LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy

PERAN KOMPONEN TEKNOLOGI DALAM PERCEPATAN SWASEMBADA PANGAN

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PENCAPAIAN UPAYA KHUSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI SUKOHARJO (STUDI KASUS DI DALANGAN TAWANGSARI)

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya.

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

KEBIJAKAN PENGELOLAAN ALSINTAN

RUMUSAN TEMU TEKNIS PEMANFAATAN ALSINTAN HASIL PEREKAYASAAN DAN PENGEMBANGAN BALITBANGTAN SERPONG, 18 AGUSTUS 2016

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

Peran dan Kontribusi Hand Tractor terhadap Efisiensi Usahatani di Banten

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Badan Litbang Pertanian telah melepas lebih dari 200 varietas padi sejak

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

KEUNTUNGAN DAN KELEBIHAN SISTEM JARAK TANAM JAJAR LEGOWO PADI SAWAH

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masih rawannya ketahanan pangan dan energi, serta berbagai permasalahan lain

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PENGUJIAN MESIN TANAM PADI SISTIM JAJAR LEGOWO (JARWO TRANSPLANTER) DI LAHAN RAWA PASANG SURUT [ASSESMENT OF JARWO TRANSPLANTER ON TIDAL SWAMP LAND]

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PENGGUNAAN INDO JARWO TRANSPLANTER SEBAGAI MESIN TANAM PADI DI LAHAN SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Alat dan Mesin Penanam

JAJAR LEGOWO PADA JAGUNG: Keunggulan, Kelemahan, dan Potensi Perbaikannya

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

Abstrak

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

Alat Tanam Padi Tebar Langsung Tipe Drum

Abstrak. Kata kunci : inovasi, padi sawah, peningkatan, produktivitas. Pendahuluan

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

Dampak Minat Petani terhadap Komponen PTT Padi Sawah di Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

RESPON PETANI TERHADAP BEBERAPA JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA MELALUI PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

PENDAHULUAN Latar Belakang

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

II. TINJAUAN PUSTAKA

KERAGAAN TANAMAN PADI BERDASARKAN POSISI TANAMAN TERHADAP KOMPONEN HASIL PADA SISTEM TANAM LEGOWO 4:1 ABSTRAK

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Kajian Pemanfaatan Paket Teknologi Mekanisasi Padi pada Lahan Sawah Irigasi dengan Kepadatan Penduduk Rendah di Provinsi Bengkulu

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PROSPEK PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER Oleh Sumaryanto M. Suryadi Chairul Muslim Adreng Purwoto PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2014 0

KATA PENGANTAR Upaya peningkatan beras dihadapan banyak kendala. Selain alih fungsi lahan sawah, tenaga kerja pertanian juga mengalami penuaan (aging farmer). Fenomena yang terjadi di lapangan adalah meningkatnya kelangkaan tenaga kerja untuk pengolahan tanah, tanam, dan panen. Dalam upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja tersebut, khususnya pada saat tanam, Badan Litbang Pertanian melalui BB Mektan telah melakukan inovasi alat dan mesin pertanian yaitu Jarwo Transplanter. Alat ini selain dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja penanaman padi juga dimaksudkan untuk memfasiliatsi penerapan teknik penanaman jajar legowo (jarwo). Laporan ini menyajikan analisis kebijakan tentang prospek penerapan alat tanam tersebut di atas. Dalam analisis, data dan informasi yang digunakan berasal dari pengamatan langsung di lapangan dan dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Tim menyadari laporan ini belum sempurna, dan karena itu itu masukan dan saran konstruktif dari semua pihak dalam upaya mempertajam laporan ini sangat diharapkan. Kepada semua tim yang telah bekerja keras mulai dari proses penyiapan dan penyelesaian laporan ini diucapkan terima kasih. Bogor, Desember 2014 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia, sehingga komoditas beras memiliki arti strategis baik dari sisi ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Dengan melihat peran strategis tersebut, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan dan produksi beras dalam negeri. Namun, fakta di lapangan menunjukkan berbagai upaya peningkatan produksi padi/beras menghadapi berbagai kendala. Kendalakendala tersebut antara lain adalah: tingginya alih fungsi lahan sawah, iklim yang semakin tidak kondusif, menurunnya kualitas sumberdaya lahan, terbatasnya tenaga kerja pertanian, dan masih rendahnya insentif usahatani padi. Bertolak dari kondisi tersebut, maka kehadiran teknologi peningkatan produksi padi yang mampu mengatasi berbagai persoalan mendasar usahatani padi sangat diperlukan. Artinya, teknologi yang akan diintroduksikan tidak hanya mampu meningkatkan produksi padi, namun teknologi tersebut juga telah mempertimbangkan berbagai kendala usahatani padi lainnya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), mempunyai peran besar dalam menghasilkan berbagai teknologi ini, antara lain penciptaan VUB, perbaikan teknologi pengelolaan usaha tani padi, perbaikan sistem pengelolaan air, dan mekanisasi pertanian. Pada tataran teori dan uji laboratorium, inovasi dan teknologi tersebut dipercaya mampu memberikan dampak yang besar bagi peningkatan produksi dan kesejahteraan petani. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan tidak semua inovasi dan teknologi yang dihasilkan tersebut diadopsi dan dimanfaatkan dengan baik di masyarakat. Salah satu teknologi unggulan untuk meningkatkan produksi padi yang telah dihasilkan oleh Balitbangtan adalah teknologi transplanter padi, yaitu Indo Jarwo Transplanter. Indo Jarwo Transplanter merupakan mesin/alat pindah tanam padi, dimana secara prinsip alat ini ditujukan untuk mengatasi kendala keterbatasan tenaga kerja tanam dan pada saat yang sama petani mampu menerapkan sistem penanaman padi Jajar Legowo sebagai salah satu teknologi tanam unggulan Balitbangtan. Sistem pertanaman Jajar Legowo dipercaya 2

