BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kriteria WHO, anemia merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

ABSTRAK. Kata kunci : CD4, HIV, obat antiretroviral Kepustakaan : 15 ( )

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN.

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

ABSTRAK PREDIKTOR PENINGKATAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

Dampak Perpaduan Obat ARV pada Pasien HIV/AIDS ditinjau dari Kenaikan Jumlah Limfosit CD4 + di RSUD Dok II Kota Jayapura

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. macam kebijakan dan program komprehensif. Empat pilar penanggulangan

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang

1 Universitas Kristen Maranatha

Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai?

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB I PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

ABSTRACT. Yulian Rahmadini *, Retnosari Andrajati **, Rizka Andalusia *** *

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkurang. Data dari UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV and

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDIN PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.6 Instrumen Penelitian Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Etika Penelitian BAB V.

Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas. Update pengobatan HIV. Penyembuhan. Perkembangan obat. Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. Jumlah penderita HIV/AIDS menurut WHO 2014 di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun 2012 sebanyak 2.3 juta orang baru terinfeksi HIV (newly infected). Angka ini 33% menurun dibandingkan tahun 2001 yaitu 3,4 juta orang. Diperkirakan jumlah odha diseluruh dunia sampai tahun 2012 sebanyak 35,3 juta, angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan odha berkaitan dengan menurunnya jumlah kematian akibat AIDS yang merupakan dampak dari terapi ARV pada beberapa tahun terakhir (UNAIDS, 2012). Berdasarkan laporan Kemenkes RI sampai dengan Juni 2014 kumulatif kasus HIV di Indonesia sebanyak 142.961 dan kasus AIDS sebanyak 55.623 orang. Untuk faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual (61,5%), penasun (15,2%), diikuti penularan pada perinatal (2,7%) dan homoseksual (2,4%). Provinsi Bali menduduki peringkat kelima untuk kasus HIV dengan jumlah 9.051 orang dan urutan keempat untuk kasus AIDS dengan 4.261 kasus. 2.2 Terapi Antiretroviral (ARV) 2.2.1 Tujuan Terapi ARV Penemuan obat antiretroviral (ARV) tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan odhaa di negara maju. Terapi ARV dapat membantu dalam menekan replikasi HIV, dimana obat bekerja dalam viral load sampai ke tingkat 8

9 yang tidak terdeteksi (<50 cell/ml), mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV. Pemberian terapi ARV diberikan pada semua klien dengan Jumlah CD4 < 350 sel/mm 3 tanpa memandang stadium klinisnya dan pemberian ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang Jumlah CD4 (Kemenkes RI, 2011). 2.2.2 Penggunaan Zidovudin Zidovuin adalah obat pertama yang disetujui untuk mengobati HIV. Obat ini termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV (Spiritia, 2014). Zidovudin digunakan dalam kombinasi dengan beberapa obat anti-hiv lain, biasanya termasuk obat dari kelas yang berbeda, seperti protease inhibitor dan / atau non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Kombinasi seperti hal ini disebut terapi antiretroviral atau ART. Efek samping yang paling berat akibat zidovudin adalah anemia, neutropenia dan miopati. Namun efek samping ini terjadi tergantung dari kondisi klinis pasien saat mulai terapi. Zidovudin secara umum merupakan obat pertama yang digunakan secara klinis dalam pengobatan AIDS. Zidovudin sekarang ini masih merupakan komponen regimen HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy). Di Indonesia obat ini di awal sering digunakan dimana obat ini aman digunakan pada

