Laporan. Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) 2009

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaat

Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Kamis, 4 Oktober 2012

SOSIALISASI PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI 2011

KUESIONER PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI 2010 DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 2010

KUESIONER PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI 2011 DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 2011

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

INDIKATOR PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI (PIAK) 2011

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/165/2015 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PELAPORAN HARTA KEKAYAAN DI LINGKUNGAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

8. Peraturan.../2 ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/APRIL

SOSIALISASI PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI 2010 (PIAK 2010) Ruang Auditorium KPK 17 Maret 2010

PAPARAN HASIL Studi Prakarsa Anti Korupsi SPAK-BUMN 2011

2016, No Kemaritiman tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Mengingat :

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM

Pengembangan Konsep PIAK Lanjutan 2011 BAB I PENDAHULUAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

Mengukur Tingkat Inisiatif Anti Korupsi Tahun 2010 di Lingkungan Kementerian Agama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat

2017, No tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republi

2015, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kor

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 052 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepoti

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 017 TAHUN 2017 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ANGAN Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

2018, No Korupsi (KPK) dalam hal kepatuhan pelaporan laporan harta kekayaan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55

2016, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Kementerian Dalam Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

- 9 - BAB II PENCAPAIAN DAN ISU STRATEGIS

BAB II GAMBARAN BIROKRASI PEMERINTAH KOTA MALANG

Menteri adalah Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN HARTA KEKAYAAN APARATUR SIPIL NEGERA. Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

MEMUTUSKAN: 6. Jabatan...

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON PERATURAN BUPATI CIREBON

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2017, No Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tinda

KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI TINGKAT MAKRO

1. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai

BUPATI POLEWALI MANDAR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/265/2015 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM/KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KABUPATEN/KOTA

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI B E R A U, PROVINSI KALIMANTAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepoti

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG WAJIB LAPOR HARTA KEKAYAAN

KEPUTUSAN KECAMATAN CICURUG KABUPATEN SUKABUMI NOMOR : 30 Tahun 2018

Laporan Penilaian Inisiatif Anti Korupsi 2011 PENGANTAR

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

2012, No1294.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG

MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN PENGHARGAAN ADIBAKTI MINA BAHARI.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG

2 Instansi Pemerintah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional t

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Pe

2 Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-U

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG WAJIB LAPOR HARTA KEKAYAAN

I. PENDAHULUAN. tinggi (Katz, dalam Moeljarto 1995). Pembangunan nasional merupakan

Transkripsi:

Laporan Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) 2009 Direktorat Penelitian dan Pengembangan 2010

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan dan Manfaat... 1 1.3. Metodologi... 2 1.3.1. Desain Studi... 2 1.3.2. Unit Sampel (Unit Utama Peserta)... 2 1.3.3. Tahapan Pelaksanaan PIAK... 2 1.3.4. Indikator dan Bobot yang Digunakan... 3 BAB 2 PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI PILOT PROJECT2009... 5 2.1. Perhitungan Nilai Rata-Rata PIAK... 5 2.2. Kode Etik... 7 2.3. Peningkatan Transparansi dalam Manajemen SDM... 9 2.4. Peningkatan Transparansi dalam Pengadaan... 10 2.5. Peningkatan Transparansi Penyelenggara Negara... 11 2.6. Peningkatan Akses Publik dalam Memperoleh Informasi Unit Utama... 12 2.7. Kegiatan Promosi Anti Korupsi... 13 2.8. Pelaksanaan Rekomedasi KPK... 14 2.9. Penilaian Atas Inisiatif Anti Korupsi Lainnya... 15 BAB 3 KESIMPULAN... 16 i

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Variabel, Indikator, Sub Indikator serta Bobot PIAK 2009... 4 Tabel 2.1. Nilai Rata-Rata PIAK 2009 Dengan Variabel Inovasi... 5 Tabel 2.2. Nilai Rata-Rata PIAK 2009 Tanpa Variabel Inovasi... 6 Tabel 2.3. Nilai Rata-Rata PIAK 2009 Tiap Unit Utama... 7 Tabel 2.4. Penilaian Indikator Kode Etik... 8 Tabel 2.5. Penilaian Indikator Transparansi Dalam Manajemen SDM... 9 Tabel 2.6. Penilaian Indikator Transparansi Dalam Pengadaan... 10 Tabel 2.7. Penilaian Indikator Transparansi Penyelenggara Negara... 11 Tabel 2.8. Penilaian Indikator Akses Publik Dalam Memperoleh Informasi Unit Utama... 13 Tabel 2.9. Penilaian Indikator Kegiatan Promosi Anti Korupsi... 14 Tabel 2.10.Penilaian Indikator Pelaksanaan Rekomendasi KPK... 15 ii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner PIAK 2009... L- 1 Lampiran 2. Hasil Penilaian Direktorat Jenderal Anggaran... L- 2 Lampiran 3. Hasil Penilaian Direktorat Jenderal Bea Cukai... L- 3 Lampiran 4. Hasil Penilaian Direktorat Jenderal Pajak... L- 4 Lampiran 5. Hasil Penilaian Direktorat Jenderal Perbendaharaan...... L- 5 Lampiran 6. Hasil Penilaian Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan... L- 6 Lampiran 7. Hasil Penilaian Sekertaris Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional... L- 7 Lampiran 8. Contoh Dokumen Pendukung... L- 8 Lampiran 9. Contoh Media Informasi dan Promosi Anti L- 9 Korupsi... Lampiran 10. Contoh Website Unit Utama... L-10 Lampiran 11. Contoh e-procurement Unit Utama... L-11 iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hal yang menjadi kunci penting keberhasilan upaya pemberantasan korupsi pada suatu unit utama/lembaga adalah inisiatif dari internal unit utama sendiri. Beberapa inisiatif seperti pembuatan kode etik, pengawasan atas pengadaan barang dan jasa, serta transparansi dalam rekrutmen pegawai merupakan upaya yang mampu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. KPK selaku instansi yang bertugas melakukan pencegahan korupsi, memiliki instrumen untuk mengukur serta menghargai upaya-upaya tersebut. Untuk itulah KPK memulai penggunaan satu instrumen penilaian yang disebut Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK). Penggunaan instrumen ini, bersama-sama dengan survei integritas merupakan kombinasi yang amat sesuai untuk mendorong dan mengupayakan munculnya inisiatif unit utama dalam melakukan langkah nyata pemberantasan korupsi dan peningkatan kualitas layanannya. Hal terpenting dalam PIAK adalah indikator yang digunakan. Karena dasar penilaian dari PIAK adalah inisiatif, maka penetapan indikator harus dapat disepakati bersama, dapat diaplikasikan ke semua unit utama yang terlibat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk itu instrumen Focus Group Discussion (FGD) menjadi bagian terpenting dalam penentuan indikator serta kriteria penilaian PIAK ini. Hasil akhir dari PIAK adalah mengumumkan unit utama/lembaga yang memiliki nilai tertinggi dalam mengupayakan inisiatif anti korupsi di lembaganya. PIAK menilai unit utama berdasarkan pendapat internal unit utama (self assessment). Penilaian PIAK dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif agar seluruh inovasi unit utama dapat terakomodir. PIAK 2009 adalah pilot project yang diikuti oleh beberapa unit utama setingkat eselon 1. Diharapkan jumlahnya akan meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Dari hasil penilaian ini, diharapkan unit utama yang menjadi peserta dapat meningkatkan semangatnya dalam melaksanakan inovasi yang telah dicanangkan serta terinspirasi oleh inovasi-inovasi diterapkan oleh unit utama lainnya terkait pemberantasan korupsi. 1.2. Tujuan dan Manfaat Secara umum tujuan dan manfaat pelaksanaan PIAK adalah sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran tentang upaya-upaya anti korupsi yang secara nyata telah dilakukan oleh unit utama di sektor publik. 2. Mendorong unit utama agar bertanggung jawab terhadap keberhasilan upaya pencegahan korupsi di unit utamanya. 3. Memastikan bahwa tiap unit utama memiliki inisiatif dan komitmen yang cukup kuat terhadap upaya pemberantasan korupsi yang berada di lingkungan dan kewenangannya. Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 1