mampu menaikkan produktivitas padi karena mampu meningkatkan populasi dan optimalisasi proses fotosintesis. Sampai saat ini dari fakta empiris di lapang maupun dari sejumlah hasil penelitian diketahui bahwa adopsi teknologi jarwo transplanter berlangsung lambat. Secara teoritis seharusnya alat ini potensial untuk diadopsi dengan cepat karena mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani. Mengacu pada fakta ini muncul pertanyaan apa masalah dan kendala yang terjadi di lapangan sehingga adopsi berjalan lambat. Identifikasi permasalahan dan kendala sosial ekonomi dalam penerapan teknologi tersebut menjadi penting dilakukan dalam rangka menyempurnakan kebijakan dan program peningkatan produksi padi. 1.2. Tujuan Kajian Analisis kebijakan ini ditujukan untuk: (1) Memahami permasalahan dan kendala yang dihadapi petani dalam penerapan Jarwo transplanter (2) Menganalisisi faktor-faktor sosial ekonomi yang menghambat penerapan teknologi Jarwo transplanter; dan (3) Merumuskan kebijakan yang tepat untuk mempercepat adopsi teknologi Jarwo transplanter. 1.3. Keluaran Kajian Luaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah: (1) Data dan infromasi tentang permasalahan dan kendala yang dihadapi petani dalam penerapan Jarwo transplanter; (2) Faktor-faktor sosial ekonomi yang menghambat penerapan Jarwo transplanter; dan (3) Rumusan alternatif kebijakan yang kondusif untuk mempercepat adopsi teknologi Jarwo transplanter. 1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak Hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam merancang sistem diseminasi dan perancangan program pengembangan penerapan penerapan jarwo transplanter dalam sistem penanaman padi. Dampaknya adalah teratasinya kelangkaan tenaga kerja tanam, meningkatnya produktivitas usahatani padi, dan meningkatnya produksi padi nasional. 3

II. METODOLOGI Untuk mengkaji prospek penerapan maka analisis kebijakan ini melihat potensi, permasalahan dan kendala dalam penerapan Jarwo Transplanter. Pendekatan yang dipakai dalam kajian adalah analisis diskriptif kualitatif dan kuantitatif. Kajian menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder antara lain berupa data kinerja produksi padi, perkembangan alat dan mesin pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian, dan lain-lain. Data primer antara lain berupa data usahatani padi tingkat kelompok, spesifikasi alat dan mesin pertanian yang digunakan, persepsi para pelaksana kegiatan dan petani terhadap penggunaan Jarwo transplanter. Analisis yang dipakai dalam kajian antara lain adalah analisis deskriptif, analisis biaya dan manfaat, dan sintesis atas hasil-hasil kajian terdahulu. Analisis deskriptif kualitatif lebih difokuskan pada aspek-aspek kelembagaan petani dalam mengakselerasi adopsi jarwo transplanter. Dalam analisis Manfaat dan Biaya, manfaat didefinisikan sebagai seluruh pendapatan yang diperoleh dengan penggunaan Jarwo Transplanter. Sedangkan biaya didefinisikan sebagai seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam menggunakan jarwo transplanter. Sintesis atas hasil-hasil kajian terdahulu dilakukan melalui pemanfaatan studi pustaka. Sampel lokasi kajian dilakukan di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian, adalah sentra produksi padi nasional, potensi terjadinya kelangkaan tenaga pertanian besar, serta keberagaman tingkat adopsi jarwo transplanter. 4

III. PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER 3.1. Sistem Tanam Jarwo Untuk Mendukung Peningkatan Produktivitas Salah satu cara meningkatkan produksi padi adalah dengan menambah populasi tanaman per satuan luas. Peningkatan populasi tanaman dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam. Semakin rapat, semakin tinggi populasi tanaman akan tetapi hubungannya dengan produktivitas tidak linier. Jika kerapatan optimal telah dicapai maka peningkatan populasi justru menyebabkan produksi malai per tanaman menurun. Pada mulanya, jarak tanam yang diterapkan petani tidak teratur. Ternyata jarak tanam yang tidak teratur ternyata menyebabkan petani mengalami kesulitan dalam pengendalian gulma karena tidak dapat menggunakan sosrok atau landak. Belajar dari pengalaman itu maka diperkenalkan jarak tanam teratur dengan jarak yang seragam sehingga membentuk pola bujur atau tegel. Dalam praktek, terdapat variasi ada yang menggunakan 25 x 25 atau 30 x 30 cm, tergantung kesuburan tanah dan kondisi pengairan setempat serta kebiasaan petani setempat. Pola tanam tegel tersebut berlangsung selama bertahun-tahun bahkan sejak sebelum kemerdekaan dan masih diterapkan sebagian besar petani sampai sekarang. Untuk mempermudah penanaman dengan sistem tegel tersebut biasanya petani membuat semacam blak, dengan bantuan peralatan kayu dan tali. Namun demikian untuk tenaga buruh tanam yang telah berpengalaman seringkali tidak memerlukannya. Dengan tacit knowledge mereka dengan terampil dapat mempraktekkan sistem tanam tegel secara cepat. Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu cara untuk meningkatkan populasi tanaman padi. Tekniknya adalah dengan pola beberapa barisan tanaman, kemudian diselingi oleh satu barisan kosong. Keuntungan lain dari teknik ini adalah terciptanya populasi tanam pinggir yang lebih banyak sehingga lebih banyak populasi tanaman yang memperoleh energi matahari untuk fotosintesis. Selain kedua hal tersebut di atas, dengan teknik jajar legowo juga ada keuntungan (advantage) lainnya antara lain: (i) pemupukan lebih mudah, efektif, 5

dan efisien, (ii) memudahkan pemberian air irigasi, (iii) memudahkan proses pemeliharaan (pengendalian OPT dan gulma), dan (iii) kondusif untuk penerapan pola pengusahaan mina padi. Jika dibandingkan dengan sistem penanaman yang selama ini diterapkan petani yaitu sistem tegel (jarak tanam bujur sangkar), kelemahan dari penerapan sistem jajar legowo adalah: (i) memerlukan persediaan benih yang lebih banyak, (ii) membutuhkan tenaga kerja lebih banyaki. Akibatnya biaya untuk pembenihan dan biaya tanam menjadi lebih tinggi. Di sisi lain, tenaga kerja buruh tani cendrung makin langka, dan dalam rangka menyesuaikan dengan jadwal pemberian air irigasi maka tanam serempak dalam satu blok irigasi adalah suatu keharusan yang sulit dihindari. Untuk itu dibutuhkan adanya terobosan yang memungkinkan untuk mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini jawabannya adalah perlu adanya mesin tanam jarwo yang mampu menggantikan tenaga kerja manusia dan hemat biaya tanam. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Pengembangan Mekanisasi di Serpong mampu menghasilkan prototipe Indo- Jarwo Transplanter. Alat ini sudah dilaunching oleh Bapak Menteri Pertanian, Dr. Suswono, pada tanggal 8 November 2013 di Jakarta. 3.2. Peluang dan Kendala Penerapan Jarwo Transplanter Jarwo Transplanter adalah sebutan untuk mesin penanam padi dengan sistem jajar legowo. Alat ini dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja dalam kegiatan penanaman padi yang selama ini dialami oleh petani. Sasarannya adalah untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi dan meningkatkan pendapatan petani padi. Majalah Sains Indonesia (2012) menunjukkan bahwa Sistem tanam jajar legowo (Si Jarwo) terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 7,3 ton per hektar (dengan sistem tanam biasa produktivitas padi hanya sekitar 3 5 ton per ha). Sistem tanam jajar legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan tanaman, kemudian diselingi oleh satu barisan kosong. Prinsipnya adalah memodifikasi jarak tanam yang memungkinkan terjadinya 6

