PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dengan ibukota Pringsewu terletak 37 kilometer sebelah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. Desa Pagerharjo terletak antara 07 O LS

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BINAKAL 2015

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BONDOWOSO 2015

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Soppeng Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA. Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1)

4.1. Letak dan Luas Wilayah

Transkripsi:

PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri atas daratan dengan luas + 700 km 2 berada pada ketinggian rata-rata 60 m di atas permukaan laut dan perbukitan yang luasnya + 800 km 2 berada pada ketingian rata-rata 120 m di atas permukaan laut. Daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Soppeng adalah: 1). Sebelah Utara Kabupaten Sidenreng Rappang 2). Sebelah Timur Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bone 3). Sebelah Selatan Kabupaten Bone 4). Sebelah Barat Kabupaten Barru B. Klimatologi Keadaan iklim Kabupaten Sopeng adalah tempratur berada antara 24 30 o C dengan keadaan angin pada kecepatan lemah sampai sedang, sedangkan curah hujan pada tahun 2002 120/mm dan 9 hari hujan (BPS.Kab.Soppeng, 2002). Keadaan iklim seperti ini sapi potong dapat berkembang dengan baik. Hal ini terlihat jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng pada tahun 2002 cukup banyak yaitu 12.960 ekor dan kambing 9.922 ekor (BPS Kab. Soppeng 2002).

29 C. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Soppeng terbagi atas wilayah : Wilayah Kecamatan : 6 kecamatan Wilayah Kelurahan : 21 kelurahan Wilayah Desa : 45 desa Wilayah Lingkungan : 42 lingkungan Wilayah Dusun : 104 dusun Wilayah Rukun Kampung : 394 rukun kampung Wilayah Rukun Tetangga : 1.281 rukun tetangga D. Jenis Tanah dan Penggunaannya. 1. Jenis-jenis tanah yang terdapat di tiap kecamatan dalam wilayah Kabupaten Soppeng antara lain - Kecamatan Marioriwawo Jenis tanah litosol, gromusol, dan mediteran coklat. Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Marioriwawo adalah padi, jagung, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. - Kecamatan Liliriaja Jenis tanah gromusol/kelabu tua, meditran coklat, dan regusol. Seperi halnya di Kecamatan Marioriwawo, komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Liliriaja adalah padi, jagung, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. - Kecamatan Lilirilau Jenis tanah alluvial, coklat kelabuan, gromusol/kelabu tua kekuningkuningan dan litosol

30 Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Lilirilau adalah padi, jagung, kedele, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. - Kecamatan Lalabata Jenis tanah alluvial hidromorf, gromusol, coklat tua rensina, litosol, mediteran coklat, regusol dan litosol. Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Lalabata adalah padi, jagung, kedele, kacang tanah,kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. - Kecamatan Marioriawa Jenis tanah alluvial, hidromorf kelabu tua, mediteran coklat, regosol dan litosol. Komoditi pertanian yang cocok di Kecamatan Marioriawa adalah padi, jagung, kedele, kacang tanah, dan kacang hijau. 2. Penggunaan tanah. Kabupaten Soppeng memiliki potensi dan kebanggaan alam dengan luas wilayah sebesar 150.000 Ha. Penggunaan lahan di Kabupaten Soppeng lebih banyak digunakan pada bidang pertanian seperti untuk persawahan seluas 25.025 Ha yang terdiri dari sawah irigasi teknis 12.642 Ha (8,43%), sawah irigasi ½ teknis 3.788 Ha (2,52%) dan sawah non teknis 8.595 Ha (5,73%), tanah kebun yang biasanya ditanami sayur-sayuran, buah-buahan dan umbi-umbian seluas 32.393 Ha (21,60%) seperti terlihat pada Tabel 2.

