LESSON LEARN DAN UPAYA PENGEMBANGAN UNDER- GROUND COAL GASIFICATION DI INDONESIA. Subijanto* dan Herdiana Prasetyaningrum **

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA BAWAH PERMUKAAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK DALAM NEGERI

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281.

TEKNOLOGI GASIFIKASI BAWAH TANAH : SALAH SATU UPAYA PEMANFAATAN BATUBARA PERINGKAT RENDAH

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

KEEKONOMIAN GAS BAKAR HASIL PROSES UCG UNTUK ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK. Gandhi Kurnia Hudaya dan Miftahul Huda

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

BAB I 1. PENDAHULUAN

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

Harry Rachmadi (12/329784/TK/39050) ` 1 Zulfikar Pangestu (12/333834/TK/40176) Asia/Pasific North America Wesern Europe Other Regions 23% 33% 16% 28%

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

PT. SUKSES SEJAHTERA ENERGI

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

), bikarbonat (HCO 3- ), dan boron (B). Hal ini dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan dan perkembangan pada sektor pertanian.

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan potensial/ Potential Reserve. Cadangan Terbukti/ Proven Reserve. Tahun/ Year. Total

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Benda ini biasanya berwarna hitam, dan kadang berwarna coklat tua.

POTENSI DEEP SEATED COAL DI INDONESIA. Fatimah, Asep Suryana dan Sigit Arso Wibisono

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

Laporan Akhir Kajian Ketercapaian Target DMO Batubara Sebesar 60% Produksi Nasional pada Tahun 2019

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, termasuk Amerika Serikat, China, Australia, India, Rusia, dan

PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo

Prarancangan Pabrik Metanol dari Low Rank Coal Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting

NATURAL GAS TO LIQUIFIED NATURAL GAS

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI DESEMBER 2014

ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI MARET 2015

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2015

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN


ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :

PENYIAPAN REGULASI PENGUSAHAAN UNDERGROUND COAL GASIFICATION. Darsa Permana dan Bambang Yunianto

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

KODE : F2.39. Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. batubara menjadi semakin meningkat. Hal ini terjadi karena batubara merupakan

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Prospek dan Tantangan Batubara Indonesia

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

Bab III Gas Metana Batubara

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROPOSAL. PEMUSNAHAN SAMPAH - PEMBANGKIT LISTRIK KAPASITAS 20 mw. Waste to Energy Commercial Aplications

Transkripsi:

LESSON LEARN DAN UPAYA PENGEMBANGAN UNDER- GROUND COAL GASIFICATION DI INDONESIA Subijanto* dan Herdiana Prasetyaningrum ** *PT Odira Energi Persada, **Sekretariat Badan Litbang ESDM Subijanto@odira.co.id S A R I Sumber daya batubara Indonesia yang demikian besar selama ini masih lebih banyak diekspor daripada dimanfaatkan sebagai sumber energi di dalam negeri. Dengan dominasi sumber daya batubara yang ada berupa batubara peringkat rendah yang berada pada kedalaman lebih dari 100 meter, teknologi Underground Coal Gasification (UCG) sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Sampai saat ini, studi dan pengembangan UCG di dunia terus berkembang. PT. Odira Energi Persada menangkap peluang tersebut. Melalui salah satu studi yang telah dilakukan, bahwa potensi UCG ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik di wilayah kerja migas (Blok Karang Agung) dengan kapasitas 250 MW yang dapat dioperasikan selama 20 tahun. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi telah mengamanatkan batubara tergaskan sebagai salah satu sumber energi baru, saat ini pemanfaatannya belum 'terlihat'. Agar hal tersebut dapat diwujudkan perlu segera perangkat kebijakan/regulasi secara menyeluruh untuk pengembangan UCG di Indonesia. Lesson learn yang dapat di-sharing oleh Odira selain regulasi, hal penting lain adalah Pemerintah 'wajib' membuat Peta UCG. Peta tersebut berguna untuk menentukan zona atau wilayah yang boleh dikembangkan UCG dan wilayah-wilayah yang secara struktur geologi tidak memungkinkan UCG dioperasikan. Selain itu juga peta tersebut dapat digunakan untuk optimalisasi potensi sehingga CBM dan UCG bisa saling mendukung. Kata kunci : batubara peringkat rendah, regulasi, UCG 1. PENDAHULUAN Sumber daya batubara Indonesia diperkirakan mencapai 159,7 miliar ton. Jumlah tersebut terdiri dari 119,4 miliar ton dari tambang terbuka dan 40,3 miliar ton dari tambang bawah tanah. Sebanyak 32 miliar ton di antaranya termasuk ke dalam kategori cadangan yang siap tambang (mineable) (Ditjen Mineral dan Batubara, 2013). Pada tahun 2009, produksi batubara Indonesia mencapai 254 juta ton, dengan ekspor mencapai 198 juta ton dan permintaan domestik mencapai 56 juta ton. Pada tahun 2012, produksi batubara meningkat menjadi 386 juta ton, ekspor mencapai 304 juta ton (Gambar 1). Pada tahun 2013, berdasarkan data statistik energi dunia yang dikeluarkan oleh British Petroleum (BP), dari segi produksi batubara, Indonesia berada pada posisi ke empat setelah Cina, Amerika, dan Australia dengan produksi 258,9 juta ton. Dengan melihat angka ekspor dan produksi tersebut, lalu bagaimana sebenarnya pemanfaatan batubara di Indonesia? 4 M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014

Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, penjualan batubara di Indonesia (domestik) di tahun 2012 sebesar 82 juta ton atau 27% dari total produksi. Angka ini tentu sangat kecil dibanding angka ekspornya. Batubara di pasar domestik lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar di sektor pembangkit listrik, industri, usaha kecil, dan rumah tangga. Penambangan dan pemanfaatan batubara di Indonesia maupun di dunia masih memiliki dampak buruk terhadap lingkungan. Kerusakan akibat penambangan dan polusi hasil pembakaran, seperti CO 2, SO x, NO x, dan partikulat juga terus menjadi fokus yang harus diperhatikan oleh negara-negara di dunia. Melihat potensi batubara yang dimiliki Indonesia, sudah saatnya digunakan teknologi yang ramah lingkungan, seperti UCG. Teknologi ini diharapkan dapat mendukung Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang mengamanatkan bahwa peran batubara dalam konsumsi energi nasional pada tahun 2025 sebesar 33% ( Gambar 2). Selain Perpres tersebut, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juga mengamanatkan tentang kewajiban pemrosesan dan pemurnian mineral dan batubara (peningkatan nilai tambah) harus dilakukan di Indonesia. Selain itu Rancangan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang telah disetujui oleh DPR di awal tahun ini juga menargetkan pasokan energi dari batubara sebesar 30,7%. 2. SEJARAH UCG Konsep UCG pada awalnya dikembangkan di Inggris oleh Sir William Siemens. Konsep tersebut kemudian dikembangkan di Uni Soviet (sekarang Federasi Rusia) dan teknologi UCG berhasil ditemukan pada tahun 1930. Pada tahun 1939, Uni Soviet berhasil mengoperasikan pembangkit listrik dari UCG di Ukraina, namun selama perang dunia pembangkit ini tidak dioperasikan. Kemudian mulai dipergunakan secara komersial di Cekungan Donetz pada tahun 1954 dan di Cekungan Kuznetz pada juta ton 400 Produksi Ekspor 350 Domestik DMO Batubara 300 250 200 150 100 50 0 2008 2009 2010 2011 2012* 2013** Produksi 240 254 275 353 386 391 Ekspor 187 198 208 273 304 306 Domestik 53 56 67 80 82 85 DMO Batubara 0 0 64,9 66,3 67,3 74,3 Gambar 1. Produksi, ekspor, domestik dan DMO batubara Indonesia Catatan : *) realisasi 2012 **) rencana 2013 Sumber : Potensi dan Peluang Investasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, 2014 Lesson Learn dan Upaya Pengembangan UCG di Indonesia ; Subijanto dan Herdiana Prasetyaningrum 5

