PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

dokumen-dokumen yang mirip
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai dari bulan April Juni di Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

ANALISIS PROFIT DAN TITIK IMPAS PADA KELOMPOK PETERNAK SAPI BALIDI KECAMATAN KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

BAB IV HASIL PEMBAHASAN. Kota Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo, Kecamatan Kabila juga di lintasi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

ANALISIS TITIK IMPAS DAN EFISIENSI USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG DI DESA SINDANGLAYA, KECAMATAN TANJUNGSIANG, KABUPATEN SUBANG

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian adalah suatu proses perubahan sosial. Hal tersebut tidak

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

DAFTAR PUSTAKA. Adisaputro,Gunawan Anggaran Perusahaan 2 Edisi pertama. BPFE, Yogtakarta

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman,

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

Bab 4 P E T E R N A K A N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sentra Peternakan Rakyat (yang selanjutnya disingkat SPR) adalah pusat

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I PENDAHULUAN. tabungan untuk keperluan di masa depan. Jumlah populasi kerbau pada Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pola saluran pemasaran terdiri dari: a) Produsen Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh Pedagang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan. Sapi potong telah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Peternakan adalah kegiatan usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam biotik

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

Transkripsi:

1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. Peternakan memiliki peran yang strategis terutama dalam penyediaan sumber pangan. Salah satu ternak penyumbang protein hewani adalah sapi potong. Penurunan konsumsi daging sapi disebabkan harga daging yang tinggi secara tidak langsung berpengaruh pada permintaan sapi potong di Jawa Barat. Hal ini dapat terlihat dari jumlah ternak yang di potong di tahun 2013 sebesar 190.462 ekor dan menurun di tahun 2014 sebesar 160.488 ekor (Badan Pusat Statistik, 2015). Namun, dalam mewujudkan swasembada daging sapi yaitu memenuhi 90% dari total kebutuhan daging sapi dan mengurangi impor sapi, pemerintah Jawa Barat menetapkan beberapa wilayah sebagai kawasan pengembangan sapi potong. Salah satu sentra pengembangan sapi potong di Jawa Barat adalah Kabupaten Subang. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun 2015 menetapkan Kabupaten Subang sebagai Sentra Peternakan Rakyat komoditas sapi potong karena sumber daya alamnya yang mendukung serta sarana dan prasarana pendukung pengembangan sapi potong yang cukup baik. Salah satu wilayah pengembangan sapi potong di Kabupaten Subang adalah Kecamatan Tanjungsiang. Kecamatan ini dijadikan sebagai Sentra Peternakan Rakyat untuk komoditas sapi potong di Kabupaten Subang dalam satu kawasan yang disebut dengan Kasaling (Kasomalang-Cisalak-Tanjungsiang). Kecamatan Tanjungsiang

2 berada di urutan ke-7 dari ke 16 Kecamatan yang telah menjadi Sentra Peternakan Rakyat untuk jumlah populasi sapi potong. Jumlah populasi sapi potong di Kecamatan Tanjungsiang sebanyak 926 ekor di tahun 2014 dari jumlah kelompok peternak yaitu 71 kelompok yang tersebar di 10 desa (Dinas Peternakan Kabupaten Subang, 2014). Salah satunya berada di Desa Sindanglaya. Desa Sindanglaya merupakan desa yang memiliki populasi sapi potong terbanyak di Kecamatan Tanjungsiang. Kebanyakan usaha yang dijalankan peternak di Desa Sindanglaya adalah pembibitan. Usaha pembibitan sapi potong kebanyakan berbasis peternakan rakyat dan belum banyak menarik perhatian perusahaan swasta karena usaha ini dinilai kurang menguntungkan. Kurangnya minat perusahaan swasta untuk bergerak dalam usaha pembibitan diantaranya karena usaha pembibitan memerlukan waktu yang panjang dalam pemelihraan sehingga biaya yang dikeluarkan tinggi. Usaha pembibitan sapi potong yang diniliai kurang menguntungkan merupakan sumber utama bagi usaha penggemukan sapi potong dan secara umum kebutuhan daging sapi sangat bergantung pada usaha pembibitan. Permintaan sapi bakalan meningkat setiap tahunnya, untuk itu dibutuhkan ketersediaan bibit sapi potong yang berkualitas. Bibit merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam upaya pengembangan sapi potong. Kemampuan penyediaan bibit sapi potong yang berbasis peternakan rakyat dapat dikatakan masih kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini dikarenakan peternak kurang memperhatikan pengelolaan usaha. Penentuan pengelolaan usaha yang tepat dapat diketahui dengan menganalisis usaha tersebut, yaitu dengan analisis titik impas dan efisiensi usaha. Analisis titik impas tidak hanya mengetahui keadaan usaha pada kondisi impas, namun dapat menentukan jumlah

