6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
4. METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan tentang variabel penelitian, subjek penelitian, alat pengumpulan data, dan prosedur penelitian.

2. TINJAUAN PUSTAKA. II. 1 Remaja II Definisi Rice (1999) mendefinisikan remaja sebagai: the period of growth from childhood to maturity (h.

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

3. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

LAMPIRAN A SKALA UJI COBA A-1. PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

- SELAMAT MENGERJAKAN -

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

Lampiran I. Permohonan Menjadi Responden. Dengan Hormat,

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA (Studi literatur dari hasil-hasil penelitian kuantitatif)

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Widya Praja Ungaran terletak di jalan Jend. Gatot Subroto 63 Ungaran,

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nomor Responden : (diisi oleh peneliti) 2. Jenis Kelamin : 3. Usia :

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

Lampiran 1 Nama Lengkap : Jenis Kelamin : P / L (coret yang tidak perlu ) Umur :

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Terbukanya saluran

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Atas partisipasi dan kesediaan saudara/i sekalian untuk menjadi responden, peneliti mengucapkan terimakasih.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah evaluasi yang menyangkut bidang-bidang tertentu dari diri

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN SEKS DENGAN TINGKAT PERILAKU PACARAN REMAJA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 ADIPALA CILACAP ARTIKEL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB III METODE PENELITIAN. ataupun signifikansi perbedaan kelompok (Azwar, Metode Penelitian, 1. Variabel tergantung : Perilaku seksual

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

Transkripsi:

44 6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN Pada bab terakhir ini terdapat kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Selain itu dalam bab ini juga terdapat diskusi serta saran yang dapat digunakan untuk penelitian dimasa yang akan datang. VI. 1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka kesimpulan yang diperoleh adalah: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara citra tubuh dengan perilaku seksual dalam berpacaran. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada populasi ini, citra tubuh dan perilaku seksual dalam berpacaran merupakan variabel yang tidak saling mempengaruhi. Selain kesimpulan yang telah disebutkan, melalui analisis tambahan diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara waktu saat pertama menstruasi dengan citra tubuh. 2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kepuasan citra tubuh. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok skor citra tubuh dengan jenis perilaku seksual dalam berpacaran. 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara sejarah frekuensi berpacaran dengan perilaku seksual dalam berpacaran. 5. Terdapat hubungan yang signifikan antara lama berpacaran dengan perilaku seksual dalam berpacaran. 6. Bagian tubuh yang paling disukai partisipan adalah wajah. 7. Bagian tubuh yang paling tidak disukai partisipan adalah bentuk perut. 8. Berciuman bibir adalah perilaku seksual dalam berpacaran yang paling banyak dilakukan oleh partisipan.

45 VI. 2 Diskusi Garner (1997) dan Ackard, Kearney-Cooke dan Peterson (2000) menjelaskan tentang hubungan antara citra tubuh dengan perilaku seksual. Perilaku seksual dalam berpacaran yang menjadi bagian dari perilaku seksual melalui penelitian ini, tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan citra tubuh. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, menurut Thompson (2001) komponen yang paling berpengaruh dalam citra tubuh adalah sosiokultural. Berkaitan dengan perbedaan populasi yang diteliti Garner (1997); Ackard, Kearney-Cooke dan Peterson (2000) dan populasi dalam penelitian ini maka terdapat perbedaan sosiokultural. Perbedaan media massa, televisi, dan sebagainya menurut peneliti dapat membawa perbedaan cukup signifikan pada citra tubuh yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran. Selain itu, tekanan untuk memiliki bentuk tubuh yang menarik tidak terlalu dirasakan. Melalui pengamatan peneliti, dinegara tempat Thompson (1999) melakukan penelitian, yaitu di Amerika Serikat, tekanan untuk memiliki bentuk tubuh ideal sangat besar. Hal tersebut dapat dilihat dari antusiasnya media massa dalam mengiklankan pakaian dalam yang dalam iklannya diperagakan oleh model-model dengan bentuk tubuh yang sangat menarik yang tidak dimiliki sebagian besar oleh masyarakat. Berbagai teori menjelaskan bahwa pacaran menyediakan kesempatan yang besar untuk melakukan perilaku seksual. Meskipun demikian, kesempatan tersebut menjadi lebih besar saat individu telah menikah. Menurut Christopher dan Sprecher (2000) kepuasan dalam pernikahan dipengaruhi oleh frekuensi aktivitas seksual, dan aktivitas seksual tersebut dipengaruhi oleh citra tubuh (Thompson, 1999). Melalui penjelasan tersebut diperoleh kemungkinan bahwa hubungan antara citra tubuh dan perilaku seksual yang tidak signifikan pada partisipan yang berpacaran dapat menjadi signifikan pada partisipan yang telah menikah. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran adalah teman yang juga aktif secara seksual. Newcomb, Huba, dan Bentler (1986) seperti yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya menjelaskan

