BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU ( )

dokumen-dokumen yang mirip
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI

KIPRAH KEHUTANAN 50 TAHUN SULAWESI UTARA

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

KATA PENGANTAR. Palu, April 2008 KEPALA DINAS KEHUTANAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH. Ir. ANWAR MANNAN Pembina Tingkat I NIP.

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

KIPRAH KEHUTANAN 50 TAHUN SULAWESI UTARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

SASARAN DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun 2009 Halaman

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1976 Tanggal 1 April 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 399/Kpts-II/1990 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA SEMINAR DAN PAMERAN HASIL PENELITIAN DI MANADO. Manado, Oktober 2012

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sedang Membuka Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Provinsi Jambi Tahun /10/2014 2

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

ARAHAN SEKRETARIS BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN PADA RAKERNIS BADAN PLANOLOGI, OKTOBER 2001

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI MALUKU

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

GUBERNUR SULAWESI UTARA

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BAB III ISU STRATEGIS

BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN WILAYAH VII MAKASSAR TAHUN 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD DI PROVINSI SULAWESI UTARA

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA, Ir. MARTHEN KAYOI, MM NIP STATISTIK DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA i Tahun 2007

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD DI PROVINSI SULAWESI UTARA

Transkripsi:

BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998)

Gambar 5. Pohon Tidur Tarsius di Cagar Alam Tangkoko 16 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Giyarto

BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan 1. Dinas Kehutanan Dati I Provinsi Sulawesi Utara Di awal periode pemerintahan ORBA, kelembangaan pengelola hutan dan kehutanan di Daerah mengalami perubahan organisasi mengikuti perkembangan aktivitas hutan dan kehutanan. Di Provinsi Sulawesi Utara, yang mulanya Kantor Inspeksi Kehutanan Sulawesi Utara - Tengah berubah namanya menjadi Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1968-2001. Dinas Kehutanan mencatat pada tingkat tapak/kabupaten, kelembagaan pengurusan hutan berbentuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) atau Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang merupakan kepanjangan tangan Dinas Kehutanan Provinsi, meliputi : a) KPH Minahasa, b) KPH Bolaang Mongondow, c) KPH Gorontalo, d) KPH Sangihe Talaud. 2. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI Kelembagaan pengelolaan hutan dan kehutanan pada masa ORBA di tingkat pusat berada di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian sampai dengan terbentuknya Departemen Kehutanan pada tahun 1983. Di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, dibentuklah pelaksana teknis di wilayah. Bidang planologi kehutanan sejak tahun 1971, telah memiliki institusi di daerah bernama Brigade V Planologi Kehutanan, berkedudukan di Ujung Pandang (sekarang dikenal dengan sebutan Makassar), sesuai Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor : 97/Kwt/SD/1971 serta Nomor : 1943/A-2/D.A/71 dengan tugas Inventarisasi, Pemetaan, Pengukuhan Hutan dan efisiensi Tata Guna Tanah, wilayah kerjanya meliputi seluruh Pulau Sulawesi. Pada tahun 1978 Brigade V Planologi Kehutanan berubah nama menjadi Balai Planologi Kehutanan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 430/Kpts/Org/7/1979. Untuk mempercepat pemantapan batas kawasan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1981 dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) bernama Sub Balai Tata Hutan, berkedudukan di Manado. UPT tersebut bertanggung jawab kepada Balai Planologi Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 17

