BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi lebih terjamin.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berakhir pada usia 19 tahun (Proverawati, 2010) Remaja adalah kelompok yang

Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. SUSENAS 1999 sampai dengan 2007 menunjukkan bahwa pola konsumsi

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

GAMBARAN KERAGAMAN PANGAN LOKAL SUMBER KARBOHIDRAT DI DESA GRAJEGAN KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan sumber karbohidrat, salah satu diantaranya adalah umbiumbian.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

DIVERSIFIKASI OLAHAN UMBI-UMBIAN LOKAL SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

UPAYA OPTIMALISASI PANGAN BERBASIS TEPUNG NONBERAS SEBAGAI PENGEMBANGAN UMKM KABUPATEN CILACAP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Makanan Tambahan Anak Sekolah. Pedoman.

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYEDIAAN MAKANAN TAMBAHAN ANAK SEKOLAH

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI SEMARANG TANGGAL 29 OKTOBER 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka yang panjang dalam Skripsi H. Siagian (Telaah Pemanfaatan Berbagai Jenis

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BUPATI MALUKU TENGGARA

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

PANDUAN TATALAKSANA LOMBA CIPTA MENU BERAGAM, BERGIZI SEIMBANG, DAN AMAN (B2SA) BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL TAHUN 2016

BERAS ANALOG SEBAGAI VEHICLE PENGANEKARAGAMAN PANGAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN ORASI ILMIAH ORASI ILMIAH. Prof. Dr. Ir.

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negeri yang sangat dikagumi akan kekayaan alamnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peningkatan Ketahanan Pangan Pada Keluarga Miskin Di Pedesaan Jawa Barat Dengan Prinsip Healthy And Safety

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan. pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pendidikan bukan hanya

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

Seminar Nasional 2010 Character Building for Vocational Education Jur. PTBB, FT UNY 5 Desember

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disusun dalam ingatan (Engel, Blackwell & Miniard 1994). Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat (Notoatmodjo 1993). Khomsan (2000) menegaskan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengetahuan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi lebih terjamin. Pengetahuan gizi diperoleh melalui pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan dan terdapat kronologis yang ketat untuk tingkatan umur populasi sasarannya. Pendidikan non formal tidak berjenjang, lebih pendek dan lebih merupakan respon terhadap kebutuhan yang mendesak. Contoh pendidikan non formal adalah penyuluhan dan kursus keterampilan, sedangkan pendidikan informal adalah jenis pendidikan yang berlangsung seumur hidup yang mempelajari aspek kehidupan sehingga tidak diselenggarakan secara khusus (Pranadji 1988). Lebih lanjut Pranadji menjelaskan

2 tingkat pendidikan yang lebih tinggi membuat seseorang semakin terbuka terhadap hal-hal baru karena semakin mudah menerima informasi yang diberikan. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (Anonim 2008). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya. Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurang pengertian tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tepat mengenai kontribusi gizi dari berbagai makanan akan menimbulkan gizi salah yang dapat merugikan kecerdasan dan produktivitas (Irawati, Damanhuri dan Fachrurrozi 1992). Penganekaragaman pangan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang beragam atau usaha untuk lebih menganekaragamkan jenis konsumsi. Upaya penganekaragaman pangan dilakukan dengan cara: (1)

