BAB III GAMBARAN UMUM VARIABEL SOSIALISASI KELUARGA DAN PERILAKU PROSOSIAL ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA HUBUNGAN ANTAR VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN

PENGARUH SOSIALISASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA REMAJA AWAL (Studi Pada Murid-Murid SLTP Negeri X di Jakarta) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PETUNJUK PENGISIAN ANGKET PENELITIAN. pernyataan tersebut. Selanjutnya pilihlah salah satu dari beberapa alternative

Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home

Orang Tuamu T. nakmu, Tet. Ajaran dan Nasihat Tuhan.

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Tinggal bersama orang tua dan atau saudara kandung : Ya / Tidak *

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Proses Komunikasi Antarpribadi Efektif Pegawai P2TP2A Kabupaten Serdang Bedagai dengan Anak Korban Kekerasan Seksual

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

BAB II KARAKTERISTIK RESPONDEN YANG DITELITI

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN. suatu keadaan atau situasi. Jenis penelitian eksplanatori tersebut sama

LAMPIRAN-LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA

Metode Pengumpulan Data. : SMK Negeri 1 Kalasan Sleman. Hari, Tanggal : Rabu, 4 Oktober 2017

BAB VI PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi semakin diperbaharui dan sumber daya manusia dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN I : KUESIONER KECERDASAN EMOSIONAL. sedang melakukan penelitian mengenai kondisi para dokter muda selama bertugas di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebagai : Subyek 1. Pendidikan Terakhir : SMP Kelas 2 : 2 dari 4 Bersaudara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

Skala Agresivitas Petunjuk Pengisian Skala

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Topik : school adjustment remaja ADHD yang bersekolah di sekolah umum. hubungan interpersonal yang positif pada remaja ADHD di sekolah umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Karakteristik Responden

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan (Orford, 1992). Dukungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia melalui kegiatan pengajaran, kegiatan pengajaran ini

LAMPIRAN. I. Pedoman Wawancara Pertanyaan Umum : 1. Siapa nama lengkap anda? 2. Ibu kandung anda boru apa?

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui tingkat internal locus of control siswa dilakukan dengan

LAMPIRAN A. Autistic Social Skill Profile (ASSP) Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN C KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN I. Verbatim (Bahasa Indonesia) Subjek JP. S : Iya, tidak apa-apa kak, saya juga punya waktu luang dan tidak ada kesibukan

Suka bolos, berkelahi dengan anak sini dan luar, suka minum-minum, suka merokok, pernah bantah guru

Angket Penelitian. I. Identitas Responden. 1. Nama : 2. Usia : 3. Pekerjaan : 4. Jenis kelamin : a. Laki- laki. b. Perempuan. 4. Etnis : a.

A. LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA 1. WAWANCARA DENGAN PENGURUS PANTI 2. WAWANCARA DENGAN ANAK PANTI ASUHAN

KATA PENGANTAR. Penulis. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kak Rya = Batak Admin service

Tekadku Karena Mimpiku

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1 Angket Try Out Kematangan Emosi dan Perilaku Altruisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK TOKEN EKONOMI DALAM MENGURANGI PERILAKU KEKERASAN PADA SISWA KELAS VI DI MADRASAH IBTIDAIYAH AISYAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN 1. Nama : Kelas : Jenis Kelamin : Hari/ Tanggal :

1. Sebelum anda mulai menjawab pernyataan-pernyataan, isilah identitas anda diatas terlebih dahulu.

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi

Lampiran 3. Verbatim Subjek 1. Waktu Wawancara : Sabtu, 08 Februari 2014 PENELITI (P) SUBJEK1 (YS)

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG

BAB I PENDAHULUAN. bagian, yaitu pertama, masa anak-anak awal (early childhood), yaitu usia 4-5

Petunjuk pengisian Anda akan diminta untuk mengisi 2 (dua) bagian, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

Disusun oleh Lusi Nurfaridah

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah bibi subjek pertama dan dirumah subjek sendiri selaku subjek

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

A. SAJIAN DATA. 1. Respon Guru Jika Murid Tidak Mengerti Materi Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Self Efficacy adalah keyakinan seseorang dalam mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