31 Tabel 2. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Soppeng Tahun 2002 Penggunaan Lahan Luas lahan (Ha) Persentase dari total luas lahan - Tanah sawah irigasi teknis : 12.642 8,43 - Tanah sawah ½ irigasi teknis : 3.788 2,52 - Tanah sawah non teknis : 8.595 5,73 - Tanah pekarangan : 2.648 1,77 - Tanah kebun (sayuran, buah-buahan, umbi-umbian) : 32.393 21,60 - Wilayah danau : 3.000 2,00 - Tanah kering yang belum diusahakan : 26.276 17,52 - Tanah tanaman kayu-kayuan/hutan rakyat : 27.428 18,29 - Tanah hutan negara : 25.316 16,88 - Tanah perkebunan : 7.914 5,28 Jumlah 150.000 100,00 Sumber : BPS Kab. Soppeng 2002. Dengan potensi yang cukup luas ini maka dapat menghasilkan limbah pertanian yang cukup banyak yang dapat digunakan sebagai pakan sapi potong, sebagaimana dinyatakan Syamsu dan Sofyan (2002), bahwa produksi limbah pertanian mengikuti luas areal panen komoditi tersebut. Potensi yang dimiliki tersebut perlu dimanfaatkan secara baik dan lestari dalam rangka pelaksanaan pembangunan peternakan di Kabupaten Soppeng. Juga diharapkan adanya pendayagunaan secara optimal dengan tetap memperhatikan

32 daya dukung lahan, iklim yang ada, keterampilan penduduk setempat serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. E. Kependudukan Penduduk Kabupaten Soppeng menurut BPS Kab. Soppeng (2002) tercatat sebanyak 220.951 jiwa yang terdiri dari pria 103.522 jiwa (46,85%) dan wanita 117.429 jiwa (53,15%). Penduduk tersebut tersebar di seluruh wilayah desa dan kelurahan di kecamatan dalam wilayah Kabupaten Soppeng, diantaranya 32.364 jiwa atau 14,65% berdiam di Kota Watansoppeng (Ibukota Kabupaten Soppeng) dan sisanya sebanyak 187.587 jiwa atau 85,35% tersebar diseluruh wilayah pedesaan dalam Kabupaten Soppeng. Sedangkan luas wilayah kecamatan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Soppeng tahun 2002 dapat dilhat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas wilayah kecamatan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Soppeng 2002 Kecamatan Marioriwawo Luas Wilayah (km 2 ) 300 Jumlah Penduduk (jiwa) 43.643 Kepadatan penduduk (jiwa/km 2 ) 145 Liliriaja 181 41.088 227 Lilirilau 199 42.381 213 Lalabata 278 42.230 152 Donri-Donri 222 24.097 109 Marioriawa 320 27.512 86 Sumber : BPS Kab. Soppeng 2002

33 Pada Tabel 3 terlihat kepadatan penduduk terbesar di Kecamatan Liliriaja dan Lilrilau yaitu masing-masing 227 jiwa/km 2 dan 213 jiwa/km 2, sedangkan Kecamatan Marioriawa kepadatannya hanya 86 jiwa/km 2. F. Kondisi Umum Peternak Wilayah Penelitian 1. Karakteristik Peternak. Umur peternak sapi potong yang terpilih secara acak sebagai responden cukup bervariasi, yaitu antara 19-65 tahun dan diklasifikasikan menjadi lima kelompok umur yaitu umur <20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan >50 tahun. Secara lengkap jumlah dan persentase peternak berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah responden peternak sapi potong berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur (tahun) Persentase dari total responden (%) Jumlah (orang) <20 1 0,47 21-30 17 7,98 31-40 63 29,58 41-50 105 49,20 >50 27 12,68 Jumlah 213 100,00 Peternak responden 49,20% berada pada kisaran umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 105 orang, selanjutnya pada umur 31-40 tahun sebanyak 63 orang (29,58%), kelompok umur >50 tahun sebanyak 27 orang (12,68), kelompok umur