46 bahwa perilaku seksual dipengaruhi secara positif oleh teman yang juga aktif secara seksual. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sanderson dan Cantor (1995) yang mengatakan bahwa pada usia remaja individu menghabiskan banyak waktu dengan teman serta dengan lawan jenisnya. Teman sebaya juga yang menyediakan informasi mengenai seksualitas, meskipun informasi yang diberikan oleh teman cenderung tidak benar (Sarwono, 2006). Analisis tambahan yang mengkorelasikan antara waktu dari pertama menstruasi dengan citra tubuh menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Fabian dan Thompson (dalam Thompson, 2001), Thompson (2001) menjelaskan bahwa remaja putri yang mengalami waktu menstruasi lebih lambat akan memiliki citra tubuh yang lebih tinggi. Penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda karena tidak terdapat hubungan yang signifikan diantara keduanya. Disisi lain, Thompson (2001) mengemukakan bahwa citra tubuh dipengaruhi secara kuat oleh faktor sosiokultural. Menurut peneliti, faktor tersebut juga berpengaruh dalam penelitian ini. Perbedaan sosial budaya pada sampel penelitian dapat menyebabkan hubungan yang tidak signifikan antara waktu dari pertama menstruasi dan kaitannya dengan citra tubuh. Garner (1997) menjelaskan bahwa usia dapat mempengaruhi citra tubuh. Dengan bertambahnya usia seseorang maka citra tubuh yang dimiliki akan semakin tinggi pula. Meskipun demikian, penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang serupa, karena pada kelompok usia 18 sampai 22 tahun yang menjadi partisipan penelitian ini tidak terdapat perubahan citra tubuh yang semakin tinggi pada kelompok usia yang lebih dewasa. Menurut Rice (1999), individu yang memiliki citra tubuh positif akan memiliki level permisif seksual yang lebih tinggi, sehingga makin tinggi citra tubuh yang dimiliki maka jenis perilaku seksual yang dilakukan akan semakin banyak pula. Namun hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal tersebut, karena jenis perilaku seksual yang paling banyak dilakukan pada kelompok yang memiliki skor citra tubuh rendah tidak berbeda dengan perilaku seksual yang

47 dilakukan oleh kelompok dengan citra tubuh yang lebih tinggi. Hal tersebut juga mendukung hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara citra tubuh dengan perilaku seksual dalam berpacaran, karena berdasarkan skor citra tubuh yang diperoleh setiap kelompok, tidak ada perilaku seksual yang menjadi ciri khas suatu kelompok. Meskipun demikian, berciuman bibir menjadi perilaku seksual yang paling banyak dilakukan dan terdapat disetiap kelompok. Pada analisis tambahan lain terdapat hubungan yang signifikan, yaitu hubungan antara sejarah frekuensi berpacaran dengan perilaku seksual dalam berpacaran serta hubungan antara lama berpacaran dengan perilaku seksual dalam berpacaran. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Spanier (dalam Duvall dan Miller, 1985) yang menjelaskan bahwa pacaran memiliki hubungan yang erat dengan perilaku seksual. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Woody dan rekan (dalam Low, 2005), Michael dan Bickert (dalam Low, 2005), Low (2005) yang menjelaskan bahwa berpacaran dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk melakukan aktivitas seksual serta meningkatkan frekuensi dan jenis dari perilaku seksual. Sarwono (2006) menjelaskan bahwa topik tentang seksualitas cukup banyak dibicarakan namun tidak semua orang merasa nyaman membicarakannya. Meskipun kerahasiaan identitas partisipan dalam penelitian ini dijamin, hal tersebut memiliki dampak pada pengisian item dalam alat ukur. Menurut Anastasi dan Urbina (1997) dalam pengisian kuesioner yang diisi sendiri, partisipan memiliki kecendrungan untuk menjawab kearah yang lebih baik (faking good) maupun kearah yang lebih buruk (faking bad). Kecenderungan partisipan untuk faking good muncul dengan alasan untuk melindungi diri sendiri, menghindari kritik, konformitas sosial, serta keinginan untuk dapat diterima secara sosial. Disisi lain, faking bad dilakukan karena keinginan untuk diperhatikan, memperoleh simpati, atau karena memiliki masalah pribadi (Crowne dan Marlowe; Frederiksen, dalam Anastasi dan Urbina, 1997). Dalam penelitian ini, faking good atau faking bad menurut peneliti dapat dilihat pada tabel waktu yang

