BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

III. BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Regresi antara bahan organik eceng gondok (Eichornia crassipes) pada berbagai perlakuan (X) dengan kadar air pada pf 1 (Y)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KELAPA SAWIT ABSTRAK

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

: panjang cm; lebar cm. Warna tangkai daun. Berat rata-rata kailan pertanaman. Daya Simpan pada suhu kamar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAB V HASIL PENELITIAN. terganggunya pertumbuhan tanaman. Curah hujan dan hari hujan dari tahun 1995-

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP DAN VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh:

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BABY CORN (Zea mays L) PADA BEBERAPA MACAM PENYIAPAN LAHAN DAN KETEBALAN MULSA JERAMI

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIS PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA SAWIT

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorim Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran Plot: 50 cm x 50 cm

penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan digunakan 80%. Pada umur 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

PENGARUH JENIS SAMPAH ORGANIK PADA LUBANG RESAPAN BIOPORI TERHADAP KADAR HARA NITROGEN PADA PERTANAMAN KAKAO ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. RIWAYAT HIDUP... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... vi. DAFTAR ISI...

Universitas Sumatera Utara

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PROVINSI GORONTALO (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

bio.unsoed.ac.id terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah aktivitas manusia, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan. menuju ke saluran-saluran (sungai, danau, atau laut) (Haridjaja dkk, 1990).

SIFAT FISIK TANAH PADA BERBAGAI KEDALAMAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Skema Penelitian. Tahap 1. Persiapan Alat dan Bahan. Tahap 2. Pembuatan Pelet. Pengeringan ampas tahu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH JENIS MULSA ALAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN TOMAT HASIL PERSILANGAN PADA BUDIDAYA ORGANIK

Lampiran 1. Tabel Tinggi Tanaman 2 MST (cm) Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

Transkripsi:

21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis ragam menunjukkan bahwa mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap aliran permukaan. Rata-rata volume aliran permukaan dengan hasil uji lanjut BNT (P < 0,05) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal Perlakuan Aliran Permukaan (m 3 ha -1 ) P 0 466,68a P 1 108,19b P 2 317,55ab BNT (P<0,05) 244,81 KK (%) 36,3 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% Hasil uji lanjut terhadap rata-rata perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap aliran permukaan (Tabel 4). Perlakuan P 1 menghasilkan aliran yang lebih rendah (108,19 m 3 ha -1 ) dibandingkan dengan perlakuan P 0 (466,68 m 3 ha -1 ), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P 2 (317,55 m 3 ha -1 ). Rendahnya aliran permukaan pada P 1 disebabkan oleh banyaknya aliran air yang masuk ke dalam rorak mulsa vertikal, sehingga air hujan yang jatuh tidak langsung menjadi air larian yang membawa tanah tererosi (sedimen). Air yang masuk ke dalam rorak diduga terinfiltrasi lebih banyak dibandingkan tanah yang tidak diberi perlakuan mulsa vertikal. Hasil penelitian Monde (2010) menunjukkan bahwa rorak yang diberi mulsa secara vertikal efektif menekan aliran permukaan hingga 73% dibandingkan dengan kontrol. Demikian juga yang dijelaskan oleh Nurmi (2012) bahwa rendahnya aliran permukaan disebabkan oleh tingginya infiltrasi air ke dalam tanah akibat terciptanya biopori yang dapat meresapkan air dalam jumlah yang tinggi.