10 ibu hamil dan anak yang positif-hiv (Kemenkes, 2011). Zidovudin diberikan dalam bentuk kombinasi regimen lini pertama yang digunakan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI ( zidovudin atau stavudin + lamktiivudin + nevirapin atau efaviren), Zidovudin disetujui pada 1987 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan infeksi HIV. Takaran disetujui untuk anak di atas usia enam minggu serta untuk bayi yang baru lahir dari ibu HIV-positif, untuk mencegah penularan HIV. Zidovudin mengurangi penularan HIV dari ibu-ke-bayi secara bermakna. Pada pedoman yang sebelumnya, obat ini diberikan kepada perempuan hamil dari bulan empat kehamilan. Namun sekarang pedoman di Indonesia mengusulkan agar semua ibu hamil terinfeksi HIV mulai ART penuh paling lambat pada semester kedua kehamilan. Berdasarkan pedoman ini, zidovudin diberi pada bayi terlahir dari ibu terinfeksi HIV untuk 4-6 minggu pertama kehidupan (Spiritia, 2014). Produksi zidovudin dapat dibuat di Indonesia oleh kimia farma dan dibiayaai oleh APBN, sehingga zidovudin merupakan salah satu regimen yang memiliki efektivitas yang tinggi. 2.2.3 Subsitusi Zidovudin (AZT) Pemberian ARV pada odha merupakan salah satu upaya memperpanjang harapan hidup odha. ARV bekerja dengan menekan progresifitas virus HIV, menekan replikasi virus, sehingga mampu menurunkan viral load dan meningkatkan Jumlah CD4. Meskipun ARV belum mampu menyembuhkan penyakit atau membunuh virus, namun terapi ARV telah mampu memulihkan sistem imun pasien. Hal ini mengakibatkan infeksi oportunistik menjadi jarang,

11 menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat HIV/AIDS, sehingga mampu untuk meningkatkan kualitas hidup odha (Depkes RI, 2006.) Pemberian ARV secara umum diberikan dalam bentuk kombinasi, yang diberikan seumur hidup. Substitusi akibat efek samping merupakan salah satu aspek yang penting diperhatikan dalam pemberian ARV. Pada dasarnya substitusi atau penggantian dari salah satu obat ARV karena adanya efek samping atau toksisitas diambil dari lini yang sama. Bila toksisitas yang mengancam muncul, semua obat ARV harus dihentikan segera, sehingga secara klinis sembuh, diganti dengan panduan ARV yang lainnya yaitu pemberian lini ke-2 (Kemenkes, 2011). Adapun beberapa penelitian terkait yang membahas tentang substitusi zidovudin yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Boulle et al., 2007) mengenai substitusi antiretroviral dengan median follow up yaitu pada bulan ke- 11,1 (IQR : 6,9-18,6). Penelitian yang dilakukan oleh (Velen et al., 2013) untuk median substitusi zidovudin dalam 6 bulan pertama pada analisis multivariat didapatkan dengan nilai HR 5,2 (95% CI 1.1,23). Untuk alasan substitusi dikarenakan oleh penggunaan Zidovudin dengan proporsi substitusi pengobatan dalam 3 tahun didapatkan (n = 47,7,8%(95% CI ; 5,9-10,3), efek samping substitusi tertinggi yaitu anemia atau neutropenia yang terjadi pada bulan pertama pengobatan, serta didadaptkan 21% individu yang menggunakan zidovudin (AZT) menghentikan pengobatan sebelum 3 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh (Velen et al., 2013) menyatakan bahwa selama enam bulan awal pengobatan ART, nilai HR untuk substitusi tunggal obat zidovudin adalah HR 5,2 (95% CI ; 1.1,23) dan tingkat substitusi obat tunggal pada enam bulan pertama ART adalah (8,7 PYRs, 95% CI:

12 5,2-14,7). Serta penelitian yang dilakukan oleh Phe et al.,(2013) menyatakan median waktu untuk terjadi substitusi zidovudin dalam 1,4 tahun (IQR 1.0-2.0) dimana dalam satu tahun follow-up 139 pasien (11,8%) menghentikan pemakaian zidovudin karena adanya anemia. 2.3 Prediktor Substitusi Zidovudin pada Pasien HIV/AIDS Adapun beberapa penelitian terkait yang mempengaruhi terjadinya subsitusi zidovudin yang dilakukan di luar negeri, namun masih terbatasnya penelitian terkait yang ditemukan di Indonesia. Adapun prediktor yang ditemukan oleh peneliti yang berkaitan dengan kejadian substitusi Zidovudin dan ada penelitian yang menemukan hasil yang berbeda. Berikut hasil peneliti yang terkait dengan substitusi zidovudin 2.3.1 Umur Penelitian yang berkaitan dengan umur diperoleh bahwa peningkatan usia per-10 tahun dihubungkan dengan substitusi penggunaan zidovudin diperoleh data bahwa usia lebih tua berhubungan dengan terjadinya substitusi (HR : 1,3 95% CI ; 1,0-3,4) (Boulle et al., 2007). Penelitian lain yang dilakukan oleh (Phe et al., 2013) menyatakan adanya hubungan antara usia yang lebih tua dengan kejadian substitusi zidovudin (HR 1.2; 95% CI 1.0 1.4). Hal ini disebabkan karena sistem imun akan menjadi matang di usia dewasa dan akan menurun kembali pada usia lanjut (Sielma, 2012). Hal ini berarti apabila mulai ART di usia yang lebih tua maka memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya substitusi.

