BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENETAPAN KINERJA (TAPKIN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Sekretariat DPRD Kota Bandung adalah. Dokumen perencanaan untuk periode Tahun 2015, dengan

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Keterbukaan informasi akan mendorong partisipasi publik karena dengan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

MENDENGARKAN HATI NURANI

DAFTAR TABEL. Persepsi Responden terhadap Kesesuaian Peraturan Pemerintah. Beberapa poin penting yang harus dibenahi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

Tanggapan Generasi Muda Etnis Tionghoa terhadap Implementasi Strategi Kampanye Calon Legislatif dari Etnis Tionghoa dalam Pemilu 2014

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

PAKTA INTEGRITAS PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Terbukanya arus kebebasan sebagai fondasi dasar dari bangunan demokrasi

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN. selaku pejabat publik dengan masyarakat. Dan komunikasi tersebut akan berjalan

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. memberi dorongan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi.

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017

PENINGKATAN KUALITAS PERAN DAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU


BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan implikasi penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan. Perubahan regulasi yang mengatur tentang partai politik dari waktu ke waktu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Membangun Nasionalisme kebangsaan tidak bisa dilepas pisaahkan dari konteks

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara telah mendorong pemerintah. baik pusat maupun daerah untuk lebih bersungguh-sungguh

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja L IHA PEMILIHAN UMUM

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN PROFIL ORGANISASI SEKRETARIAT DEWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB V Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat saat itu. Pemimpin-pemimpin formal, bahkan

Balikpapan, Februari 2016 Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Balikpapan, Astani Pembina Tingkat I NIP

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

Governance dituntut adanya sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Mataram, Februari KEPALA BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DALAM NEGERI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT,

Transkripsi:

288 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang kiranya dapat bermanfaat. A. Kesimpulan Umum Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan di atas terungkap bahwa orientasi politik masyarakat etnis Tionghoa di Kota Pontianak dalam penguatan komitmen kebangsaan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan menguatnya komitmen kebangsaan yang nampak pada aspek pengetahuan tentang politik praktis, aspek afektif yakni dengan semakin meningkatnya pastisipasi politik, dan aspek evaluatif yang di tandai dengan penilaian tentang produk-produk politik. Dengan demikian peran dan keterlibatan setiap warga negara etnis Tionghoa di Kota Pontianak merupakan pembuktian diri menjadi warga negara yang baik (good citizenship). Perilaku yang merujuk pada nasionalisme-kebangsaan dapat diindikasikan dalam sejumlah perilaku yang merupakan manifestasi dari kesadaran akan adanya latar belakang yang berbeda-beda baik dari suku, agama, jenis kelamin, bahasa, status sosial, status ekonomi, gender dan budaya, sehingga mereka menyadari betul akan perlunya rasa saling menghormati dan menghargai teman-teman yang berbeda agama, suku dan ras, guna mempererat persatuan dan

289 kesatuan bangsa demi pengutan komitmen kebangsaan-naisonalisme untuk terwujudnya pembagunan yang merata di Kota Pontianak. Dan hal ini juga tidak terlepas dari peran pendidikan kewarganegaraan yang di bangun atas dasar paradigma pendidikan kewarganegaraan secara kurikuler; teoritik dan programatik serta mengandung target pencapaian pada setiap warga negara sesuai dengan apa yang termasuk dalam visi, misi dan tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang memuat dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge), dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skills), serta dimensi nilai-nilai kewarga negaran (civics values). Dimana untuk selanjutnya hal di atas di pertegas lagi dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, tentang Kewarganegaraan yang dimana isinya memperjelas bahwa konsep bangsa Indonesia asli yang sesungguhnya yang tidak berdiri sendiri melainkan beradasarkan atas kesamaan ras, etnik (suku bangsa), bahasa, golongan, maupun agama, dimana sudah diakui didalam UUD 45 maupun Undang-Undang Kewarganegaraan bahwa jati diri bangsa Indonesia beranjak dari sejarah, rasa senasib dan sepenanggungan yang sudah ada sejak lama tumbuh dari masyarakat Indonesia yang plural dan heterogenitas. Dan dari beberapa aspek di atas sudah selayaknya seluruh warga negara mengimplementasikannya tanpa lagi ada rasa dan sikap yang mendiskriminasikan lagi sesama warga negaranya dengan membeda-bedakan etnis, agama, suku, dan bahasa. Dan selayaknya sudah patut kita tanamkan dan sadari bahwa kita adalah bangsa yang satu yang berasaskan Bhineka Tunggal Ika, yang berarti meskipun berbeda-beda namun tetap bersatu demi membangun bangsa Indonesia.