22 4.1.2 Erosi Data hasil pengamatan erosi pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 5 dan data jumlah total sedimen disajikan pada Lampiran 6. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 12. Analisis ragam menunjukkan bahwa mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap erosi. Rata-rata besarnya erosi dengan hasil uji lanjut BNT (P < 0,05) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata tanah tererosi (sedimen) pada berbagai perlakuan mulsa vertikal Perlakuan Tanah Tererosi (Kg ha -1 ) P 0 2255,5a P 1 683,0b P 2 1062,9ab BNT (P<0,05) 1312,2 KK (%) 43,4 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% Hasil uji lanjut terhadap rata-rata perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap erosi (Tabel 5). Mulsa vertikal perlakuan P 1 memiliki tigkat erosi yang lebih rendah (683,0 Kg ha -1 ), dibandingkan dengan perlakuan P 0 (2255,5 Kg ha -1 ), namun tidak berbeda nyata pada perlakuan P 2 (1062,9 Kg ha -1 ). Rendahnya erosi yang terjadi pada perlakuan P 1 disebabkan karena sedikit aliran permukaan yang terjadi dan tertampung pada bak penampung aliran, karena aliran tersebut masuk ke dalam mulsa vertikal. Hal tersebut dijelaskan pula oleh Nurmi (2012) rendahnya erosi tanah disebabkan oleh rendahnya aliran permukaan dan sebagian tanah yang terangkut bersama aliran permukaan terperangkap masuk ke dalam mulsa vertikal. Rendahnya aliran permukaan yang terjadi sebagai akibat tingginya infiltrasi air ke dalam tanah. Teknik konservasi dengan rorak bermulsa vertikal dapat menekan jumlah tanah yang tererosi yakni mencapai 76 % dibandingkan dengan kontrol (Monde, 2010). Keefektifan mulsa vertikal menekan erosi juga dikarenakan bangun rorak yang dibuat dengan jarak 3 meter. Jarak antar rorak mulsa vertikal sangat menentukan penekanan erosi tanah pada lahan kering berlereng. Sebagaimana

Erosi (Kg ha -1 ) 23 dijelaskan oleh Brata (1998) dalam Monde (2010), mengemukakan bahwa semakin pendek jarak antar guludan/rorak pada lereng yang sama, semakin efektif menekan erosi dan aliran permukaan. Melihat korelasi antara aliran permukaan dan erosi tanah dilakukan analisis regresi. Hasil analisis disajikan pada Gambar 3. 2500 2000 y = 78,52 + 4,219x R² = 0,857 1500 1000 500 Erosi Linear (Erosi) 0 0 100 200 300 400 500 Aliran Permukaan (m 3 ha -1 ) Gambar 3. Regresi antara aliran permukaan dengan erosi tanah Aliran permukaan sangat berkaitan erat dengan erosi tanah yang terjadi. Meningkatnya aliran permukaan maka meningkat pula erosi yang terjadi, demikian juga sebaliknya. Hasil analisis regresi pada Gambar 3, menghasilkan persamaan regresi yaitu y = 78,52 + 4,219x ini menunjukkan regresi korelasi yang positif. Dapat dijelaskan bahwa semakin meningkatnya aliran permukaan maka dibarengi pula dengan meningkatnya jumlah erosi yang terjadi. Setiap peningkatan aliran permukaan 1 m 3 ha -1 akan meningkatkan erosi sebesar 4,219 kg ha -1. Bila erosi terjadi sangat tinggi melebihi erosi yang masih dapat ditoleransi maka sangat perlu dilakukan konservasi tanah dan air, sebaliknya rendahnya tingkat erosi yang terjadi menunjukkan semakin efektifnya mulsa vertikal. Besarnya nilai determinasi yang dihasilkan dari analisis regresi korelasi adalah R 2 = 0,857. Hasil ini menunjukkan bahwa 85,7% erosi yang terjadi dipengaruhi oleh aliran permukaan, sedangkan 14,3% erosi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor yang lain.

24 4.1.3 Pertumbuhan Tanaman Jagung Analisis pertumbuhan tanaman jagung pada berbagai perlakuan mulsa vertikal dilakukan pada beberapa parameter yakni diameter batang dan jumlah daun. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun, namun berpengaruh pada parameter diameter batang. 4.1.3.1 Diameter Batang Data hasil pengamatan diameter batang pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 7. Data hasil analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 13. Analisis ragam menunjukkan bahwa mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Rata-rata diameter batang dengan hasil uji lanjut BNT (P < 0,05) disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata diameter batang pada berbagai perlakuan mulsa vertikal Perlakuan Diameter Batang (cm) P 0 1,88b P 1 2,21a P 2 2,10a BNT (P<0,05) 0,17 KK (%) 3,58 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Hasil uji lanjut terhadap rata-rata perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman jagung (Tabel 6). Perlakuan pada P 1 menghasilkan rata-rata diameter batang yang lebih tinggi (2,21 cm), dibandingkan dengan perlakuan P 0 (1,88 cm), namun tidak berbeda nyata pada perlakuan P 2 (2,10 cm). Berpengaruhnya mulsa vertikal pada diameter batang jagung dipengaruhi oleh banyaknya air terperangkap pada rorak yang diserap tanaman sehingga dapat menambah lebar diameter batang tanaman jagung. Air yang terperangkap ke dalam rorak terinfiltrasi melalui lubang-lubang kecil yang terbentuk akibat penambahan mulsa, sehingga berguna bagi tanaman. IPB (2012) menjelaskan penambahan mulsa pada saluran dan lubang resapan