13 2.3.2 Jenis Kelamin Dikaitkan dengan jenis kelamin dimana penggunaan zidovudin dengan efek samping anemia tertinggi lebih rentan dialami oleh wanita, karena selama siklus kehidupan wanita mengalami menstruasi, kehamilan dan melahirkan dimana memerlukan cakupan darah yang cukup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Phe et al., (2013) diperoleh data sebagian besar 1.180 (60,5%) adalah wanita, dengan Kadar hemoglobin awal rata-rata 12,7 g% (IQR 11,7-13,9) dan median waktu sebelum terjadinya substitusi zidovudin 1,4 tahun (IQR 1.0-2.0). Penelitian oleh Sulivan PS, et al (1998) dalam studinya menyebutkan kejadian makrositosis disertai anemia dengan Kadar Hb < 10 g% terjadi pada perempuan sebanyak 43% dan pada laki-laki sebanyak 37%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Velen et al., (2013) dalam analisis multivariat pada single substitusi menyatakan jenis kelamin wanita berhubungan dengan substitusi ARV dengan nilai HR 2,5 (95% CI; 1,7-3,7). 2.3.3 Berat Badan Penelitian lain terkait berat badan yang dikaitkan dengan substitusi regimen Lini-1 didapatkan bahwa berat badan < 60 kg berhubungan dengan tingginya risiko substitusi untuk kedua jenis NNRTI (HR : 2,6 untuk NVP) (Boulle et al., 2007). Penelitian yang dilakukan di Peru menyatakan penghentian penggunaan zidovudin karena toksisitas pada 120 hari pertama meningkat secara dramatis dengan baseline berat badan < 60 kg dan temuan ini akan sangat relevan untuk daerah Asia Timur dan Selatan dimana sebagian besar pasien dengan HIV memiliki berat badan dibawah 60 kg. Namun penelitian lainya menyatakan

14 bahwa tidak ada hubungan independen dari berat badan dengan penghentian penggunaan zidovudin (Phe et al., 2013). 2.3.4 Kadar hemoglobin Kadar hemoglobin merupakan syarat dalam pemberian zidovudin,efek samping substitusi zidovudin dikaitkan dengan kadar Hb yang rendah adalah terjadi anemia. Anemia adalah kekurangan sel darah merah akibat komplikasi pada sumsum tulang sehingga menyebabkan terjadinya substitusi.penelitian sebelumnya pada analisa multivariat penghentian penggunaan zidovudin dihubungkan dengan Kadar Hb yang rendah didapatkan (ahr 6.5; 95% CI; 3.7 11.4) untuk hemoglobin antara 10 12 dan kurang dari 10 g%. Pengukuran Kadar Hb dilakukan sebelum regimen diberikan, tiap bulan pada tiga bulan pertama dan tiap enam bulan. Pemberian zidovudin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan Kadar Hb < 8 gr% (Taisheng et al., 2014). Penelitian yang dilakukan (Fisch MA, 1989) mendapatkan angka kejadian anemia sebesar 24% dengan Kadar Hb dibawah 7,5 g/% pada pasien yang mendapat zidovudin dibandingkan dengan 4% pada plasebo (p < 0,001). Sedangkan (Gallant JE, 2006) melaporkan kejadian anemia sebesar 6% pada pasien yang mendapatkan zidovudin dibandingkan dengan 1% pada pasien yang mendapat tenofovir (p < 0,001). Dari 6% pasien anemia median Kadar hemoglobin awalnya adalah 13,8 g% (95% CI;10,8-16,0) dimana turun sampai 6,9 g% (95% CI; 3,7-9,3) sebelum dihentikannya pemberian zidovudin.