290 B. Kesimpulan Khusus Secara khusus, dari hasil penelitian ini dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Orientasi politik masyarakat etnis Tionghoa di Kota Pontianak dalam penguatan komitmen kebangsaan cukup tinggi, hal ini ditandai dengan meningkatnya aspek kognitif, aspek apektif dan evaluatif, dimana semakin tingginya, dimana hal ini mengalami perubahan dan peningkatan pada apek kognitif yaitu; pengetahuan, pemahaman tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya politik itu sendiri. Aspek afektif yakni; kesadaran yakni perasaan terhadap sistem politik, peranan, keberadaan aktor dan penampilannya. Evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan pada sistem politik, peranan, keberadaan aktor dan penampilannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa mereka sudah mendisposisikan diri mereka sebagai warga negara yang baik dan sadar akan peran serta mereka di dalam proses pembangunan dengan melalui pembuktian partisipasi diri didalam sistem politik lokal, dari aspek kognitif, afektif dan maupun evaluatif. Dimana dilapangan terungkap bahwa yakni pertama; orientasi politik kognitif, yaitu pengetahuan dan kepercayaan pada caleg, calon anggota DPRD, pada tataran ini, sebagian masyaraat entnis Tionghoa ternyata tidak mengenal calegnya, baik yang akan duduk di DPRD Propinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.

291 Kedua; orientasi politik afektif, yakni perasaan terhadap simulasi pemilu, penentuan pilihan, dan antusiasme pada pemilu. Ketiga; orientasi politik evaluatif, yaitu keputusan dan pendapat pemilih masyarakat etnis Tionghoa terhadap parpol pilihan; penyelesaian persoalan ekonomi, politik dan keamanan oleh Pemerintah, ketertiban dan kerahasiaan pemilu; serta keterlibatan dalam kampanye pemilu. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat etnis Tionghoa terhadap orientasi politik sebagai salah satu menguatnya rasa komitmen kebangsaan, dimana hal ini dapat dilihat semakin banyaknya kompetitor politik yang beretnis Tionghoa di Kota Pontianak, apakah mereka hanya sebagai aktor politik eksekutif, ligeslatif, dan tak jarang hanya sebagai simpatisan partai politik saja, dan tak dapat dipukiri lagi semakin meningkatnya orientasi politik masyarakat etnis Tionghoa ini semenjak sudah tebukanya ruang gerak warga negara dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang secara yuridis telah mempertegas bahwa konsep bangsa Indonesia asli, memperkokoh konsep kebangsaan Indonesia yang tidak berdiri sendiri, sejak semula konsep kebangsaan Indonesia memang tidak berdasarkan atas kesamaan ras, etnik (suku bangsa), bahasa, golongan, maupun agama. 2. Strategi politik masyarakat etnis Tionghoa dalam melakukan aktivitas politik di Kota Pontianak cukup efektif, dimana hal ini ditandai dengan strategi yang diterapkan oleh sebagian masyarakat etnis Tionghoa dalam melakukan aktivitas politiknya lebih mendahulukan kesiapan berupa administrasi dalam hal ini berupa ijazah dan dokumen-dokumen serupa yang dibutuhkan,