Kehutanan V Ujung Pandang. Wilayah kerja Sub Balai Tata Hutan ini meliputi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 1984 berdiri UPT yang bernama Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (BIPHUT) Wilayah VI yang merupakan pemekaran organisasi Balai Planologi V Ujung Pandang dan Sub Balai Tata Hutan berubah namanya menjadi Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (Sub BIPHUT) Manado dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sulawesi Utara. 3. Balai Pengelolaan DAS Tondano Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang tertuang dalam program penyelamatan hutan, tanah dan air. Diawali dengan pembentukan pelaksana proyek dengan nama Proyek Perencanaan Penghijauan dan Reboisasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (P3RPDAS) yang berada di bawah Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Kehutanan tahun 1976 1981 dengan tugas utama perencanaan dan koordinasi pelaksanaan reboisasi dan penghijauan berbasis DAS. Program penyelamatan hutan tanah dan air dalam bentuk kegiatan penghijauan dan reboisasi. Kegiatan utama yang telah dilakukan adalah reboisasi, dan penghijauan serta bangunan sipil teknis dalam rangka pengendalian erosi dan sedimentasi pada sarana irigasi yang vital. Sejarah keberadaan BPDAS Tondano tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kelembagaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) di Indonesia termasuk di Sulawesi Utara. Selanjutnya pada Tahun 1982-1983 lembaga keproyekan tersebut dirubah menjadi unit pelaksana teknis RLKT dengan nama sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (sub BRLKT) yang mencakup wilayah DAS Tondano dan Bone Bolango. Pada tahun 1983 2000 berubah nama menjadi BRLKT wilayah X dengan wilayah kerja mencakup Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Selanjutnya pada Tahun 2004 berubah menjadi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano (BPDAS Tondano) hingga saat ini. Sungai Tondano dipilih sebagai nama lembaga berdasarkan pertimbangan sejarah dan peran ekonomi dan ekologi Sungai Tondano sebagai aset nasional. Fungsi ekonomi dan ekologis memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, melalui manfaat langsung (tangible) dan tidak langsung (intangible). Nilai jasa lingkungan sumberdaya alir ekosistem DAS Tondano diantaranya; energi listrik yang dihasilkan dari tiga unit pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada saat ini di sepanjang sungai Tondano dengan daya sebesar 51.38 MW, dan direncanakan pembangunan unit ke empat yang akan menghasilkan daya sebesar 12 MW. Mempertimbangkan peran vital tersebut maka pada tahun 2012 DAS Tondano ditetapkan sebagai DAS prioritas strategis nasional. Wilayah kerja BP DAS Tondano mencakup seluruh wilayah Sulawesi Utara yang secara teknis terbagi atas 24 satuan wilayah pengelolaan DAS (SWP DAS) yaitu: DAS Tondano, DAS Likupang, DAS Ratahan Pantai, DAS Tumpaan, DAS Ranoyapo, DAS Poigar, DAS Dumoga Mongondow, DAS Buyat, DAS Molibagu, DAS Sangkub Langi, DAS Mahena, DAS Essang, Sebagian DAS Poto Atinggola, Sebagian DAS Bone Bolango, dan Sebagian DAS Batudaa Bone Pantai, DAS Essang dan DAS Mahena serta wilayah DAS yang berupa ekosistem pulau kecil (kurang dari 15.000 ha) yaitu DAS Kepulauan Nusa Tabukan, Pulau Biaro, Pulau Bunaken, P. Kabaruan, P. Lembeh, P. Siau, P. Tagulandang, P. Talise dan Pulau Lirung. 18 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara

4. Kantor Wilayah Kehutanan Pada periode Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983-22 Maret 1988), yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Maret 1983, untuk pertama kalinya pada masa ORBA dibetuk Departemen Kehutanan. Guna mengenang pembentukan Departemen Kehutanan, setiap tanggal 16 Maret ditetapkan sebagai hari bakti rimbawan. Seiring dengan pembentukan Departemen Kehutanan, pada tahun 1984 dibentuklah Kantor Wilayah Departemen Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan peraturan perundangan, Kanwil Kehutanan bertugas penyusunan rencana, pengendalian, pembinaan dan pemanfaatan kawasan hutan di daerah. 5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Pada tahun 1972 terbentuklah Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Provinsi Sulawesi Utara, yang mana dari tahun 1977 s/d 1979 atas dukungan World Wildlife Fund (WWF) Seksi PPA Bolaang Mongondow dipimpin oleh Dr. John Mackinnon. Pada tahun 1977, Tim WWF membuat proposal dan mengusulkan pembentukan Cagar Alam yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dumoga, proposal ini mengusulkan ± 52.000 Ha areal vital dijadikan sebagai daerah tangkapan air untuk keperluan irigasi di daerah Dumoga. Pada tahun yang sama Tim Survey PPA mengusulkan 106. 640 Ha kawasan hutan untuk dijadikan sebagai Cagar Alam (CA), 58.240 Ha sebagai Suaka Margasatwa (SM), dan 1600 Ha sebagai Taman Wisata Alam (TWA). Adanya tumpang tindih peruntukan kawasan dengan proposal pengusahaan hutan oleh PT. Intomast Utama, maka usulan dari PPA tersebut dikurangi oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara menjadi 107.000 Ha untuk Suaka Margasatwa dan tidak termasuk DAS Dumoga (25.000 Ha), sehingga inilah yang menjadi hasil akhir dari proposal yang diusulkan oleh PPA. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional. B. Pemantapan Kawasan Hutan Pemantapan kawasan hutan diawali dengan penunjukan parsial kawasan hutan. Sebagai warisan pemerintah Hindia Belanda telah dilakukan penetapan kawasan hutan. Cagar Alam (CA) Gunung Ambang pertama kali ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Bupati Bolaang Mongondow tanggal 8 Pebruari 1962 No. BKD/4.5/Otonom/62 seluas 8.638 Ha yang terletak di Daerah Tk. II Bolaang Mongondow, Daerah Tk. I Sulawesi Utara. Cagar Alam Gunung Ambang ditunjuk kembali oleh Menteri Pertanian berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 359/Kpts/Um/6/78 tanggal 21 Juni 1978 tentang penunjukan Kawasan Hutan Gunung Ambang seluas 8.638 Ha yang terletak di daerah Tk. II Bolaang Mongondow Daerah Tk. I Provinsi Sulawesi Utara sebagai Suaka Alam/Cagar Alam. Pada tanggal 20 Desember 1984 diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 250/Kpts-II/1984 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Sulawesi Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 19