I. IDENTITAS DIRI Nama : (boleh inisial) Masa kerja :. tahun Pendidikan akhir : Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Validitas Item Self-Esteem

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

Aku, Sekolah, dan Cita-citaku

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

LAMPIRAN II VERBATIM DAN FIELD NOTE RESPONDEN IC

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

LAMPIRAN. 2 Ibu atau Ayah mengeluarkan kata-kata keji dan kotor kepada saya. 3 Saya merasa sedih ketika Ibu atau Ayah memarahi saya

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 79

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Shafique Dunia Pendidikan. Jakarta: PT. Pustaka Binaan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perbedaan persepsi dan sikap terhadap pengalaman, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

Lampiran 1 Kuesioner Pola Asuh Orang Tua dan Self Esteem DATA PRIBADI

Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan Indonesia yang sudah dikenal sejak

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB III PENYAJIAN DATA. 2 Klaten. Try Out ini dimaksud untuk mengetahui adanya item-item yang. tidak memenuhi validitas dan realibilitas.

Transkripsi:

38 BAB III GAMBARAN UMUM VARIABEL SOSIALISASI KELUARGA DAN PERILAKU PROSOSIAL ANAK Pada bab ini, peneliti akan menggambarkan mengenai variabel independen dan dependen dalam penelitian ini, yaitu sosialisasi keluarga dan perilaku prososial. Pertama-tama, akan dijelaskan mengenai variabel independen, yaitu sosialisasi keluarga. III.1 Sosialisasi keluarga Farley telah menjelaskan peran agen sosialisasi secara sistematis melalui empat proses yang membentuknya, yaitu penjelasan yang selektif (selective exposure), keteladanan (modeling), ganjaran (reward), dan hukuman (punishment). Proses-proses tersebut diadaptasi oleh peneliti dalam penelitian ini. Berikut ini tabel yang menunjukkan skor kategori jawaban dalam terpaan yang selektif: Tabel III.1.a Skor untuk kategori jawaban dalam terpaan yang selektif (selective exposure) Kategori (responden menjawab sesuai Skor pengalamannya) Tidak Pernah (TP) 1 Jarang (J) (frekuensi = 1-3 kali sebulan) 2 Sering (S) (frekuensi = lebih dari 3 kali sebulan) 3 Kemudian, dalam mengukur keteladanan (modelling), peneliti menggunakan skor kategori jawaban sebagi berikut: Pengaruh sosialisasi keluarga..., Devina Rosdiana 38 Sari, FISIP UI, 2009

39 Tabel III.1.b Skor untuk kategori jawaban dalam keteladanan (modeling) Kategori (responden menjawab sesuai Skor pengalamannya) Sangat tidak sesuai (STS) 1 Tidak sesuai (TS) 2 Sesuai (S) 3 Sangat Sesuai (SS) 4 Sedangkan, untuk mengukur ganjaran (reward) dan hukuman (punishment), peneliti menggunakan formasi sebagai berikut: Tabel III.1.c Skor untuk kategori jawaban dalam ganjaran dan hukuman Kategori (responden menjawab sesuai Skor pengalamannya) Tidak Pernah (TP) 1 Jarang (J) 2 Sering (S) 3 Selanjutnya, pertama-tama disajikan grafik III.1 mengenai sosialisasi keluarga, dimana peneliti telah membaginya menjadi sosialisasi keluarga kategori dan sosialisasi keluarga kategori yang ditentukan berdasarkan nilai tengah (median) i. i Nilai median dalam pembagian kategori sosialisasi keluarga= 168 1= (range nilai: 128 s/d 167) 2= (range nilai: 168 s/d 202)