15 2.3.5 Jumlah CD4 Jumlah CD4 merupakan indikator keberhasianl pengobatan dan tolak ukur status kesehatan odha. Pasien odha yang mengalami penurunan CD4 secara progresif tanpa ada penyakit atau kondisi medis lain selama terapi ARV merupakan deteksi awal terjadinya kegagalan terapi secara imunologis (Kemenkes, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Boulle et al., (2007) tentang substitusi yang dikaitkan dengan Jumlah CD4, didapatkan analisa multivariat dengan CD4 + awal perhitungan < 50 cell/ul berhubungan dengan substitusi penggunaan zidovudin (HR; 2,0 95% CI; 1,1-3,4). Semakin rendah CD4 maka angka substitusi bahkan kematian akan lebih tinggi dan mereka mereka yang mengalami perbaikan anemia memiliki median survival lebih singkat. 2.3.6 Kebijakan Pedoman ARV Berdasarkan pedoman antiretroviral tahun 2007 merekomendasikan pemberian ARV pada pasien yang tidak menunjukkan gejala (asymptomatis) dengan Jumlah CD4 < 200 sel/mm 3. Kemudian kebijakan berkembang setelah tahun 2011 pemberian ARV mulai diberikan pada CD4 < 350 sel/mm 3 terlepas dari ada tidaknya gejala klinis (Kemenkes. RI, 2011). Hasil penelitian menunjukan pada analisa multivariat untuk jumlah CD4 T-cell awal perhitungan < 50 cell/ul (HR;2,0 95% CI ; 1,1-3,7) berhubungan dengan substitusi penggunaan zidovudin (Boulle et al., 2007), penelitian lain juga menunjukan hasil bahwa jumlah CD4 rendah atau < 200 sel/mm 3 pada awal penggunaan ARV berhubungan dengan terjadinya anemia (p< 0.001) (Wisaksana et al., 2011).

16 2.3.7 Tempat pelayanan ARV Awal epidemi HIV/AIDS diketahui, penyakit ini lebih banyak diidentifikasi pada laki-laki homoseksual, karena aktifitas seksual laki-laki homoseksual lebih bersisiko tertular HIV dibanding heteroseksual. Penelitian yang dilakukan oleh (Saprasetya A. dkk., 2010) menyatakan ada perbedaan yang bermakna dalam rata-rata jumlah partner seks antara kelompok laki-laki homoseksual dan heteroseksual (p=0,001). Dalam aktifitas seksual kelompok homoseksual sebagian besar melakukan seks anal (72%) dibanding kaum heteroseksual. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hounton et al. (2005) menunjukkan bahwa partner seks yang banyak dan tidak memakai kondom dalam melakukan aktivitas seksual yang berisiko merupakan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS (Prasetya et al., 2010). 2.3.8 Kepatuhan minum obat Kepatuhan minum obat mempengaruhi keberhasilan pengobatan ARV, adapun faktor yang berkaitan dengan kepatuhan yaitu faktor individu mencakup keinginan untuk mengambil obat; jarak rumah; adanya penggunaan alkohol; perubahan dalam pola aktifitas sehari-hari; depresi atau adanya penyakit lain. Faktor obat diantaranya ; jumlah dan beban pil; kompleksitas regimen dosis dan pembatasan diet (WHO, 2013). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Golin et al.,2002) tentang kepatuhan menyatakan sikap positif minum obat akan memperkuat kepatuhan minum obat dengan nilai OR = 1,56 (95%; CI ;1,2 2,1). Tingkat dukungan sosial secara independen terkait dengan kepatuhan di mana beberapa dukungan sosial (p = 0.018) dan dukungan sosial yang baik (p = 0,039)

17 meningkatkan kepatuhan dibandingkan dengan dukungan sosial yang buruk (Weaver, 2014)). Hal ini sejalan dengan penelitian (Smith, Colette at al, 2004) yang menyatakan kepatuhan yang suboptimal menunjukan kebutuhan penting untuk pasien dalam penggunaan obat sehingga efek samping yang dapat menyebabkan substitusi obat dapat dihindari. 2.3.9 Status Tuberkulosis Pasien HIV dengan pengobatan TB akan memperburuk kondisi pasien dimana akan meningkatkan beban virus dapat mempengaruhi menurunkan imunitas dan mempercepat progresi penyakit (Nasronudin, 2007a). Secara langsung belum ada penelitian yang menunjukan hubungan penggunaan zidovudin terhadap status TB,namun kejadian substitusi zidovudin dengan efek samping substitusi zidovudin tertinggi yaitu anemia memiliki hubungan signifikan terhadap pengobatan TB. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wisaksana et al., 2011) menyatakan bahwa pengobatan TB berhubungan dengan kejadian Anemia pada odha didapatkan nilai p < 0,001. Tuberkulosis juga berhubungan dengan aktivasi imun, peningkatan replikasi HIV, dan mempercepat progresi penyakit sehingga terapi ARV harus segera diberikan pada awal terjadi TB (Nasronudin, 2007a). 2.3.10 Risiko Penularan HIV Penelitian menyatakan bahwa ketergantungan dengan obat-obatan dapat menghambat kemampuan odha untuk mematuhi jadwal pengobatan sehingga pengobatan tidak efektif dan dapat menyebabkan terjadinya substitusi ARV. Beberapa penelitian lain menyatakan adanya peningkatan substitusi bahkan