34 21-30 tahun sebanyak 17 orang (7,98%) dan kelompok umur yang paling sedikit adalah pada kelompok umur <20 tahun yaitu hanya 1 orang (0,47%), pada kelompok umur <20 tahun minat memelihara ternak masih kurang dan pada umumnya masih dalam proses belajar mengajar di sekolah. Sebagian besar peternak umur produktif (20-50) tahun lebih banyak dari pada umur non produktif (>50) tahun. Ditinjau dari segi pendidikan, peternak umumnya hanya berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 89 orang (41,78%), Responden yang tamat perguruan tinggi hanya 3 orang (1,41%). Sedangkan yang tidak tamat SD dan tamat SLTP, SLTA masing-masing 18,31%, 24,41% dan 14,08% seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah peternak responden berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah Persentase dari total responden Tingkat Pendidikan (orang) (%) Tidak tamat SD 39 18,31 Tamat SD 89 41,78 Tamat SLTP 52 24,41 Tamat SLTA 30 14,08 Tamat Perguruan tinggi 3 1,41 Jumlah 213 100,00 Peternak yang memelihara sapi potong pada umumnya bukan merupakan usaha pokok, melainkan hanya sebagai usaha sampingan. Jumlah peternak sapi potong berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 6.

35 Tabel 6. Jumlah peternak responden berdasarkan status pekerjaan Status Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase dari total responden (%) Petani Pegawai Negeri Pensiunan Pedagang 180 8 4 21 84,51 3,76 1,88 9,86 Jumlah 213 100,00 Pada Tabel 6 terlihat bahwa, status pekerjaan responden adalah umumnya petani yaitu sebanyak 180 orang (84,51%), pegawai negeri 8 orang (3,76%), pensiunan 4 orang (1,88%), pedagang 21 orang (9,86%) dan ibu rumah tangga tidak ada yang memelihara sapi potong, akan tetapi hanya terlibat untuk membantu keluarga dalam pemeliharaan sapi potong. Berdasarkan tingkat pengalaman beternak sapi potong (Tabel 7) terlihat bahwa jumlah peternak paling banyak pada kisaran 21-30 tahun beternak yaitu sebanyak 108 orang (50,70%) dan pada tingkat pengalaman beternak 31-40 rahun sebanyak 54 orang (25,35%), <20 tahun 34 orang (15,96%), 41-50 tahun sebanyak 17 orang (7,98%) dan tidak ada petenak yang memiliki pengalaman beternak sapi potong yang l>50 tahun. Hal ini menandakan bahwa peternak sapi potong memiliki pengalaman beternak sapi potong yang cukup lama.

36 Tabel 7. Jumlah peternak responden berdasarkan tingkat pengalaman beternak sapi potong Tingkat Pengalaman (tahun) <20 21-30 31-40 41-50 Jumlah (orang) 34 108 54 17 Persentase dari total responden (%) 15,96 50,70 25,35 7,98 Jumlah 213 100,00 Pada umumnya keenam kecamatan yang disurvei yaitu kecamatan Marioriwawo, Lalabata Liliriaja, Lilirilau, Donri-Donri dan Marioriawa, ternyata tanah yang digarap petani sebagian besar adalah tanah milik sendiri, seperti pada Tabel 8 terlihat bahwa 85,22% (202 Ha) adalah milik sendiri yang terdiri dari lahan sawah 87 Ha dan lahan kebun 115 Ha yang biasanya ditanami sayursayuran, buah-buahan dan umbi-umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan lahan yang dikelola dari milik orang lain terdiri dari di sewa 8,02% (19 Ha) dan di sakap 6,75% (16 Ha). Tabel 8. Luas lahan garapan yang dikelola responden Status Milik Sawah Kebun Total (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) 87 72,50 115 98,29 202 85,22 Sewa 18 15,00 1 0,85 19 8,02 Sakap 15 12,50 1 0,85 16 6,75 Jumlah 120 100,00 117 100,00 237 100,00