3 minimal hasil produksi. Hasil produksi sangat menentukan biaya dan penerimaan dari usaha tersebut sehingga mempengaruhi nilai efisiensi usaha yang didapat. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Titik Impas dan Efisiensi Usaha Pembibitarn Sapi Potong di Desa Sidanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. 1.2. Identifkasi Masalah Berdasarkan uraian diatas masalah yang dapat diangkat adalah: 1. Berapa besar nilai titik impas dari usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. 2. Berapa besar nilai efisiensi usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. 1.3. Maksud dan Tujuan Sejalan dengan rumusan permasalahan, maka maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Besarnya nilai titik impas dari usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang. 2. Besarnya nilai efisiensi usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.

4 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini antara lain: 1. Sebagai bahan informasi bagi pelaku usahaternak sapi potong Kabupaten Subang terutama untuk mengetahui faktor produksi, struktur biaya produksi, penerimaan dan efisiensi untuk usaha pembibitan sapi potong. 2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Kerangka Pemikiran Pembangunan peternakan dan kesehatan hewan melalui pendekatan pengembangan sentra peternakan rakyat ditetapkan berdasarkan Permentan 50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian, Kepmentan 43/2015 tentang Penetapan Kawasan Sapi Potong, Kerbau, Kambing, Sapi Perah, Domba dan Babi Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Peternak. Sentra Peternakan Rakyat (SPR) adalah pusat pertumbuhan komoditas peternakan dalam suatu kawasan peternakan sebagai media pembangunan peternakan dan kesehatan hewan (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015). Sentra peternakan rakyat merupakan upaya pemerintah dalam pemenuhan swasembada daging sapi nasional. Upaya tersebut didukung dengan kebijakan pemerintah yaitu pembatasan kuota impor sapi yang bertujuan untuk memacu masyarakat dalam penyediaan pangan daging sapi secara mandiri. Salah satu wilayah yang telah menjadi Sentra Peternakan Rakyat di Jawa Barat adalah Kabupaten Subang. Jumlah ternak sapi potong di Kabupaten Subang pada tahun 2013 sebesar 30.352 ekor. Jumlah ini mengalami peningkatan karena

5 di tahun 2012, populasi sapi potong di Kabupaten Subang hanya berkisar 27.775 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Subang, 2013). Kecamatan Tanjungsiang yang berada di Kabupaten Subang memiliki 10 Desa, salah satunya adalah Desa Sindanglaya. Usaha peternakan sapi potong yang banyak dijalankan oleh peternak di Desa Sindanglaya adalah pembibitan. Pembibitan adalah kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri dan atau diperjualbelikan. Bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskannya serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan (Direktorat Perbibitan Ternak, 2014). Faktor produksi dalam usaha pembibitan sapi potong adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi ini akan menentukan besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi pada usaha pembibitan sapi potong diantaranya adalah kandang dan peralatan kandang, induk betina, kendaraan, pakan, listrik, air, kesehatan dan inseminasi buatan. Biaya produksi didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut. Biaya produksi dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel (Sukirno, 2012). Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak sedikitnya produk yang dihasilkan (Riyanto, 2001). Biaya tetap pada usaha pembibitan sapi potong terdiri dari biaya kandang, peralatan kandang, dan pembelian kendaraan untuk pengangkutan pakan. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk membelibahan pakan, upah tenaga kerja langsung, biaya transportasi dan lain sebagainya (Ibrahim, 2003). Biaya variabel usaha

