BAB I PENDAHULUAN. pikiran seorang penulis ini dapat berupa ide-ide, perasaan, pemikiran dan semua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. emosional (Nurgiyantoro: 2007:2). Al-Ma ruf (2010:3) berpendapat bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. warisan leluhur nenek moyang kita sangat beragam dan banyak. menarik perhatian para ilmuwan, salah satunya berupa hikayat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dengan menggunakan bahasa tanpa meninggalkan kesopanan dan keindahan.

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah suatu hasil tulisan kreatif yang menceritakan tentang manusia dan juga

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari banyak sekali karya sastra yang muncul, baik berupa puisi,

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan perasaan yang mendalam. Ungkapan ekspresi yang mendalam dari seorang penulis dituangkan dalam bahasa. Ekspresi pikiran seorang penulis ini dapat berupa ide-ide, perasaan, pemikiran dan semua kegiatan mental manusia. Ekspresi pikiran penulis ini, mengandung kebaikan dan keindahan. Aspek kebaikan dan keindahan dalam karya sastra belum lengkap kalau tidak dikaitkan dengan kebenaran. Kebenaran dan keindahan dalam karya sastra hendaknya dikaitkan dengan nilai-nilai yang benar dan yang indah. Sebuah karya sastra harus dapat menjanjikan kepada pencinta sastra kepekaan terhadap nilainilai hidup dalam sastra, kearifan menghadapi lingkungan kehidupan, realitas kehidupan, dan realitas nasib dalam hidup (Suhendar, 1993:1). Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, ia akan terdorong untuk melaksanakan kebenaran itu. Manusia akan mengalami pertentangan batin apabila memiliki pengetahuan tentang kebenaran tanpa melaksanakan kebenaran. Konflik batin ini terjadi karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi oleh kebenaran. Manusia dalam kehidupannya tidak akan bosan untuk mencari kenyataan yang selalu ditunjukkan oleh kebenaran. Menurut Adler & Doren (dalam Nurgiyantoro, 2013:6) kebenaran sebuah cerita fiksi yang baik adalah lebih dekat kemungkinan, probabilitas, atau 1

2 kemasukakalannya. Sesuai dengan nama dan sifatnya, cerita fiksi adalah cerita kreatif-imajinatif yang tidak menyaratkan adanya verifikasi dengan kenyataan untuk memiliki kebenaran yang masuk akal. Bahkan cerita fiksi salah mengutip fakta cerita, jika pengisahannya dapat membungkus kesalahan itu dengan cerita yang masuk akal, itu tidak akan merusak cerita. Cerita masih dapat diterima oleh pembaca karena ia memiliki alur logika sendiri. Karya sastra merupakan dunia imajinatif yang merupakan hasil kreasi pengarang untuk merefleksikan pengalaman yang dialaminya di lingkungan sosial kehidupannya. Dunia dalam karya sastra dikreasikan dan sekaligus ditafsirkan lazimnya melalui bahasa. Apapun yang dipaparkan pengarang dalam karyanya kemudian ditafsirkan oleh pembaca, berkaitan dengan bahasa (Al-Ma ruf, 2010:2). Karya sastra sebagai suatu seni yang kompleks, artinya pengarang di dalam mengekspresikan sesuatu, melalui media sastra tidak hanya pada salah satu aspek saja, tetapi seluruh aspek kehidupan manusia. Karya sastra tidak lepas dari kehidupan manusia. Sastra dengan masyarakat menyatu. Sastra dengan kehidupan manusia berpadu, tak bisa dipisahkan satu sama lainnya (Suhendar,1993:11). Sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisah dari lingkungan dan kebudayaan atau peradaban yang telah dihasilkan. Mengkaji karya sastra akan membantu kita menangkap makna yang terkandung di dalam pengalaman-pengalaman yang disampaikan melalui para tokoh imajinatifnya, dan memberikan cara-cara memahami segenap jenis kegiatan sosial kemasyarakatan, serta maksud yang terkandung di dalam kegiatan-kegiatan