tahun 1962 oleh perusahaan Podzemgaz (sekarang bernama Promgaz). Teknologi UCG telah memperlihatkan hasil yang secara teknis dan komersial dapat dipertanggungjawabkan serta sangat menguntungkan. Pada tahun 1974, lisensi untuk memanfaatkan teknologi UCG diberikan kepada perusahaan Amerika Serikat dan mereka saat ini sedang mengembangkan teknologi bersama-sama negara-negara lainnya (Australia, Spanyol dan Belgia), di samping Jepang dan Cina. 3. KONSEP UCG UCG merupakan proses gasifikasi yang mengubah batubara di bawah tanah (in situ) menjadi gas. Cara untuk mendapatkan gas tersebut, yaitu dengan melakukan pengeboran ke dalam lapisan batubara (kedalaman 100-600 m), kemudian menginjeksikan udara atau oksigen pada sumur tersebut. Di sisi lain, dilakukan juga pengeboran untuk mengambil gas dan panas yang terbentuk dari proses gasifikasi (Gambar 3). Gas-gas yang diambil ini dapat digunakan sebagai bahan dasar industri, sedangkan panasnya digunakan untuk penggerak turbin pada pembangkit listrik. Pada teknik UCG, di bawah tanah terjadi dua proses kimia, yaitu pirolisis dan gasifikasi (Gambar 4). Pirolisis disebut karbonisasi, devolatisasi atau dekomposisi termal. Pada proses ini, batubara dikonversikan menjadi char dan menghasilkan tar, minyak, molekul hidrokarbon rendah dan gas. Gasifikasi terjadi pada waktu air tanah, O 2, CO 2 dan H 2 bereaksi dengan char. Pada prinsipnya, gas utama yang dihasilkan adalah CO 2, CH 4, H 2, CO dan O 2. CH 4 (metana) adalah produk yang dihasilkan oleh proses pirolisis dan terjadi pada temperatur rendah dan tekanan tinggi. Pada waktu terjadi proses pembakaran batubara dan adanya aliran air tanah, akan dihasilkan produk ikutan, seperti benzen, toluen, etill-benzen dan xylen ( BTEX ), fenol, abu batubara dan tar, hidrokarbon aromatik dan sulfida, NO x, NH 3, boron (B), sianida, CO dan H 2 S. Gas yang dihasilkan ini dapat digunakan untuk pembangkit listrik, pembangkit skala industri, maupun bahan kimia bersih yang dapat digunakan di dunia farmasi dan bahan bakar alternatif (Gambar 5). Komposisi dan nilai kalori dari gas yang dihasilkan tergantung dari kondisi geologi dari lapisan batubara, kualitas batubara, komposisi Gambar 2. Cetak Biru Bauran Energi Nasional 6 M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014

Gambar 3. Proses produksi UCG (Sumber : Clean Coal Technology) 0,118 MMBTU/Mscf). Apabila dalam proses injeksi, terdapat uap dalam jumlah tertentu dan terjadi dekomposisi bahan organik dari batubara, nilai kalori yang didapat dari proses gasifikasi dengan injeksi udara dapat mencapai 1.100-1.200 kcal/m 3 ( 0,123 MMBTU/Mscf - 0,168 MMBTU/Mscf) (Gambar 6). Apabila yang diinjeksikan adalah udara diperkaya dengan oksigen, nilai kalori dari gas dapat mencapai 1.750 kcal/m 3 (0,197 MMBTU/Mscf ) atau kadang-kadang lebih. Gas yang dihasilkan dari 1 ton batubara berkisar antara 52,97 Mcf- 194,21 Mcf. Gambar 4. Proses produksi UCG (Sumber : Cougar Energy ASX) dari working agent untuk gasifikasi dan prosedur teknis gasifikasi dan juga pembersihan gas (purification of gas) dari berbagai komponen. Secara teoritis, nilai kalori gas yang didapat dari injeksi udara selama gasifikasi karbon dapat melampaui 1.050 kcal /m 3 (44x10 3 J/m 3 atau Untuk dapat melakukan proses gasifikasi batubara bawah tanah dengan teknologi UCG, diperlukan persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1) Batubara harus peringkat subbituminus atau peringkat yang lebih rendah 2) Batubara berada di bawah tanah antara 100-600 m (lebih baik/preferable > 300 m) 3) Ketebalan batubara > 5m 4) Kandungan abu kurang dari 60% 5) Terdapat diskontinuitas minimal di lapisan batubara 6) Bukan akuifer air yang baik Lesson Learn dan Upaya Pengembangan UCG di Indonesia ; Subijanto dan Herdiana Prasetyaningrum 7