25 memberi dampak positif terhadap ekosistem biota dan fauna tanah di area tersebut sehingga meningkatkan aktifitas pembentukan biopori di dalam tanah. Terbentuknya biopori di dalam tanah meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air ke dalam tanah sehingga tidak terbuang keluar dari petakan tanaman yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman. 4.1.3.2 Jumlah daun Data hasil pengamatan jumlah daun pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 8. Data hasil analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 14. Analisis ragam menunjukkan bahwa mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Rata-rata jumlah daun tanaman jagung disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata jumlah daun tanaman jagung pada berbagai perlakuan mulsa vertikal Perlakuan Jumlah Daun (helai) P 0 10,8 P 1 11,1 P 2 10,9 KK (%) 2,1 Pada Tabel 7 menunjukkan perlakuan mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman jagung. Perlakuan pada P 1 menghasilkan rata-rata jumlah daun yang lebih banyak (11,1 helai), dibandingkan dengan perlakuan P 2 (10,9 helai) dan P 0 (10,8 helai). Tidak berpengaruhnya berbagai perlakuan ini disebabkan oleh mulsa vertikal belum menunjukkan pengaruh nyata pada pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung, dan mungkin akan berpengaruh pada penanaman berikutnya. Demikian pula dijelaskan pada penelitian Murtilaksono et al., (2007) menunjukkan hasil penambahan jumlah pelepah baru rata-rata per pokok pohon kelapa sawit per dua minggu untuk setiap blok tidak menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu 0,87-0,88 pelepah atau dapat dikatakan setiap dua minggu muncul satu pelepah baru per pokok tanaman sawit.

26 4.1.4 Produksi Tanaman Jagung Produksi tanaman merupakan salah satu tolak ukur suatu komoditas tanaman pertanian berhasil dibudidayakan. Pada penelitian ini, parameter produksi yang diamati adalah berat seribu biji jagung dan berat pipilan jagung kering panen. Setiap perlakuan mulsa vertikal memberikan pengaruh yang berbeda pada produksi tanaman jagung. 4.1.4.1 Berat seribu biji jagung Data hasil pengamatan berat seribu biji jagung pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 9. Hasil analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 15. Analisis ragam menunjukkan bahwa mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap berat seribu biji jagung. Rata-rata berat seribu biji jagung disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata berat seribu biji jagung pada berbagai perlakuan mulsa vertikal Perlakuan Berat Seribu Biji (g) P 0 192.7 P 1 198.3 P 2 193.3 KK (%) 5,1 Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap berat seribu biji jagung. Perlakuan pada P 1 menghasilkan rata-rata berat seribu biji yang lebih tinggi (198,3 g), dibandingkan dengan perlakuan P 2 (193,3 g) dan P 0 (192,7 g). Tidak berpengaruhnya perlakuan mulsa vertikal disebabkan oleh asupan hara yang kurang setelah terbentuknya tongkol jagung sehingga sebagian biji jagung yang terbentuk menjadi kurang bernas.