peningkatan populasi tanaman secara total dan populasi tanaman yang berada di pinggir. Dengan sistem tanam jajar legowo maka diperoleh beberapa keuntungan yaitu: (i) meningkatnya populasi tanaman, (ii) pemupukan menjadi lebih mudah, efektif, dan efisien dalam pengguaan tenaga kerja, (iii) memaksimalkan tangkapan sinar matahari secara langsung sehingga energi untuk fotosintesis yang dapat dimanfaatkan tanaman meningkat, (iv) memudahkan pemberian air irigasi, (v) memudahkan pelaksanaan kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) maupun gulma, (vi) kondusif untuk mendukung penerapan pola pengusahaan mina-padi. Dengan sejumlah keunggulan itu maka sistem jarwo berpengaruh positif terhadap upaya peningkatan produktivitas (Kariyasa, dkk,2013). Penerapan sistem tanam Jajar legowo di lapangan mengalami banyak modifikasi menyesuaikan kondisi lahan pertanian yang ada. Ishaq dkk. (2013) menunjukkan bahwa tingkat kesuburan lahan dan ketinggian tempat sangat menentukan sistem jajar legowo yang diterapkan. Semakin subur tanah, maka jarak tanam yang diterapkan semakin lebar. Demikian pula dengan ketinggian tempat, semakin tinggi tempat maka jarak tanam yang diterapkan semakin lebar. 3.3. Manfaat Pengaruh Penggunaan Jarwo Transplanter Untuk Mengatasi Kelangkaan Tenaga Kerja Salah satu yang menjadi masalah dalam pengembangan pertanian di Indonesia adalah kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian. Ini tampak dari komposisi kepala rumah tangga pertanian menurut kelompok umur sebagaimana tertera pada Tabel 1. Alasan yang dikemukakan bahwa angkatan kerja usia muda tidak tertarik bekerja di pertanian antara lain adalah: (i) pendapatan yang diperoleh rendah, (ii) sifatnya musiman, (iii) membutuhkan kekuatan fisik yang besar dan kurang nyaman, dan (iv) kurang sesuai untuk mengembangkan wawasan bagi kelompok usia muda. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan tenaga kerja khususnya pada tahapan kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja cukup banyak dan durasi tahapan tersebut pendek. Termasuk dalam kategori kegiatan ini terutama kegiatan menanam dan panen padi. Semula, kegiatan pengolahan tanah juga 7

termasuk kategori mengalami kelangkaan tenaga kerja tetapi selama ini telah teratasi dengan meluasnya penggunaan traktor. Tabel 1. Komposisi kepala rumah tangga petani di 7 provinsi di Indonesia *) Kelompok umur kk jumlah observasi persen % kumulatif < 35 tahun 212 13.0 13.0 35-44 tahun 427 26.2 39.3 45-54 tahun 489 30.0 69.3 55-65 tahun 417 25.6 94.9 > 65 tahun 83 5.1 100.0 Total 1628 100.0 *) Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Kalimantan Selatan, NTB, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Sumber: Sumaryanto (2014). Penanaman dengan sistem jajar legowo dipandang lebih rumit dan butuh tenaga kerja yang lebih banyak, yang pada akhirnya perlu penyediaan biaya tanam lebih banyak dari sistem tanam konvensioanl (tegel). Oleh karena itu, kehadiran indo-jarwo tranplanter diharapkan mampu menghemat penggunaan tenaga kerja. Menurut hasil laporan Direktorat Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP (2013), dengan menggunakan jarwo transplanter maka tenaga kerja yang dibutuhkan hanya 3 orang per hektar dengan jam kerja sekitar 4 jam. Sementara menanam padi sistem jarwo secara manual memerlukan tenaga kerja sebanyak 20 orang dan bekerja sekitar 8 jam atau 160 jam/ha (Tabel 2). Dengan demikian, penggunaan transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja setara jam kerja sekitar 92,50%. Dengan kata lain, penggunaan transplanter hanya membutuhkan tenaga kerja sekitar 7,5% dari total jam kerja yang dibutuhkan sistem tanam jarwo konvensional, dengan perhitungan sebagai berikut: Kebutuhan tenaga kerja (setara jam kerja) secara manual: 20 orang x 8 jam/orang = 160 jam Kebutuhan tenaga kerja (setera jam kerja) dengan transplanter: 3 orang x 4 jam/orang = 12 jam Penghematan jam kerja (160-12) = 148 jam atau (148/160)x 100% = 92,5% atau hanya dibutuhkan jam kerja (100% - 92,5%) = 7,5% Selain terjadi penghematan penggunaan tenaga kerja, laporan Direktorat Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP (2013) juga menyebutkan bahwa 8