1.3. Metodologi 1.3.1. Desain Studi PIAK merupakan penilaian komprehensif yang mengkombinasikan penilaian kuantitatif dan kualitatif secara terukur. Hal menonjol yang menjadi ciri dari PIAK adalah : 1. Diterapkannya indikator yang terukur dan tidak bersifat abstrak, sehingga menjamin validitas pelaporan, 2. Penggunaan tenaga ahli untuk menjamin independensi penilaian, 3. Self assessment dari unit utama ditunjang oleh peninjauan dan penilaian ulang oleh KPK, 4. unit utama diberikan kesempatan untuk membuat laporan kualitatif untuk mengungkapkan inisiatif anti korupsi yang sudah dilaksanakan tetapi belum terangkum dalam laporan kuantitatif. 1.3.2. Unit Sampel (Unit Utama Peserta) Sebagai pilot project, untuk tahun 2009 ini pelaksanaan PIAK dilakukan terbatas kepada pihak-pihak yang berkomitmen untuk ikut serta. Unit sampel dalam PIAK adalah unit utama setingkat eselon satu. Hingga akhir 2009, terdapat enam unit utama dari dua kementerian yang berkomitmen untuk berpartisipasi dalam PIAK 2009, yaitu: 1. Kementerian Keuangan a. Direktorat Jenderal Bea Cukai b. Direktorat Jenderal Pajak c. Direktorat Jenderal Perbendaharaan d. Direktorat Jenderal Anggaran 2. Kementerian Pendidikan Nasional a. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan b. Sekretariat Jendral 1.3.3. Tahapan Pelaksanaan PIAK Terdapat lima tahapan penting dalam pelaksanaan PIAK yakni: 1. Penetapan indikator utama Penetapan indikator utama ini dilakukan melalui dua tahap : a. Konsultasi dengan pakar b. FGD dengan pakar dari berbagai disiplin ilmu yang relevan serta praktisi dari internal KPK. FGD dilakukan pada 29 Juli 2009. Dari FGD ini ditetapkan indikator dan kriteria yang akan digunakan dalam penilaian PIAK, termasuk penetapan bobot untuk tiap indikator dan kriteria. 2. Penyusunan dan penyebaran kuesioner Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 2

Indikator yang ditetapkan melalui FGD dirinci dalam bentuk kuesioner yang lebih detil. Kuesioner bersifat objektif sehingga memudahkan verifikasi. 3. Self-Assessment oleh Unit Utama Pada tahap ini, unit utama memberikan jawaban sendiri. Untuk menunjang validitas jawaban, unit utama diharapkan memberikan bukti yang relevan. Sinkronisasi jawaban dan lampiran bukti ini yang dijadikan dasar bagi KPK untuk melakukan verifikasi. Atas dasar verifikasi tersebut, dihitung skor yang menunjukkan tingkatan inisiatif anti korupsi suatu unit utama. 4. Penilaian oleh KPK dan Tim Ahli Penilaian dibagi menjadi dua jenis, yaitu penilaian variabel utama yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan penilaian variabel inovasi yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penilaian pertama dilakukan oleh KPK dengan memeriksa jawaban pada kuesioner dan melakukan verifikasi atas bukti yang disertakan oleh unit-unit peserta PIAK. Sedangkan penilaian yang kedua dilakukan oleh pakar, sehingga hasilnya tetap objektif. 5. Laporan Akhir dan Diseminasi Hasil Setelah penilaian dan pemeringkatan selesai dilakukan, dibuatlah laporan akhir yang merinci secara lengkap skor masing-masing unit utama sesuai indikator yang ditetapkan. Hasilnya dipaparkan kepada peserta PIAK dalam sebuah rapat tertutup. Sedangkan pengumuman kepada masyarakat luas dilakukan melalui media, untuk mengumumkan peraih peringkat terbaik. Peringkat bawah tidak akan diumumkan secara luas. Berdasarkan urutannya, rangkaian tahapan kegiatan PIAK tahun 2009 adalah sebagai berikut: Agustus- September Oktober November November- Desember Desember- Januari Penetapan Indikator Utama Penyusunan dan Penyebaran Kuesioner Self Assessment oleh Unit Utama Penilaian oleh KPK dan Tim Ahli LaporanAkhir dan Disseminasi Hasil 1.3.4. Indikator dan Bobot yang digunakan Terdapat dua jenis indikator yang digunakan dalam PIAK: 1. Indikator utama Indikator utama merupakan indikator yang wajib dipenuhi dan dianalisis oleh unit utama target. Indikator ini merupakan pedoman dalam penilaian kuantitatif. Penentuan indikator wajib diputuskan oleh KPK berdasarkan hasil FGD (Focus Group Discussion) dan pendapat para ahli. 2. Indikator inovasi Indikator inovasi ini bersifat bebas dan dinilai secara kualitatif. Indikator ini disiapkan untuk mengantisipasi jika ternyata unit utama memiliki inovasi lain di luar indikator utama. Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 3