37 2. Pemanfaatan Limbah Pertanian sebagai Pakan Sapi Potong. Pada Tabel 9 terlihat bahwa mayoritas responden memelihara ternaknya dengan sistem dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari yaitu sebanyak 202 orang atau 94,84%, dengan alasan bahwa apabila dikandangkan pada malam hari maka ternak merasa aman baik dari gangguan hujan, ternak lainnya ataupun dari pencurian ternak yang saat ini meresahkan masyarakat. Sedangkan sistem pemberian pakan lebih banyak dengan melepas ternaknya untuk merumput di pematang sawah/pekarangan dan diberi rumput potong dan legum yaitu 119 orang (55,87%), sedangkan yang lainnya merumput di pematang sawah atau di pekarangan saja sebanyak 67 orang (31,46%) dan yang merumput di kebun dan tanah terlantar 27 orang (12,68%). Responden yang memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak ruminansia adalah sebanyak 128 orang (sekitar 60% dari keseluruhan responden) yang hanya merupakan makanan selingan pada waktu panen ataupun pada waktu rumput kurang, sedangkan sisanya 22 orang (10,33%) menggunakan rumput alam dan legum dan 63 orang (29,58%) yang mengunakan rumput/daun-daunan serta diberi pakan tambahan berupa dedak dan garam. Disamping menggunakan rumput, limbah pertanian daun-daunan, juga responden menggunakan pakan tambahan seperti dedak sebanyak 3 orang (1,41%), garam 51 orang (23,94%), dedak dan garam 9 orang (4,23%) dan yang tidak menggunakan pakan tambahan sebanyak 150 orang (70,42%).

38 Tabel 9. Sistem perkandangan, sistem pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, jenis pakan tambhan, usaha yang dilakukan untuk penyediaan pakan, ketersediaan pakan, pengetahuan teknologi pakan dan penerapanteknologi pakan U r a i a n Jumlah Orang (%) 1 2 3 Sistem perkandangan Dilepas sepanjang 24 jam Dilepas siang hari dan dikandangkan pada malam hari 11 202 5.16 94.84 Sistem pemberian pakan Merumput di pematang sawah/pekarangan Merumput di kebun/tanah terlantar Merumput di pematang sawah/pekarangan dan diberi rumput potong/legum 67 27 119 31.46 12.68 55.87 Jenis pakan yang diberikan Rumput dan legum Rumput dan jerami padi Rumput dan jerami jagung Rumput dan jerami kacang tanah Rumput dan jerami kacang hijau Rumput dan jerami ubi jalar Rumput/daun-daunan dan pakan tambahan Jenis pakan tambahan yang diberikan Dedak Garam Dedak dan garam Tidak menggunakan pakan tambahan Usaha yang dilakukan untuk penyediaan pakan Menanam rumput/legum Pengawetan hijauan (Hay) Hanya mengarit rumput setiap hari Ketersediaan pakan sepanjang tahun Selalu tersedia Fluktuasi/musiman 22 83 37 5 2 1 63 3 51 9 150 14 168 31 10 203 10.33 38.97 17.37 2.35 0.94 0.47 29.58 1.41 23.94 4.23 70.42 6.57 78.87 14.55 4.69 95.31 Mengetahui teknologi pakan limbah pertanian Hay Hay dan silase 177 36 83.10 16.90 Menerapkan Teknologi pakan limbah pertanian Ya (hanya hay) 213 100