40 Grafik III.1 Sosialisasi Keluarga n = 110 52,7% 47,3% Berdasarkan grafik III.1 tersebut, terlihat bahwa sosialisasi dimiliki oleh 52,7% dari 110 responden (58 orang), sedangkan, sosialisasi dimiliki oleh 47,3% responden dari 110 responden (52 orang). Data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden cenderung mendapatkan sosialisasi dari keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa keluarga responden masih cenderung memperhatikan sosialisasi perilaku prososial, yang terjadi melalui proses terpaan yang selektif, keteladanan, pemberian ganjaran, dan pemberian hukuman. Selanjutnya, perlu dilihat penjelasan dan grafik dari masing-masing proses yang membentuk sosialisasi keluarga. Pertama-tama diuraikan mengenai terpaan yang selektif (selective exposure). III.1.1 Terpaan yang Selektif (selective exposure) Berikut ini disajikan grafik III.1.1 mengenai terpaan yang selektif dari keluarga (proses pemberian penjelasan dari keluarga mengenai perlunya melakukan tindakan prososial). Pembagian kategori dan berpatokan pada nilai tengah (median) ii dalam penghitungan dengan SPSS 15. ii Nilai median dalam pembagian kategori terpaan yang selektif = 41 1= (range nilai: 24 s/d 40) 2= (range nilai: 41 s/d 47)

41 Grafik III.1.1 Terpaan yang Selektif (Selective Exposure) n = 110 56,4% 43,6% Data dalam grafik III.1.1 ini menunjukkan bahwa terpaan penjelasan yang selektif kategori didapatkan oleh sejumlah 56,4% responden dari keseluruhan 110 responden (62 orang). Sedangkan, terpaan penjelasan yang selektif kategori didapatkan oleh sejumlah 43,6% responden dari 110 responden (48 orang). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang telah menerima terpaan yang selektif kategori lebih banyak daripada responden yang menerima terpaan yang selektif kategori. III.1.2 Keteladanan (modeling) Berikut ini adalah grafik III.1.2 mengenai keteladanan (proses pemberian contoh perilaku prososial dari keluarga responden). Pembagian kategori dan berpatokan pada nilai tengah (median) iii dalam penghitungan dengan SPSS 15. iii Nilai median dalam pembagian kategori keteladanan= 54 1= (range nilai: 42 s/d 53) 2= (range nilai: 54 s/d 64)

42 Grafik III.1.2 Keteladanan (Modeling) N = 110 52,7% 47,3% Berdasarkan grafik III.1.2 tersebut, tampak bahwa keteladanan yang dari keluarga didapatkan oleh 52,7% responden, sedangkan keteladanan yang didapatkan oleh 47,3% responden. Maka, jumlah responden yang memperoleh keteladanan mengenai perilaku prososial dari keluarga lebih banyak daripada responden yang memperoleh keteladanan. Keteladanan yang ini antara lain terlihat dari hasil wawancara dengan informan M dan N berikut ini: Saya di rumah tinggal sama ayah, ibu, sama adek saya. Ayah sama ibu saya biasanya suka ikut bantuin kalo ada persiapan acara 17 Agustus di sekitar rumah saya, biasanya kayak kerja bakti gitu kalo soal menghormati, mereka juga udah menghormati orang yang berbeda agama dan beda suku, gak pernah jelek-jelekkin misalnya. (informan M, 15 Mei 2009) Kemudian, menurut informan N: Sodara saya ada yang beda agama, tapi keluarga saya baik-baik aja sama dia, gak pernah jelek-jelekkin, pokoknya rukun-rukun aja. (informan N, 15 Mei 2009)

43 Para informan juga mengakui bahwa keluarga mereka sudah melakukan tindakantindakan prososial lainnya, antara lain menghormati orang dari suku yang berbeda, menghormati yang memiliki ketidakmampuan/penyandang cacat, ikut serta dalam kegiatan mempersiapkan 17 Agustus, dan menyumbang untuk orang miskin. Seperti yang diutarakan oleh seorang informan berikut ini: Orangtua saya selama ini udah ngehormatin orang dari agama lain atau dari suku lain ngehormatin orang cacat juga pernah mereka biasanya juga suka ikut nyiapin acara 17 Agustus-an (informan M, 15 Mei 2009) III.1.3 Mekanisme ganjaran (Reward) Bentuk-bentuk ganjaran dari keluarga yang dilihat dalam penelitian ini adalah senyuman, pujian, dan hadiah materi (misalnya uang). Pembagian kategori dan berpatokan pada nilai tengah (median) iv dalam penghitungan dengan SPSS 15. Grafik III.1.3 Ganjaran (Reward) n = 110 50,9% 49,1% iv Nilai median dalam pembagian kategori ganjaran= 39 1= (range nilai: 16 s/d 38) 2= (range nilai: 39 s/d 48)