Tiap indikator yang digunakan dalam PIAK ini menggunakan bobot yang ditentukan berdasarkan kebutuhan pencegahan korupsi atau berdasarkan kebutuhan KPK. Untuk mempermudah kuantifikasi penentuan bobot ini, maka digunakan alat statistik, meskipun penentuan akhir tetap menjadi kewenangan KPK sebagai penentu guideline. Secara lebih lengkap indikator dan bobot yang digunakan dalam PIAK 2009 adalah sebagai berikut : Tabel 1.1. Variabel, Indikator, Sub-Indikator serta Bobot PIAK 2009 Variabel Indikator Sub Indikator Utama (0.875) 1. Kode Etik (0.301) Ketersediaan Kode Etik (0.196) 2. Peningkatan Transparansi Penegakan Kode Etik (termasuk reward & punishment) (0.493) Ketersediaan Mekanisme Penerapan dan Pelembagaan Kode Etik (0.311) Tersedianya proses recruitment yang terbuka dan transparan (0.493) dalam Manajemen Tersedianya sistem penilaian kinerja yang terukur (0.311) SDM (0.212) Tersedianya proses promosi dan penempatan dalam jabatan yang terbuka dan transparan (0.196) 3. Peningkatan Transparansi Penerapan pengadaan secara elektronik (0.750) dalam Pengadaan (0.129) Adanya mekanisme kontrol dari eksternal (0.250) 4. Peningkatan Transparansi Persentase kepatuhan LHKPN (0.800) PN (0.097) Mekanisme pelaporan gratifikasi (0.200) 5. Peningkatan Akses Publik dalam Memperoleh Informasi unit utama (0.089) Keterbukaan unit utama dalam menyebarkan informasi (0.500) Tingkat keaktifan unit utama dalam meyebarkan informasi (0.500) 6. Pelaksanaan Rekomendasi Persentase dari pelaksanaan rekomendasi dari KPK (0.750) Perbaikan yang Diberikan KPK (0.088) Action plan rekomendasi dari KPK (0.250) 7. Kegiatan Promosi Kegiatan promosi internal (0.750) Anti Korupsi (0.083) Kegiatan promosi eksternal (0.250) Inovasi (0.125) 8. Kecukupan dan Keefektivan dari Inisiatif Anti Korupsi lainnya (1.000) Ketujuh indikator utama tersebut, diturunkan dalam bentuk kuesioner yang terdiri dari 50 pertanyaan (lampiran 1). Tiap pertanyaan dalam kuesioner tersebut harus diisi oleh unit utama peserta PIAK dengan melampirkan bukti-bukti untuk membuktikan validitas jawaban. Selain mengisi kuesioner, unit utama diharapkan melengkapi pengisian kuesioner dengan laporan kualitatif yang berisikan laporan tentang inovasi upaya pencegahan korupsi di luar tujuh indikator utama. Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 4

BAB II Penilaian Inisiatif Anti Korupsi Pilot Project 2009 2.1. Perhitungan Nilai Rata-Rata PIAK Pilot project Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) 2009 menilai enam unit utama di dua Kementerian. Dari dua jenis laporan yang diharapkan memberikan kontribusi dalam PIAK, hanya satu laporan yang dikirimkan oleh unit utama, yakni laporan kuantitatif. Tidak ada unit utama yang membuat laporan kualitatif. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu; (i) Keterbatasan waktu dan sumber daya unit utama untuk mempersiapkan laporan tersebut; (ii) Ketidakpahaman unit utama dalam penulisan laporan kualitatif; (iii) Memang tidak ada inovasi lain di luar inisiatif utama. PIAK 2009, terdiri dari dua variabel yaitu variabel utama dan variabel inovasi. Variabel utama memiliki bobot 0,875 sedangkan variabel inovasi memiliki bobot 0,125. Variabel utama diturunkan dalam 7 indikator, yaitu: Kode Etik (bobot 0,301), Peningkatan Transparansi dalam Manajemen SDM (bobot 0,212), Peningkatan Transparansi dalam Pengadaan (bobot 0,129), Peningkatan Transparansi Penyelenggara Negara (bobot 0,097), Peningkatan Akses Publik dalam Memperoleh Informasi unit utama (bobot 0,089), Pelaksanaan Rekomendasi Perbaikan yang Diberikan KPK (bobot 0,088), dan Kegiatan Promosi Anti Korupsi (bobot 0,083). Tabel 2.1. Nilai Rata-rata PIAK 2009 dengan Variabel Inovasi VARIABEL INDIKATOR Nilai SUB INDIKATOR Nilai Penegakkan Kode Etik (termasuk Reward & Punishment) (0.493) 3.12 4.19 7.62 Ketersediaan Mekanisme Penerapan dan Peningkatan Transparansi dlm Pengadaan Penerapan Pengadaan secara elektronik (0.750) 6.67 6.4 (0.129) Utama (0.875) Adanya mekanisme kontrol dari eksternal (0.250) 5.58 6.182 Kode Etik (0.301) Peningkatan Transparansi dlm Manajemen SDM (0.212) Peningkatan Transparansi PN (0.097) Peningkatan Akses Publik dlm Memperoleh Informasi Instansi (0.089) Pelaksanaan Rekomendasi Perbaikan yg diberikan KPK (0.088) Kegiatan Promosi Anti Korupsi (0.083) 5.55 8.21 7.75 6.36 Pelembagaan Kode Etik (0.311) Ketersediaan Kode Etik (0.196) Tersedianya proses recruitment yg terbuka & Transparan (0.493) Tersedianya sistem penilaian kinerja yg terukur (0.311) Tersedianya proses promosi dan penempatan dlm jabatan yg terbuka dan transparan (0.196) Persentase kepatuhan LHKPN (0.800) Mekanisme Pelaporan Gratifikasi (0.200) Keterbukaan instansi dalam menyebarkan informasi (0.500) Tingkat keaktifan instansi dalam menyebarkan informasi (0.500) Persentase dari pelaksanaan rekomendasi dari KPK (0.750) Action Plan atas pelaksanaan rekomendasi dari KPK (0.250) Kegiatan promosi internal (0.750) Kegiatan promosi eksternal (0.250) Inovasi (0.125) Kecukupan dan efektivitas dari inisiatif Anti Korupsi lainnya (1.000) 0 5.28 5.17 7.62 8.53 3.89 6.11 3.33 9.5 6.92 7 10 6.33 6.44 Masing-masing indikator memiliki beberapa sub indikator penilaian yang telah ditentukan bobotnya. Variabel inovasi terdiri dari indikator kecukupan dan efektivitas dari inisiatif anti Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 5