Gambar 6. Peta Goenoeng Kawatak Foto: BPKH Wil. VI Manado 4 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara

Utara seluas ± 1.877.220 Ha sebagai kawasan hutan, yang merupakan pertama kalinya penunjukan kawasan hutan secara utuh untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara (termasuk Provinsi Gorontalo pada masa tersebut) dengan rincian luas kawasan hutan sebagai berikut : 1. Hutan Suaka Alam dan Wisata : ± 326.590 ha 2. Hutan Lindung : ± 285.430 ha 3. Hutan Produksi Terbatas : ± 741.200 ha 4. Hutan Produksi : ± 202.500 ha 5. Hutan Bakau : ± 28.000 ha 6. Hutan Produksi yang dapat di-konversi : ± 293.500 ha Potensi kawasan hutan Sulawesi pada masa itu sebagian besar masih merupakan hutan alam primer. Pada era 70-an, dimulai pengajuan ijin pengusahaan hutan oleh perusahaan swasta. Kegiatan survey potensi kawasan yang dituangkan dalam green book potensi kawasan hutan disetiap wilayah. Setelah selesainya survey potensi sebagian kawasan hutan, data tersebut menjadi base line pengusahaan hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Memasuki periode 1990-an, keadaan penutupan lahan Provinsi Sulawesi Utara, berdasarkan hasil penafsiran citra landsat yang berkisar dari tahun 1994 s/d 1995 diwilayah daratan Sulawesi Utara diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan (berhutan) adalah sebesar 41,81% dan daratan yang bukan berupa hutan (non-hutan) sebesar 34,16 %. Penutupan lahan non-hutan adalah penutupan lahan selain daratan yang bervegetasi hutan yaitu berupa semak/belukar, lahan tidak produktif, sawah, lahan pertanian, pemukiman, alang-alang dan lain-lain. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995 terdapat pada Tabel berikut : Tabel 1. Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995 Penutupan Lahan Luas (ha) Persen Luas Berhutan 1.106.031 41,81 Bukan hutan 903.626 34,16 Berawa 635.586 24,03 Total luas yang ditaksir 2.645.243 100 Sumber : Pusat Data dan Perpetaan 1998 C. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Rehabilitasi lahan kritis dan konservasi tanah memberikan sumbangsih bagi sektor kehutanan dalam upaya mengurangi laju lahan kritis. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara tahun 1981-1982 di Gorontalo ada persemaian 40 hektar ekuivalen dengan 8000 hektar penanaman dengan total selama 10 tahun mencapai 50.000 hektar dengan tingkat keberhasilan tanaman 35%. Penanaman rotan di Gunung Potong Minahasa dan Paguyaman Gorontalo dimulai dan menjadi awal pengembangan sektor hasil hutan bukan kayu. Kegiatan Rehabilitasi lahan dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu yang lain adalah kayu manis di Bolaang Mongondow seluas 250 ha, sagu baruk di Sangihe Talaud seluas 250 hektar dan aren di Minahasa seluas 250 ha. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 21