Gambar 5. Pemanfaatan gas yang dihasilkan dari proses UCG, antara lain untuk pembangkit listrik, industri, dan farmasi Gambar 6. Nilai kalori yang didapat dari proses gasifikasi dengan injeksi udara 8 M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014

Berikut adalah beberapa keuntungan yang diperoleh apabila batubara di bawah tanah dieksploitasi dengan teknologi UCG, keuntungan tersebut antara lain adalah: 1) Cadangan batubara dalam (deep coal resource) yang tidak ekonomis apabila ditambang secara konvensional menjadi lebih ekonomis jika digasifikasi dengan memanfaatkan teknologi UCG 2) Lebih efisien dan biaya investasi lebih murah dari penambangan konvensional 3) Mengurangi emisi SO 2 dan CO 2 4) Menggantikan penambangan bawah tanah yang penuh risiko 5) Ramah lingkungan 6) Meningkatkan nilai tambah batubara sebagai bahan bakar yang dapat menggantikan minyak dan gas bumi 4. STATUS PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI UCG Negara-negara yang telah menerapkan dan melakukan uji coba Teknologi UCG antara lain Rusia, Amerika Serikat, Australia, Uzbekistan, Cina, Selandia Baru, dan beberapa negara di Eropa. Sedangkan yang telah memanfaatkannya pada skala komersial yaitu Australia, Cina, Rusia, Afrika Selatan, India, Kanada dan Selandia Baru (Gambar 7). Di Rusia, jumlah batubara yang telah dimanfaatkan dengan teknologi UCG mencapai 15 juta ton batubara, jumlah tersebut telah menghasilkan 50 milyar m 3 (1,766 Tcf) gas, atau 1 ton batubara menghasilkan 117,7 Mcf gas. Perusahaan yang menjalankan operasional pemanfaatan UCG ini adalah Podzemgaz. Pada saat ini, Rusia telah menjalankan proses komersial UCG di 12 lokasi yang berbeda dengan kedalaman kurang dari 200 m dan umumnya digunakan untuk pembangkit tenaga listrik dan industri. Di Amerika Serikat telah dilakukan percobaan gasifikasi sebanyak 50.000 ton batubara. Namun, teknologi ini nampaknya tidak berkembang pesat, karena terkalahkan oleh keberadaan shale gas yang biaya produksi gas sebesar US$ 3,75 per mmbtu, biaya ini jauh lebih lebih murah dibanding dengan UCG, yaitu US$ 6 per mmbtu (Peter Kelly-Detwiler, Forbes, 2012). Meskipun demikian, Laurus Energy sebuah perusahaan yang berkecimpung di UCG memiliki proyek di Cook Inlet Alaska yang menghasilkan gas sintesis yang cukup untuk bahan bakar pembangkit 100 MW dan saat ini juga sedang melakukan penyelidikan di Alberta dan Wyoming. Di Australia, teknologi UCG memperlihatkan hasil yang sangat menjanjikan dan mereka sedang mempersiapkan produksi komersial di kota Chincilla, yang terletak 350 km sebelah barat Brisbane, proyek ini pertama kali mulai beroperasi pada tahun 2000. Carbon Energy telah menyelesaikan 100 hari studi skala komersial yang sukses di Bloodwood Creek pada tahun 2008. Di Cina, dari tambang batubara Suncan dengan memanfaatkan teknologi UCG, mampu memasok 20.000 m 3 gas per hari untuk keperluan 10.000 rumah tangga dan industri dengan harga yang relatif murah. Saat ini Cina memiliki sekitar 30 proyek gasifikasi batubara bawah tanah (UCG) dalam fase persiapan. Di India gasifikasi bawah tanah rencananya digunakan untuk mengakses sekitar 350 miliar ton batubara. Pada tahun 2007, India menyusun laporan status gasifikasi batubara bawah tanah, laporan ini diharapkan dapat menarik minat berbagai perusahaan terbesar di negara itu untuk melakukan investasi. Di Afrika Selatan, perusahaan Sasol dan Eskom telah memiliki fasilitas percontohan UCG yang telah beroperasi selama beberapa waktu. Dua perusahaan tersebut memiliki informasi dan data UCG yang berharga. Proyek percontohan dan studi saat ini juga sedang berjalan di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa Barat dan Timur, Jepang, Indonesia, Vietnam, India, Australia dan Cina. Lesson Learn dan Upaya Pengembangan UCG di Indonesia ; Subijanto dan Herdiana Prasetyaningrum 9