korupsi lainnya. Bila variabel utama telah tercermin dalam kuesioner dan telah ditentukan skor dalam setiap pilihan jawabannya, maka variabel inovasi dinilai secara kualitatif oleh pakar yang independen. Pada PIAK 2009, tidak ada unit utama yang mengumpulkan laporan kualitatif (bobot dari laporan kualitatif adalah 0.125), sehingga menutup peluang bagi unit-unit utama yang bersangkutan untuk memperoleh bobot di atas 0.875. Mengingat kondisi tersebut, maka dalam laporan ini, penilaian umum dibagi menjadi dua kategori: (i) Penilaian keseluruhan; dan (ii) Penilaian terbatas pada 7 indikator. Penilaian keseluruhan meliputi Nilai Rata-rata PIAK 2009 dengan variabel Inovasi dan Nilai Rata-rata PIAK 2009 tanpa variabel Inovasi. Nilai rata-rata PIAK yang memperhatikan variabel Inovasi akan menghasilkan nilai yang lebih rendah karena pembaginya lebih besar. Sedangkan penilaian yang terbatas pada 7 indikator akan menerangkan perolehan nilai masing-masing unit utama dalam setiap indikator. Dari skala 1-10, secara keseluruhan, rata-rata nilai PIAK 2009 adalah 6,182. Nilai menjadi rendah antara lain karena tidak ada laporan dari unit utama terkait inovasi di luar variabel utama. Namun apabila penilaian dilakukan hanya terbatas pada penilaian 7 indikator, tanpa memperhatikan indikator inovasi, nilai rata-rata PIAK menjadi lebih tinggi (7,065). Gambaran menyeluruh mengenai nilai rata-rata untuk seluruh indikator ditampilkan sebagai berikut: Tabel 2.2. Nilai Rata-rata PIAK 2009 Tanpa Variabel Inovasi VARIABEL INDIKATOR Nilai SUB INDIKATOR Nilai Penegakkan Kode Etik (termasuk Reward & Punishment) (0.493) 3.12 4.19 7.62 Ketersediaan Mekanisme Penerapan dan Peningkatan Transparansi dlm Pengadaan Penerapan Pengadaan secara elektronik (0.750) 6.67 6.4 (0.147) Utama Adanya mekanisme kontrol dari eksternal (0.250) 5.58 7.065 Kode Etik (0.344) Peningkatan Transparansi dlm Manajemen SDM (0.242) Peningkatan Transparansi PN (0.111) Peningkatan Akses Publik dlm Memperoleh Informasi Instansi (0.102) Pelaksanaan Rekomendasi Perbaikan yg diberikan KPK (0.101) Kegiatan Promosi Anti Korupsi (0.095) 5.55 8.21 7.75 6.36 Pelembagaan Kode Etik (0.311) Ketersediaan Kode Etik (0.196) Tersedianya proses recruitment yg terbuka & Transparan (0.493) Tersedianya sistem penilaian kinerja yg terukur (0.311) Tersedianya proses promosi dan penempatan dlm jabatan yg terbuka dan transparan (0.196) Persentase kepatuhan LHKPN (0.800) Mekanisme Pelaporan Gratifikasi (0.200) Keterbukaan instansi dalam menyebarkan informasi (0.500) Tingkat keaktifan instansi dalam menyebarkan informasi (0.500) Persentase dari pelaksanaan rekomendasi dari KPK (0.750) Action Plan atas pelaksanaan rekomendasi dari KPK (0.250) Kegiatan promosi internal (0.750) Kegiatan promosi eksternal (0.250) 5.28 5.17 7.89 8.53 3.89 6.11 3.33 9.5 6.92 7 10 6.33 6.44 Jika dibandingkan antara indikator, maka indikator dengan rata-rata nilai terendah adalah inisiatif terhadap kode etik (4,19). Rata-rata nilai tertinggi adalah inisiatif peningkatan akses publik terhadap informasi unit utama dengan skor (8,21). Secara umum dapat disimpulkan bahwa unit-unit utama peserta PIAK 2009 lebih terfokus dalam membuka akses informasi terhadap publik dibandingkan membangun ketaatan kode etik di internal lembaga. Nilai rata-rata PIAK 2009 bervariasi di antara unit utama. Unit utama yang mencapai nilai PIAK tertinggi adalah Ditjen Anggaran dengan rata-rata nilai 7.797, sementara yang terendah adalah Ditjen PMPTK dengan rata-rata nilai 3,765. Nilai PIAK Ditjen Anggaran mencapai 8.91 untuk sistem penilaian yang hanya mempertimbangkan 7 indikator utama tanpa indikator Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 6

inovasi. Beberapa hal yang membantu tingginya skor Ditjen Anggaran di antaranya adalah tingginya nilai transparansi penyelenggara negara (terutama karena adanya upaya untuk membantu pelaporan gratifikasi dan tingginya angka kepatuhan pelaporan harta kekayaan), kode etik, promosi anti korupsi, dan pelaksanaan rekomendasi KPK. Dari empat indikator tersebut, Ditjen Anggaran mendapatkan skor yang baik. Tabel 2.3. Nilai rata-rata PIAK 2009 Tiap Unit Utama Nilai PIAK 2009 Unit Utama/ Instansi Dengan Tanpa Indikator Indikator Inovasi Inovasi Kemkeu 7.158 8.18 Ditjen Anggaran 7.797 8.91 Ditjen Bea Cukai 7.781 8.89 Ditjen Pajak 6.950 7.94 Ditjen Perbendaharaan 6.103 6.97 Kemdiknas 4.162 4.76 Setjen Kemdiknas 4.013 4.59 Ditjen PMPTK 3.765 4.30 Rata-rata 6.182 7.06 Dari tabel di atas terlihat bahwa secara umum unit-unit utama di lingkungan Kemkeu memperoleh nilai yang relatif lebih tinggi. Hal ini merupakan hasil dari berbagai upaya perbaikan yang dilakukan oleh Kemkeu selama ini yang layak diapresiasi. Kemkeu memang merupakan pilot project reformasi birokrasi dan diharapkan mampu menjadi contoh bagi unit utama lainnya dalam upaya pencegahan korupsi. 2.2. Kode Etik Pelaksanaan kode etik yang ketat termasuk tersedianya mekanisme kontrol, menjadi modal utama dalam upaya pencegahan korupsi di suatu unit utama. Sebenarnya, setiap penyelenggara negara telah dilengkapi oleh kode etik, meskipun masih bersifat umum karena setiap pegawai negeri pada saat diangkat wajib mengucapkan sumpah jabatan. Peraturan mengenai kode etik PNS juga sudah lama diberlakukan 1. Namun, peraturan tentang kode etik PNS dalam penerapannya ternyata belum mampu mencegah PNS dari perilaku koruptif. Terbukti hingga saat ini, kritik terhadap perilaku koruptif PNS masih terus mengemuka. Dimunculkannya indikator kode etik dalam PIAK 2009 dimaksudkan untuk mendorong inisiatif unit utama untuk terus memperbaharui dan melakukan perbaikan penerapan kode etik di 1 Beberapa peraturan terkait kode etik sebenarnya telah ada diantaranya: Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil; Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14/SE/1975, tentang Petunjuk Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil ; Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil; Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 7