Realisasi kegiatan reboisasi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 1968-1974 seluas 1.025 ha, tahun1975-1984 seluas 106.182 ha, dan tahun 1985-1994 seluas 29.737 ha. Sedangkan data hasil kegiatan reboisasi dan penghijauan tahun 1970 1997 yang dilakukan oleh BPDAS Tondano ada pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Hasil pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara tahun 1970-1997 (termasuk Provinsi Gorontalo) No Jenis Kegiatan Total luas kumulatif sejak tahun 1970-1997 1 Penghijauan 189.071 ha Keterangan 2 Demplot Pengawetan Tanah 84.335 unit 3 Dam pengendali 181 unit 4 Hutan Rakyat 25.956 ha 5 Reboisasi 37.145 ha Khusus untuk Kabupaten Minahasa seluas 11.155 ha Sumber: BPDAS Tondano D. Periode Pengusahaan Hutan Kawasan hutan tropis Sulawesi dikenal menyimpan kakayaan alam yang berupa potensi luas, jenis-jenis kayu berkualitas serta volume kayu berdiri yang sangat bermanfaat bagi pembangunan untuk kehidupan umat manusia. Tahun 1970-an sudah banyak pengajuan ijin pengusahaan hutan. Permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan sebelumnya dimana wilayah kerja yang cukup luas, personil dan anggaran serta infrastruktur yang masih terbatas. Pemanfaatan hutan dalam bentuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dilaksanakan oleh PT Wana Saklar di Bolaang Mongondow, PT Temboan Baru di Bolaang Mongondow, PT Marabunta di Gorontalo. Pada masa ini pengelolaan kawasan hutan masih terbatas dilakukan pengusaha-pengusaha lokal. Meskipun pada periode ini kegiatan pengusahaan hutan lebih banyak dilakukan oleh pengusaha lokal, namun telah mulai dilakukan ekspor kayu, tepatnya pada tahun 1970-1971. Pengapalan kayu log sekitar 6000 m³ per pengapalan, dan satu tahun dapat mencapai 280.000 m³. Pemanfaatan kayu hitam di Buroko mencapai 5000 ton. Pemanfaatan rotan mencapai 2500 ton per tahun dan mencapai puncak pada 5000 ton. Produksi hasil hutan bukan kayu dari tahun 1968-1974 meliputi Rotan sebanyak 926,80 ton, kayu manis sebanyak 86.457 kg, bambu sebanyak 114.167 batang, kayu bakar bakau sebanyak 18.282,58 batang Berdasarkan Statistik Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara Tahun 1994/1995, potensi produksi kayu sampai dengan tahun 1998/1999 diperkirakan mencapai 8.500.000 13.000.000 m³. Setelah dibukanya kran pemanfaatan hutan, tercatat 14 HPH melakukan usaha pengusahaan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Pada kawasan Hutan Produksi, khususnya pada areal HPH yang masih aktif dan bekas areal HPH (Eks-HPH), telah dilakukan perhitungan kembali berdasarkan data citra satelit Landsat tahun 1997 s/d 2000. Pada kawasan hutan produksi, sampai dengan bulan Juli 2001 terdapat 11 unit perusahaan HPH yang 22 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara

masih aktif dengan total luas 470.384 ha dengan data pada Tabel di bawah ini: Tabel 3. Perusahaan HPH yang Masih Aktif s/d Juli 2001 No Nama HPH Surat Keputusan Tanggal SK Luas Areal dalam ribu (000) 1 PT. Centralindo Panca Sakti 663/Kpts-II/92 30-6-1992 87.85 2 PT. Sapta Krida Kita 1046/Kpts-II/92 10/9/1992 57 3 PT. Taiwi III 929/Kpts-II/91 17-12-1991 66.5 4 PT. Lembah Hijau Semesta 622/Kpts-II/90 13-11-1990 34 5 PT. Inimexintra 426/Kpts-II/91 19-7-1991 50.5 6 PT. GULAT II 70/Kpts-II/93 1/11/1993 21.5 7 PT. Huma Sulut Lestari 39/Kpts-II/2001 15-2-2001 26.8 8 PT. Sandi Jaya Satria 594/Kpts-II/99 2/8/1999 28.034 9 PT. Wenang Sakti 292/Kpts-II/99 7/5/1999 98.2 10 PT Inhutani I 797/Menhut-IV/93 29/04/1993 131 11 PT Bina Wana Sejahtera - Tidak Aktif sejak 1991/1992 Sumber: BPKH Wilayah VI Manado Produksi kayu merupakan basis utama dari industri yang bergerak di sektor kehutanan pada masa ini. Eksploitasi hutan diarahkan untuk mendukung wood based industry, meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja. Produksi kayu bulat/log pada masa ini mencapai 2.960.424,01 m³. Pada periode 1970-an hingga awal tahun 1990-an dikenal sebagai masa emas sektor kehutanan dalam perolehan devisa. Sektor kehutanan merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas. Ungkapan hutan sebagai emas hijau yang membentang sepanjang garis khatulistiwa di bumi pertiwi. Sektor kehutanan menjadi unggulan untuk mendatangkan pendapatan menggerakkan roda perekonomian bangsa dari pusat sampai ke daerah. Permasalahan di bidang kawasan hutan pada era HPH antara lain adalah pemegang HPH tidak melakukan pengelolaan hutan secara lestari, HPH hanya diberikan kepada kroni-kroni pihak penguasa pada masa tersebut, penegakan hukum dibidang pengusahaan hutan tidak berjalan baik, kurangnya pengawasan, rehabilitasi tidak berjalan dengan baik, perambahan kawasan hutan untuk pemukiman dan perluasan lahan pertanian, illegal logging dan kurangnya sarana dan prasarana. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 23

24 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara