyak 12 orang (40,0%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data adanya perbedaan tingkat kecemasan anak prasekolah sebelum dan sesudah diberikan orientasi. Tingkat kecemasan responden sebelum diberikan orientasi dengan rata-rata 4,70 dan dengan tingkat kecemasan terendah 2 dan tertinggi adalah 7. Secara kategorik tingkat kecemasan responden sebelum diberikan orientasi sebagian besar mengalami cemas berat yaitu sebanyak 16 orang (53,3%), yang mengalami cemas sedang 13 orang (43,3%) dan yang mengalami cemas ringan sebanyak 1 orang (3,3%). 6 Vol. 7 No. 1 Maret 2014 : 66-76

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtiani (2010), dengan hasil bahwa gambaran tingkat kecemasan pasien anak prasekolah yang pertama kali dirawat di Rumah Sakit sebagian besar adalah mengalami cemas berat dan sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Indarti (2010), dengan hasil bahwa tingkat kecemasan pasien anak prasekolah sebelum dilakukan program orientasi ruangan sebagian besar adalah mengalami cemas berat yaitu sebanyak (57,9%). Beberapa hasil penelitian ini menurut peneliti dimungkinkan karena anak berada di lingkungan yang baru dan tidak mengenali orang-orang disekelilingnya. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan anak mengalami stress emosi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial yaitu berpisah dengan orang tua. Sebagai akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Meski sebagian besar responden berada pada tingkat kecemasan berat, namun respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan tidak secara langsung diekspresikan melalui perubahan fisiologis dan perilaku koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Pada tingkat kecemasan berat yang terjadi pada pasien anak prasekolah dikarenakan ketakutan individu akan tindakan yang dilakukan petugas dan lingkungan yang asing bagi anak (Stuart&Sundeen, 2001). Menurut peneliti responden yang mengalami cemas berat saat dirawat dirumah sakit dikarenakan prosedur penerimaan pasien di Rumah sakit Bhakti wira tamtama yang kurang memperhatikan karakteristik anak, sebab anak bukanlah seorang dewasa dalam bentuk kecil melainkan anak adalah pribadi yang belum cukup matang dalam menangkap segala hal baru, anak adalah pribadi yang PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 7 Eni Mulyatiningsih *, Edy Soesanto **, Dera Alfianti *

secara organ belum matur dalam menerima setiap rangsangan/stressor, sehingga diperlukan cukup waktu untuk beradaptasi, diperlukan pengenalan lebih dalam untuk menerima sesuatu. Disamping itu faktor lingkungan yang asing yang membuat anak cemas, faktor tidak adanya pengalaman sebelumnya saat dirawat. Dan umumnya adalah faktor ketakutan terhadap tindakan medis atau perawatan yang cenderung dianggap anak akan menyakiti dirinya. Hal hal inilah yang sering membuat anak merasa cemas saat dirawat dirumah sakit. Gambaran kecemasan responden yang sering dijumpai saat anak akan dirawat diantaranya menangis, menolak tindakan, memegang erat orang tuanya dan bahkan berlari menjauhi ruang perawatan. Hasil penelitian menunjukkan gambaran tingkat kecemasan responden setelah diberikan orientasi dengan rata-rata 3,53 dan dengan tingkat kecemasan terendah 1 dan tertinggi adalah 6. Secara kategorik tingkat kecemasan responden setelah diberikan orientasi sebagian besar mengalami cemas sedang yaitu sebanyak 12 orang (40,0%), dan yang mengalami cemas berat berkurang menjadi 11 orang (36,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariffiani (2008), dengan hasil bahwa gambaran tingkat kecemasan pasien anak sekolah di RSUD Kota Semarang setelah diberikan orientasi sebagian besar adalah mengalami cemas ringan yaitu sebanyak 11 orang (55,0%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Indarti (2010), dengan hasil bahwa tingkat kecemasan pasien anak prasekolah setelah dilakukan program orientasi ruangan sebagian besar adalah mengalami cemas sedang yaitu sebanyak (64,9%). Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas menurut peneliti dimungkinkan karena dengan diberikanya orientasi maka akan meningkatkan pengetahuan responden tentang lingkungan sekitar. Responden akan lebih mampu beradaptasi dengan situasi yang baru, responden akan merasa diterima dilingkungan yang menurutnya asing sebelumnya dan secara psikologis responden akan berangsur angsur menerima situasi kenapa ia harus dirawat. sehingga 8 Vol. 7 No. 1 Maret 2014 : 66-76