instansi atau unit utamanya. Aspek yang dinilai oleh indikator kode etik ini tidak terbatas pada ada tidaknya kode etik yang dimaksud, namun mencakup juga ada atau tidaknya inisiatif dari unit utama untuk membangun sistem agar penegakan kode etik berjalan dengan efektif. Pada PIAK 2009, indikator kode etik merupakan indikator dengan bobot tertinggi (0,301). Penilaian indikator kode etik, dilakukan dengan menilai tiga sub indikator yakni (i) ketersediaan kode etik, (ii) penegakan kode etik dan (iii) mekanisme penerapan kode etik. Dari ketiga sub indikator tersebut, penegakan kode etik merupakan sub indikator yang memiliki bobot tertinggi (0,493). Artinya, jika suatu unit utama memperoleh nilai sempurna untuk sub indikator penegakan kode etik, maka unit utama tersebut berpeluang memiliki nilai PIAK 2009 yang tinggi. Unit Utama/ Instansi Tabel 2.4. Penilaian Indikator Kode Etik Rata-rata Ketersediaan Kode Etik Penegakan Kode Etik Mekanisme Penerapan & Pelembagaan Kode Etik Kemkeu 6.29 7.75 4.683 7.918 Ditjen Anggaran 6.77 6 6.67 7.4 Ditjen Bea Cukai 6.6 9.5 5.4 6.67 Ditjen Pajak 6.36 9.5 3.33 9.2 Ditjen Perbendaharaan 5.43 6 3.33 8.4 Kemdiknas 0 0 0.000 0.000 Ditjen PMPTK 0 0 0 0 Setjen Kemdiknas 0 0 0 0 Rata-rata 4.19 5.17 3.12 5.28 Nilai rata-rata indikator kode etik PIAK 2009 adalah 4,19. Tidak cukup baik untuk penilaian secara total. Ditjen PMPTK menyatakan telah menyusun kode etik profesi dan melampirkan bukti yang ada, berupa kode etik profesi guru. Walaupun demikian, karena guru merupakan target binaan dari Ditjen PMPTK dan bukan merupakan pegawai yang ada di bawah Ditjen PMPTK, kode etik ini dianggap tidak bisa menjadi poin penilaian PIAK. Di antara unit utama lainnya, ketersediaan kode etik Ditjen Bea Cukai mendapat nilai terbesar (9.5). Hal ini disebabkan kelengkapan kode etik Ditjen Bea Cukai tidak hanya dalam bentuk buku saku, tapi juga terus diperbaharui. Sejak keluarnya KMK no.515/kmk.04/2002, Kode etik dan Perilaku Pegawai di lingkungan Ditjen Bea Cukai telah dibentuk. Penerbitan kode etik ini diikuti oleh pembentukan komisi etik. Bahkan KMK no.15/kmk.04/2002 tersebut telah disempurnakan melalui Peraturan Menteri Keuangan No.1/PM.4/2008 tanggal 13 juni 2008 tentang Kode Etik Pegawai Ditjen Bea Cukai. Secara umum ketersediaan kode etik di Bea Cukai sangat baik. Sayangnya, meskipun kode etik telah tersedia, belum ada unit kerja khusus yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengawasi penerapan kode etik. Di masa mendatang, masih terbuka ruang perbaikan bagi unit-unit utama untuk mengembangkan pelaksanaan kode etik di lingkungannya, misalnya dengan melakukan metode lifestyle check terhadap pegawai secara random. Ditjen Anggaran, walaupun pada sub indikator ketersediaan kode etik hanya mencapai nilai 6, Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 8

unggul atas unit-unit utama lainnya terutama karena telah memiliki SOP penanganan pelanggaran kode etik. Ini sangat berpengaruh kepada penegakan kode etik (6.67) serta penerapan dan pelembagaan kode etik (7.4). Penggabungan nilai dari 3 sub indikator tersebut menghasilkan angka 6.77 sehingga secara total menempatkan Ditjen Anggaran di atas unitunit utama lain. 2.3. Peningkatan Transparansi dalam Manajemen SDM Indikator transparansi dalam manajemen SDM pada dasarnya menyoroti tiga hal, yakni (i) proses rekrutmen yang terbuka dan transparan, (ii) proses penempatan dan promosi yang terbuka,terukur dan transparan serta (iii) sistem penilaian kinerja yang terukur. Indikator transparansi manajemen SDM ini umumnya memiliki problem serupa, yakni pemusatan sistem manajemen SDM dan cenderung mengekang fleksibilitas unit utama dalam melakukan inisiatif dalam perbaikannya. Tabel 2.5. Penilaian Indikator Transparansi dalam Manajemen SDM Unit Utama/ Instansi Rata-rata Proses Rekrutmen Penilaian Kinerja Promosi dan Penempatan Ditjen Bea Cukai 8.09 8.86 8.6 5.33 Ditjen Anggaran 7.63 8.86 8.6 3 Setjen Kemdiknas 7.61 8.57 9.4 2.33 Ditjen PMPTK 7.51 7.14 8.2 7.33 Ditjen Perbendaharaan 7.5 8.86 8.2 3 Ditjen Pajak 7.37 8.86 8.2 2.33 Kemkeu 7.65 8.86 8.4 3.42 Kemdiknas 7.56 7.86 8.80 4.83 Rata-rata 7.62 8.53 8.53 3.89 Hasil PIAK 2009 menunjukkan bahwa enam unit utama peserta telah melakukan inisiatif perbaikan manajemen SDM, terlihat dari nilai rata-rata indikator utama manajemen SDM yang relatif baik (7.62). Jika nilai antar sub indikator dibandingkan, maka promosi dan penempatan merupakan sub indikator yang terendah nilainya (3.89) dan harus diperbaiki. Unit utama yang memperoleh skor tertinggi pada indikator ini adalah Ditjen Bea Cukai (8.09). Jika dilakukan perbandingan antar Kementerian, meskipun telah lebih dahulu menjadi pilot project reformasi birokrasi, nilai indikator manajemen SDM di Kemkeu tidak terpaut jauh dari Kemdiknas. Bahkan skor untuk indikator manajemen SDM pada unit-unit utama di Kemdiknas, relatif lebih tinggi dibandingkan dua unit utama di lingkungan Kemkeu, yaitu Ditjen Pajak dan Ditjen Perbendaharaan. Ini patut dicatat sebagai suatu prestasi tersendiri bagi Kemdiknas yang perlu lebih ditingkatkan lagi di tahun mendatang. Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 9

2.4. Peningkatan Transparansi dalam Pengadaan Indikator transparansi dalam pengadaan memberikan gambaran tentang inisiatif yang dilakukan oleh unit-unit utama, yang terbagi pada implementasi e-procurement (lelang pengadaan secara elektronik) dan mekanisme kontrol eksternal (di luar Unit Layanan Pengadaan atau panitia pengadaan). Dilihat dari tabel di bawah ini, hasil perhitungan AIA secara total tidak menunjukkan nilai yang terlalu menggembirakan. Rendahnya nilai total disebabkan oleh nilai 0 pada sub indikator kontrol eksternal di Ditjen PMPTK dan Setjen Kemdiknas, dan rendahnya nilai pada sub indikator implementasi e-procurement pada dua unit utama tersebut. Nilai tertinggi pada indikator ini dicapai oleh Ditjen Bea dan Cukai (8.06), yang sebagian besar merupakan kontribusi dari aspek kontrol eksternal (8,25). Ditjen Anggaran sebenarnya mengungguli Ditjen Bea Cukai dalam aspek mekanisme kontrol eksternal (8.75), tetapi ketika digabungkan dengan implementasi e-procurement (7), nilai gabungannya menjadi turun. Tabel 2.6. Penilaian Indikator Transparansi dalam Pengadaan Unit Utama/ Instansi Rata-rata E- Procurement Kontrol Eksternal Kemkeu 7.72 7.5 8.38 Ditjen Bea Cukai 8.06 7.67 8.25 Ditjen Anggaran 7.81 7 8.75 Ditjen Perbendaharaan 7.69 7 8.25 Ditjen Pajak 6.75 6.25 8.25 Kemdiknas 3.75 5 0.00 Setjen Kemdiknas 4.88 6.5 0 Ditjen PMPTK 2.63 3.5 0 Rata-rata 6.4 6.67 5.58 Ditjen Anggaran secara tegas memastikan adanya mekanisme kontrol eksternal dengan menyertakan bukti yang kuat. Mekanisme yang dimaksud adalah helpdesk PBJ Kemkeu di bawah Inspektur V, Itjen Kemkeu. Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak mengakui adanya mekanisme kontrol eksternal tetapi tidak memberikan penjelasan yang cukup serta tidak menyertakan bukti yang mendukung. Menarik untuk diperhatikan bahwa keberadaan helpdesk PBJ Kemkeu tidak diketahui oleh Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak, walaupun patut diakui bahwa pembentukannya masih relatif baru (berdasarkan SK Irjen 41/2009 tanggal 5 Juni 2009). Pada tahun-tahun berikutnya, diharapkan manfaat helpdesk PBJ Kemkeu semakin bertambah signifikan sehingga akan meningkatkan akuntabilitas pengadaan barang/jasa di lingkungan Kemkeu. Implementasi e-procurement di lingkungan Kemdiknas perlu mendapat perhatian, mengingat pada aspek ini terlihat kesenjangan yang cukup jauh dibandingkan unit-unit utama di lingkungan Kemkeu. Ditjen PMPTK belum mengimplementasikan e-procurement, namun telah Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 10