48 dibutuhkan untuk melakukan perilaku seksual dalam berpacaran. Menurut Duvall dan Miller (1985), Damayanti (2007), perilaku seksual dilakukan melalui tahaptahap tertentu, sehingga untuk melakukan perilaku seksual meraba-raba dada terlebih dahulu melakukan berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi dan berciuman bibir. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa perilaku seksual yang tidak berurutan, seperti berpelukan, menggesek-gesekkan alat kelamin serta meraba-raba dada yang telah dijelaskan sebelumnya. Setelah berdiskusi dengan pembimbing skripsi dan dosen lain, hal tersebut dapat terjadi karena adanya faking good atau faking bad yang menyebabkan inkonsistensi dalam pengisian alat ukur perilaku seksual dalam berpacaran. Dalam pembuatan alat ukur dalam penelitian ini, peneliti mengalami kesulitan membuat item alat ukur citra tubuh khususnya pada komponen perkembangan. Pada komponen ini memang terdapat beberapa item yang menanyakan tentang pengalaman masa kecil serta pengalaman tentang perubahan tubuh baik yang dialami oleh remaja putri itu sendiri maupun peer nya. Reliabilitas pada komponen ini pun tidak sebaik reliabilitas kedua komponen lain, Meskipun demikian komponen ini tetap dimasukkan dalam alat ukur karena secara keseluruhan reliabilitas alat ukur citra tubuh ini memiliki reliabilitas sebesar 0.705 dan dikatakan baik menurut Kaplan dan Sacuzzo (2005). Pada penelitian lain yang meneliti citra tubuh, terdapat beberapa alat ukur yang hanya mengukur komponen persepsi, dengan cara membandingkan keadaan tubuh yang dimiliki dengan gambaran bentuk tubuh yang diberikan oleh peneliti. Melalui observasi yang dilakukan saat pengambilan data juga diperoleh data lain. Dari 12 fakultas tempat pengambilan data, hanya partisipan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang membaca semua petunjuk yang ada di alat ukur dan memeriksa kembali setiap jawaban yang diberikan sebelum mengembalikan kepada peneliti. Membaca semua petunjuk dari awal hingga akhir dan memeriksa kembali jawaban yang diberikan tidak terdapat dalam 10 fakultas lain. Perbedaan budaya dalam setiap fakultas juga terlihat pada saat pengisian alat ukur penelitian ini. Pada Fakultas Ilmu Budaya, partisipan tampak sangat terbuka

49 dalam mengisi alat ukur perilaku seksual. Partisipan mengisi bersama temantemannya dan tidak tampak menutup-nutupi alat ukur tersebut, bahkan tidak segan menunjukkannya kepada peneliti, dimana hal tersebut tidak terdapat di Fakultas lain. Hal lain yang menarik adalah pada Mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memahami item dalam alat ukur citra tubuh. VI. 3 Saran Berikut adalah saran yang diberikan untuk penelitian yang berkaitan dengan citra tubuh dan perilaku seksual dalam berpacaran. Saran metodologis yang diberikan peneliti adalah: 1. Menambah jumlah sampel yang dapat dipakai yaitu minimal 30 subjek dari tiap Fakultas sehingga dapat dilakukan analisis dari setiap Fakultas. 2. Untuk menghindari terjadinya baik faking good maupun faking bad yang dilakukan partisipan sebaiknya peneliti terlebih dahulu membangun rapport dengan calon partisipan karena topik mengenai seksualitas merupakan topik yang sensitif dan tidak semua orang nyaman membicarakannya. 3. Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti sampel dari setiap Fakultas, karena berdasarkan pengamatan peneliti pada saat pengambilan data banyak partisipan yang tidak mengerti atau kurang mengerti item-item yang bersifat unfavorable. Oleh karena itu, sebaiknya pilot study dilakukan di tiap fakultas. 4. Sebaiknya dilakukan penelitian tentang teman dan kaitannya dengan perilaku seksual karena menurut teori hal tersebut mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran. 5. Dilakukan penelitian antara citra tubuh dan perilaku seksual namun dalam sampel yang berbeda, yaitu pada wanita yang telah menikah. 6. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya digunakan alat ukur citra tubuh yang spesifik mengukur citra tubuh dalam hubungan pacaran ataupun perilaku seksual dalam berpacaran.

50 Saran praktis yang diberikan peneliti adalah: 1. Seiring dengan meningkatnya frekuensi berpacaran serta makin lamanya sebuah hubungan berpacaran maka orang tua, pengasuh, serta lingkungan sekitar remaja perlu kembali mengingatkan kepada remaja akan bahaya seks pranikah sehingga dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan serta penyakit menular seksual. 2. Sebaiknya diberikan pendidikan seks untuk para remaja tentang proses reproduksi, anatomi organ reproduksi dan sebagainya sehingga remaja lebih siap dalam menghadapi tugas perkembangannya. 3. Alat ukur dalam penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk konseling remaja. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman serta memicu penelitian lain yang berkaitan dengan citra tubuh serta perilaku seksual dalam berpacaran. Melalui hasil penelitian ini dan penelitian lainnya dimasa yang akan datang diharapkan agar remaja, orang tua, pendidik, dan orang lain yang berada dikehidupan sekitar remaja mampu mencegah masalah yang muncul berkaitan dengan citra tubuh dan perilaku seksual dalam berpacaran.