3 tersebut, baik kegiatan masyarakat kita sendiri maupun masyarakat lainnya (Al- Ma ruf, 2010:3). Persoalan penting dalam penelitian dan analisis sastra adalah bagaimana cara mendekatinya. Pendekatan terhadap karya sastra menurut Abrams ada empat (dalam Harjito, 2005:23) yaitu, objektif, mimetik, pragmatik, dan ekspresif. Pendekatan objektif menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, lepas dari dunia politik, ekonomi, dan hal-hal yang berada di luar unsur intrinsik. Pendekatan mimetik memandang adanya hubungan antara karya sastra dengan masyarakatnya. Pendekatan pragmatik menyadari adanya hubungan karya dengan pembaca. Pendekatan ekspresif memerlukan data yang berasal dari pengarang yang bersangkutan atau dari pengarang karya sastra yang diteliti. Sering dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan. Pendapat ini disebut juga penafsiran memetik mengenai sastra. Hubungan antara kenyataan dalam sastra adalah hubungan dialektik atau bertetangga. Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara kedua-duanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra, zaman, kepribadian pengarang (Teeuw, 2013:189). Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Pengarang menggubah karyanya selaku seorang warga masyarakat dan menyapa pembaca yang sama-sama dengan dia merupakan warga masyarakat tersebut.

4 Hubungan antara sastra dan masyarakat menurut Luxemburg (1984:23) diteliti dengan dua cara. 1. Yang diteliti adalah faktor-faktor di luar teks sastra. 2. Yang diteliti adalah hubungan antara aspek-aspek teks sastra dan susunan masyarakat. Karya sastra memiliki struktur yang kompleks kita dapat memahami karya sastra tersebut dengan cara menganalisis karya tersebut. Untuk menganalisis karya tersebut peneliti harus memahami sistem tanda yang terdapat dalam karya tersebut. Agar tanda tersebut memiliki makna, maka peneliti harus mengetahui konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda dalam karya itu mempunyai makna. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: fungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya disebut dengan semiotik (Zoest, 1992:6). Menurut Hoed (dalam Nurgiyantoro, 2013:67) semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Tanda tidak hanya digunakan dalam bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini, termasuk sastra. Semiotik dapat diterapkan pada bidang linguistik, seni, sastra, film, filsafat, antropologi, arkeologi, arsitektur, dan lain-lain. Penelitian sastra dengan pendekatan semiotik itu sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Menurut Junus (dalam

5 Pradopo, 2003:67) bahwa semiotik itu merupakan lanjutan atau perkembangan strukturalisme. Strukturalisme itu tidak dapat dipisahkan dengan semiotik. Alasannya karena karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda, dan maknanya, serta konvensi tanda, struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensikonvensi sendiri. Berdasarkan karakteristik sistem tanda, hubungan makna, isi, dan cara penyampaiannya, sastra memiliki jenis-jenis sastra (genre) dan ragamragam sastra. Jenis-jenis sastra ada prosa dan puisi. Ragam utama prosa adalah: cerpen, novel, dan roman. Ragam puisi adalah: puisi lirik, syair, pantun, gurindam, soneta, balada, dan sebagainya. Tiap ragam itu merupakan sistem yang mempunyai kovensi-konvensi sendiri. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis sistem tanda itu dan menentukan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam rangka sastra itu mempunyai makna (Pradopo, 2003:70). Perbedaan karakteristik tersebut mengakibatkan perbedaan dalam prosedur pemaknaan, penentuan unsur-unsur pembentuk, penafsiran ciri-ciri, dan penggambaran hubungan sistematisnya. Cerkan (cerita rekaan) menurut Pradopo (2003:70) juga mempunyai konvensi-konvensi yang berhubungan dengan bentuk cerita yang bersifat naratif, seperti plot, penokohan, latar atau setting, dan pusat pengisahan (point of view). Cerkan juga mempunyai konvensi-konvensi kebahasaan yang berupa gaya bahasa. Elemen-elemen cerkan itu merupakan satuan-satuan tanda yang harus dianalisis (dieksplisitkan).

6 Menurut Teeuw (dalam Al-Ma ruf, 2010:1), di antara tiga jenis karya sastra yakni, puisi, prosa, dan drama, karya fiksi novellah yang paling dominan. Hal ini terbukti dengan dengan banyaknya novel yang terbit dan beredar serta menjadi konsumsi masyarakat modern Indonesia yang menggemari sastra terutama sejak dekade 1970-an. Oleh karena itu, novel dikatakan sebagai genre sastra yang merajai fiksi Indonesia mutakhir. Pada awal dekade 1970-an, kebangkitan gerakan Islam atau gerakan dakwah secara global yang memberi kesadaran dan kesan yang signifikan dalam kalangan masyarakat. Menurut Abu Bakar (dalam Musa, 2012:42) kesadaran baru menyebabkan Islam diterima sebagai agama sempurna yang merangkumi berbagai aspek termasuk bidang penulisan dan sastra. di Indonesia sastra Islam diterima sebagai sastra yang dicetuskan dari seni Islam yang luas didasari oleh tauhid dan akhlak. Novel merupakan bagian dari pembelajaran sastra di sekolah. Mengkaji novel berarti menangkap makna yang terkandung di dalam novel tersebut yang diungkapkan oleh pengarang melalui tokoh-tokoh imajinatifnya. Pembelajaran sastra menurut Lazar (dalam Al-Ma ruf, 2007:66) mempunyai lima fungsi. 1. Memotivasi siswa dalam menyerap ekspresi bahasa. 2. Alat simulatif dalam language acquisition. 3. Media dalam memahami budaya masyarakat. 4. Alat pengembangan kemampuan interpretatif. 5. Sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person).

