TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

dokumen-dokumen yang mirip
perubahan Anggaran Dasar.

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS


BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Oleh : Nike K. Rumokoy. Abstract:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 Universitas Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

ditemukan dalam anggaran dasar dan/ atau peraturan perundang-undangan yang menunjuk orang-orang yang mana yang dapat bertindak untuk dan atas nama

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A.

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI PT TRIKOMSEL OKE Tbk.

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

STIE DEWANTARA Subyek Hukum Bisnis

Mata Kuliah - Kewirausahaan II-

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI & KOMISARIS BUMN PERSERO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN KOMISARIS DALAM HUKUM KORPORASI (Telaah UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

Materi Minggu 6. Pengambil Keputusan Strategik: Manajer Strategik dan Corak Manajemen Strategik

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

Soal Tentir Persiapan UAS Hukum Dagang. Dept. Pendidikan dan Keilmuan BEM FHUI Business Law Society (BLS)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB III PEMBAHASAN. A. Penerapan Doktrin Ultra Vires Dalam Kasus PT. Aditya Toa

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

BAB III PROSES PENGESAHAN HASIL RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. A. Perseroan Terbatas Sebagai Landasan Hukum

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

PEDOMAN KERJA DIREKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 91 TAHUN 2000 (91/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Frankiano B. Randang* A. PENDAHULUAN Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas (PT) memiliki dua sisi, yaitu pertama sebagai badan hukum dan kedua pada sisi yang lain adalah wadah atau tempat diwujudkannya kerjasama antara para pemegang saham atau pemilik modal, hal ini terlihat jelas dari ketentuan umum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 ( selanjutnya disebut 1 UUPT). Selanjutnya Pasal 1 butir 1 UUPT menyebutkan bahwa : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan perlaksanaannya. Jelas terlihat bahwa Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum yang dengan sengaja diciptkan. Dengan demikian, PT adalah suatu subjek hukum yang mandiri, yang mempunyai hak dan kewajiban, yang pada dasarnya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban subjek hukum manusia. Sebagai suatu subjek hukum yang mandiri, maka keberadaan PT tidak bergantung dari keberadaan para pemegang sahamnya, para anggota, Direksi dan dewan Komisaris. Pergantian pemegang saham, Direksi dan atau Komisaris tidak mempengaruhi keberadaan PT selaku persona standi in judicio. Terlihat dari ketentuan Pasal 1 butir 1 UUPT di atas, bahwa PT memperoleh status badan hukum berdasarkan sistem tertutup, dimana suatu perbuatan perdata semata-mata tidak menjadikan suatu organisasi menjadi badan hukum, tetapi harus berdasarkan undangundang atau dengan undang-undang. Hal ini membedakannya dengan yayasan yang menajdi badan hukum dengan sistem terbuka, yaitu tidak berdasarkan undang-undang atau dengan * Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado 1

undang-undang, melainkan berdasarkan kebiasaan, doktrin, dan mungkin didukung oleh yurisprudensi. Merusuk pada UUPT, maka terdapat tiga fase dalam hubungan dengan status badan hukum Perseroan Terbatas, yaitu : 1. Perseroan Terbatas dalam pendirian. Tahap ini dimulai dengan tanggal akta pendirian sampai dengan tanggal disahkan oleh Menteri Kehakiman, selama ini hubungan hukum antara para pemegang saham dan anggota direksi (hubungan intern), dan hubungan hukum mereka dengan pihak ketiga (hubungan ektern) bersifat kontraktual, dan masing-masing pihak bertanggung jawab tidak terbatas. 2. PT sudah berstatus badan hukum Fase ini dimulai dari tanggal pengesahan oleh Menteri Kehakiman sampai akta pendirian didaftarkan sesuai UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib daftar Perusahaan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Pada fase kedua ini Direksi masih bertanggung jawab tidak terbatas, sedangkan para pemegang saham bertanggung jawab terbatas. 3. PT sudah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI Pada fase ini, baik pemegang saham, Direksi maupun Komisaris bertanggungjawab terbatas. Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji salah satu organ Perseroan Terbatas yaitu Direksi dalam Paper ini. B. PEMBAHASAN a. Tugas dan Wewenang Direksi Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperolehnya berdasarkan dua prinsip dasar, yaitu pertama kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (Fiductary dury), dan kedua prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi (Duty of skill and care). Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak hati-hati dan disertai itikad baik, sematamata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadap kedua prinsip ini 2