merencanakan implementasi e-procurement pada tahun 2010. Hal ini tetap perlu mendapat pengakuan dan dukungan positif, sebagai perwujudan semangat meningkatkan transparansi dalam pengadaan dan suatu inisiatif anti korupsi. Pada tahun 2010, diharapkan komitmen Ditjen PMPTK menerapkan e-procurement benar-benar dibuktikan secara konkrit. 2.5. Peningkatan Transparansi Penyelenggara Negara Peningkatan transparansi Penyelenggara Negara memiliki dua sub indikator penilaian, yaitu persentase kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan mekanisme pelaporan gratifikasi. Kepatuhan LHKPN diukur dari persentase antara wajib lapor dan wajib lapor yang sudah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Wajib lapor adalah penyelenggara negara yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999, yaitu pejabat negara yang menyelenggarakan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan harta kekayaan ini juga merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bersama antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (menpan) dengan KPK perihal peningkatan koordinasi pencegahan korupsi melalui penerapan Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur tgl. 25 Mei 2004, dan berdasarkan diktum pertama dan kedua Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi serta Surat Edaran MenPAN Nomor 268/M.PAN/10/2002. Berdasarkan beberapa aturan tersebut, maka pejabat yang menjadi wajib lapor di antaranya ialah: pejabat eselon II yang disamakan, semua Kepala Kantor di lingkungan Kementerian Keuangan, pemeriksa Bea Cukai, pemeriksa pajak, auditor, pejabat yang mengeluarkan perijinan, pejabat/kepala unit pelayanan masyarakat, dan pejabat pembuat regulasi. Bobot sub indikator kepatuhan LHKPN lebih berat dibandingkan bobot sub indikator mekanisme pelaporan gratifikasi. Tabel 2.7. Penilaian Indikator Transparansi Penyelenggara Negara Unit Utama/ Instansi Rata-rata LHKPN Gratifikasi Ditjen Anggaran 8.4 8 10 Ditjen Bea Cukai 7.33 6.67 10 Ditjen PMPTK 6.4 8 0 Setjen Kemdiknas 5.87 7.33 0 Ditjen Pajak 5.07 6.33 0 Ditjen Perbendaharaan 0.8 1 0 Kemdiknas 6.13 7.67 0 Kemkeu 5.27 5.33 5 Rata-rata 5.55 6.11 3.33 Pelaporan gratifikasi sendiri didasarkan pada UU No.20 Tahun 2001 Pasal 12 B ayat (1) dan ayat 2, yang berbunyi, Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 11

dengan kewajiban atau tugasnya. Namun dalam pasal 12 C disebutkan, bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Sub indikator ini menilai apakah terdapat mekanisme dalam unit utama yang membantu penyelenggara negara untuk dapat melaporkan gratifikasi yang diterimanya atau tidak, dan bukan mengenai tingkat pelaporan gratifikasinya. Unit utama yang memiliki nilai tertinggi pada indikator transparansi penyelenggara negara adalah Ditjen Anggaran, berkat tingginya tingkat pelaporan LHKPN di unit utamanya. Selain itu, terdapat unit yang membantu menangani laporan gratifikasi, yaitu pada sub bagian mutasi. Meskipun Dit jen Anggaran tidak mengenakan sanksi apabila terdapat wajib lapor yang tidak melaporkan harta kekayaannya, namun karena bobot untuk penilaian ini sangat kecil, maka tidak berpengaruh besar pada nilai keseluruhan. Sebenarnya Ditjen Bea Cukai juga memiliki mekanisme pelaporan gratifikasi, sehingga nilainya mencapai 10. Namun sayangnya nilai pelaporan LHKPN tidak terlalu baik. 2.6. Peningkatan Akses Publik dalam Memperoleh Informasi Unit Utama Peningkatan akses publik dalam memperoleh informasi terdiri dari dua sub indikator penilaian, yaitu keterbukaan unit utama dalam menyebarkan informasi dan tingkat keaktifan unit utama dalam menyebarkan informasi. Masing-masing sub indikator memiliki bobot penilaian yang sama. Keterbukaan unit utama dalam menyebarluaskan informasi dan seberapa aktif suatu unit utama menyebarkannya merupakan faktor penentu dalam upaya menerapkan prinsip transparansi serta akuntabilitas. Tingginya skor yang diperoleh unit utama tersebut disebabkan oleh banyaknya penggunaan jenis media untuk menyampaikan informasi-informasi terkait dengan tugas pokok dan fungsi unit utama. Pada umumnya unit utama telah menyediakan website resmi, majalah/buletin, leaflet/flyer, dan papan pengumuman. Untuk Ditjen Pajak, bahkan tersedia media-media seperti booth pajak, mobil pajak keliling, billboard dan videotron di ruang terbuka, Blitzmegaplex, dan TV KA. Tentunya inovasi-inovasi semacam ini layak mendapat apresiasi. Website resmi unit utama pada umumnya telah berisi informasi-informasi penting, seperti kelembagaan, peraturan, prosedur, berita, kegiatan maupun pengaduan. Bahkan Ditjen Bea Cukai misalnya, telah memuat hasil survey pengaduan dan realisasi penerimaan bea dan cukai. Website Ditjen Pajak pun cukup lengkap menjelaskan hal-hal terkait peraturan perpajakan. Tersedia pula fasilitas download formulir-formulir perpajakan serta aplikasi seperti e-npwp, e-filling, e-spt dan e-registration. Selain lengkapnya isi maupun media informasi yang digunakan, hal yang juga patut diapresiasi adalah aktifnya unit utama melakukan update data secara real time. Berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh masing-masing unit utama, skor terbesar dicapai oleh tiga unit utama yaitu Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, serta Ditjen PMPTK. Secara lengkap disajikan dalam tabel di bawah ini: Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 12