39 Usaha yang dilakukan responden untuk penyediaan pakan ternak berupa limbah pertanian adalah kebanyakan dengan pengawetan hijauan yaitu dengan mengeringkan (hay) sebanyak 168 orang (78,87%), namun banyak peternak yang mengetahui pembuatan Hay yaitu sebanyak 177 orang (83,10%) dan yang mengetahui pembuatan Hay dan Silase sebanyak 36 orang (16,90%) tetapi tidak ada yang menerapkan teknologi pembuatan silase tersebut dengan berbagai alasan bahwa pembuatan silase butuh waktu dan tenaga serta tempat tertentu dan juga karena rumput masih cukup untuk diberikan kepada ternaknya. Akan tetapi seluruh responden sudah menerapkan teknologi pembuatan hay yang lebih mudah dan praktis pembuatannya. II. Produktivitas Sapi Potong di Kabupaten Soppeng Untuk mengatahui peranan sapi potong di Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, berikut ini diuraikan produktivitas sapi potong di Kabupaten Soppeng dalam kurun waktu 1998-2002 yang meliputi populasi, pemotongan dan produksi daging seperti pada Gambar 2. Produksi Daging Populasi Pemotongan Pertumbuhan (%) 10.00 0.00-10.00-20.00 1998-1999 1999-2000 2000-2001 2001-2002 Tahun Gambar 2 Produktivitas sapi potong di Kabupaten Soppeng Tahun 1998-2002 Sumber : BPS Kab. Soppeng 2002

40 Jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng dalam kurun waktu 1998-2002 mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi, dimana dari Tahun 1998-2000 terjadi peningkatan + 2%, sedangkan dari Tahun 2000-2001 terjadi penurunan 10,63% dan penurunan tertingi dari Tahun 2001-2002 14,86%. Berdasarkan alasan peternak yang disurvei bahwa di Kabupaten Soppeng seringnya terjadi pencurian ternak khususnya sapi dan akibat krisis ekonomi sehingga peternak lebih cenderung menjual ternaknya sebagian atau seluruhnya. Begitupula antara Tahun 2000-2001 terjadi musim kemarau yang mengkibatkan pakan kurang dan sapi banyak yang mengalami kematian, meskipun jumlah yang mati sulit diketahui. Selain itu pada tahun yang sama terjadi peningkatan pemotongan sapi 0,8% 1,02% yang mengakibatkan produks daging juga meningkat 8,24% pada Tahun 2002 meskipun ada penurunan 5,92% pada Tahun 2001. Struktur populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng pada tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Struktur populasi sapi potong di Kabupaten Sopeng Tahun 2002 Kecamatan Struktur Populasi (ST) Anak Muda Dewasa Jumlah Marioriwawo 116 440 1.537 2.093 Lalabata 71 271 945 1.287 Liliriaja 109 413 1.443 1.964 Lilirilau 115 435 1.520 2.070 Donri-Donri 78 298 1.040 1.416 Marioriawa 62 234 816 1.111 SOPPENG 551 2.090 7.300 9.941 Sumber : Data BPS Kab. Soppeng 2002 yang sudah diolah

41 Populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng sebesar 9.941 ST, dengan distribusi yaitu sapi anak 551 ST, sapi muda 2.090 ST dan sapi dewasa 7.300 ST. Jumlah populasi sapi potong terbesar berada pada tiga kecamatan yaitu masingmasing Kecamatan Marioriwawo 2.093 ST, Kecamatan Lilirilau sebesar 2.070 ST, kecamatan Liliriaja sebesar 1.964 ST. Pada Tabel 11 terlihat tingkat kepemilikan sapi potong di Kabupaten Soppeng adalah tertinggi di Kecamatan Lilirilau yaitu 7 ST/RT peternak, Kecamatan Marioriwawo, Kecamatan Lalabata dan Kecamatan Donri-Donri ratarata 5 ST/RT peternak, sedangkan Kecamatan Marioriawa 4 ST/RT peternak dan Kecamtan Liliriaja hanya 3 ST/RT peternak. Tingkat kepemilikan sapi di Kabupaten Soppeng memberikan indikasi bahwa rata-rata rumah tangga pemilik ternak sapi di Kabupaten Soppeng memiliki sapi sebanyak 5 ST. Menurut peternak, mereka dapat memelihara sapi dewasa 5 ekor tanpa diantu oleh pihak keluarga, akan tetapi lebih dari itu mereka butuh bantuan. Kepemilikan Sapi potong di Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kepemilikan sapi potong di Kabupaten Soppeng Kecamatan Kepemilikan (ST/RT peternak) Marioriwawo 5 Lalabata 5 Liliriaja 3 Lilirilau 7 Donri-Donri 5 Marioriawa 4 SOPPENG 5 Sumber : Data BPS Kab. Soppeng 2002 yang sudah diolah