membawa konsekuensi yang berat bagi direksi, seperti terlihat antara lain dalam pasal 85 dan pasal 90 UUPT, karena Ia dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Pasal 85 UUPT menyebutkan bahwa : (1) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. (2) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lali menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Sedangkan Pasal 90 UUPT menyebutkan : (1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kelalaian tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung rentang bertanggung jawab atas kerugian itu. (2) Anggota direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara yang rentang atas kerugian tersebut. Di sini terlihat bahwa pasal 85 UUPT bertolah atas asas Fiduciary duly, sedangkan pasal 90 UUPT bertolak dari asas Duty of skill and care. Direksi mewakili kepentingan perseroan secara keseluruhan dan ia tidak mewakili kepentingan pemegang saham tertentu atau masing-masing pemegang saham. Oleh karena itu, pembagian tugas dan wewenang direksi diatur oleh RUPS atau sebagaimana diteteapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan, ataupun komisaris bila diatur demikian di dalam anggaran dasar. Pasal 81 UUPT : (1) Peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi ditetapkan oleh RUPS. (2) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh komisaris atas nama RIPS. Pasala 79 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh direksi, di sini timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan kepengurusan. Penjelasan pasal 3

ini menyatakan bahwa ketentuan dalam ayat (1) ini menugaskan direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan. Pasal 88 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa Direksi wajib meminta persetuajuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian kekayaan perseroan. Sedangkan Pasal 82 UUPT menyebutkan bahwa : Direksi bertanggung Jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupuan di luar pengadilan. Dari pasal-pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dengna istilah pengurusan diartikan bahwa direksi ditugaskan dan karenanya berwenang : 1. Direksi mengurus kegiatan sehari-hari perseroan, dalam arti mengatur dan mengelola kegiatan usaha perseroan sesuai dengan maksud dna tujuan pendiriannya. 2. Mengurus kekayaan perseroan. 3. Untuk kepentingan dan tujuan perseroan, mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam hubungannya dengan kepengurusan perseroan tersebut, beberapa tugas direksi diatur secara rinci di dalam UUPT. a. Direksi dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, harus menyusun laporan tahunan sesuai dengan pasal 56 UUPT. b. Direksi wajib membuat dna memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi dan menyelenggarakan pembukaan perseroan (pasal 86 ayat (1) UUPT). Perlu diperhatikan bahwa tugas-tugas direksi di atas merupakan tugas dari semua direksi, hal ini terlihat jelas dari ketentuan Pasal 83 beserta penjelasannya dan Pasal 90 UUPT. Pasal 83 ayat 1 : (1) Dalam hal anggota direksi terdiri dari 1 (satu) orang. Maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar (Penjelasan ayat (1) : undang-undang ini memiliki sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis masing-masing anggota direksi berwenang mewakili perseroan. 4

Pasal 90 ayat 2 : (2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup utnuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu. Kata tanggung renteng dalam pasal 90 ayat (2) UUPT di atas, juga menunjukkan bahwa direksi bersifat kolegial, dalam hal terjadi konflik kepentingan antara direksi dan perseroan, maka direksi dapat mewakili perseroan, bila hal ini terjadi, maka perseroan akan diwakili sesuai dengan aturan di dalam anggaran dasar. Apabila tidak diatur, maka RUPS akan mengangkat seseorang wakil perseroan. Pasal 84 UUPT : (1) Anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila : a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan; atau b. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan. (2) Dalam anggaran dasar diteteapkan yang berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Dalam hal anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham atu lebih untuk mewakili perseroan b. Tanggung Jawab Direksi Pada dasarnya pertanggungjawaban dierksi adalah terbatas setelah dilakukannya pendaftaran menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1982 dan pengumuman Akta Pendirian yang telah disahkan Menteri Kehakiman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia akan tetapi, dalam keadaan tertentu tanggung jawab terbatas ini dapat menjadi tidak terbatas atau menjadi tanggung jawab peribadi atupun tanggung rentang sesama anggota direksi hal ini terutama berhubungan dengan konsep-konsep di bawah ini, Piercing The Corporat Veil, Ultra Vires 5