44 Data dalam grafik tersebut menunjukkan bahwa ganjaran yang didapatkan oleh 50,9% dari 110 responden (56 orang), sedangkan ganjaran yang didapatkan oleh 49,1% dari 110 responden (54 orang). Maka, dapat disimpulkan bahwa jumlah responden yang menerima ganjaran yang dari keluarganya ketika telah melakukan tindakan prososial lebih banyak daripada responden yang menerima ganjaran yang dari keluarga. Namun demikian, tidak semua responden pernah menerima ganjaran (reward) dari keluarganya ketika telah melakukan tindakan prososial. Data menunjukkan bahwa ada seorang responden yang sama sekali tidak pernah menerima ganjaran dari keluarganya ketika telah melakukan tindakan prososial. Menurutnya, keluarganya beranggapan bahwa tindakan-tindakan semacam itu (tindakan prososial) harus dilakukan berdasarkan hati nurani, tanpa reward. Dengan kata lain, keluarganya merasa tidak perlu memberikan ganjaran ketika ia melakukan tindakan prososial, agar ia tidak melakukan tindakan prososial dengan alasan ingin diberi ganjaran. Dari sini juga terlihat bahwa keluarganya ingin agar ia terbiasa melakukan tindakan prososial berdasarkan keinginannya sendiri yang dilandasi hati nurani. III.1.4 Hukuman (punishment) Pembagian kategori dan berpatokan pada nilai tengah (median) v dalam penghitungan dengan SPSS 15. Berikut ini adalah grafik III.1.4 mengenai hukuman yang diberikan oleh keluarga responden. v Nilai median dalam pembagian kategori hukuman= 36 1= (range nilai: 18 s/d 35) 2= (range nilai: 36 s/d 48)

45 Grafik III.1.4 Hukuman (punishment) n = 110 52,7% 47,3% Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa hukuman kategori diterima oleh 47,3% responden (52 orang), sedangkan, hukuman kategori diterima oleh 52,7% dari keseluruhan 110 responden (58 orang). Maka, dapat disimpulkan bahwa jumlah responden yang menerima hukuman yang dari keluarganya lebih banyak daripada responden yang menerima hukuman dari keluarganya. Anggota keluarga yang memberikan hukuman tidak hanya orangtua, tapi juga kakak atau saudara yang lebih tua dari responden, seperti pengakuan dari salah seorang informan berikut ini: Saya tinggal di rumah sama ibu, kakak, sama adek saya dua. Ayah saya kerja di Papua Biasanya saya dihukum sama kakak, kalo saya udah keterlaluan kadang suka dipukul, keterlaluannya misalnya saya nangisin adek saya. (informan N, 15 Mei 2009)

46 III.2 Variabel dependen: Perilaku prososial Pada bagian ini digambarkan variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu perilaku prososial. Perilaku prososial didasari oleh nilai-nilai prososial. Nilai prososial merupakan nilai yang menyokong pribadi dan tanggung jawab sosial yang meliputi kejujuran, keadilan, dukungan dan keprihatinan terhadap orang lain, kerjasama, menerima perbedaan, menghormati dan pertemanan (Deaux, Dane, Wrighsman, Sigelman, 1995). Definisi perilaku prososial yang akan diukur disini merujuk pada definisi yang disimpulkan oleh Deaux, Dane, Wrighsman, Sigelman (1995), yaitu perilaku yang menguntungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif. Perilaku prososial yang dilihat dalam penelitian ini adalah perilaku prososial pada anak dengan kategori usia remaja awal (13-14 tahun), dimana perilaku ini sebagaimana perilaku sosial lainnya, tidak lepas dari pengaruh peran keluarga yang dapat membentuk perilaku anak melalui penanaman nilai-nilai dari proses sosialisasi. Berikut ini adalah skor untuk kategori pernyataan perilaku prososial Tabel III.2.a Skor untuk Kategori Pernyataan Perilaku Prososial Kategori (responden menjawab sesuai Skor pengalamannya) Sangat tidak sesuai (STS) 1 Tidak sesuai (TS) 2 Sesuai (S) 3 Sangat Sesuai (SS) 4 Bentuk-bentuk perilaku prososial yang diukur dalam penelitian ini digolongkan ke dalam tindakan berbagi, menolong/membantu, menghormati/menghargai, menenangkan/kehangatan, dan menghindari perilaku antisosial.

