HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI INSTALASI RAWAT JALAN (POLI MATA) RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Kesehatan Kartika 7

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan di masyarakat di negara-negara berkembang. Data tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI KELURAHAN SRIWIDARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPELANG KOTA SUKABUMI

Imelda Erman, Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Lubuklinggau Politeknik Kesehatan Palembang ABSTRAK

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jasmani merupakan hal yang penting, karena saat keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

HUBUNGAN KELAINAN LETAK JANIN DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA DI KAMAR BERSALIN RSUD DR. IBNU SUTOWO BATURAJA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2 (1) 2017

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2)

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

berkas cahaya, sehingga disebut fotoreseptor. Dengan kata lain mata digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIADI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN PERILAKU PERAWAT

ISSN Vol 5, ed 2, Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 2, Nomor 2, September 2016 ISSN X

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

Jurnal KEDOKTERAN KLINIK (JKK), Volume 1 No 1, Desember 2016

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DENGAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Oleh : Dra. Hj. Syarifah, M.Kes. ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

Fajarina Lathu INTISARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN RELAKSASI PERNAPASAN DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN ASMA BRONKHIALE DI RUANG BOUGENVILLE 2 RSUD KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat

PENATALAKSANAAN TUGAS KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN STATUS GIZI PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

Promotif, Vol.4 No.2, April 2015 Hal 86-94

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah kasus terinfeksi kuman TB sebesar 0,6 % pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGAL ANGUS KABUPATEN TANGERANG

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB I PENDAHULUAN. muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan dasar tersebut (Depkes, 2009). yang meliputi pelayanan: curative (pengobatan), preventive (upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 14, Juli 2017

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PERILAKU TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 1 PONTIANAK ABSTRAK

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA USIA 0-2 TAHUN DI RUANG PERAWATAN BAJI MINASA RSUD. LABUANG BAJI MAKASSAR VIDIANTI RUKMANA

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DI PUSKESMAS KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013 SUSI NOVITA

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Dwika Suryaningdyah. Abstrak

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MEKANISME KOPING PENDERITA GASTROENTERITIS KRONIK DI RSUD. DR. HAULUSSY AMBON TAHUN *Dewiyusrianti Lina

Transkripsi:

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI INSTALASI RAWAT JALAN (POLI MATA) RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014 Imelda Erman, Yeni Elviani, Bambang Soewito Dosen Prodi Keperawatan Lubuklinggau Politeknik Kesehatan Palembang ABSTRAK Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh (Ilyas, 2004). Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit katarak antara lain faktor intrinsik yaitu umur, jenis Kelamin dan genetik sedangkan faktor ekstrinsik yaitu pekerjaan, pendidikan, perokok, lingkungan dan status ekonomi ( Irawan, 2008 ). WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta (tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah. Tujuan penelitian Untuk mengetahui Hubungan Umur, dan Jenis Kelamin, Terhadap kejadian Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional dengan populasi responden yang berkunjung ke Poli Mata dengan menggunakan data sekunder dan alat ukur checklist jumlah sampel 48 responden. Dari hasil analisis univariat dilihat bahwa penderita katarak untuk kriteria Umur yang beresiko sebanyak 25 orang (93%),sedangkan pada Jenis Kelamin perempuan sebanyak 18 responden (67%). Dari hasil uji statistik p value = 0.065 (p < 0.05) untuk umur dan p value = 0.441 (p < 0.05) untuk jenis kelamin dengan demikian tidak ada hubungan yang bermakna antara Umur dan Jenis Kelamin dengan kejadian katarak. di Instalansi Rawat Jalan (Poli Mata) Rumah Sakit dr.sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014. Disarankan bagi RS.dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas penatalaksanaan atau penanganan penyakit katarak secara intensif untuk mengurangi angka kesakitan terutama pada usia lanjut. Kata Kunci : Umur, Jenis Kelamin, katarak. PENDAHULUAN Di dalam UU No 36/2009 yang berbunyi menetapkan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi akibat adanya perubahan lensa yang jernih dan tembus cahaya, sehingga keruh. Akibatnya mengalami gangguan penglihatan karena obyek menjadi kabur. Ganguan penglihatan yang terjadi tidak secara spontan. Melainkan secara perlahan dan dapat menimbulkan kebutaan. Meski tidak menular, namun katarak dapat terjadi di kedua mata secara bersama (Rahmi, 2008). Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO) katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan didunia (Widyaningtyas, 2009 ). WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta (tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 15,3 juta (7,4% dari total penduduk). Jumlah dimaksud cenderung akan bertamah besar. Jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan sebesar 41,4 juta penduduk dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2001. Ini merupakan persentase kenaikan paling tinggi di seluruh dunia, karena pada periode waktu yang sama kenaikan di beberapa negara secara berturut-turut adalah Kenya 347%, Brazil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66% dan Swedia 33% (Kinsella & Tonber, 2004). Selain itu masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah subtropis. Sekitar 16% sampai 22% penderita katarak yang

