BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. daerah dilaksanakan melalui berbagai arah kebijakan, utamanya adalah: berbagai lembaga ekonomi dan masyarkat di daerah;

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. II.1.1 Pengertian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. (1) pure-profit organization, (2) quasi-profit organization, (3) quasi-nonprofit

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2005

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrasi pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II GAMBARANUMUMDINAS PENGELOLAAN KEUANGANDAN ASETKABUPATEN ROKAN HULU. 2.1 Sejarah Singkat Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Ekonomi Bisnis dan Financial

Transkripsi:

11 BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK 2.1. SEKTOR PUBLIK 2.1.1. Organisasi Sektor Publik Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan spesifik dan unik yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada tipe organisasi. Pada dasarnya ada 4 (empat) jenis tipe organisasi : 1. Pure-Profit Organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya sehingga bisa dinikmati oleh para pemilik. Sumber pendanaan organisasi berasal dari investor swasta dan kreditor. 2. Quasi-Profit Organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk memperoleh laba dan mencapai sasaran atau tujuan lainnya sebagaimana yang dikehendaki para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor pemerintah, kreditor dan para anggota. 3. Quasi-Nonprofit Organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan memperoleh

12 keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor pemerintah, investor swasta dan kreditor. 4. Pure-Nonprofit Organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud utama untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN/BUMD, hibah, sumbangan, penjualan aset negara dan sebagaimananya. Di setiap negara, cakupan organisasi sektor publik sering tidak sama. Tidak ada definisi yang secara komprehensif dan lengkap bisa digunakan untuk semua sistem pemerintahan. Area organisasi sektor publik bahkan sering berubah-ubah tergantung pada kejadian historis dan suasana politik yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia, berbagai organisasi termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain pemerintah pusat, pemerintahan daerah, sejumlah perusahaan di mana pemerintah mempunyai saham (BUMN dan BUMD), organisasi bidang pendidikan, kesehatan, dan organisasiorganisasi massa (Mahsun, Sulistiyowati, Purwanugraha, 2006: 3-11). Organisasi sektor publik bukan semata-mata organisasi sosial yang non-profit oriented. Banyak yang menganggap organisasi sektor publik pasti non-profit. Anggapan itu kurang tepat, karena organisasi sektor publik ada yang bertipe quasi nonprofit. Seperti dipaparkan di atas, quasi nonprofit bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan motif surplus (laba) agar terjadi keberlangsungan organisasi dan memberikan kontribusi

13 pendapatan negara atau daerah, misalnya BUMN dan BUMD. Jadi perlu ditegaskan bahwa organisasi sektor publik bukan hanya organisasi sosial, bukan hanya organisasi nonprofit dan juga bukan hanya organisasi pemerintahan. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapat negara lain yang diatur dengan hukum. Sektor publik berada pada area dengan batasan-batasan antara lain: 1. Penyelenggaraan layanan atau pengadaan barang kebutuhan masyarakat umum 2. Bukan konsumsi individual 3. Pemerintah ikut mengendalikan dengan saham atau sejumlah regulasi yang mengikat 4. Harga tidak semata-mata ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Berdasarkan batasan-batasan tersebut, area sektor publik berada pada (1) Pure-nonprofit organization dengan output pure publick goods (2) Quasi nonprofit organization dengan output quasi publick goods dan (3) Quasi profit organization organization yang menghasilkan quasi private goods (Mahsun, dkk., 2006:11-12). 2.1.2. Anggaran Sektor Publik Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai perencanaan keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan untuk periode di masa yang akan datang. Sedangkan pengertian anggaran menurut Agus Maulana adalah