Gambar 7. Perkembangan UCG di dunia (http://globalenergysystemsconference.com/) 10 M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014

5. LESSON LEARN DAN UPAYA ODIRA UNTUK PENGEMBANGAN UCG Pada tahun 2013, produksi batubara Indonesia menempati peringkat ke-9 dari seluruh produksi batubara dunia, yaitu sebesar 28,017 miliar (BP, 2013; Tabel 1). Produksi batubara Indonesia tersebut merupakan batubara jenis lignit dan subbituminus, atau dengan kata lain batubara peringkat rendah. Kriteria sumber daya batubara untuk proses gasifikasi adalah jenis batubara peringkat subbituminus atau peringkat yang lebih rendah. Hal tersebut berarti dapat dipenuhi oleh miliaran ton batubara di Indonesia. Oleh karena itu, teknologi UCG dipandang sangat cocok untuk dikembangkan di Indonesia mengingat sumber daya batubara didominasi oleh batubara peringkat rendah (58,7% Lignit, 26,7% Subbituminus) (Gambar 8). NO Negara Antrasit dan bituminus (juta ton) Subbituminus dan lignit (juta ton) Total (juta ton) Total Dunia (%) 1. Amerika Serikat 108.501 128.794 237.295 26,6 2. Rusia 49.088 107.922 157.010 17,6 3. Cina 62.200 52.300 114.500 12,8 4. Australia 37.100 39.300 76.400 8,6 5. India 56.100 4.500 60.600 6,8 6. Jerman 48 40.500 40.548 4,5 7. Ukraina 15.351 18.522 33.873 3,8 8. Kazakstan 21.500 12.100 33.600 3,8 9. Indonesia - 28.017 28.017 3,1 Sumber: BP, 2013 Tabel 1. Produksi batubara dunia di tahun 2013 Gambar 8. Peta potensi batubara Indonesia Lesson Learn dan Upaya Pengembangan UCG di Indonesia ; Subijanto dan Herdiana Prasetyaningrum 11