47 Pertama-tama, berikut ini adalah grafik perilaku prososial responden secara keseluruhan, yang telah dibagi ke dalam kategori dan berdasarkan nilai tengah (median) vi. Grafik III.2 Perilaku Prososial Responden n = 110 54,5% 45,5% Berdasarkan data dalam grafik III.2, terlihat bahwa responden yang memiliki perilaku prososial adalah 54,5% dari keseluruhan 110 responden (60 orang). Sedangkan, responden yang memiliki perilaku prososialnya adalah sejumlah 45,5% dari 110 responden (50 orang). Maka, dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki perilaku prososial lebih banyak dari responden yang memiliki perilaku prososial. Selanjutnya, disajikan data mengenai masing-masing bentuk perilaku prososial responden. vi Nilai median dalam pembagian kategori perilaku prososial= 49 1= (range nilai: 39 s/d 48) 2= (range nilai: 49 s/d 59)

48 III.2.1 Tindakan Berbagi Tindakan berbagi dapat digolongkan menjadi tindakan berbagi dalam bentuk materi (misalnya uang, barang), dan berbagi dalam bentuk non-materi (misalnya tenaga dan waktu). Berikut ini adalah grafik III.2.1 mengenai tindakan berbagi pada responden, yang telah dibagi ke dalam kategori dan berdasarkan nilai tengah (median) vii. Grafik III.2.1 Berbagi n = 110 53,6% 46,4% Data dalam grafik mengenai perilaku berbagi tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki perilaku berbagi sejumlah 53,6% dari 110 responden (59 orang), sedangkan responden yang memiliki perilaku berbagi sejumlah 46,4% responden dari keseluruhan 110 responden (51 orang). Maka, dapat disimpulkan bahwa jumlah responden yang memiliki perilaku berbagi yang lebih banyak daripada responden yang memiliki perilaku berbagi. Wawancara dengan para informan murid mendukung kesimpulan vii Nilai median dalam pembagian kategori tindakan berbagi= 6 1= (range nilai: 2 s/d 5) 2= (range nilai: 6 s/d 7)

49 ini. Para informan murid merasa perlu untuk menyumbang bagi orang miskin, dan merasa sudah melakukannya, walaupun hal ini jarang dilakukan ketika uang jajan hanya pas-pasan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh informan C dan B. Informan B (14 tahun) menyatakan: Saya merasa perlu menyumbang dalam kehidupan sehari-hari, jika sudah menipis mungkin tidak dulu, tapi saya akan berusaha menyisihkan uang saku saya walau hanya dua ribu. (8 Mei 2009) Pendapat yang serupa namun sedikit berbeda dinyatakan Informan D, M, dan informan N. berikut ini pernyataan dari informan M (14 tahun): Saya suka nyumbang, tapi kalo lagi pas-pasan ya enggak. (15 Mei 2009). Berikutnya, diuraikan mengenai tindakan menolong/membantu pada responden. III.2.2 Tindakan Menolong/Membantu Berikut ini adalah tabel III.2.2 mengenai persentase kategori jawaban dari responden dalam pernyataan yang tergolong tindakan menolong/membantu : Tabel III.2.2 Persentase Kategori Jawaban Responden dalam Tindakan Menolong/Membantu Pernyataan STS TS S SS Saya menyempatkan diri menolong ketika ada teman yang terluka (misalnya karena terjatuh) 0,9% 5,5% 77,3% 16,4% Saya ikut bergabung dalam kegiatan yang 4,5% 46,4% 38,2% 10% membutuhkan kerjasama (misalnya mempersiapkan acara 17 Agustus)