14 rencana manajemen dengan asumsi bahwa langkah-langkah positif akan diambil oleh pelaksana anggaran untuk merealisasikan rencana yang telah disusun (Maulana, 1993). Menurut Hansen dan Mowen anggaran merupakan komponen utama dari perencanaan adalah perencanan keuangan untuk masa depan, anggaran memuat tujuan dan tindakan dalam mencapai tujuan tersebut (Hansen dan Mowen, 1999). Sedangkan pengertian anggaran menurut Governmental Accounting Standards Board (GASB) adalah rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayai dalam periode waktu tertentu (Bastian, 2001). Menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri dalam bukunya yang berjudul Anggaran Perusahaan, Bussines Budget, orang sering menterjemahkannya menjadi anggaran perusahaan, adalah rencana tentang kegiatan perusahaan. Rencana ini mencakup berbagai kegiatan operasional yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Perusahaan membutuhkan alat perencana dan pengendali keuntungan. Dalam hal ini anggaran perusahaan berfungsi sebagaimana Repelita dan RAPBN bagi Pemerintah dalam merencanakan dan mengendalikan program pembangunan ekonomi (Adisaputro dan Asri, 2003: 2). Dalam organisasi sektor publik, anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan aktivitas yang penting karena berkaitan dengan proses penentuan alokasi dana untuk setiap program maupun aktivitas

15 (Mahsun, dkk., 2006: 81). Fungsi anggaran sektor publik menurut Indra Bastian adalah sebagai berikut : 1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses penyusunan rencana kerja, 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang, 3. Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan sebagai unit kerja dan mekanisme kerja antara atasan dan bawahan, 4. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja, 5. Anggaran sebagai alat motivasi dan persesuaian tindakan efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi, 6. Anggaran merupakan instrument politik, dan 7. Anggaran merupakan instrument kebijakan fiskal (Bastian, 2001). 2.1.3. Laporan Keuangan Organisasi Sektor Publik Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang berisi informasi keuangan. Tuntutan yang semakin besar terhadap akuntabilitas publik, menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik. Salah satu informasi yang dibutuhkan oleh publik adalah informasi mengenai pengelolaan dana atau keuangan publik tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan. Informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Dilihat dari sisi manajemen perusahaan (pihak internal perusahaan), laporan

16 keuangan merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi pemakai eksternal, laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan (Mahsun, dkk., 2006: 123) Bentuk laporan keuangan sektor publik, khususnya laporan keuangan yang harus disusun oleh pemerintah, harus menurut pada Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai berikut : 1. Laporan Realisasi Anggaran 2. Neraca 3. Laporan Arus Kas 4. Catatan atas Laporan Keuangan 5. Laporan Kinerja Keuangan 6. Laporan Perubahan Ekuitas Tujuan pembuatan laporan keuangan adalah untuk melakukan kepatuhan dan pengelolaan, akuntabilitas, dan pelaporan retrospektif, perencanaan dan informasi otorisasi, kelangsungan organisasi, hubungan masyarakat, serta sumber fakta dan gambaran (Mahsun, dkk., 2006: 127-143). 2.1.4. Pengukuran Kinerja Sektor Publik Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian

17 kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Mahsun, dkk., 2006: 145). Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan (Mahsun, dkk., 2006: 147). Pengukuran kinerja pada organisasi bisnis (organisasi yang berorientasi laba) lebih mudah dibandingkan dengan organisasi sektor publik. Pada organisasi bisnis, kinerja penyelenggaranya dapat dilakukan misalnya melihat tingkat laba yang berhasil diperolehnya. Pada organisasi sektor publik, pengukuran keberhasilannya lebih kompleks, karena hal-hal yang dapat diukur lebih beraneka ragam dan kadang-kadang bersifat abstrak sehingga pengukuran tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu variabel saja. Dengan kata lain tidaklah mudah melakukan pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik terutama yang pure nonprofit seperti pemerintah. Selama ini pengukuran kinerja suatu instansi pemerintah tersebut lebih ditekankan pada kemampuan instansi pemerintah tersebut dalam menyerap

18 anggaran. Dengan kata lain, suatu instansi akan dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah, meskipun hasil serta dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standard (Mahsun, dkk., 2006: 152-153).. 2.2. PERUSAHAAN DAERAH 2.2.1. Pengertian Perusahaan Daerah Menurut Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan menurut UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-undang yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-undang. Perusahaan Daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat : 1. memberi jasa. 2. menyelenggarakan kemanfaatan umum, 3. memupuk pendapatan. Tujuan Perusahaan Daerah ialah untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur.