penggunaan transplanter hanya membutuhkan biaya tanam sekitar Rp 600 ribu/ha, sementara secara manual butuh biaya tanam Rp 900 ribu/ha. Dengan demikian, penggunaan transplanter berpotensi mengurangi biaya tanam mencapai 33,33% (300/900 x 100%). Tabel 2. Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja dan Biaya Tanam dengan Cara Manual dan Menggunakan Transplanter, 2013 (per hektar). Sumber: Direktorat Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP, 2013 Hasil serupa juga ditemukan pada kajian tim BB Mektan Pertanian (2013) dimana jarwo transplanter hasil inovasi Badan Litbang hanya dioperasikan oleh lima (1 operator, 2 penyulam dan 2 orang cabut dan angkut bibit) mampu menggantikan 22 tenaga kerja tanam manual (20 orang tanam dan 2 pembantu), (Tabel 2). Dengan demikian penggunaan transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja sekitar 17 orang, atau 77,78%. Dengan asumsi transplanter hanya kerja 4 jam/ha dan dengan cara manual 8 jam/ha, maka effisiensi penggunaan tenaga kerja setara jam akan lebih baik lagi, yaitu mencapai 84%. Artinya dengan cara transplanter hanya membutuhkan tenaga kerja sekitar 16% dari cara manual, dengan perhitungan sebagai berikut: Kebutuhan tenaga kerja (setara jam kerja) secara manual: 22 orang x 8 jam/orang = 176 jam Kebutuhan tenaga kerja (setera jam kerja) dengan transplanter: (3 orang x 4 jam/orang) + ( 2 orang x 8 jam) = 28 jam 9

Penghematan jam kerja (176-28) = 148 jam atau (148/176)x 100% = 84% atau hanya dibutuhkan jam kerja (100% - 84%) = 16%. Tabel 2. Perbandingan Penggunaan Tenaga Kerja dan Biaya Tanam antara Cara Manual dan Menggunakan Transplanter, 2013 Sumber: BB Mektan Pertanian, 2013 Hasil kajian ini juga menemukan bahwa biaya tanam pada sistem tanam jarwo dengan menggunakan tranplanter hanya sekitar Rp 905 ribu, sementara dengan sistem manual membutuhkan biaya tanam mencapai Rp 2 juta. Dengan demikian transplanter mampu menghemat biaya tanam sampai 50%. Evaluasi kinerja transplanter juga dilakukan BB Padi pada tahun 2012. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa penggunaan transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja sekitar 15 orang atau 75%. Dengan kata lain, penggunaan transplanter hanya butuh tenaga tanam sekitar 25% dari jumlah yang dibutuhkan jika menanam padi dilakukan secara manual. Menanam padi 10

dengan transplanter membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang, sementara dengan cara manual mencapai 20%. Dari hasil hasil-hasil kajian di atas menunjukkan bahwa penggunaan transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja secara signifikan dibandingkan cara manual. Oleh karena itu, pengembangan alat ini mempunyai potensi besar dalam mengatasi kelangkaan tenaga kerja yang terjadi saat ini. Selain itu, alat ini diperkirakan akan mudah diterima masyarakat karena juga mampu mengurangi biaya tanam. Namun demikian, sosialisasi dan pembuktian di tingkat lapangan perlu terus dilakukan dalam upaya membuktikan kepada petani luas bahwa alat ini memberikan workable dan memberikan manfaat yang nyata kepada petani. 3.4. Pengaruh Penerapan Sistem Tanam Jarwo Terhadap Peningkatan Produktivitas Usahatani Padi Hasil kajian di 2 lokasi yaitu di Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) dan di Kabupaten Malang (Jawa Timur) menunjukkan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo memang dapat meningkatkan produktivitas. Sebagaimana tampak pada Tabel 3, penerapan jajar legowo di Kabupaten Indramayu yang dilakukan oleh Kelompok Tani yang diobservasi ternyata mampu meningkatkan produktivitas dari 5.4 menjadi 6.3 Ton/Hektar yang berarti meningkat sekitar 17 persen. Sedangkan pada Kelompok Tani yang diobservasi di Kabupaten Malang meningkat dari 5.5 menjadi 6.2 Ton/Hektar yang berarti meningkat sekitar 13 persen. Tabel 3. Perbedaan Produktivitas Padi antara Sistem Tegel dan Jarwo di Kelompok Tani Lokasi Kajian, 2014 Lokasi kajian Sistem Tegel Sistem Jarwo Perubahan Ton/Ha Persen Indramayu (Jawa Barat) 5.4 6.3 0.9 16.7 Malang (Jawa Timur) 5.5 6.2 0.7 12.7 Sumber: Kelompok Tani di lokasi kajian (diolah) Selain menunjukkan adanya kenaikan, temuan tersebut juga mengindikasikan adanya variasi antar wilayah. Terkait dengan variasi ini, hasil kajian lainnya menyebutkan bahwa di beberapa tempat sistem jarwo juga belum 11

mampu meningkatkan produktivitas secara signifikan. Hal ini diduga kuat karena ketidak hati-hatian dalam memilih varietas, atau mungkin adanya ketidak tepatan dalam dosis pemupukan. Menurut hasil kajian Karim Makarim (Puslitbangtan, 2014), tidak semua varietas cocok untuk ditanam sistem jarwo, sehingga meniadakan keunggulannya. Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih varietas menjadi sangat penting. Ada beberapa varietas justru produktivitasnya menurun ketika ditanam secara rapat, karena kenaikan jumlah populasi tidak mampu mengurangi jumlah malai. 3.5. Dampak Pengembangan Sistem Tanam Jarwo Melalui Jarwo Transplanter Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Dengan memanfaatkan beberapa data hasil kajian sebelumnya dan diolah kembali, keragaan hasil analisa usahatani padi dengan sistem tanam tegel, jarwo manual, dan jarwo tranplanter disajikan pada Tabel 4. Hasil kajian menunjukkan bahwa produktivitas padi yang ditanam dengan sistem tegel hanya sekitar 5.44 ton per ha, sementara yang ditanam dengan sistem jarwo baik manual dan tranplanster adalah sama, yaitu 6.21 ton per ha. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi yang ditanam dengan sistem jarwo mampu menghasilkan padi sekitar 15% lebih tinggi dari sistem tegel. Namun demikian, tidak ada perbedaan hasil antara padi yang ditanam dengan sistem jarwo secara manual dengan transplanter. Perbedaannya hanya terjadi pada biaya tanam. Tabel 4. Analisa Usahatani Padi dengan Sistem Tanam Tegel, Jarwo Manual, dan Jarwo Tranplanter, 2014. Keterangan Sistem tanam Tegel Sistem Tanam Jarwo Manual Transplanter I. Biaya Produksi (Rp/ha) 7 436 700 7 928 756 7 642 056 a. Pengolahan lahan 1 050 000 1 010 000 1 010 000 b. Benih 340 000 380 000 380 000 c. Pupuk 1 099 500 1 101 500 1 114 500 Urea 540 000 540 000 550 000 SP-36 197 000 198 500 199 500 NPK 362 500 363 000 365 000 d. Tanam 810 000 920 000 600 000 e. Menyiang 450 000 450 000 450 000 f. Pengairan 125 000 125 000 125 000 g. Menyemprot 370 000 370 000 350 000 12