dioperasi berusia dibawah 55 tahun. Hal ini diduga berkaitan erat dengan faktor degeneratif akibat masalah gizi. Kebutaan bukan hanya mengganggu produktivitas dan mobilitas penderitanya, tetapi juga menimbulkan dampak sosial ekonomi bagi lingkungan, keluarga, masyarakat, dan negara lebih lebih dalam menghadapi pasar bebas. Katarak yang terjadi akibat usia lanjut bertanggung jawab atas 48% kebutaan yang terjadi di dunia, yang mewakili 18 juta jiwa. Kelayakan bedah katarak di beberapa negara belum memadai sehingga katarak tetap menjadi penyebab utama kebutaan. Bahkan di mana ada layanan bedah yang tersedia, pengelihatan rendah yang terkait dengan katarak masih dapat dijumpai, sebagai hasil dari lamanya menunggu untuk operasi dan hambatan untuk dioperasi, seperti biaya, kurangnya informasi dan masalah transportasi. Di Amerika Serikat, katarak yang terjadi akibat usia lanjut dilaporkan mencapai 42 % dari orang-orang antara usia 52 sampai 64, 60% dari orang-orang antara usia 65 dan 74, dan 91% dari mereka antara usia 75 dan 85. Tanpa adanya intervensi yang efektif, jumlah orang buta di seluruh dunia telah diproyeksikan meningkat menjadi 76 juta pada tahun 2020 (WHO, 2010 ). Tingkat kebutaan yang diakibatkan katarak di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar 1,5% sedangkan, tingkat kebutaan di Indonesia berada diurutan ketiga di dunia yaitu sebesar 1,47% (WHO, 2010 ). Tingginya katarak di Indonesia dipengaruhi oleh letak geografis yang berada di daerah garis khatulistiwa sehingga berdasarkan penelitan menilai resiko 15 tahun lebih cepat terkena katarak dibanding penduduk di Eropa (Rahmi,2008). Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per tahun, 16 % diantaranya diderita penduduk usia produktif. Salah satu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi utama ialah usia. Selain itu seringkali dikaitkan dengan faktor risiko cedera, penyakit mata tertentu (misalnya uveitis), diabetes, iradiasi ultraviolet dan merokok. Katarak pada anak-anak terutama disebabkan kelainan genetika. Selain itu, Katarak juga menonaktifkan visual jauh lebih sering muncul dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang daripada di negara-negara industri, dan perempuan pada risiko yang lebih besar daripada laki-laki dan kecil kemungkinannya untuk memiliki akses ke tempat pelayanan (Ilyas, 2005). Katarak tidak dapat dicegah kecuali pada kebutaannya yaitu dengan tindakan operasi. Katarak merupakan penyakit degenaratif namun saat ini katarak juga telah ditemukan pada usia muda (35-40 tahun). Selama ini katarak dijumpai pada orang yang berusia diatas 55 tahun sehingga sering diremehkan kaum muda. Hal ini disebabkan kurangnya asupan Gizi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh (Irawan, 2008). Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena penderita katarak tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setalah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata ( Irawan, 2008 ). Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor Intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah Umur, Jenis kelamin dan faktor genetik. Sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan dalam hubungannya dengan paparan sinar ultraviolet dan perokok merupakan penyebab utama katarak ( Irawan, 2008). Sebagian besar penyebab terjadinya penyakit katarak karena bertambahnya usia atau proses degeneratif seseorang. Pada umumnya penyakit ini beresiko pada usia lanjut, data statistik juga menunjukkan sekitar 90% penderita katarak berada pada usia di atas 55 tahun. Sekitar 50% orang yang berusia 75 sampai 85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak ( Subroto, 2006 ). Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain, rasio pria dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia antara 65 sampai 75 tahun dan menjalani operasi katarak ( Nishikori dan Yamomoto, 2009 ). TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Untuk diketahui hubungan umur dan jenis kelamin dengan kejadian Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi pasien katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS dr.sobirin Kabupaten Musi Rawas 2014. b. Diketahui distribusi frekuensi Umur pada pasien Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli

Mata) Rs.dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas 2014. c. Diketahui distribusi frekuensi Jenis kelamin pada pasien Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS dr.sobirin Kabupaten Musi Rawas 2014. d. Diketahui hubungan Umur dengan kejadian Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS dr.sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014. e. Diketahui hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS dr.sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskritip analitik dengan pendekatan Cross Secsional yaitu dimana variabel - variabel diamati secara bersamaan pada saat penelitian (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini untuk mengetahui hubungan umur dan jenis kelamin dengan kejadian katarak di RS. dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari s/d Maret 2014. Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi variabel yang telah di tetapkan (Nursalam, 2009). Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian ( Arikunto,2002 ). Yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke Instalasi Rawat Jalan ( Poli Mata ) RS dr.sobirin kabupaten Musi Rawas. Pada bulan Januari sampai dengan Februari Tahun 2014, Sebanyak 480 Orang. Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. (Nursalam, 2003). HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat Analisis univariat ini di lakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari variabel independen Umur dan Jenis Kelamin dengan kejadian katarak. a. Umur Tabel 1 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di instalasi rawat jalan (Poli Mata) Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 No. Umur Jumlah Persentase (%) 1. Beresiko 33 68,8 2. Tidak beresiko 15 31,3 Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden yang Beresiko ada sebanyak 33 orang ( 68,8%). Lebih sedikit dari responden yang tidak beresiko ada sebanyak 15 orang ( 31,3%). b. Jenis Kelamin Tabel 2 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di instalasi rawat jalan (Poli Mata) Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1 Perempuan 27 56,3 2 Laki - Laki 21 43,8 Dari tabel 2 menunjukkan jumlah responden yang berjenis kelamin perempuan ada sebanyak 27 orang ( 56,3%). Lebih sedikit dari responden yang berjenis kelamin laki - laki ada sebanyak 21 orang ( 43,8%). c. Katarak Tabel 3: Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian katarak di instalasi rawat jalan (Poli Mata) Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 No Kejadian katarak Jumlah Persentase(%) 1 Katarak 27 56,3 2 Tidak 21 43,8 Katarak Dari tabel 3 diatas menunjukan bahwa reponden yang menderita penyakit katarak ada sebanyak 27 orang ( 56,3%), Lebih sedikit responden yang tidak menderita penyakit katarak ada sebanyak 21 orang ( 43,8%). B. Analisa Bivariat