19 2.2.2. Keuntungan Perusahaan Perusahaan sebagai lembaga ekonomi umumnya mengejar keuntungan, dan karenanya menggunakan kriteria efisiensi sebagai alat pengukurnya. Untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu dan seterusnya menghasilkan keuntungan yang diharapkan, perusahaan melaksanakan kegiatan-kegiatan fungsional bidang pemasaran, produksi, tertib keuangan dan tertib administrasi. Masing-masing bidang ini merupakan kegiatan yang menuntut spesialisasi tersendiri dengan programnya masing-masing. Bilamana masing-masing bidang membuat dan menentukan programnya sendiri terlepas dari program dan kegiatan bidang lain, maka besar sekali kemungkinan program-program ini bukannya saling membantu dalam mencapai sasaran bersama yakni keuntungan, melainkan malah dapat saling bertentangan satu sama lain atau setidaknya tidak saling mendukung (Adisaputro dan Asri, 2003:2). Anggaran sebagai alat manajemen berfungsi merencanakan dan mengawasi keuntungan. Keuntungan yang sebenarnya dilaporkan sebagai data akuntansi dalam rekening laba-rugi. Keuntungan yang dianggarkan juga disusun dala bentuk anggaran rugi-laba. Cara menghitung keuntungan dari segi akuntansi maupun dari segi anggaran tidak berbeda, baik dari segi format maupun pendekatannya. Namun dari segi penganggaran biaya memerlukan perhatian khusus (Adisaputro dan Asri, 2003: 31).

20 2.3. KEUANGAN DAERAH Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 angka (6) adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Menurut pasal 21 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 bahwa Anggaran pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah selama masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Keuangan Daerah harus dikelola oleh pemerintah daerah dengan sebaik-baiknya sehingga nantinya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam rangka untuk melayani masyarakat. Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, menuntut adanya pemahaman yang utuh dari pelaksana manajemen keuangan daerah dan adanya penyempurnaan secara terus menerus dari instansi yang berkewenangan sehingga pencapaian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah sebagai bagian dari kepemerintahan yang baik (good governance) dapat menjadi kenyataan (Mahsun, dkk., 2006: 123).

21 2.4. PENDAPATAN DAERAH Pengertian Pendapatan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 23 adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Sedangkan Pendapatan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 25 terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah 2. Dana Perimbangan 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Untuk mewujudkan peningkatan pendapatan daerah, kebijakan pengelolaan pendapatan daerah diarahkan pada : 1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemungutan dan penerimaan pendapatan daerah melalui perbaikan sistem dan prosedur serta perbaikan administrasi ; 2. Meningkatkan pendapatan daerah melalui perluasan obyek dan intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi daerah ; 3. Optimalisasi hasil usaha Badan Usaha Milik Daerah ; 4. Peninjauan kembali peraturan daerah tentang pendapatan daerah yang tidak sesuai.

22 2.5. PERAN PEMERINTAH DAERAH BAGI PERUSAHAAN DAERAH Menurut UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, disebutkan bahwa pada dasarnya suatu Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang modalnya untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan Daerah yang dipisahkan. Hal ini berarti bahwa Perusahaan Daerah termaksud sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Karena Perusahaan Daerah sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah daerah, maka segala sesuatunya harus mendapat persetujuan dari Pemerintah Daerah yang tentunya diwakili oleh Kepala Daerah, antara lain mulai dari pendirian perusahaan, pengangkatan dan pemberhentian Direksi, perijinan, perjanjian, sampai dengan masalah keuangan perusahaan. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi No.14 Tahun 1980 tentang Pendirian PDAM Kabupaten Ngawi Pasal 7 ayat (2), Modal Perusahaan tersebut dengan keputusan DPRD dapat ditambah dari penyisihan sebagian Anggaran Keuangan Daerah, penyertaan modal Pemerintah Pusat dan pinjaman. Jadi dalam hal modal perusahaan, pemerintah daerah dapat menyertakan modal pada perusahaan daerah dengan menyisihkan sebagian Anggaran Keuangan Daerah. Dalam Laporan Keuangan, hal ini biasanya masuk dalam pos Investasi Jangka Panjang. Investasi Jangka Panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan guna mendapatkan manfaat ekonomis dalam jangka waktu lebih dari 1 periode akuntansi.