6 pembibitan sapi potong terdiri dari nilai ternak awal tahun, biaya pakan, listrik untuk air dan penerangan kandang, kesehatan serta inseminasi buatan. Hasil usaha dari pembibitan berupa peneriman. Penerimaan adalah hasil kali antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2002). Penerimaan dalam usaha pembibitan sapi potong terdiri dari nilai ternak akhir tahun dan penjualan pedet jantan. Banyaknya induk sapi pada usaha pembibitan yang dimiliki peternak tidak menjamin keuntungan yang diperoleh akan meningkat, karena jika faktor produksi yang ditingkatkan, maka akan menyebabkan peningkatan biaya produksi. Struktur biaya memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan menentukan besarnya keuntungan atau kerugian serta efisiensinya suatu usaha. Hal tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis titik impas dan efisiensi usaha. Titik impas adalah suatu keadaan dimana penghasilan dari penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik yang bersifat variabel maupun yang bersifat tetap (Adisaputro, 2007). Analisis titik impas menentukan tingkat di mana nilai tambah dan kerugian adalah sama. Analisis ini biasanya menjadi indikasi untuk menentukan skala usaha minimal yang harus dikelola peternak. Kondisi diatas titik impas menunjukan bahwa penerimaan lebih besar dari biaya, sebaliknya jika berada di bawah titik impas, maka biaya lebih besar dari penerimaan dan kondisi ini secara ekonomi tidak menguntungkan. Terdapat dua model titik impas, yaitu titik impas volume produksi dan titik impas harga produksi (Priyanti et al., 2009). Titik impas volume produksi menggambarkan produksi minimal yang harus dihasilkan dalam usaha saat kondisi impas, sedangkan titik impas harga produksi menggambarkan total penerimaan produk dengan kuantitas produk saat kondisi

7 impas atau tidak untung dan tidak merugi. Dalam melakukan analisis titik impas diperlukan variabel yang harus diketahui, yaitu total biaya produksi, harga persatuan produk dan total penjualan. Variabel-variabel tersebut juga diperlukan dalam analisis efisiensi usaha. Efisiensi usaha dapat diketahui dengan analisis R/C ratio. R/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Apabila nilai efisiensi lebih dari satu maka usaha tersebut dikatakan efisien dan manfaat. Semakin besar nilai efisiensi maka akan semakin besar keuntungan yang diperoleh (Soekartawi, 2002). Hasil penelitian tentang titik impas dan efisiensi usaha oleh Limonu et al. (2013) menunjukan kuantitas produksi usahatani ternak sapi Bali pada saat titik impas pada masing-masing kelompok adalah Kelompok Ratu Wangi Redis 1 sebesar 3 ekor, Kelompok Mutiara Redis 1 sebesar 2 ekor, dan Kelompok Bangkit Redis 1 sebesar 2 ekor dan biaya produksi pada saat titik impas pada masingmasing kelompok adalah Kelompok Ratu Wangi Redis 1 sebesar Rp. 19.430.732 perkelompok, Kelompok Mutiara Redis 1 sebesar Rp. 12.680.612 perkelompok, dan Kelompok Bangkit Redis 1 sebesar Rp. 19.726.703 perkelompok. Usahatani tenak sapi Bali yang ada di Desa Poowo, Desa Talango, dan Kelurahan Oluhuta Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango memberikan keuntungan dengan nilai R/C ratio diperoleh hasil masing-masing kelompok sebesar 1,7. Adapun bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :

8 Usaha Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang Biaya Penerimaan Analisis Titik Impas Efisiensi Usaha Ilustrasi 1. Analsis Titik Impas dan Efisiensi Usaha Pembibitan Sapi Potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang 1.6. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari tanggal 1 Maret 2016 sampai 31 Maret 2016 di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.