7 Pada kenyataannya pembelajaran sastra di sekolah tidak seperti yang kita harapkan. Pengajaran sastra yang menekankan pada menghafal unsur-unsur pembentuk karya sastra seperti plot, setting, tema, dan lain-lain dianggap tidak tepat karena bahan-bahan yang bersifat kognitif. Apabila dihadapkan dengan analisis prosa terutama novel, kecendrungan yang dilakukan selama ini di sekolah-sekolah dalam menyajikan bahan ajar prosa (novel) kepada siswa dengan memperkenalkan novel melalui ringkasan cerita atau sinopsis. Hal ini tentu sangat merugikan karena siswa tidak pernah membaca novel tersebut secara lengkap dan utuh. Keadaan ini tentu akan mempengaruhi daya nalar dan apresiasi siswa terhadap karya tersebut. Bahan ajar, terutama novel harus disajikan secara lengkap dan utuh. Siswa harus mengetahui dan membaca mulai dari halaman judul sampai halaman terakhir dari satu buku yang dijadikan bahan ajar. Pengajaran sastra seharusnya difokuskan pada upaya untuk memiliki kemampuan apresiasi, kemampuan untuk memiliki sikap dan nilai. Dalam hal ini mencakup masalah penerimaan, pemberian tanggapan dan penilaian. Ada beberapa alasan menurut Sarwadi (1994: 148) kurangnya perhatian terhadap apresiasi sastra di sekolah. 1. Perpustakaan sekolah yang kurang memadai. 2. Tidak tersedianya biaya yang cukup untuk pengadaan buku cipta sastra dan untuk berlangganan majalah. 3. Kurangnya buku-buku bimbingan apresiasi sastra.

8 4. Kurangnya buku-buku bunga rampai yang sesuai dengan genre sastra tertentu, misalnya: bunga rampai cerpen, puisi, fragmen, novel dan drama. 5. Alokasi waktu yang kurang tersedia baik dalam kurikulum, maupun di luarnya. Menurut Jamaludin (2003:70) ada delapan faktor yang dapat diidentifikasikan sebagai masalah gagalnya pembelajaran sastra di sekolahsekolah. 1. Mitos-mitos negatif seputar dunia sastra. Pertama ada yang beranggapan bahwa sastra merupakan dunia pengkhayal yang dianggap sebagai orang yang kurang pekerjaan. Kedua, kehidupan para seniman identik dengan kehidupan yang tidak wajar, bebas, kasar, anarkis, suka mengkritik, berpikiran aneh, berbaju kumal, berambut gondrong dan sikap esentrik lainnya. 2. Dunia sastra yang selalu terpencil. Keterpencilan sastra di tengah masyarakatnya sesungguhnya lebih dikondisikan oleh faktor-faktor kehidupan sosial ekonomi mereka. 3. Teori sastra versus kebebasan kreatif seniman. Masalah kerancuan teoretis dalam ilmu sastra, sekecil apapun implikasinya, akan ikut menentukan arah pembelajaran sastra yang berorientasi pada apresiasi sebagai prioritas tujuannya. 4. Kesalahan konsep dalam pembelajaran sastra. Tidak semua guru yang mengajar sastra memahami tujuan pembelajaran yang diprioritaskan tersebut. Akibatnya, pembelajaran sastra cenderung diisi dengan materi-materi yang bersifat teoretis.