informasi yang diperoleh dari orientasi yang diberikan oleh perawat akan mengurangi rasa ketakutan pada anak. Semakin baik orientasi yang disampaikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuan, pemahaman dan psikologis anak terhadap situasi, lingkungan dan petugas kesehatan, hal ini pula yang akan memberikan kontribusi persepsi yang postif serta menurunkan tingkat kecemasan pada anak. Sedangkan hasil penelitian yang menunjukkan skor kecemasan masih tetap setelah diberikan orientasi yaitu sebesar 20 % responden. Hal ini dimungkinkan karena anak masih berada pada tahap adaptasi dalam mencerna informasi yang diberikan dalam kegiatan orientasi. Anak membutuhkan waktu yang cukup untuk menangkap informasi yang diberikan petugas. Sehingga skor kecemasan yang masih tetap setelah diberikan orientasi adalah hal yang wajar terjadi pada anak. Untuk itu masih perlu dilakukan pendekatan agar anak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hasil penelitian yang menunjukkan skor kecemasan anak naik setelah diberikan orientasi yaitu 10 % dari total responden, hal ini dimungkinkan anak tidak dapat mencerna informasi yang diberikan selama tahap orientasi, atau anak justru menangkap stressor baru setelah diberikan orientasi. Setiap anak mempunyai daya tangkap dan model adaptasi yang berbeda beda dari anak yang satu dengan yang lainnya. Ada anak yang mudah sekali beradaptasi, ada juga anak yang sulit untuk beradaptasi. Keragaman karakteristik anak ini seharusnya dipahami petugas dalam memberikan orientasi, sehingga cara melakukan orienatasipun berbeda antara anak yang satu dengan yang lain. Untuk itu perlu pendekatan yang lebih jauh lagi agar anak anak yang sulit beradaptasi juga akhirnya dapat berdaptasi dengan lingkungan yang baru, sehingga anak dapat menerima lingkungan yang baru, dapat mendukung proses perawatan dan akhirnya program pengobatan dapat tercapai dengan baik. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara orientasi terhadap tingkat PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 9 Eni Mulyatiningsih *, Edy Soesanto **, Dera Alfianti *

kecemasan anak prasekolah. Ini dapat dilihat pada nilai rata-rata (mean) sebelum diberikan orientasi sebesar 4,70 dan nilai rata-rata (mean) sesudah diberikan orientasi sebesar 3,53 dan nilai p-value = 0,000 < 0,05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh secara signifikan (bermakna) antara tingkat kecemasan anak prasekolah sebelum dan sesudah diberikan orientasi di Ruang Anak Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang. Penelitian lain yang dapat menunjang penelitian ini adalah penelitian oleh Ariffiani dalam penelitiannya di RSUD Kota Semarang yang berjudul Hubungan Orientasi Ruangan yang Dilakukan Oleh Perawat dengan Tingkat Kecemasan pada Anak Usia Sekolah di Ruang Parikesit RSUD Kota Semarang Tahun 2008 dengan jumlah responden 40 orang dengan hasil bahwa sebagian besar anak usia sekolah memperoleh orientasi ruangan yang buruk dan memiliki tingkat kecemasan yang berat. Hasil penelitian tersebut adalah ada hubungan yang signifikan antara orientasi ruangan yang dilakukan oleh perawat dengan tingkat kecemasan pada anak usia sekolah. Berdasarkan beberapa penelitian diatas, menurut peneliti dimungkinkan karena dengan adanya orientasi maka dapat menambah informasi kepada anak tentang kondisi lingkungan perawatan dan petugas kesehatan. Orientasi yang baik dan jelas dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap lingkungan yang baru, jika seserang mengetahui dengan jelas tentang apa yang ada di lingkungan sekitarnya maka seseorang tersebut akan lebih percaya diri dan dapat mengurangi rasa cemas. Hal ini sesuai dengan pendapat Stuat dan Laraia (2005), yang menyatakan bahwa kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara sujektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya, untuk itu jika seseorang mendapatkan orientasi dengan baik dan jelas 10 Vol. 7 No. 1 Maret 2014 : 66-76