PT. Odira Energi Persada (selanjutnya dalam tulisan ini disebut Odira) menangkap peluang dikembangkannya UCG melalui beberapa proses studi yang dimulai sejak tahun 2004. Mengingat peluang dikembangkannya CBM (Coal Bed Methane) yang sepertinya kurang menarik khususnya di Sumatera, Odira waktu itu memandang bahwa UCG akan menjadi bisnis penting pada 3-5 tahun mendatang. Pandangan tersebut didasari oleh kebutuhan energi yang terus meningkat, sebagai akibat peningkatan perekonomian dan daya beli masyarakat. Dari hasil studi Odira, menunjukkan bahwa tidak semua lapisan batubara yang ada di Indonesia dapat diambil dan diolah melalui Surface Coal Gasification (SCG) dan pertambangan konvensional. Wilayah kerja pada pengembangan SCG dan penambangan konvensional membutuhkan wilayah yang sangat luas, jauh lebih luas dibanding dengan teknik UCG, sehingga UCG dapat menjadi alternatif. Selain itu, gasifikasi lebih efisien dibanding batubara yang langsung dibakar di pembangkit listrik. Angin segar sepertinya didapatkan, mengingat draft kebijakan energi nasional menargetkan bauran energi primer nasional pada tahun 2025, yaitu minyak bumi kurang dari 25%, batubara minimal 30%, gas bumi minimal 22%, dan energi baru dan terbarukan minimal 23%. Ini artinya, target energi berasal dari batubara cukup tinggi. Pemanfaatan batubara di Indonesia sendiri (pasar domestik) selama ini banyak digunakan untuk pembangkit listrik dan berbagai industri, seperti industri besi, baja, kertas, keramik, dan lainnya (Tabel 2). Teknik UCG ini tentunya dapat menjadi salah satu terobosan dan sekaligus solusi bagi Indonesia sebagai salah satu sumber energi untuk pembangkit listrik, sehingga dapat meningkat daya saing industri untuk menjalankan produksinya. Berangkat dari keinginan mencari terobosan dan peluang untuk pemanfaatan sumber daya batubara yang cukup potensial melalui teknologi UCG ini, pada tahun 2005, Odira melakukan studi dan penelitian UCG di Ombilin, Sumatera Barat (Gambar 9). Dari studi tersebut diperoleh hasil Tabel 2. Pemanfaatan batubara domestik per jenis industri (ton) Tahun Industri Besi dan Baja Pembangkit Listrik Industri Keramik dan Semen Industri Kertas Briket Lain-Lain Total 2000 30.893 13.718.285 2.228.583 780.676 36.799 5.545.609 22.340.845 2001 220.666 19.517.366 5.142.737 822.818 31.265 2.628.333 28.363.185 2002 236.802 20.018.456 4.684.970 499.585 24.708 3.792.481 29.257.003 2003 201.907 22.995.614 4.773.621 1.704.498 24.976 9.573.234 39.273.851 2004 119.181 22.882.190 5.549.309 1.160.909 22.436 6.347.709 36.081.734 2005 221.309 25.669.226 5.152.162 1.188.323 28.216 9.091.501 41.350.736 2006 299.990 27.758.317 5.300.552 1.216.384 36.018 14.383.808 48.995.069 2007 282.730 32.420.000 6.443.864 1.526.095 25.120 20.772.192 61.470.000 2008 245.949 31.041.000 6.842.403 1.251.000 43.000 14.049.899 53.473.262 2009 256.605 36.570.000 6.900.000 1.170.000 61.463 11.336.932 56.295.000 2010 335.000 34.410.000 6.308.000 1.742.000 80.400 24.124.600 67.000.000 Lain-lain: termasuk industri tekstil, keramik, batu bata, makanan, kimia, ban, pelapisan logam, dan lainnya. Sumber: Potensi dan Peluang Investasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, 2014 12 M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014