Ad. a. Piercing The Corporate Veil Ciri utama Perseroan Terbatas adalah bahwa PT merupakan subjek hukum yang berstatus badan hukum, yang pada gilirannya membawa tanggung jawab terbatas (limited liability) bagi para pemegang saham, anggota Direksi dan Komisaris. Prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham tetap dianut dalam UU RI No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT dan juga Pasal 85 ayat (1) UUPT. Perseroan pertanggungjawaban pemegang saham ini pada mulanya merupakan masalah yang kontroversial, karena ada yang berpendapat bahwa tanggung jawab pemegang saham dalam PT tidak boleh lebih dari nilai saham yang diambilnya, sesuai dengan pengertian kata terbatas dalam nama badan hukum ini. Pendapat ini sejalan dengna hakiki dari PT itu sendiri dan prinsip ini masih alid. Persoalannya adalah apakah prinsip di atas harus berlaku secara absolute/mutlak, bahkan dalam situasi tertentu perseroan sebenarnya hanya merupakan alter ego dari pemegang sahamnya, sehingga perseroan dipakai sebagai kedok usaha pemegang saham dalam membatasi resiko kerugian yang timbul sebagai akibat keterlibatannya dalam perseroan, hak untuk kepentingan pribadi maupuan alasan lain. Dalam hal ini diperlukan keberanian untuk memberikan keseimbangan dalam penerapan prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham. Pertanggungjawaban terbatas tersebut tidak mutlak. Dalam keadaan tertentu, tanggung jawab terbatas tersebut tidka berlaku karena ada pengecualiannya. Di sini terlihat bahwa UUPT menganut prinsip piercing corporate veil, yang dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai menyingkap tabir atau cadar perseroan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab sebatas pemegang saham (juga Direksi dan Komisaris) dapat menjadi tidak terbatas dalam hal-hal tertentu. Bahwa UUPT menganut prinsip piercing corporate veil terlihat dari pasal-pasal UUPT di bawah ini yang berlaku baik bagi pemegang saham, Direksi maupun Komisaris. Bagi pemegang saham yang memiliki tanggung jawab terbatas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) menjadi tidak berlaku dalam hal yang dinaytakan pada Pasal 3 ayat (2) bahwa : Dengan demikian terlihat bahwa dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkingan hapusnya tanggung jawab terbatas dari pemegang saham. Hal-hal tertentu tersebut antara 6

lain apabila terbukti bahwa telah terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. Sebelum memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman, maka tanggung jawab pemegang saham, direksi dan komisaris adalah tidak terbatas. Setelah pengesahan Menteri Kehakiman, tanggung jawab pemegang saham dan komisaris menjadi terbatas, tetapi tidak demikian dengan Direksi sebagaimana terlihat dalam Pasal 23 UUPT sebagai berikut : Selama pendaftaran dan pengumuman, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Di samping itu, tanggung jawab Direksi (dan Komisaris) juga menjadi tidak terbatas dalam hal pembuatan dokumen perhitungan tahunan yang tidak benar dan menyesalkan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 60 UUPT ayat (3) dan (4). Dalam ayat (4) dijelaskan pula bahwa anggota Direksi yang tidak terlibat dibebaskan dari tanggung jawab. Tanggung jawab Direksi pada dasarnya dilandasi oleh dua prinsip penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oelh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang, merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi (duly of skill and core). Ketua prinsip ini menuntut Direksi untuk berhati-hati dan disertai itikad baik semata-mata untuk kepentingan dan tujuan Perseroan. Pelanggaran terhadapnya membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi (lihat antara lain Pasal 85, 90 UUPT), karena ia dapat diminta pertanggungjawaban secara pribadi. Pasal 85 UUPT menyebutkan bahwa : 1) Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad, baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. 2) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab secara penuh apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1). 3) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagi dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. 7