Analisa bivariat ini dilakukan untuk mengetahui antara variabel Independen Umur dan Jenis Kelamin dengan variabel dependen kejadian katarak dengan menggunakan uji statistic Chi Square. a. Hubungan Umur Responden Dengan Kejadian Katarak Tabel 4 : Distribusi responden berdasarkan umur dan kejadian katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 Umur Katarak Total Ya Bukan N % n % n % value Beresiko 22 66.7 11 33.3 33 100 Tidak Beresiko 5 33,3 10 66,7 15 100 Jumlah 27 56.3 21 43.8 48 100.0 0.065 Dari tabel 4 hasil analisis hubungan antara umur dengan kejadian katarak diketahui responden dengan umur beresiko ada sebanyak 22 ( 66,7%) terjadi katarak. Sedangkan pada responden dengan umur yang tidak beresiko ada sebanyak 5 ( 33,3%) yang katarak. Hasil uji statistik di peroleh nilai value = 0.065 > = 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian katarak. b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian katarak Tabel 5 : Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan kejadian katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 Jenis Kelamin Kejadian katarak Total Ya Bukan N % n % n % Value Perempuan 17 63.0 10 37.0 27 100.0 0.441 Laki - laki 10 47,6 11 52.4 21 100.0 Jumlah 27 56.3 21 43.8 48 100.0 Dari tabel 5 hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak diketahui responden dengan jenis kelamin perempuan ada sebanyak 17 ( 63,0%) terjadi katarak. Sedangkan pada responden dengan jenis kelamin laki laki ada sebanyak 10 ( 47,6%) yang katarak. Hasil uji KESIMPULAN Dari hasil penelitian tentang Hubungan Umur dan Jenis Kelamin dengan kejadian katarak di Istalansi Rawat Jalan (Poli Mata) Rumah Sakit dr Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ada statistik di peroleh nilai value = 0.441 > = 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak. sebanyak 48 responden maka, dapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Responden didapat responden yang beresiko dengan umur >55 Tahun ke atas ada sebanyak 33 responden ( 68,8 %).

2. Responden didapat responden yang berjenis kelamin perempuan ada sebanyak 27 responden ( 56,3%). 3. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan value = 0.065 ( > 0.05) dengan demikian tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian katarak. 4. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan value = 0.441 ( > 0.05) dengan demikian tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak. SARAN Adapun saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian diatas adalah sebagai berikut: 1. Saran Bagi Ka. Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Diharapkan Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas untuk membuat program penyuluhan Katarak kepada masyarakat guna meningkatkan derajat kesehatan yang ada di masyarakat. 2. Saran Bagi Rumah Sakit dr. Sobirin. Diharapakan bagi RS.dr.Sobirin Kabupaten Musi Rawas penatalaksaan atau penanganan penyakit katarak secara intensif untuk mengurangi angka kesakitan terutama pada usia lanjut. 3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti hubungan, faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyakit katarak. Serta dengan menambah jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dengan nilai tingkat kesalahan SE ( 5 %). Ilyas, 2004 Ilmu Penyakit Mata, Balai Pustaka : Jakarta Irawan, 2008 Ilmu kesehtan mata,balai Pustaka: Jakarta Istiqomah N. Indirani, 2004 Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, Buku Kedokteran : Jakarta Notoadmodjo, 2003 Ilmu Kesehatan Masyasrakat, Jakarta : Rineka Cipta Profil RSUD dr.sobirin, 2013 Suddarth & Brunner, 2002 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.3, Buku Kedokteran EGC : Jakarta Suzanner C. Smeltzer, dkk, 2001 Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 3, EGC : Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Ana Indrayati, 2002 Data WHO Pasca Sarjana Mikrobiologi Farmasi, Rineka Cipta : Jakarta Arif Mansjoer, dkk, 2001, Kapita Selekta, Edisi Ke-3 Jilid Ae Scu Lapius, FKUI :Jakarta Arikunto, 2002 Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta, 2004 Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek, Rineka Cipta : Jakarta. Herawati, 2001 (http://www. Pendidikan Perilaku Kesehatan.com). Di akses hari Kamis, tanggal 28 Januari 2014 Hurlock, 2002 Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Erlangga. EGC.