23 2.6. LABA BADAN USAHA MILIK DAERAH MERUPAKAN SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang dikumpulkan oleh daerah yang berasal dari potensi dan kekayaan yang dimiliki oleh daerah. Menurut Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sumber pendapatan asli daerah terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah; 2. Hasil retribusi daerah; 3. Laba Badan Usaha Milik Daerah, dan; 4. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah. Dalam Penjelasan UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, disebutkan bahwa Hasil Perusahaan Daerah adalah salah satu dari pada pendapatan pokok dari Daerah. Perusahaan yang didirikan oleh Daerah dewasa ini pada umumnya merupakan perusahaan yang tidak mengutamakan mencari keuntungan semata-mata melainkan khususnya ditujukan kepada terwujudnya fungsi sosialnya dari pada perusahaan itu terhadap penduduk daerah. Titik berat dari semua kegiatan Perusahaan Daerah harus ditujukan ke arah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. Cabang produksi yang penting dan yang vital bagi daerah dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di daerah yang bersangkutan diusahakan oleh Perusahaan Daerah dengan modal yang untuk

24 seluruhnya adalah modal Daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, maka sebagian dari laba yang diperoleh Perusahaan Daerah harus disediakan bagi dana pembangunan daerah yang bersangkutan. Penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, yaitu: 1. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah; 2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat; 3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan; 4. Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme; 5. Kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya. Belum berperannya perusahaan daerah sebagaimana yang diharapkan disebabkan oleh tiga masalah pokok, yaitu masalah keuangan, personalia dan pengawasan. Laba Badan Usaha Milik Daerah merupakan salah satu sumber PAD yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan asli daerah. Badan Usaha Milik Daerah ini diwujudkan dalam bentuk Perusahaan Milik Daerah (Perusda). Perusahaan daerah adalah badan usaha milik daerah yang

25 merupakan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, berwenang dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan administrasi dan penggunaannya, sehingga perusahaan milik daerah merupakan bagian yang cukup penting dalam menunjang PAD (Jaya, 1996: 5). Namun dalam kenyataannya penerimaan daerah yang berasal dari badan usaha milik daerah masih relatif kecil bila dibandingkan dengan pajak daerah dan retribusi daerah, bahkan beberapa perusahaan menjadi beban Pemerintah Daerah. 2.7. PERAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) BAGI KEUANGAN DAERAH Keuangan daerah sebagaimana yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terlihat bahwa PAD merupakan indikator utama untuk menilai tingkat kemampuan keuangan suatu daerah otonom. Kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Keuangan daerah merupakan salah satu faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan pelaksanaan otonomi daerah. Koswara dalam tulisannya menyebutkan bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2000). Sehingga, dalam rangka otonomi daerah, pemerintah daerah harus lebih giat untuk memacu peningkatan PAD. Kuncoro juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah

26 daerah paling tinggi sebesar 20%. Kenyataan ini tidak sejalan dengan tujuan otonomi daerah yaitu memandirikan daerah dengan potensi-potensi yang dimilikinya (Kuncoro, 2007). Daerah otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri. Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolak ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah (Koswara, 2000: 5). PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah (Santoso, 1995: 20). Menurut Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sumber pendapatan asli daerah terdiri dari: (1) Hasil pajak daerah; (2) Hasil retribusi daerah; (3) Laba Badan Usaha Milik Daerah, dan; (4) Lain-lain Pendapatan daerah yang sah. Pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus mengupayakan secara optimal untuk menggali potensi yang dimiliki daerah sehingga mampu meningkatkan PAD. Pendapatan asli daerah itu diharapkan cukup untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan di

27 daerah. Namun sering terjadi PAD sebuah daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangunan di daerah.