h. Panen 2 822 000 3 221 956 3 221 956 i. Biaya lainnya 370 200 350 300 390 600 II. Produksi (kg/ha) 5 440 6 211 6 211 Iii. Penerimaan (Rp/ha) 21 651 200 24 719 780 24 719 780 Iv. Keuntungan (rp/ha) 14 214 500 16 791 024 17 077 724 Keterangan: * Peningkatan keuntungan terhadap sistem tanam tegel ** Peningkatan keuntungan terhadap sistem tanam jarwo secara manual Sumber data: untuk produksi dari Tabel 3, sementara biaya produksi dari berbagai sumber. Tanam padi yang ditanam dengan sistem jarwo dengan menggunakan transpalanter hanya butuh biaya tanam sekitar 65% dari sistem jarwo secara manual. Tampak bahwa sistem tanam jarwo manual membutuhkan biaya tanam lebih tinggi dari sistem tegel, yaitu sekitar 14%. Tabel 4 lebih lanjut menginformasikan bahwa tanaman padi yang ditanam dengan sistem jarwo dengan menggunakan transplanter mampu memberikan keuntungan yang paling tinggi dibandingan yang lainnya. Pada usahatani dengan sistem tanam tegel keuntungan per hektar adalah sekitar Rp. 14.2 juta, sedangkan dengan jarwo dan jarwo transplanter masing-masing mampu memberikan keuntungan Rp. 16.8 dan Rp. 17.1 juta per hektar. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya pemanfaatan sistem tanam jajar legowo, apalagi jika cara penanamannya dengan menggunakan transplanter akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi daripada cara yang selama ini dipergunakan secara tradisional yakni sistem tegel tanpa transplanter. 3.6. Kendala Teknis Pemanfaatan Jarwo Transplanter Potensi keuntungan dari penerapan jarwo transplanter telah dibahas di atas. Pertanyaannya adalah: mengapa sampai saat ini perluasan penerapannya berjalan lambat? Jawaban atas pertanyaan ini perlu mempertimbangkan faktorfaktor teknis dan sosial ekonomi secara cermat. Secara teknis, berbagai informasi di lapangan menunjukkan bahwa alsin ini (jarwo transplanter) menunjukkan sejumlah alasan berikut: (1) Sampai saat ini peralatan tersebut belum banyak tersedia di pasaran, (2) Peralatan masih sangat sensitif terhadap permukaan lahan sawah yang tidak rata sehingga ditemukan beberapa bibit padi yang tidak menancap sempurna dan hal ini mengakibatkan bogang, 13

(3) Petani belum serempak mau memanfaatkannya, sementara itu pengangkutannya antar petak tidak mudah karena galengan pada umumnya sempit-sempit, (4) Untuk petani yang luas garapannya sangat kecil maka dalam rangka mengejar waktu seringkali tidak sabar menunggu giliran memperoleh pelayanan jarwo transplanter, (5) Sejumlah petani belum terampil mempersiapkan bibit padi yang sesuai dengan aplikasi optimal jarwo transplanter, (6) Oleh karena sistem pengairan adalah mengalir dari petak ke petak maka sulit untuk mengkondisikan agar sawahnya berada dalam kondisi macakmacak; sementara itu jika terendam air maka tidak mudah diketahui apakah permukaan tanah sawah tersebut rata ataukah tidak rata, (7) Jarwo transplanter tidak sesuai untuk diterapkan pada lokasi pesawahan di daerah pegunungan (berlereng) karena memindahkannya dari satu petak ke petak lain sangat berat, sedangkan petakan-petakan sawah di likasi seperti itu pada umumnya sempit-sempit, (8) Secara umum masih sangat sedikit tenaga terampil yang mampu memanfaatkan jarwo transplanter secara optimal (9) Belum tersedianya suku cadang yang mudah didapatkan pada saat peralatan tersebut membutuhkan perbaikan. 3.7. Peran Strategis Kelompok Tani dan UPJA Jarwo Transplanter Masa depan pengembangan penerapan jarwo transplanter sangat tergantung pada kinerja Kelompok Tani. Hal ini didasarkan atas fakta bahwa kinerja jarwo transplanter sangat dipengaruhi oleh beberapa faktos berikut: (1) Hasil hitungan secara sederhana menunjukkan bahwa kelayakan finansial penerapan jarwo transplanter membutuhkan luas layanan setidaknya 35 hektar per musim. Mengingat bahwa sebagian besar petani padi luas garapannya sempit-sempit maka peranan Kelompok Tani dalam mengkondisikan terjadinya konsolidasi pengusahaan tanaman sehamparan sangat diperlukan. 14

(2) Penerapan jarwo transplanter akan optimal jika petani-petani pemilik lahan pada hamparan yang sama terkonsolidasikan dengan baik dalam sistem pengairan dan sepakat untuk melakukan penanaman padi secara serempak. (3) Biaya operasi dan pemeliharaan jarwo transplanter tidak murah sehingga beban biaya tersebut hanya akan layak ditanggung oleh petani pemilik lahan luas (di atas 10 hektar) atau oleh Kelompok Tani, atau oleh Pengusaha Jasa Alsintan (UPJA) yang mampu memperoleh areal layanan setidaknya 35 hektar. (4) Penerapan jarwo transplanter akan optimal di wilayah yang jadwal tanam sesuai dengan jadwal irigasi dan sistem irigasi maupun drainasenya baik. Untuk itu amalgamasi Kelompok Tani dengan Asosiasi Petani Pemakai Air Irigasi (P3A) sangat diperlukan. (5) Penerapan jarwo transplanter akan optimal jika sistem pembibitan benih padi dilakukan dengan cara yang sesuai tuntutan teknis pengoperasian alsin tersebut dan petani tepat dalam memilih varietas tanaman padi yang paling sesuai untuk penanaman dengan sistem jajar legowo. (6) Dalam jangka panjang, disamping terus membina Kelompok Tani maka pemerintah perlu pula mengkondisikan agar peranan UPJA alsintan dalam bidang pengolahan tanah (traktor), penanaman (transplanter), maupun pemanenan (harvester) dapat berkembang. 15