27 4.1.4.2 Berat pipilan jagung kering panen Data hasil pengamatan berat pipilan jagung pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 10. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 16. Analisis ragam menunjukkan bahwa mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap berat pipilan jagung. Rata-rata berat pipilan jagung dengan hasil uji lanjut BNT (P < 0,05) disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata pipilan jagung kering panen (ton ha -1 ) dalam berbagai perlakuan mulsa vertikal Perlakuan Pipilan Jagung (ton ha -1 ) P 0 2,48b P 1 3,28a P 2 3,27a BNT (P<0,05) 0,43 KK (%) 6,3 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Hasil uji lanjut terhadap rata-rata perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap pipilan jagung (Tabel 9). Perlakuan P 1 menghasilkan pipilan jagung yang lebih tinggi (3,28 ton ha -1 ) dibandingkan dengan perlakuan P 0 (2,48 ton ha -1 ), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P 2 (3,27 ton ha -1 ). Tingginya hasil jagung pada perlakuan P 1 disebabkan oleh berbagai perlakuan mulsa vertikal mampu menekan aliran permukaan dan erosi yang terjadi, sehingga kebutuhan air tanaman masih tersedia. Rendahnya aliran permukaan dan erosi serta tersedianya kebutuhan air dan unsur hara lainnya akan dapat meningkatkan produksi tanaman jagung. Untuk melihat hubungan antara aliran permukaan dengan produksi jagung dilakukan analisis regresi. Hasil analisis korelasi antara aliran permukaan dengan produksi tanaman jagung pada berbagai perlakuan mulsa vertikal disajikan pada Gambar 4. Korelasi yang ditunjukkan ialah regresi korelasi negatif.

Produksi (ton ha -1 ) Produksi (ton ha -1 ) 28 4 3 2 1 0 0 100 200 300 400 500 Aliran Permukaan (m 3 ha -1 ) y = 3,631-0,002x R² = 0,672 Produksi Linear (Produksi) Gambar 4. Regresi antara aliran permukaan dengan produksi Korelasi antara aliran permukaan dan peningkatan produksi menghasilkan persamaan regresi yaitu y = 3,631 0,002x ini menunjukkan regresi korelasi yang negatif. Dapat dijelaskan bahwa semakin meningkatnya aliran permukaan maka produksi tanaman jagung semakin menurun, demikian juga sebaliknya semakin rendah aliran permukaan maka produksi tanaman jagung semakin meningkat. Setiap kenaikan aliran permukaan sebesar 1 m 3 ha -1 terjadi penurunan produksi jagung sebesar 0,002 ton ha -1. Ini menunjukkan bahwa berbagai perlakuan mulsa vertikal berpengaruh terhadap penurunan aliran permukaan dan meningkatkan produksi tanaman. Besarnya nilai determinasi yang dihasilkan dari analisis regresi korelasi adalah R 2 = 0,672. Hasil ini menunjukkan bahwa 67,2% penurunan produksi tanaman jagung dipengaruhi oleh aliran permukaan, sedangkan 32,8% penurunan produksi dipengaruhi oleh faktor lain. Korelasi antara erosi dengan produksi pada berbagai perlakuan mulsa vertikal dilakukan dengan analisis regresi disajikan pada Gambar 5. 4 4 3 3 2 2 1 1 0 0 500 1000 1500 2000 2500 Erosi (Kg ha -1 ) y = 3,7377-0,0005x R² = 0,951 Produksi Linear (Produksi) Gambar 5. Regresi antara erosi dengan produksi

29 Korelasi antara erosi dan peningkatan produksi menghasilkan persamaan regresi yaitu y = 3,7377 0,0005x ini menunjukkan regresi korelasi yang negatif. Dapat dijelaskan bahwa semakin meningkatnya erosi maka produksi tanaman jagung semakin menurun, demikian juga sebaliknya semakin rendah erosi maka produksi tanaman jagung semakin meningkat. Setiap kenaikan erosi sebesar 1 kg ha -1 terjadi penurunan produksi jagung sebesar 0,0005 ton ha -1. Ini menunjukkan bahwa berbagai perlakuan mulsa vertikal berpengaruh terhadap penurunan erosi dan meningkatkan produksi tanaman. Besarnya nilai determinasi yang dihasilkan dari analisis regresi korelasi adalah R 2 = 0,951. Hasil ini menunjukkan bahwa 95,1% penurunan produksi tanaman jagung dipengaruhi oleh erosi, sedangkan 4,9% penurunan produksi dipengaruhi oleh faktor lain.