tentang segala sesuatu yang yang ada di lingkungan yang baru maka cemas dapat dihindarkan (Suliswati, 2005). Menurut Wong (2000), bahwa orientasi dapat mengurangi kecemasan seseorang dibandingkan dengan yang belum diberikan orientasi. Disini dapat kita lihat bahwa tingkat kecemasan pasien antara sebelum dan sesudah diberikan orientasi tentu saja memiliki tingkat kecemasan yang berbeda. Menurut Stevens (2003), kecemasan dapat dikurangi dengan pemberian orientasi pada pasien dengan jelas. Informasi yang tepat pada saat orientasi yang dilakukan oleh perawat atau dokter telah terbukti menurunkan tingkat kecemasan pada anak dan berdampak positif untuk penyembuhan. PENUTUP Hasil penelitan yang dilakukan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Ruang anak Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang menunjukkan tingkat kecemasan responden sebelum diberikan orientasi sebagian besar mengalami cemas berat yaitu sebanyak 16 orang (53,3%), sedangkan kecemasan responden sesudah diberikan orientasi sebagian besar mengalami cemas sedang yaitu sebanyak 12 orang (40,0%).Hasil uji statistic diperoleh bahwa ada pengaruh yang signifikan antara orientasi terhadap tingkat kecemasan pada anak prasekolah di Ruang Anak Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang yaitu dengan p value = 0,000 < α (0,05). Mengingat hasil penelitian ini sangat bermakna terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak prasekolah, sehingga peneliti ingin menyampaikan beberapa saran kepada Institusi Pelayanan (rumah sakit) agar dapat merumuskan Standard Prosedur Operasional (SPO) yang jelas terkait prosedur penerimaan pasien baru dengan pemberian orientasi sesuai dengan standard disertai sosialisasi dan supervisi yang efektif sehingga dapat dipahami dan dijalankan oleh seluruh pemberi asuhan keperawatan. Pengguna layanan keperawatan (pasien dan PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 11 Eni Mulyatiningsih *, Edy Soesanto **, Dera Alfianti *

keluarga) diharapkan pasien dan keluarga dapat pro aktif dalam proses orientasi sehingga pasien dan keluarga dapat memperoleh informasi sesuai dengan yang di harapkan. KEPUSTAKAAN Arrifiani, Anik. (2008). Hubungan Orientasi Ruangan yang Dilakukan Oleh perawat dengan Tingkat Kecemasan pada Anak Usia sekolah di Ruang Parikesit RSUD Kota Semarang.Skripsi.FIK Unisula.Tidak dipublikasikan. Indarti, Sri. (2010). Pengaruh Program Orientasi Ruangan terhadap Tingkat Kecemasan Anak yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Keliat, B. (2002 ). Hubungan terapeutik perawat. Jakarta : EGC Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, (2005). Hospitalisasi pada anak. Jakarta : Salemba Medika Nursalam, (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan, pedoman skripsi, tesis dan instrumen peneliti. Jakarta : Salemba Medika. Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Stuart and Sundeen. (1998). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta : EGC. Wong. (2000).Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC. 12 Vol. 7 No. 1 Maret 2014 : 66-76