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI (1) Salah satu cara yang layak ditempuh untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan per luas garapan usahatani padi adalah melalui penerapan sistem tanam Jajar Legowo. (2) Mengingat penerapan sistem tanam Jajar Legowo membutuhkan tenaga kerja tanam yang lebih banyak sedangkan ketersediaan tenaga kerja untuk kegiatan tanam serempak makin terbatas maka dibutuhkan adanya peralatan tanam yang secara tekni dapat dioperasikan, secara finansial layak, dan secara sosial budaya dapat diterima komunitas petani. (3) Atas tantangan tersebut Badan Litbang Pertanian telah berhasil menciptakan peralatan yang dimaksud yaitu jarwo transplanter. Uji coba dan uji lapang atas kinerja peralatan ini telah dilakukan dan potensial untuk dikembangkan penerapannya. (4) Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan jarwo transplanter mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani padi namun bervariasi antar lokasi. Sumber variasi terletak pada kondisi teknis hamparan lahan sawah dan kemampuan petani dalam memilih varietas yang paling sesuai untuk ditanam dengan teknik jajar legowo. (5) Prospek penerapan jarwo transplanter sangat ditentukan oleh kinerja Kelompok Tani dalam mengkondisikan terjadinya konsolidasi pengelolaan irigasi, penentuan jadwal tanam, penentuan jenis komoditas pangan yang diusahakan, dan dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan peralatan mekanis tersebut. (6) Seraya mengkondisikan agar kinerja Kelompok Tani makin membaik, penyempurnaan kinerja teknis jarwo transplanter yang diorientasikan pada aspek kepraktisan pengoperasiannya perlu terus dilakukan. (7) Implementasi program pengembangan penerapan jarwo transplanter seyogyanya tidak hanya terfokus pada Kelompok Tani. Pemerintah perlu pula mendorong partisipasi Usaha Pelayanan Jasa (UPJA) transplanter swasta karena secara obyektif tidaklah mungkin mengandalkan sistem pengembangannya hanya melalui kelembagaan kelompok tani. 16

DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2013. Indo Jarwo Transplanter dan Indo Combine Harvester Mendukung Swasembada Beras Berkelanjutan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Peluang Dan Tantangan Penerapan Paddy Transplanter Dan Paddy Combine Harvester Pada Tanam Jajar Legowo.. Makalah Disampaikan Pada Acara Temu Teknis Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong, 5 Agustus 2013. Serpong. BBP2TP. 2013. Perkembangan Aplikasi Inovasi Jajar Legowo Di Indonesia (Aplikasi, Provitas, Dan Permasalahan). Makalah Disampaikan Pada Raker Khusus Badan Litbang Pertanian, 23-25 Agustus 2013 Di Bogor. Direktorat Alat dan Mesin Pertanian - Ditjen PSP. 2013. Kebijakan, Implementasi Dan Evaluasi Pengadaan Rice Transplanter. Makalah Disampaikan Pada Acara Temu Teknis Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong, 5 Agustus 2013. Serpong. BB Mektan. 2013. Mesin Tanam Padi Indo Jarwo Transplanter. Iskandar Ishaq. 2012. Jajar Legowo (Jarwo) Komponen Teknologi Penciri Ptt Penunjang Peningkatan Hasil Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Majalah Sains Indonesia, 2012. Berkat Si Jarwo, Panen Padi Berlimpah Ruah. Edisi 12,Desember 2012, h. 39-45. Majalah Sains Indonesia. 2014. Indo Jarwo Transplanter, Cara Cepat Dan Hemat Tanam Padi. Edisi Khusus 40 Tahun Balitbangtan. Jakarta. Unadi, A. dan Suparlan. 2011. Dukungan Teknologi Pertanian untuk Industrialisasi Agribisnis Pedesaan. Makalah Seminar Nasional Penyuluhan Pertanian pada Kegiatan Soropadan Agro Expo tanggal 2 Juli 2011. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Bogor. 17