9 5. Dongeng lama tentang keterbatasan alokasi waktu pembelajaran. Proporsi alokasi waktu untuk bidang pembelajaran sastra dinilai tidak seimbang dengan pembelajaran bahasa. 6. Pola pembelajaran dan sistem evaluasinya. Kenyataan menunjukkan bahwa sistem evaluasi dalam pembelajaran sastra di sekolah-sekolah kita tampaknya masih belum mengarah pada tujuan pembinaan apresiasi sastra para siswa. 7. Minimnya jumlah buku pelajaran. Banyaknya sekolah yang belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai. 8. Menyoal kembali profesionalitas guru. Seorang guru sastra yang prefesional haruslah orang yang benar-benar memahami hakikat sastra dan tujuan esensial pembelajaran sastra dan minat terhadap dunia sastra. Berdasarkan permasalahan di atas dalam tulisan ini akan dibahas Pencarian Kebenaran dalam Novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu Karya Agus Sunyoto:Analisis Semiotik dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA. Ada lima alasan dipilihnya novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu dalam penelitian ini. 1. Novel ini dalam konteks sufisme dengan pengertian yang luas yang prototipenya dapat dirujuk ke Sunan Kalijaga, Syaik Siti Jenar, serta ajaran tasawuf. 2. Secara epistemologi, Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, disebut sebagai ilmu spiritual, yakni tentang kebatinan dan ketuhanan. 3. Pembaca diajak memahami konsep ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Cakupan ilmu tersebut meliputi ajaran ketuhanan, alam

10 semesta, manusia, dan kesempurnaan yang dapat dirangkum ke dalam ajaran budi pekerti. 4. Karya ini sangat menarik karena menghadirkan perspektif baru soal sikap keberagamaan kita, dengan kemasan kisah yang menakjubkan. 5. Masalah yang diangkat berdasarkan atas kehidupan dan budaya di Indonesia. Novel ini dapat kita terapkan sebagai alternatif dalam pempelajaran sastra di SMA, karena novel ini mengadung filsafat dan nilai-nilai luhur kehidupan dan budaya di Indonesia. Dalam Penelitian ini digunakan pendekatan semiotik karena selama ini pembelajaran analisis sastra di SMA hanya sebatas menentukan unsurunsur intrinsik dan ekstrinsiknya saja tanpa menghubungkan antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, padahal dalam pembelajaran sastra diharapkan siswa dapat menghubungkan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dan menentukan relevansinya dengan kehidupan di dalam masyarakat. Untuk menghubungkan antara karya tersebut dengan kehidupan di dalam masyarakat, diperlukan pemaknaan pada karya tersebut. Pemaknaan ini dapat dilakukan dengan pendekatan semiotik. Secara potensial menurut Aminuddin (1994:129) sebenarnya siswa sudah memiliki dasar pengalaman dan pengetahuan dalam memahami sistem tanda. Ketika mengamati seorang lelaki mendorong gerobak di tengah terik matahari seorang siswa sudah dapat membuat cerita: Ada seorang laki-laki yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Dia tidak putus asa meskipun orang lain menganggapnya hidup sengsara. Hasil pengamatan realitas = sistem tanda telah ditransformasikan ke dalam bentuk perlambangan, telah ditransformasikan ke

11 dalam bentuk cerita yang tidak sama dengan gambar sebagaimana dipersepsikannya. Bentuk abstraksi dari pengalaman tersebut: Manusia harus tabah menghadapi tantangan yang dihadapinya. Bertolak dari gambaran tersebut, ada lima target hasil belajar sastra. 1. Siswa mampu menjelaskan makna sistem tanda dalam karya sastra. 2. Siswa dapat menunjukkan gambaran dunia acuannya. 3. Siswa dapat menyusun gambaran dunia acuan menjadi cerita. 4. Siswa mampu menghubungkan gambaran cerita dalam karya sastra dengan kenyataan maupun pandangan hidup yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat. 5. Siswa dapat menafsirkan pengertian atau nilai yang tersirat. Untuk mencapai target hasil belajar tersebut diperlukan bahan bacaan yang berupa karya sastra, novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu Karya Agus Sunyoto dapat digunakan sebagai alternatif bahan bacaan dalam pembelajaran sastra tersebut. Peran guru juga penentu dalam pembelajaran sastra ini. Guru harus memahami prosedur kegiatan yang akan ditempuh dalam proses penemuannya dan kemungkinan kerangka pemahaman siswa dan nilai yang ditemukannya. Menurut Ki Herman Sinung Janutama, pakar Javanologi dan kebudayaan Jawa, buku ini sangat bagus dibaca. Perspektifnya tentang karya-karya sastra kuno memperlihatkan kapasitas penulisnya. Ahmad Tohari, budayawan pesantren dan penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk mengatakan bahwa Sastra Jendra ini sungguh luar biasa, dituturkan dengan penghayatan, penuh laku batin yang tidak