50 Data dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa dalam pernyataan pertama, yaitu menolong ketika ada teman yang terluka, sebanyak 77,3% responden menjawab bahwa pernyataan tersebut sesuai (S) dengan pengalamannya. Kemudian, 16,4% menjawab bahwa pernyataan tersebut sangat sesuai (SS) dengan pengalamannya, dan 5,5% menjawab bahwa pernyataan tersebut tidak sesuai (TS) dengan pengalamannya. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden cenderung melakukan tindakan menolong ketika ada temannya yang terluka. Kemudian, mengenai keikutsertaan dalam kegiatan mempersiapkan acara 17 Agustus, sebanyak 46,4% responden menjawab bahwa pernyataan tersebut tidak sesuai (TS) dengan pengalamannya. Kemudian sebanyak 38,2% menjawab bahwa pernyataan tersebut sesuai (S) dengan pengalamannya, 10% menjawab sangat sesuai (SS), dan 4,5% menjawab sangat tidak sesuai (STS). Data ini menunjukkan bahwa responden cenderung tidak suka mengikuti kegiatan mempersiapkan acara 17 Agustus. Menurut dua orang informan, mereka cenderung malas mengikuti kegiatan tersebut karena biasanya hanya diikuti oleh orang-orang yang sudah tua, selain itu, kegiatan 17 Agustus di lingkungan mereka cenderung sama seperti kegiatan-kegiatan 17 Agustus pada umumnya, tidak ada kegiatan yang berbeda/unik. Berikut ini adalah kutipan pendapat para informan: Kalo saya sih jujur aja males kak ikut nyiapin acara itu.. soalnya biasanya kan acaranya sama aja kaya di tempat laen, ga ada acara yang unik atau beda gtu, trus biasanya yang ikut nyiapin kan orang-orang tua. (informan M, 14 tahun. 15 Mei 2009) Pendapat ini juga diakui oleh informan N (13 tahun): Saya juga males sih.. biasanya yang ikut kan orang tua. Tapi kakak saya ikut sih. Saya paling cuma bantuin nyapu-nyapu aja, trus udah. (15 Mei 2009)

51 Jadi, keluarga mereka biasanya ikut mempersiapkan acara tersebut, dan pernah menyuruh mereka untuk ikut membantu, tapi mereka cenderung enggan melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa keengganan mereka untuk berpatisipasi dalam kegiatan tersebut juga dipengaruhi oleh situasi/kondisi lingkungannya. Mereka cenderung enggan untuk ikut serta karena merasa tidak memiliki kesamaan dengan orang-orang yang membantu, yang biasanya hanya orang-orang dewasa. Namun demikian, peneliti mendapatkan jawaban yang berbeda dari beebrapa informan lain. Mereka biasanya ikut serta ketika ada kegiatan mempersiapkan acara 17 Agustus di lingkungannya. Acara 17 Agustus di lingkungan mereka juga sama seperti di tempat-tempat lain, misalnya lombalomba. Berikut ini kutipan wawancara dengan informan B (14 tahun): Saya merasa perlu mengikuti kegiatan tersebut, agar moment seperti itu tidak hilang begitu saja. (8 Mei 2009) Data menunjukkan bahwa keluarga para informan ini juga ikut serta dalam kegiatan tersebut. Berikut ini adalah grafik III.2.2 yang menunjukkan persentase tindakan menolong/membantu, yang telah dibagi ke dalam kategori dan berdasarkan nilai tengah (median) viii. viii Nilai median dalam kategori tindakan menolong/membantu= 5,5 1= (range nilai: 3 s/d 5) 2= (range nilai: 5,5 s/d 8)

52 Grafik III.2.2 Menolong/Membantu n = 110 50% 50% Data dari grafik III.2.2 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki perilaku menolong/membantu dan responden yang memiliki perilaku menolong/membantu berjumlah sama, yaitu masing-masing sejumlah 50% dari 110 responden. III.2.3 Tindakan Menghargai/Menghormati Berikut ini adalah grafik III.2.3 mengenai tindakan menghargai/menghormati pada responden, yang telah dibagi ke dalam kategori dan berdasarkan nilai tengah (median) ix. ix Nilai median dalam kategori tindakan menghargai/menghormati= 21 1= (range nilai: 16 s/d 20) 2= (range nilai: 21 s/d 24)