Gambar 9. (a) Lokasi cadangan batubara di Lapangan Ombilin dan (b) Lokasi cadangan batubara di lapangan Ombilin II. perhitungan besarnya cadangan dan pemanfaatannya untuk Pembangkit listrik sebagai berikut: Sumberdaya gas UCG lapangan Ombilin II adalah sebesar 53,5 x 0,167 Tscf = 8,94 Tscf. sedangkan sumberdaya gas UCG lapangan Ombilin III adalah sebesar 7,35 Tscf. Dengan sumberdaya gas UCG sebesar 8,94 Tscf di Ombilin II, gas UCG tersebut dapat membangkitkan pembangkit listrik dengan kapasitas 100 MW untuk selama kira-kira 99 tahun. Dengan sumberdaya gas UCG sebesar 7349 Bscf di Ombilin III, gas UCG tersebut dapat membangkitkan pembangkit listrik dengan kapasitas 100 MW untuk selama kira-kira 82 tahun. Usaha untuk mengembangkan teknologi UCG di lapangan Ombilin tidak dapat diteruskan karena faktor geologi, yaitu terdapatnya banyak patahan di daerah tersebut. Secara struktur geologi patahan-patahan tersebut banyak yang menembus sampai ke permukaan. Sehingga, jika dilakukan pemboran di titik tertentu dikhawatirkan gas akan mengalir ke permukaan melalui patahan yang ada sehingga akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Lesson learn dari lapangan Ombilin ini adalah bahwa tidak semua potensi batubara yang terdapat pada suatu lokasi dengan kedalaman dan kualitas batubaranya memenuhi kriteria untuk dapat digasifikasi secara insitu, apabila kondisi geologinya tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, gasifikasi batubara dengan teknologi UCG tidak dapat dilaksanakan. Kata kuncinya adalah untuk pengembangan teknologi UCG, struktur geologi suatu lapangan/daerah menjadi priotitas utama untuk diketahui/ dievaluasi secara teliti agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Odira berusaha mengungkap potensi batubara yang potensial untuk pengembangan UCG di Indonesia. Pada tahun 2010, Odira melakukan studi di daerah Kabupaten Musi Banyuasin dan Banyuasin, Sumatera Selatan. Daerah ini dipilih karena menurut data Badan Geologi, wilayah ini memiliki sumberdaya batubara peringkat Lesson Learn dan Upaya Pengembangan UCG di Indonesia ; Subijanto dan Herdiana Prasetyaningrum 13

rendah cukup besar (Gambar 10). Selain itu di daerah tersebut terdapat ketersediaan data seismik dan data pengeboran sumur migas hasil kegiatan operasi minyak dan gas bumi.. Daerah studi Odira tepatnya berada di Blok PSC Migas Karang Agung, Sumatera Selatan (Gambar 11). Bermodalkan data seismik dan pemboran sumur migas yang ada di bagian selatan Blok Karang Agung tersebut (Gambar 12), Odira melakukan pemetaan lapisan batubara Formasi Muara Enim yang mempunyai potensi untuk dilaksanakannya gasifikasi dengan memanfaatkan teknologi UCG. Hasil pemetaan batubara Formasi Muara Enim pada daerah studi (Gambar 13), ketebalannya berkisar antara 0-14 meter dan terdapat pada kedalaman sekitar 100-400 meter. Berdasarkan peta tersebut besarnya sumberdaya batubara di Formasi Muara Enim dapat dihitung. Hasil perhitungan sumberdaya batubara tersebut masing-masing pada Zona I yaitu sebesar 1.058.788.291,98 ton dan pada Zona II sebesar 1.170.080.963,21 ton. Distribusi ketebalan dan penyebarannya ditunjukkan pada Gambar 13. Hasil studi dan penelitian sumber daya batubara pada Formasi Muara Enim di Blok Karang Agung tersebut telah dikonsultasikan dengan Clean Coal Limited (CCL) dari Inggris (anggota UCG Association). Hasil konsultasi dengan CCL tersebut bahwa: 1) Secara umum ekploitasi batubara dengan teknologi UCG adalah dari setiap 100 juta ton sumberdaya batubara dapat menghasilkan panas (gas) hingga 500 MW, dan membangkitkan listrik dengan kapasitas sebesar 200-250 MW selama 20 tahun. 2) Pada Zona I dapat dibangkitkan listrik dengan kapasitas 250 MW selama 20 tahun, dengan asumsi nilai kalori batubara pada zona tersebut sebesar 20 MJ/kg atau 4.777 kkal/ kg dengan batubara yang cukup tebal. 3) Dengan asumsi nilai kalori batubara sebesar 20 MJ/kg pada ketebalan batubara 8 meter dan pada kedalaman yang konstan, yaitu 275 meter maka biaya produksi listrik rata-rata untuk fase komersial hingga 20 tahun ke depan kurang dari US $ 5 c/kwh. Saat ini Odira telah siap mengembangkan UCG, namun semua kesiapan ini masih membutuhkan Gambar 10. Peta sebaran batubara peringkat rendah di Indonesia 14 M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014