Tabel 2.8. Penilaian Indikator Akses Publik dalam Memperoleh Informasi Unit Utama Unit Utama/ Instansi Rata-rata Keterbukaan Tingkat Keaktifan Ditjen Pajak 9.5 9.5 9.5 Ditjen Bea Cukai 9.5 9.5 9.5 Ditjen PMPTK 9.5 9.5 9.5 Ditjen Anggaran 9 9.5 8.5 Ditjen Perbendaharaan 7 9.5 4.5 Setjen Kemdiknas 4.75 9.5 0 Kemkeu 8.75 9.5 8 Kemdiknas 7.13 9.5 4.75 Rata-rata 8.21 9.5 6.92 Unit utama juga telah memiliki unit khusus yang menangani akses informasi. Pada Ditjen Bea Cukai, akses informasi untuk tingkat pusat ditangani oleh Subdit Humas dan Penyuluhan. Sedangkan untuk instansi vertikal, ditangani oleh Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi serta Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi. Pada Ditjen Pajak terdapat unit eselon 2 yang secara khusus menangani publikasi dan kehumasan, yaitu Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas (P2Humas). 2.7. Kegiatan Promosi Anti korupsi Kegiatan promosi anti korupsi merupakan salah satu upaya internalisasi kepada segenap pihak di suatu unit utama terhadap pemahaman korupsi sehingga tercipta perilaku anti korupsi. Kegiatan promosi anti korupsi idealnya dilakukan baik kepada pihak internal maupun pihak eksternal yang senantiasa berhubungan dengan unit utama karena pencegahan perilaku korupsi akan optimal bila semua pihak memiliki kesepahaman akan perilaku anti korupsi. Dalam PIAK 2009, kegiatan promosi anti korupsi merupakan indikator kuantitatif dengan bobot 0,08. Untuk menilai indikator kegiatan promosi anti korupsi, penilaian dilakukan pada dua sub indikator yakni kegiatan promosi anti korupsi internal dan kegiatan promosi anti korupsi eksternal dengan bobot masing-masing 0,75 dan 0,25. Nilai rata-rata kegiatan promosi anti korupsi pada PIAK 2009 adalah 6,36. Jika dilihat dari sub indikator promosi anti korupsi internal dan promosi anti korupsi eksternal, masing-masing memiliki nilai yang hampir sama yaitu 6,33 untuk promosi anti korupsi internal dan 6,44 untuk promosi anti korupsi eksternal. Unit-unit utama di Kemkeu, kecuali Ditjen Pajak, sudah mencapai nilai yang cukup tinggi pada indikator ini. Ditjen Pajak memiliki nilai yang tidak terlalu baik pada kegiatan promosi anti korupsi internal karena tidak lebih dari 50% unit kerja yang menerima sosialisasi atau pelatihan anti korupsi selama tahun 2009. Sedangkan untuk kegiatan promosi anti korupsi eksternal, unit-unit utama Kemkeu sudah mencapai nilai yang cukup tinggi kecuali Ditjen Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 13

Perbendaharaan karena tidak memiliki inisiatif untuk memproduksi materi anti korupsi sendiri. Tabel 2.9. Penilaian Indikator Kegiatan Promosi Anti Korupsi Unit Utama/ Instansi Rata-rata Promosi Internal Promosi Eksternal Kemkeu 7.75 7.5 8.5 Ditjen Bea Cukai 9.08 9 9.33 Ditjen Anggaran 9.08 9 9.33 Ditjen Perbendaharaan 8.25 9 6 Ditjen Pajak 4.58 3 9.33 Kemdiknas 3.58 4 2.34 Ditjen PMPTK 4.42 5 2.67 Setjen Kemdiknas 2.75 3 2 Rata-rata 6.36 6.33 6.44 Berbeda dengan unit utama di Kemkeu, unit-unit utama di Kemdiknas memperoleh nilai yang kurang baik pada indikator ini. Secara umum hal ini dikarenakan masih rendahnya persentase unit kerja yang telah menerima sosialisasi anti korupsi, sedikitnya media informasi yang digunakan untuk promosi anti korupsi dan tidak adanya inisiatif untuk memproduksi materi anti korupsi sendiri. Hal yang perlu menjadi perhatian untuk hasil penilaian indikator kegiatan promosi anti korupsi pada masing-masing unit utama adalah ukuran unit utama, jumlah pihak eksternal dan intensitas hubungan antara pihak internal dan eksternal. Secara ukuran organisasi, Ditjen Pajak, Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Bea Cukai tentu tidak bisa disamakan dengan Setjen Kemdiknas dan Ditjen Anggaran. Unit utama yang memiliki sub-ordinasi hingga ke daerah tentu harus memiliki usaha yang lebih dibanding unit utama yang hanya ada di pusat dalam melakukan kegiatan promosi anti korupsi. Jumlah pihak eksternal dan intensitas hubungan pihak internal dan eksternal juga perlu menjadi pertimbangan. Unit utama seperti Setjen Kemdiknas tentu tidak bisa disamakan dengan Ditjen Pajak ataupun Ditjen Perbendaharaan dalam hal jumlah pihak eksternal dan intensitas hubungan antara pihak internal dengan pihak eksternal. Unit utama yang memiliki jumlah pihak eksternal lebih banyak dan intensitas hubungan pihak internal dan eksternal lebih tinggi tentu harus melakukan usaha lebih dalam inisiatif kegiatan promosi anti korupsi baik internal maupun eksternal. 2.8. Pelaksanaan Rekomendasi KPK Inisiatif melaksanakan rekomendasi KPK dalam PIAK 2009 dijadikan salah satu indikator kuantitatif sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan sistem. Sebagai salah satu tugas untuk melakukan monitor, KPK berwenang memberikan rekomendasi perbaikan sistem kepada seluruh lembaga negara dan pemerintahan jika ditemui adanya kelemahan sistem yang berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi. Meskipun rekomendasi Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 14