12 sepenuhnya dapat diterima umum secara rasional. Berdasarkan pendapat pakar di atas dapat ditarik benang merah bahwa novel karya Agus Sunyoto mengandung ajaran filsafat dan nilai-nilai luhur, karena masalah yang diangkat berdasarkan atas kehidupan dan budaya di Indonesia. B. Ruang Lingkup Pengarang dalam menyampaikan maksudnya menampilkan sesuatu yang menurut pandangannya benar terhadap sesuatu yang ia yakini kebenarannya. Pada setiap karya fiksi akan ditampilkan berbagai pandangan dan keyakinan pengarang. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu (SJHPD) karya Agus Sunyoto, ruang lingkup dalam penelitian ini difokuskan pada analisis pemaknaan pencarian kebenaran dalam novel SJHPD karya Agus Sunyoto. C. Fokus Kajian Ada empat fokus kajian dalam penelitian ini. 1. Latar sosial budaya pengarang. 2. Struktur bangunan novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto. 3. Pemahaman makna pencarian kebenaran dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto. 4. Implementasi novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto dalam pembelajaran sastra di SMA.

13 D. Tujuan Penelitian Ada empat tujuan dalam penelitian ini. 1. Mendeskripsikan latar sosial budaya pengarang. 2. Mendeskripsikan struktur bangunan novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto. 3. Mendeskripsikan pemahaman makna pencarian kebenaran dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto 4. Mendeskripsikan implementasi novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto dalam pembelajaran sastra di SMA. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan pengetahuan yang berkaitan dengan pencarian kebenaran yang terdapat dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto dengan pendekatan semiotik serta implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA. 2. Manfaat Praktis Memberikan gambaran kepada pembaca tentang pencarian kebenaran yang terdapat dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto dengan pendekatan semiotik serta implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA. Hasil

14 penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi untuk memandu pembaca dan memahami karya sastra dengan pendekatan semiotik untuk melihat pemaknaan sebuah tanda dalam sebuah karya sastra. F. Penjelasan Istilah Ada beberapa istilah digunakan dalam penelitian ini. Untuk menyamakan persepsi supaya tidak menimbulkan kesalahan penafsiran antara pembaca dan penulis dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu maka istilah yang digunakan dimaknai sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008). Pencarian adalah proses, cara, perbuatan mencari. Kebenaran artinya keadaan (hal) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya (sesuatu yang sungguh-sungguh ada). Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Semiotik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu artinya wejangan berupa mantra sakti untuk keselamatan dari unsur-unsur kejahatan di dunia. Wejangan atau mantra tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan gaib Sedulur Papat yang kemudian diikuti bangkitnya saudara Pancer atau sukma sejati, sehingga orang yang mendapat wejangan itu akan mendapat kesempurnaan. Secara harfiah arti dari Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah sebagai berikut: Serat = ajaran, Sastra Jendra = Ilmu mengenai raja. Hayuningrat = Kedamaian.

15 Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi baik. Diyu = raksasa atau lambang keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan panca inderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau merubah keburukan menjadi kebaikan. Pengertiannya; bahwa Serat Sastra Jendra Hayuningrat adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat (https://sabdalangit.wordpress.com/, diakses 3 September 2015). Implementasi berarti pelaksanaan, penerapan. Secara konseptual istilah pembelajaran mengacu pada proses yang melibatkan dua komponen utama dalam suatu kegiatan belajar-mengajar, yaitu guru dan siswa. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu upaya yang disengaja yang direncanakan sedemikian rupa oleh pihak guru sehingga memungkinkan terciptanya suasana dan aktivitas belajar yang kondusif bagi para siswanya. G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi berisi uraian tentang latar belakang masalah yang mendasari pentingnya diadakan penelitian, ruang lingkup penelitian, fokus kajian, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang diharapkan, penjelasan istilah, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi kajian penelitian yang relevan, kajian teori yang meliputi teori srukturalisme, semiotik, novel dan unsur-unsur novel,

16 kebenaran, implementasi dalam pembelajaran sastra di SMA, serta kerangka konseptual. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi uraian tentang jenis dan strategi penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik cuplikan (sampling), validasi data, teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang meliputi deskripsi tentang latar sosial budaya pengarang, struktur bangun novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto, pemahaman makna pencarian kebenaran dalam novel Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu karya Agus Sunyoto, implementasi hasil penelitian dalam Pembelajaran Sastra di SMA. BAB V PENUTUP Bab ini berisi simpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.