Pasal 90 UUPT : 2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu. 3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalalainya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Penerahan prinsip Piercing The Corporate s Veil sebenarnya bukanlah hal yang sederhana, karena akan memerlukan pembuktian yang dalam kasus-kasus tertentu tidaklah mudah. Ad. b. Ultra Vires Ultra Vires. Acts beyond the scope of the power of as Corporation, as defined by its charter or laws of state of incorporation. 1 Black Law Dictionary, page 1365. Tumbuan 2 membedakan antara perbuatan Intra vires dan Ultra Ores. Perbuatan yang secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak PT (termasuk dalam maksud dan tujuan PT) adalah perbuatan intra vires. Perbuatan yang berada di luar kecakapan bertindak PT (tidak tercakup dalam maksud dan tujuan PT) adalah perbuatan ultra vires. Pengertian ultra vires mengandung arti bahwa perbuatan tertentu, yang apabila dilakukan manusida adalah sah, ternyata berada di luar kecakapan bertindak PT sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, dan atau berada di luar ruang lingkup maksud dna tujuannya. Berbeda dengan KHUD yang mengatur secara tegas mengenai ultra vires ini, UUPT menyerahkan sepenuhnya kepada pengaturan di dalam Anggaran Dasar. Hal ini dapat terlihat dalam Pasal 45 KUHD : Tanggung jawab para pengurus adalah tak lebih dari pada untuk menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya; mereka pun karena sega perikatan dari perseroan, dengan diri sendiri tidak terikat kepad apihak ketiga. 1 Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, St Paul Minm West Publishing; Co., 1979, p. 1365 2 Fred, B. G. Tumbuan, Perseroan Terbatas dan Organ-Organ (Sebuah Sketsa). Makalah pada Kursus Penyegaran Ikatan Notaris Indonesia, Surabaya, 30 Mei 1988, hal. 12 8

Sementara itu, apabila mereka melanggar sesuatu keentuan dalam akta atau tentang perubahan yang kemudian diadakannya mengenai syarat-syarat pendirian, maka atas kerugian yang karenanya telah diderita oleh pihak ketiga, mereka itu pun masing-masing dengan diri sendiri bertanggung jawab untuk seluruhnya. Pasal 83 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa : Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Menarik untuk diperhatikan (sebelum berlakunya UUPT), dalam kasus PT Usaha Sandang (penggugat) dengan PT. Dhaseng/ PT Interland Indonesia/Mediarto Prawiro (para tergugat), yang berturut diadili di Pengadilan Negeri Bandung (Putusan No. 269/Pdt.G/1990/PN.Bdg-tanggal 26 Pebruari 1992, pada tingkat kasasi dengan Putusan Mahkamah Agung No. 364.K/Pdt./1992, tanggal 28 Agustus 1996. Dalam catatannya terhadap kasus ini, Alim Boediarto 3 mengemukakan diterapkannya prinsip ultra vires dalam putusan Mahkamah Agung di atas. Perbuatan direksi, yang seharusnya menurut anggaran dasar hanya dapat dilakukan dengan persetujuan komisaris, dimana direksi mengenyampingkan ketentuan ini, maka perbuatan hukum direksi tersebut adalah tidak sah, dan tidak berkekuatan hukum serta tidak mengikat badan hukum yang bersangkutan. Akibat hukumnya ia harus bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan hukum yang dilakukannya dan tidak dilimpahkan kepada perseroan. Hal ini sesuai denga ajaran The Ultra Vires Rules yang menentukan bahwa direktur dilarang bertindak melampaui batas kewenangan yang telah ditentukan dalam anggaran dasar badan hukum perseroan atau korporasi yang dikelolanya. Kiranya hal ini sudah sesuai dengan Pasal 45 ayat 2 KUHD yang telah dikutip di atas. Dalam kasus di atas, sebenarnya juga perlu diperhatikan bahwa badan huum PT Dhacseng dan PT. Interland, walaupun sudah sah sebagai Badan Hukum, belum diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Dalam hal ini, baik KUHD maupun UUPT memberikan ketentuan yang sama yaitu pengurus atau direksi, baik orang demi orang maupun secara keseluruhan, bertanggung jawab secara pribadi. 3 Ali Boediarto, The Ultra Vires Rule Mengikat Direktur Koperasi, dalam Majalah Varia Peradilan No- 160 Januari 1999, hal. 11 9