42 Kepadatan ternak dibedakan dalam tiga tipe kepadatan yaitu kepadatan ekonomi, kepadatan usaha tani dan kepadatan wilayah (Ashari et al.,1995). Ketiga kepadatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Kepadatan ekonomi menurut Ashari at al. (1995) memberikan kriteria pada ternak yaitu sangat padat >300, padat >100-300, sedang 50-100 dan jarang <50. Pada Tabel 12 terlihat bahwa kecamatan yang tergolong dalam kepadatan sedang untuk kepadatan ekonomi yaitu Kecamatan Donri-Donri (59,48 ST). Sedangkan Kecamatan Marioriwawo, Kecamatan Lalabata, Kecamatan Liliriaja dan Kecamatan Lilirilau termasuk kepadatannya jarang dengan nilai <50 ST. Pada kecamatan yang jarang ini masih dapat ditambah populasinya ditinjau dari jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan Kecamatan Donri-Donri sedapat mungkin populasinya dipertahankan. Begitu pula apabila dilihat secara umum di Kabupaten Soppeng dengan nilai kepadatan ekonomi 45,21 termasuk dalam kategori jarang populasinya. Tabel 12. Kepadatan sapi potong masing-masing kecamatan di Kabupaten Soppeng Kecamatan Kepadatan Ekonomi Usaha tani Wilayah Marioriwawo Lalabata Liliriaja Lilirilau Donri-Donri Marioriawa 48.21 31.49 46.49 49.20 59.48 40.39 0.15 0.30 0.12 0.17 0.17 0.07 6.98 7.11 9.87 7.45 6.38 3.47 SOPPENG 45.21 0.14 6.63 Sumber : Data BPS Kab. Soppeng 2002 yang sudah diolah

43 Kriteria yang digunakan pada kepadatan usaha tani untuk sapi potong yaitu sangat padat >2, padat >1-2, sedang 0,25-1 dan jarang <0,25 (Ashari et al.,1995). Pada Tabel 13 terlihat bahwa Kecamatan Lalabata termasuk dalam kategori kepadatan sedang (0.30) untuk kepadatan usaha tani, sedangkan kecamatan lainnya masing-masing Marioriwawo (0,15), Liliriaja (0,12), Lilirilau (0,17), Donri-Donri (0,17) dan Marioriawa (0,07) termasuk dalam kategori kepadatan jarang. Hal ini berarti bahwa perbandingan antara luas lahan garapan terhadap populasi sapi potong di Kecamatan Lalabata lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Soppeng. Dengan demikian apabila ditinjau dari segi lahan garapan yang dikelola oleh petani, maka populasi sapi potong di Kabupaten Soppeng masih dapat ditingkatkan, mengingat lahan garapan masih luas untuk menghasilkan limbah pertanian sebagai pakan sapi potong. Kepadata wilayah menurut Ashari et al., (1995) memberikan kriteria untuk sapi potong yaitu sangat padat >50, padat >20-50, sedang 10-20 dan jarang <10. Pada Tabel 12 terlihat bahwa semua kecamatan di Kabupaten Soppeng termasuk dalam kategori kepadatan jarang dengan nilai <10 ST yaitu dengan nilai kepadatan wilayah masing-masing Kecamatan Marioriwawo 6,98, Kecamatan Lalabata 7,11, Kecamatan Liliriaja 9,87, Kecamatan Lilirilau 7,45, Kecamatan Donri-Donri 6,38 dan Kecamatan Marioriawa 3,47 serta secara keseluruhan di Kabupaten Soppeng juga termasuk dalam kategori kepadatan jarang dengan nilai kepadatan wilayah 6,63. Ini menandakan bahwa secara umum di Kabupaten Soppeng jumlah sapi potong masih sedikit dibandingkan dengan luas wilayah di Kabupaten Soppeng.