53 Grafik III.2.3 Menghargai/Menghormati n = 110 41,8% 58,2% Data dalam grafik tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 58,2% dari 110 responden memiliki tindakan menghargai/menghormati yang, sedangkan sebanyak 41,8% responden memiliki tindakan menghargai/menghormati yang. Mengenai tindakan menghormati orang yang beragama lain, para informan murid sudah merasa melakukannya. Sebagai penganut agama mayoritas di sekolah mereka, mereka merasa perlu menghormati teman yang beragama lain. Menurut informan M : Disini gak pernah ada yang dijauhin walaupun agamanya beda sama kita, semuanya temenan aja. (15 Mei 2009) Informan lainnya juga merasa perlu untuk menghormati teman-temannya yang beragama lain. Seperti yang diutarakan oleh informan B (14 tahun): Saya merasa perlu menghormati teman yang beragama lain karena saya dapat bertanya mengenai sejarah agama mereka sehingga bisa memperluas pengetahuan, dan juga bisa bertukar informasi dengan mereka. (8 Mei 2009)

54 Kemudian, mengenai menghormati orang yang berbeda suku, para informan juga merasa perlu melakukannya, dan telah mempraktekannya. Hal ini seperti yang diutarakan oleh informan D berikut ini: Saya merasa sudah melakukannya, misalnya tidak mengolok-olok bahasa daerahnya. (8 Mei 2009) Informan C (13 tahun) berempati terhadap teman yang sukunya berbeda dengannya. Berikut ini kutipannya: Saya merasa sudah menghormati, contohnya menemaninya dan tidak mengejeknya, karena saya merasa jika saya menjadi dia dan saya diejek pasti sangat sedih. (15 Mei 2009 ) Namun, seorang informan baru merasa 90% dapat menghargai temannya yang berbeda suku. Berikut ini kutipan pernyataannya: 80% saya dapat menghargai mereka, karena ada yang baik, ada yang kurang baik, tapi saya berusaha untuk tidak membalasnya. (informan B, 8 Mei 2009) III.2.4 Tindakan Menenangkan/Menunjukkan Kehangatan Berikut ini adalah grafik III.2.4 mengenai tindakan menenangkan pada responden, yang telah dibagi ke dalam kategori dan berdasarkan nilai tengah (median) x. x Nilai median dalam kategori tindakan menenangkan= 10 1= (range nilai: 5 s/d 9) 2= (range nilai: 10 s/d 12)

55 Grafik III.2.4 Tindakan Menenangkan n = 110 50,9% 49,1% Data dari grafik tersebut menunjukkan bahwa, responden yang memiliki tindakan menenangkan sejumlah 50,9% dari 110 responden (56 orang), sedangkan, responden yang memiliki tindakan menenangkan sebanyak 49,1% dari 110 responden (54 orang). Maka, dapat disimpulkan bahwa jumlah responden yang memiliki tindakan menenangkan kategori lebih banyak daripada responden yang memiliki tindakan menenangkan kategori. III.2.5 Menghindari Perilaku Antisosial Berikut ini adalah grafik III.2.5 mengenai menghindari perilaku antisosial, yang telah dibagi ke dalam kategori dan berdasarkan nilai tengah (median) xi. xi Nilai median dalam kategori menghindari perilaku antisosial= 8 1= (range nilai: 4 s/d 7) 2= (range nilai: 8 s/d 11)