Mengingat bahwa kedua perseroan yang digugat di atas adalah PT. Tertutup, kiranya menarik untuk diteliti beberapa persentase saham yang dimiliki oleh Mediario Prawiro selaku Presiden Direktur. Hal ini terutama bila ingin dihubungkan dengan ajaran Piercing The Corporat Veil, yaitu dikaitkan dengan Pasal 85 UUPT dan Pasal 90 UUPT. Terutama hal ini penting dalam keadaan setelah berlakunya UUPT, yang menganut ajaran Piercing The Corporat Veil. C. PENUTUP a. Kesimpulan 1. Dua prinsip dasar bagi Direksi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yaitu pertama kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (Fiduciary duty), dan kedua prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi (Duty of skill and carae). Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 2. Pada dasarnya pertanggungjawaban direksi adalah terbatas akan tetapi, dalam keadaan tertentu tanggung jawab terbatas ini dapat menjadi tidak terbatas atau menjadi tanggung jawab pribadi ataupun tanggung renteng sesama anggota direksi. Hal ini terutama berhubungan dengan konsep-konsep di bawah ini. a. Piercing The Corporate Veil Dalam keadaan tertentu, tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku karena ada pengecualiannya. Disini terlihat bahwa UUPt menganut prinsip piercing corporate viel, yang dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai menyingkap tabir atau cadar perseroan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas pememgang saham (juga Direksi dan Komisaris) dapat menjadi tidak terbatas dalam hal-hal tertentu. Perseroan dipakai sebagai kedok usaha pemegang saham dalam membatasi resiko kerugian yang timbul sebagai akibat keterlibatannya dalam perseroan, baik untuk kepentingan pribadi maupun alasan lain. 10

b. Ultra Vires Pengertian ultra vires mengandung arti bahwa perbuatan tertentu, yang apabila dilakukan manusia adalah sah, ternyata berada di luar kecakapan bertindak PT sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, dan atau berada di luar ruang lingkup maksud dan tujuannya. b. Saran 1. Kiranya perlu ditegaskan bahwa tanggung jawab direksi memiliki dua sisi yaitu ke dalam dan ke luar. Tanggung jawab ke dalam adalah tanggung jawab direksi kepada RUPS, sedangkan tanggung jawab ke luar adalah kepada pihak ketiga. 2. Perlu adanya keberanian untuk memberikan keseimbangan dalam penerapan prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham, yang dalam kenyataannya dalam hal-hal tertentu bisa menjadi kedok usaha pemegang saham dalam membatas resiko kerugian yang timbul sebagai akibat keterlibatannya dalam perseroan. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1495 tentang Perseroan Terbatas, Pusat Penerbitan PNRI, Jakarta, 1995. Black, Henry Campbell. Black s Law Dictionary, St. Paul Minn: West Publising Cp., 1979 Boediarto, All., The Ultra Vires Rule Mengikat Direktur Korporasi, dalam Majalah Varia Peradilan No. 160 Januari 1999. Subekti R., dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan Undang- Undang Kepailitan. Pradnya Paramita, Jakarta, 1983 Tumbuan, Fred B. G., Perseroan Terbatas dan Organ-organ (Sebuah Sketsa) Makalah pada Kursus Penyegaran Ikatan Notaris Indonesia Surabaya, 330 Mei 1988. 11