tersebut pada dasarnya adalah dorongan dari eksternal untuk melakukan perbaikan sistem di sebuah unit utama, namun pelaksanaan rekomendasi tersebut sebenarnya bersifat sukarela sehingga jelas dibutuhkan adanya inisiatif dan kesadaran dari masing-masing unit utama untuk berubah. Tabel 2.10. Penilaian Indikator Pelaksanaan Rekomendasi KPK Pelaksanaan Unit Utama/ Instansi Rata-rata Action Plan Rekomendasi Ditjen Bea Cukai 9.25 9 10 Ditjen Anggaran 9.25 9 10 Ditjen Pajak 7.75 7 10 Ditjen Perbendaharaan 6.25 5 10 Setjen Kemdiknas 6.25 5 10 Kemkeu 8.13 7.5 10 Kemdiknas 6.25 5 10 Rata-rata 7.75 7 10 Bobot untuk indikator Pelaksanaan Rekomendasi KPK adalah 0,088 yang dibagi menjadi dua sub indikator yaitu pembuatan rencana tindakan (action plan) dan persentase pelaksanaan rekomendasi KPK. Secara khusus, Ditjen PMPTK dikeluarkan dari indikator Pelaksanaan Rekomendasi KPK karena belum pernah mendapatkan rekomendasi dari KPK. Rata-rata nilai indikator Pelaksanaan Rekomendasi KPK mencapai angka 7.75. Pada sub indikator pembuatan action plan, lima unit utama yang dinilai sudah membuat action plan sesuai dengan rekomendasi KPK sehingga nilai pada sub indikator ini adalah 10. Sedangkan untuk sub indikator pelaksanaan rekomendasi, unit-unit utama di Kemkeu mendapat nilai yang cukup baik karena dua unit utamanya yaitu Ditjen Anggaran dan Ditjen Bea Cukai mencapai skor 9. Sedangkan untuk Kemdiknas yang diwakili oleh Setjen, hanya mendapatkan nilai 5 karena baru 69% rekomendasi KPK yang telah dilaksanakan hingga saat PIAK 2009 diluncurkan. Cukup tingginya nilai indikator Pelaksanaan Rekomendasi KPK tentu sangat diapresiasi sebagai bentuk kerjasama yang baik antara KPK dengan Kemkeu dan Kemdiknas dalam upaya pencegahan korupsi. KPK berharap pelaksanaan rekomendasi KPK diiringi juga dengan penurunan perilaku koruptif di masing-masing unit utama Kemkeu dan Kemdiknas. 2.9. Penilaian atas Inisiatif Anti Korupsi Lainnya Penilaian untuk indikator ini sebenarnya ditujukan untuk menilai laporan kualitatif terhadap upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh unit utama di luar tujuh (7) indikator yang telah ditetapkan. Sayangnya tidak satupun dari unit-unit utama peserta PIAK 2009 yang mengirimkan laporan kualitatif tersebut. Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 15

BAB III KESIMPULAN Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) adalah instrumen yang digunakan untuk menilai dan memberikan penghargaan bagi unit utama yang telah membuat inisiatif-inisiatif dalam mengupayakan integritas serta budaya anti korupsi di unit utamanya. Pada tahun 2009, KPK memulai pelaksanaan PIAK sebagai pilot project di enam unit utama setingkat eselon 1 di tingkat pusat, terdiri dari empat unit utama berasal dari lingkungan Kemkeu, yaitu Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Anggaran serta dua unit utama berasal dari lingkungan Kemdiknas, yaitu Ditjen PMPTK dan Setjen. Keikutsertaan keenam unit utama ini saja layak mendapatkan apresiasi tersendiri karena menunjukkan itikad baik masing-masing untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan korupsi. PIAK 2009 menggunakan dua jenis variabel, yaitu variabel utama dan variabel inovasi. Variabel utama terdiri dari tujuh (7) indikator, yaitu: kode etik, peningkatan transparansi dalam manajemen SDM, peningkatan transparansi dalam pengadaan, peningkatan transparansi Penyelenggara Negara, peningkatan akses publik dalam memperoleh informasi unit utama, pelaksanaan rekomendasi perbaikan yang diberikan KPK, dan kegiatan promosi anti korupsi. Pada PIAK 2009 ini, tidak ada unit utama yang mengisi Variabel Inovasi. Secara keseluruhan rata-rata nilai PIAK 2009 adalah 6,182 (skala 1-10). Nilai tertinggi diperoleh oleh Ditjen Anggaran dengan rata-rata nilai 7,797. Peringkat selanjutnya secara berurutan adalah Ditjen Bea Cukai (7,781), Ditjen Pajak (6,950), Ditjen Perbendaharaan (6,103), Setjen Depdiknas (4,013) dan Ditjen PMPTK (3,765) Ditjen Anggaran mendapatkan nilai tertinggi diantaranya karena tingginya nilai transparansi penyelenggara negara (terutama karena adanya upaya untuk membantu pelaporan gratifikasi dan tingginya angka kepatuhan pelaporan harta kekayaan), kode etik, promosi anti korupsi, dan pelaksanaan rekomendasi KPK. Dari empat indikator tersebut, Ditjen Anggaran mendapatkan skor yang baik. Hal yang patut menjadi catatan adalah rendahnya nilai indikator kode etik dibandingkan dengan indikator lain. Ini diakibatkan oleh beberapa unit utama tidak menyediakan kode etik khusus serta upaya penegakannya. Hendaknya faktor ini menjadi perhatian serius di masa mendatang, mengingat bobot terbesar penilaian justru ada pada indikator ini. Indikator akses publik terhadap informasi mengenai unit utama mendapatkan poin tertinggi karena seluruh unit utama telah memiliki media informasi yang memadai. Website resmi unit utama pada umumnya telah berisi informasi-informasi penting seperti kelembagaan, peraturan, prosedur, berita, kegiatan maupun pengaduan. Tersedianya informasi yang cukup memadai bagi publik merupakan hal yang patut mendapatkan apresiasi. Skor Peningkatan Transparansi dalam Manajemen SDM secara rata-rata cukup baik. Namun bila dilihat lebih detil ke nilai tiap indikator, dapat dilihat bahwa kriteria promosi penempatan jabatan yang terbuka dan transparan meraih nilai yang sangat rendah. Hal ini patut menjadi perhatian serius dari seluruh unit. Indikator peningkatan transparansi dalam pengadaan mencapai nilai yang kurang baik. Belum semua unit utama menerapkan e-procurement dan menyediakan akses untuk kontrol Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 16

eksternal atas proses pengadaan. Hal ini menyebabkan PBJ rentan penyimpangan. Diharapkan unit-unit yang masih memiliki skor rendah, agar memperbaiki sistem pengadaannya agar lebih transparan. Kurangnya kesadaran pelaporan LHKPN maupun gratifikasi menyebabkan skor indikator transparansi penyelenggara negara menjadi kurang baik. Diharapkan di tahun berikutnya, prosentasi pelaporan oleh penyelenggara negara yang menjadi wajib lapor dapat terus ditingkatkan. Kegiatan promosi anti korupsi, baik secara internal kepada pegawai unit yang bersangkutan maupun secara eksternal kepada stakeholder, nampaknya masih harus terus menerus digalakkan. Hal ini terlihat dari skor promosi anti korupsi yang belum menggembirakan. Indikator pelaksanaan rekomedasi KPK hanya berlaku bagi unit yang pernah menerima rekomendasi dari KPK. Nilainya sudah cukup baik karena seluruh unit peserta telah membuat rencana tindak (action plan) dan melaksanakan sebagian rekomedasinya. Sebagai peraih nilai tetinggi, Ditjen Anggaran layak mendapatkan penghargaan karena upayanya dalam membangun integritas internal. Demikian pula unit-unit utama lain, tentunya patut terus didukung dalam membangun dan menjalankan inovasi-inovasi di lingkungan kerja masing-masing. Diharapkan nilai PIAK di tahun mendatang meningkat seiring dengan kemajuan upaya pencegahan korupsi yang semakin membaik di Indonesia. Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK 17