3 penyediaan pangan yang beragam; (2) mengembangkan perilaku dan sikap keluarga/masyarakat agar tetap menyukai makanan setempat; (3) meningkatkan daya beli; (4) meningkatkan pengetahuan. Dalam rangka menuju percepatan penganekaragaman pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian telah menerbitkan buku berjudul Pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) Berbasis Potensi Wilayah (2009), Menu Makanan Berbasis Budaya Lokal (2009), dan Umbi-umbian Sebagai Bahan Pangan Alternatif. Ketiga buku ini menjadi acuan dalam mensosialisasikan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan untuk masyarakat di Indonesia. Ketiga buku tersebut berisi variasi menu makanan beragam, bergizi, berimbang, aman, dan menawarkan umbi-umbian sebagai penganan alternatif sumber karbohidrat pengganti beras. Menu makanan yang ditawarkan berbasis pada potensi pertanian dan peternakan setempat dan budaya lokal, serta disesuaikan dengan pendapatan penduduk baik kalangan bawah, menengah dan atas. Berkenaan dengan hal tersebut, Badan Ketahanan Pangan bertekad mengembangkan konsumsi pangan dari jenis umbi-umbian sebagai pangan anternatif sumber karbohidrat pengganti beras yang meliputi: ketela pohon, ubi jalar, huwi, gadung, gembili, ganyong, garut, kentang, talas, suweg (Suhardjo, 2009). Untuk mewujudkan upaya tersebut, berbagai jalur dimanfaatkan sebagai sarana sosialisasi program terkait. Melalui Tim Penggerak PKK di tingkat desa maupun kecamatan dibekali pengetahuan mengenai pentingnya pangan non-beras dan non-terigu, sehingga mereka menjadi fasilitator dalam merealisasikan

4 program tersebut di masyarakat, sehingga diharapkan akan mendorong tumbuhnya industri pangan olahan non-beras skala rumah tangga berbahan baku umbi-umbian (Mardi Sucipto, 2009). Kerjasama dengan instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, dan DPRD terus didorong untuk mendukung gerakan konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang, aman dari bahan non-beras dan non-terigu. Anak-anak sekolah didorong mengkonsumsi pangan beragam (Suhardjo, 2009). Pasaribu dan Simanjntak, (1986) kaitannya dengan peran serta masyarakat dalam program tertentu, peranan tokoh masyarakat baik formal maupun nonformal sangat penting terutama dalam mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakkan keterlibatan seluruh warga masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program B2SA. Apalagi di masyarakat perkotaan, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan para tokoh masyarakat masih sangat kuat pengaruhnya, bahkan sering menjadi tokoh panutan dalam segala kegiatan hidup sehari-hari warga masyarakat. Suksesnya suatu program dalam hal ini program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA), tergantung dari aktif atau tidak aktifnya partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut. Sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting artinya bagi kelancaran dan keberhasilan program tersebut dan tercapainya tujuan secara mantap. Program B2SA dicanangkan dalam rangka usaha pemerintah untuk diversifikasi pangan lokal. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang program pola pangan Beragam, Bergizi, Simbang dan Aman (B2SA) yang telah disosialisasikan oleh

5 Ketahanan Pangan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi pertanyaan peneliti? Sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis Implementasi program Beragam, Bergizi, Seimbang, Aman dan Persepsinya Dilihat dari Latar Belakang Pendidikan (Kasus Masyarakat Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur? 2. Bagaimanakah peran pemerintah dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang sadar gizi di Kelurahan Gelugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur? 3. Bagaimana implementasi masyarakat terhadap program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur 4. Bagaimana hubungan antara persepsi dan implementasi masyarakat terhadap program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur? 5. Faktor-faktor apasajakah yang mempengaruhi persepsi dan impelementasi masyarakat terhadap program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur?

6 C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah sangat diperlukan yakni untuk mempermudah dan menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penafsiran judul. Maka masalah-masalah dalam penelitian ini dibatasi pada: 1. Implementasi/pelaksanaan program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) masyarakat di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur. 2. Persepsi/pemahaman tentang program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) masyarakat di kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur. 3. Masyarakat yang tinggal di Lingkungan 3 Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur yang menjadi sampel dalam penelitian. 4. Karakteristik masyarakat yang diteliti dalam penelitian ini berdasarkan pada umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pendapatan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu: 1. Bagaimana implementasi program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) masyarakat di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur? 2. Bagaimana persepsi tentang program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) masyarakat di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur?

7 E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui implementasi program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) masyarakat di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur. 2. Mengetahui persepsi program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) masyarakat di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk masyarakat maupun untuk penulis, yaitu: 1. Menambah pengetahuan bagi tentang persepsi dan implementasi masyarakat tentang program Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) masyarakat di Kecamatan Medan Timur. 2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan salah satu acuan bagi peneliti selanjutnya.