I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ketersediaan makanan. Teori tersebut menjelaskan bahwa dunia

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan pemantapan ketahanan pangan menjadi isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus utama dalam pembangunan pertanian. Peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk guna memperoleh pendapatan yang layak agar akses terhadap pangan merupakan dua komponen utama dalam perwujudan ketahanan pangan. Kebijakan pemantapan ketahanan pangan dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah terwujudnya stabilitas pangan nasional (Suryana, 2005). Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pasal 1 Ayat 17 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Undang-undang ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut FAO dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yaitu akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 memberikan arahan yang lebih jelas tentang ketahanan pangan, dalam dokumen tersebut disebutkan, bahwa pengembangan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal, dalam rangka 1

menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan, pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan. Amanat yang terdapat dalam GBHN tersebut, mengandung tiga pokok yang harus diperhatikan dalam mengembangkan sistem ketahanan pangan, yaitu: 1. Sistem ketahanan pangan harus dimulai pada tingkat lokal dengan memanfaatkan atau mengusahakan variasi bahan pangan yang ada di tingkat lokal. 2. Perencanaan pangan harus dibangun pada satuan rumah tangga atau keluarga, dimana ketahanan pangan nasional hanya akan mantap apabila kondisi ketahanan pangan masing-masing rumah tangga atau keluarga juga mantap. 3. Pentingnya efisiensi produksi dalam menghasilkan bahan pangan lokal agar memiliki daya saing dan harganya terjangkau oleh para konsumen tetapi tetap menguntungkan bagi produsen atau petani. Tabel 1. Komposisi Energi, Protein, dan Lemak dari Berbagai Bahan Makanan (per 100 gram) Tahun 2008 No. Jenis Bahan Makanan Energi (Kkal) Protein (gram) Lemak (gram) 1. Beras 360 6.8 0.7 2. Jagung 355 9.2 3.9 3. Ubi Jalar 123 1.8 0.7 4. Ubi Kayu 146 1.2 0.3 Sumber: Kementerian Pertanian, 2008 Saat ini sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama. Hal tersebut dapat dibuktikan dari konsumsi beras per kapita, yaitu sebesar 104,85 Kg/kapita/tahun dengan konsumsi totalnya mencapai 32 juta ton (BPS, 2008). Jika dibandingkan dengan jenis bahan makanan lain, beras menghasilkan jumlah energi paling tinggi seperti terlihat pada Tabel 1. 2

Tabel 2. Produksi Padi dan Tanaman Pangan Utama Lain (000 ton) di Indonesia Tahun 2002-2008 No. Tanaman 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1. Padi 51,490 52,138 54,088 54,151 54,455 57,157 60,326 2. Jagung 9,585 10,886 11,225 12,524 11,609 13,288 16,317 3. Ubi Kayu 17,055 18,524 19,425 19,321 19,987 19,988 21,758 4. Ubi Jalar 1,749 1,991 1,902 1,857 1,854 1,887 1,881 5. K. Tanah 718 786 837 836 838 789 770 6. Kedelai 673 672 723 808 748 593 775 Sumber: Kementerian Pertanian, 2008 Selama tujuh tahun terakhir, produksi padi dari tahun ke tahun masih mendominasi dibandingkan produksi pangan lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 2. Hanya produksi jagung yang cenderung meningkat akibat kenaikan permintaan industri pakan bukan oleh peningkatan konsumsi langsung. Sementara komoditi lain seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai hanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan sampingan sehari-hari dan sebagai bahan baku industri pangan. Tingginya konsumsi beras dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya rasa beras yang lebih enak dan mudah diolah dibandingkan dengan bahan pangan lain, kandungan gizi beras, konsep makan (merasa belum makan jika belum mengkonsumsi nasi), rendahnya pengembangan teknologi pengolahan dan promosi atau sosialisasi pangan non beras serta pendapatan masyarakat yang masih rendah (Ashari dan Ariani, 2003). 1.2. Perumusan Masalah Saat ini Indonesia membutuhkan stok beras yang cukup besar karena jumlah penduduk terus meningkat. Selain itu, beberapa daerah yang sebelumnya mengkonsumsi bahan pokok seperti jagung, umbi-umbian, dan sagu juga mulai beralih mengkonsumsi beras. Seiring dengan peningkatan konsumsi beras, maka ketersediaan beras juga mengalami peningkatan. Namun, perbedaannya tidak 3

signifikan. Kondisi seperti ini menuntut perlunya peningkatan produksi beras domestik. Data ketersediaan dan konsumsi beras dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (ton) di Indonesia Tahun 2005-2008 No. Uraian 2005 2006 2007 2008 1. Produksi Padi (GKG) 54,151,097 54,454,937 57,157,435 60,279,897 2. Ketersediaan Beras 30,668,730 30,840,811 32,371,384 34,139,805 3. Konsumsi 30,592,434 30,995,189 31,398,084 31,799,017 4. Impor Beras 189.62 438.11 1,406.85 289.69 5. Stok Akhir 2,035,324 2,318,835 4,586,114 6,926,902 Sumber: BPS, 2009 Menurut Hessie (2009), ada sejumlah kendala yang menjadi tantangan peningkatan produksi beras di Indonesia. Pertama, jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan yang diusulkan daerah. Kedua, masih ada penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi di luar peruntukannya. Ketiga, pabrik pupuk masih beroperasi di bawah kapasitas terpasang, karena keterbatasan pasokan bahan baku gas maupun non gas. Keempat, belum optimalnya pelaksanaan pengawasan di daerah. Menurut Sood (1995) sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota organisasi perdagangan internasional, Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang disepakati dalam perundingan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) World Trade Organization (WTO). Ketentuan-ketentuan tersebut sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap sistem dan pranata hukum nasional di sektor perdagangan termasuk pada kegiatan industri kecil. Pengaruh tersebut tidak dapat dihindari terutama dalam pembangunan ekonomi nasional, karena Indonesia telah menganut sistem perdagangan bebas semenjak ditandatanginya persetujuan Perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang berakhir di Marrakesh (Maroko) tanggal 15 April 1994. 4

Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing WTO membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO. Konsekuensi internal Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan hormonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional baik pada tataran global (GATT-WTO) maupun regional (Asean Free Trade Area, Asia- Pacific Economic Cooperation, dan China-Asean Free Trade Area) diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama sektor usaha industri kecil dan menengah baik secara nasional maupun internasional, sehingga peranan industri kecil dan menengah merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian nasional. Salah satu upaya penting sebagai perlindungan terhadap kelompok industri kecil dan menengah melalui upaya penerapan tarif bagi produk impor. Hal ini dilakukan karena kedua kelompok ini merupakan salah satu bagian dari sektor industri manufaktur nasional yang akan menerima dampak, baik dampak positif maupun negatif secara langsung dari pemberlakuan GATT-WTO. Dampak positif maupun negatif juga terjadi terutama dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pasca Asean Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 2003 yang kemudian diikuti oleh pasar bebas China-ASEAN melalui kesepakatan China-Asean Free Trade Area (CAFTA) sejak tanggal 1 Januari tahun 2010, kemudian Asia-Pacific 5

Economic Cooperation (APEC) yang akan berlaku untuk negara berkembang pada tahun 2020. Kebutuhan beras nasional saat ini terus meningkat sedangkan produksi domestik tidak mencukupi, harga beras internasional yang relatif rendah mengakibatkan tingginya peluang beras impor masuk ke Indonesia. Permasalahan yang dikhawatirkan terjadi, yaitu jika pada akhirnya tarif impor beras akan menuju nol. Jika petani sudah bisa menghasilkan produksi gabah yang banyak dan berkualitas, minimal kualitas beras yang dihasilkan sama dengan beras impor, maka tidak perlu lagi ada proteksi sesuai peraturan dalam perdagangan bebas. Akan tetapi, petani Indonesia tidak semuanya siap sehingga akan semakin memperlancar masuknya beras impor ke Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas tersebut, antara lain dengan swasembada beras sehingga mampu memenuhi kebutuhan domestik secara mandiri dan mengurangi jumlah impor. Permasalahan lain yang harus dihadapi, yaitu adanya konversi lahan sawah. Rancangan rencana strategis Kementerian Pertanian 2010 2014 menyebutkan bahwa konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian dari tahun 1999 2002 mencapai 563,159 hektar atau 187,719.7 hektar per tahun. Antara tahun 1981 1999, neraca pertambahan lahan sawah seluas 1.6 juta hektar, namun antara tahun 1999 2002 terjadi penyempitan luas lahan seluas 0.4 juta hektar atau 141,285 hektar per tahun. Besaran laju alih fungsi lahan pertanian dari lahan sawah ke non sawah sebesar 187,720 hektar per tahun, dengan rincian alih fungsi ke non pertanian sebesar 110,164 hektar per tahun dan alih fungsi ke pertanian 6

lainnya sebesar 77,556 hektar per tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke non pertanian sebesar 9,152 hektar per tahun (BPS, 2004). Konversi lahan sawah tidak hanya berkurangnya luas lahan untuk memproduksi padi maupun komoditi lainnya, tetapi juga merupakan salah satu bentuk degradasi agroekosistem, degradasi tradisi dan budaya pertanian, dan penyusutan rata-rata luas garapan petani pada umumnya. Dalam beberapa kasus, konversi lahan sawah cenderung progresif sehingga semakin besar lahan sawah yang terkonversi maka semakin besar pula lahan-lahan sawah di sekitarnya yang terkonversi pada waktu-waktu berikutnya (Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005). Setelah tahun 1987, Indonesia sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan beras bagi masyarakatnya, sehingga sampai saat ini mengandalkan impor dari negara lain seperti Vietnam, Thailand, India, dan Amerika. Ketergantungan terhadap beras impor merupakan cerminan dari rawannya ketahanan pangan yang dapat mengganggu ketahanan nasional. Pada kondisi tertentu, ketiadaan stok beras dapat memicu terjadinya gejolak sosial yang dapat meresahkan masyarakat dan akhirnya bisa mengganggu stabilitas nasional (Solahuddin, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia? 2. Alternatif kebijakan apa yang bisa dirumuskan dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia? 7

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis dampak kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dan perubahan faktor lain terhadap pendapatan petani padi di Indonesia. Secara spesifik tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran beras di Indonesia. 2. Merumuskan alternatif kebijakan dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran beras di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak perubahan kebijakan pemerintah dan faktor lainnya terhadap pendapatan petani padi di Indonesia. 3. Bagi pemerintah Indonesia diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan khususnya dalam peningkatan produksi padi dan perencanaan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani padi dalam menghadapi era perdagangan bebas. 8

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini mulai tahun 1971 sampai tahun 2008 dan supaya tujuan dari penelitian tercapai, maka dibangun suatu model yang menggambarkan fenomena ekonomi dengan keterbatasan sebagai berikut: 1. Permintaan beras tidak dilakukan pemisahan berdasarkan jenis beras pada permintaan beras sedangkan penawaran beras merupakan agregat nasional. 2. Kebijakan pemerintah dan faktor lain difokuskan pada kebijakan harga riil gabah tingkat petani, harga riil pembelian pemerintah, harga riil pupuk urea, luas areal panen padi, jumlah penduduk, curah hujan, dan tarif impor beras. 9