Gambar 11. Lokasi Blok PSC Migas PT. Odira Energy Karang Agung, Sumatera Gambar 12. Usulan Wilayah kerja UCG di Blok PSC, PT. Odira Energy Karang Agung Lesson Learn dan Upaya Pengembangan UCG di Indonesia ; Subijanto dan Herdiana Prasetyaningrum 15

Thickness 14 m 13 m 12 m 11 m 10 m 9m 8m 7m 6m 5m 4m 3m 2m 1m 0m

6. KESIMPULAN Cadangan batubara pada kedalaman antara 100-600 meter yang jumlahnya cukup banyak untuk dapat diproduksikan menjadi bahan bakar dan bahan baku industry lainnya dengan teknologi UCG dan diharapkan mampu menggantikan minyak dan gas bumi dalam memenuhi pasokan energi nasional. Namun, untuk mempermudah implementasi teknologi UCG di Indonesia, masih harus dipenuhi berbagai persyaratan dan peraturan. Peraturan tersebut antara lain kerangka hukum UCG; wilayah kerja; izin eksplorasi; hak sewa; izin untuk memulai operasi; royalti; keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja; konservasi dan masalah lingkungan dan persyaratan komersial lainnya. Dengan telah lengkapnya seluruh perangkat kebijakan, diharapkan teknologi UCG dapat dikembangkan dan dapat dimanfaatkan secara masif di Indonesia sehingga hasilnya dapat memenuhi target Pemerintah dalam pemenuhan pasokan energi untuk dalam negeri guna menjamin ketahanan energi Nasional. Berangkat dari pengalaman Odira, penulis mengusulkan kepada pemerintah selain masalah regulasi di atas, hal lain yang tidak kalah penting adalah menyediakan peta potensi batubara yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi UCG (Peta UCG). DAFTAR PUSTAKA Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,, 2014, Potensi dan Peluang Investasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. http://www.bp.com/en/global/corporate/about-bp/ energy-economics/statistical-review-ofworld-energy.html. 2014. BP Statistical Review of World Energy. Diunduh 8 Juli 2014. http://www.coal-ucg.com/ current%20developments.html, Diunduh 8 Juli 2014. http://globalenergysystemsconference.com, Status of Underground Coal Gasification (UCG) as a Commercial Technology. Diunduh 8 Juli 2014. PT Odira Energi Persada, 2014, Pengembangan UCG, Presentasi di Badan Litbang ESDM. Dr. Alan Bayrak, Underground Coal Gasification (UCG), Workshop Prepared for Odira Energy, Jakarta 18-19 May 2011. Rohan Courtney OBE, Founding Director, UCG Partnership. Licencing, Regulatory and Reserve Valuation Issues, UCG Training Course1/09-London 18th September. Untuk membuat Peta tersebut pemerintah dapat memanfaatkan data seismik dan sumur-sumur migas yang sudah ada hasil kegiatan eksplorasi/ eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Dengan adanya Peta UCG tersebut, pemerintah dapat menentukan zona atau wilayah mana saja teknologi UCG boleh dikembangkan dan yang paling penting adalah wilayah-wilayah yang secara struktur geologi tidak memungkinkan diterapkannya teknologi UCG. Lesson Learn dan Upaya Pengembangan UCG di Indonesia ; Subijanto dan Herdiana Prasetyaningrum 17