18 sampai risiko kematian di antara mereka yang tertular HIV melalui penggunaan narkoba suntikan (IDU) (HR=1,49; p =0,08) (Jarrett et al., 2013). Penelitian Zheng et al. menyebutkan bahwa penggunaan jarum suntik OR=1,65 (95% CI; 1,28-2,14) dan transfusi darah OR = 2,18 (95% CI; 1,18-3,99) secara signifikan memiliki tingkat substitusi dan kematian lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi melalui penularan heteroseksual (Zheng et al., 2014) 2.3.11 Kombinasi Regimen ARV Zidovudin merupakan obat pertama yang digunakan secara klinis dalam pengobatan AIDS. Zidovudin sekarang ini masih merupakan komponen regimen HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy). Kombinasi regimen lini pertama yang digunakan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI yaitu zidovudin atau stavudine + lamivudine + nevirapine atau efaviren. Pasien yang memiliki satu atau lebih obat dalam kombinasi substitusinya memiliki outcome yang lebih baik (Bekolo at al, 2013). Selain itu, penggunaan jenis regimen dasar dalam pengobatan juga berpengaruh terhadap besarnya kejadian substitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi zidovudin dan efavirenz (EFV) memiliki efikasi dan kemampuan toleransi lebih superior dibandingkan dengan nevirapine (NVP) (Bock, Fatti, & Grimwood, 2013). Penelitian lain menyatakan bahwa regimen NNRTI berhubungan dengan hazard substitusi tunggal pada analisa multivariat (Taisheng et al., 2014) 2.3.12 Stadium klinis Odha Stadium klinis merupakan indikator penting dalam penilaian awal kondisi klinis pasien,dalam pemberian terapi antiretroviral bila tidak ada pemeriksaan

19 CD4, penentuan memulai terapi didasarkan pada penilaian klinisnya.(kemenkes, 2011). Pasien yang terlambat memulai terapi dengan stadium klins lanjut (III&IV) akan memiliki kondisi yang lebih buruk dimana sudah terjadi infeksi sekunder sehingga akan meningkatkan risiko substitusi (Nasronudin, 2007a). Berdasarkan beberapa penelitian terkait stadium klinis pasien, penelitian yang dilakukan oleh (Boulle et al., 2007) menyatakan stadium klinis pasien pada stadium III dan IV memiliki risiko lebih tinggi terjadinya substitusi zidovudin dengan nilai HR 2,0 (95% CI; 1,1-3,4). Penelitian lain yang dilakukan oleh (Velen et al., 2013) dalam analisis multivariat menyatakan bahwa stadium klinis lanjut (III &IV ) berhubungan dengan substitusi ARV 2.4 Faktor Internal dan Eksternal yang Berhubungan dengan Substitusi Zidovudin Dukungan, perawatan dan pengobatan terhadap odha memiliki arti penting dalam upaya meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur harapan hidup odha. Kualitas dan umur harapan hidup odha dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh adalah keadaan dalam tubuh odha (mencakup berat badan, umur, Jumlah CD4, Kadar hemoglobin dan stadium klinis), karakteristik demografiserta penerimaan terhadap penyakitnya. Faktor eksternal adalah dukungan psikologis dan psikososial dari tenaga medis, pasangan, keluarga, masyarakat dan tokoh masyarakat yang berpengaruh positif terhadap kualitas maupun umur harapan hidup odha (Nasronudin, 2007b). Adanya pengawas minum obat, risiko penularan HIV merupakan faktor eksternal yang juga terkait dengan kejadian substitusi dalam pengobatan ARV.