292 kemudian melakukan langkah-langkah strategi politik berupa: mempersiapkan perencanaan (penentuan misi), melakukan analisa dan penilaian situasi untuk menjalankan misi, kemudian mengambil keputusan strategis misi apa yang berhasil dijalankan pada situasi yang ada, sasaran apa yang harus dicapai untuk menjalankan misi (melakukan perumusan), strategi lingkungan eksternal dan internal (citra target), melihat dengan jeli kelompok mana saja yang menjadi sasaran target (kelompok target),melakukan pesan kelompok target instrumen pokok kedalam kelompok target, kemudian melakukan rencana waktu dan aksi, dan terakhir selalu melakukan kontrol terhadap strategi. namun disamping itu tidak menutup kemungkinan ada strategi lain yang diterapkan, salah satunya adalah kemampuan untuk menciptakan komunikasi politik yang baik dan harmonis. 3. Peran aktor politik masyarakat etnis Tionghoa Kota Pontianak dalam melakukan aktivitas politik, dimana penulis dapat merumuskan sebuah kesimpulan bahwa peran aktor politik masyarakat etnis Tionghoa dalam melakukan aktvivtas politik di Kota Pontianak belum berjalan dengan optimal, hal ini sudah jelas dengan ditandainya dari beberapa indikator aktivitas aktor politik yang masih lemah dalam melakukan kinerjanya seperti; (1) perwakilan dari aktor politik dalam hal ini lembaga DPRD dalam menjalakan tugasnya belum benar-benar bisa menjadi wakil bagi konstituennya, (2) serta belum sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat dalam setiap produk politik yang dihasilkan, (3) belum transparansinya lembaga wakil rakyat terhadap publik dalam setiap proses hingga keputusan politik yang mereka buat dalam

293 aspek transparansi ini, dewan masih terlihat tertutup dihampir setiap aktivitas politik mereka. Sehingga, arus informasi yang bisa diakses publik, sangat terbatas, indikator mudah diakses. kerja parlemen seharus gampang diakses dan melibatkan publik. Namun sementara ini yang kita saksikan, jarang terjadi, publik dilibatkan dalam pengambilan sebuah keputusan politik. Produk politik legislatif lebih banyak merupakan keputusan aktor politik saja, (4) indikator akuntabilitas, di mana setiap kerja lembaga legislatif harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. dalam menjalankan tiga fungsinya, yakni, pengawasan, pembuatan perda dan pembuatan anggaran idealnya semuanya harus akuntabel, (5) indikator efektifitas, hendaknya institusi DPRD harus efektif dalam melaksanakan semua tugas. Misalkan dalam fungsi pengawasan, seberapa efektif dewan mampu mengontrol penyimpangan yang terjadi. Belum optimalnya kinerja aktor/elite politik dapat diindikasikan oleh beberapa faktor yakni; masih kentalnya sistem dan budaya politik lama, yakni hirarkhi yang tegar, patronase maupun masih kuatnya budaya neopatrimonialistik di Indonesia. Maka kinerja lembaga legislatif sangat terkait erat dengan sistem politik maupun pemilu yang ada. Oleh sebab itu, sampai kapanpun juga, kinerja aktor/elite politik, dalam hal ini DPRD tidak akan kunjung membaik dan bisa memuaskan publik, jika anggota DPRD merupakan produk dari sebuah sistem yang masih buruk. Salah satu upaya kedepan, yang bisa ditempuh, misalkan dengan melakukan perbaikan dalam sistem rekrutmen calon anggota legislatif (caleg) oleh kalangan partai politik (parpol). Sejak awal, mesti disaring secara ketat, orang-orang yang hanya

294 memiliki kapabiltas, integritas serta pengalaman politik yang bisa diajukan sebagai caleg. Sistem rekrutmen yang baik bagi caleg sejak awal, akan mempengaruhi kinerja mereka saat duduk sebagai wakil rakyat. Dan tak kalah pentingnya membina komunikasi politik yang harmonis antar individu satu dengan lain untuk sedapat mungkin meminilisir isu-isu dan konflik baik di badan eksekutif, legislatif maupun publik dalam hal ini masyarakat. 4. Faktor yang mendorong tumbuh dan meluasnya tingkat orientasi politik masyarakat etnis Tionghoa di Kota Pontianak dalam penguatan komitmen kebangsaan yakni faktor tumbuhnya dari naluriah sejak zaman Hindia Belanda dikarenakan masyarakat etnis Tionghoa merasa bagian dari anak bangsa, dan salah satu faktor pendorong meluasnya tingkat orientasi politik masyarakat etnis Tionghoa di Kota Pontianak dalam penguatan komitmen kebangsaan adalah faktor diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, tentang Kewarganegaraan yang dimana salah satu isi dari Undang-Undang tersebut telah memperjelas bahwa konsep bangsa Indonesia asli yang sesungguhnya yang tidak berdiri sendiri melainkan beradasarkan atas kesamaan ras, etnik (suku bangsa), bahasa, golongan, maupun agama, dimana sudah diakui didalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 maupun Undang- Undang Kewarganegaraan bahwa jati diri bangsa Indonesia beranjak dari sejarah, rasa senasib dan sepenanggungan yang sudah ada sejak lama tumbuh dari masyarakat Indonesia yang plural dan multikultur. Dan hal inilah dapat diartikan oleh sebagian besar masyarakat etnis Tionghoa sebagai salah suatu pembuktian loyalitas diri terhadap komitmen kebangsaan memalui peran serta mereka dalam kancah dunia politik di tanah air.