56 Grafik III.2.5 Menghindari Perilaku Antisosial n = 110 20% 80% Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa responden yang dapat menghindari perilaku antisosial kategori sejumlah 80% dari 110 responden (88 orang), sedangkan, responden yang dapat menghindari perilaku antisosial kategori sejumlah 20% dari 110 responden (22 orang). Maka, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mampu menghindari perilaku antisosial. Hal ini juga tidak lepas dari data bahwa jumlah responden perempuan jauh lebih banyak daripada responden laki-laki (lihat bab II, hal.30). Anak perempuan biasanya cenderung kurang memiliki perilaku yang mengganggu, dan cenderung lebih mampu menghindari perilaku antisosial daripada anak laki-laki. Hal ini dapat didukung oleh pernyataan berikut ini: Anak perempuan memiliki orientasi yang lebih besar terhadap kebutuhan dan kesejahteraan orang lain, sehingga memungkinkan penurunan resiko mereka untuk mengembangkan perilaku yang mengganggu (Zahn Waxler dan Smith, dalam Hasting,et al., 2001). Kemudian, Sejak usia anak-anak, laki-laki cenderung lebih besar untuk terlibat perkelahian dibandingkan perempuan. Pelanggaran tersebut dapat berupa kebohongan, perusakan, kecurangan, mencuri, dsb. (dalam Puspita, 2006)

57 Uraian-uraian tersebut menunjukkan perbedaan perilaku antara anak lakilaki dan perempuan, yang muncul karena faktor yang bersifat intern. Maka, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, anak laki-laki memang cenderung lebih sulit menghindari perilaku antisosial daripada anak perempuan. Anak laki-laki cenderung lebih sering menunjukkan perilaku antisosial (misalnya dalam wujud perbuatan, seperti memukul; ataupun perkataan, misalnya berkata kotor) daripada anak perempuan. Perilaku antisosial dapat dikatakan sebagai bagian yang mewarnai perkembangan usia remaja, dimana mereka masih mencari jati diri dan masih mengalami ketidakstabilan emosi dan perasaan. Perilaku remaja yang cenderung masih berperilaku antisosial ini terlihat dari hasil wawancara peneliti dengan seorang guru. Berikut ini pernyataan guru Y ketika peneliti menanyakan mengenai masalah perilaku yang biasa dihadapi oleh murid kelas 8. Dalam hal hubungan sosial, suka ngata-ngatain orangtua, misalnya lagi marah, ejek-ejekan, trus becanda yang kasar-kasar gitu sama tementemennya...mereka itu ya suka ngata-ngatain nama orangtua, dibecandain gitu ya, sampe waktu itu ada yang minta sama saya supaya nama orangtuanya diumpetin biar gak dikata-katain sama tementemennnya. (guru Y, 8 Mei 2009) Informan M sebagai murid mengakui adanya tindakan semacam ini di sekolah: Iya kak, sering juga sih ngata-ngatain nama orangtua, tapi gak ada yang sampe marah trus berantem. (15 Mei 2009) Informan M dan N juga mengakui bahwa nama orangtua mereka juga pernah diolok-olok, dan mereka sendiri juga pernah mengolok-olok nama orangtua temantemannya. Kemudian, peneliti juga menemukan bahwa para responden yang tergolong remaja awal ini biasanya sulit menghindar dari pembicaraan yang membahas keburukan orang lain bersama teman-temannya/bergosip. Berikut ini kutipan salah seorang informan mengenai hal tersebut:

58 Kalo temen-temen ngomongin orang, biasanya saya ikut kak, ikut nimpalin juga. (informan M, 15 Mei 2009) Hal serupa juga dinyatakan oleh informan D (13 tahun): Kadang-kadang ikut, biasanya ngomongin sikap, penampilan dan sifatnya. (8 Mei 2009) Kemudian, dari hasil wawancara dengan guru Y berikut ini, dapat dilihat sedikit informasi mengenai peran guru dalam pembentukan perilaku remaja, dimana guru dapat mengawasi dan mengontrol perilaku anak ketika berada di sekolah, sehingga perbuatan-perbuatan yang tergolong perilaku antisosial dapat dicegah atau diminimalisir, seperti dalam kutipan berikut ini: Nah terus, karena mereka ada di tengah-tengah, mereka kan punya adek dan punya kakak, jadi mereka suka tidak ngehargain adek-adeknya, misalnnya adik-adiknya dikerjain gitu... Nah, kalau kita sebagai guru BK gak merhatiin mereka, bisa-bisa mereka ngerjain adik kelasnya, misalnya dipalak, dikerjain, harus nurutin kakaknya. Tapi saya selalu mewantiwanti supaya mereka menghargai adik-adiknya dan menghormati kakakkakaknya. (guru Y, 8 Mei 2009)