295 C. Rekomendasi Merujuk pada hasil penelitian, penulis merekomendasikan beberapa hal berkaitan dengan orientasi politik masyarakat etnis Tionghoa dalam penguatan komitmen kabangsaan terhadap pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Rekomendasi ini disampaikan kepada berbagai pihak terkait yang memiliki kontribusi kuat terhadap pendidikan kewarganegaraan khususnya bagi pemerintah eksekutif maupun legiselatif dan bagi lembaga-lembaga yang terkait di dalamnya. 1. Kepada pemerintah eksekutif dan legislatif dalam melakukan aktivitas politik dan menjalankan tugasnya sebagai penjabat pemerintah daerah di Kota Pontianak, hendaknya selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, dalam hal ini mewujudkan janji-janji politik yang telah menjadi agenda program kerja yang sudah dicanangkan, dan sudah semestinya tugas pemerintah eksekutif dan legislatif untuk tetap berkomitmen dalam menjalankan tugas demi tujuan bersama membanggun daerah di Kota Pontianak tanpa lagi harus memiliki kepentingan pribadi dan mendiskriminasikan, etnis, ras, agama, bahasa dan kelompok tertentu. 2. Kepada masyarakat etnis Tionghoa sudah saatnya membuktikan loyalitas kepada bangsa dengan tetap meningkatkan komitmen kebangsaan dengan mengaktualisasikan diri dari ide-ide dan pemikiran yang komit demi tujuan bersama untuk membangun daerah di Kota Pontianak. Di samping itu hendaknya masyarakat etnis Tionghoa lebih bisa untuk hidup perdampingan dan berkrjasama sebagai warga negara tanpa lagi harus ada rasa curiga dan mencurgai antar individu, dengan tidak membeda-bedakan kelompok

296 tertentu, baik itu perbedaan dalam status sosial, etnis, jenis kelamin, suku, bahasa dan agama yang dianut. 3. Kepada para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, terutama para pengembang kurikulum pendidikan nasional sudah semestinya untuk merespon pentingnya pendidikan politik bagi generasi muda demi terwujudnya warga negara yang mempunyai pengetahuan, sikap dan penilaian yang lebih baik lagi sehingga warga negara di harapkan lebih bisa melek akan politik, dan diharapkan setiap individu lebih bisa memposisikan dirinya sebagai warga negara di dalam sistem politik lokal maupun nasional, hal ini sedana dengan realitas yang disemangati oleh rasa kebangsaannasionalisme. 4. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan tersebut, direkomendasikan untuk secara lebih mendalam mengkaji dan menelaah masalah-masalah mengenai orientasi politik masyarakat etnis Tionghoa dalam penguatan komitmen kebangsaan sebagai pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang berbasis pendidikan politik bagi generasi muda, hal ini dimaksudkan untuk memberikan rangsangan kepada guru atau dosen untuk mencoba mengimplementasikan sesuatu yang baru untuk pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap pentingnya pendidikan politik bagi generasi muda, dimana hal ini merupakan model yang tepat untuk menjawab tantangan pendidikan sekarang ini dengan melihat pada kondisi hiruk pikuk politik bangsa kita. Sehingga di harapkan semua warga negara melek akan politik dan dapat membangun aktivitas dan

297 kreativitasnya sebagai masyarakat sekaligus warga negara untuk lebih meningkatkan komitmen dan loyalitas kepada bangsa dan negara.