1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

Bab 4 P E T E R N A K A N

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Daging Ayam Ras Pedaging ( Broiler Tabel 6.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi ekonomi yang tumbuh semakin pesat merupakan harapan bagi

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

BISNIS PETERNAKAN BEBEK

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

I. PENDAHULUAN. Sumber :

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HEWAN PT UNIVETAMA DINAMIKA, JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Salah satu sumber bahan pangan berasal dari hewani, seperti

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2017

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pangan semakin meningkat pula. Bagi bangsa Indonesia, dengan jumlah penduduk sebanyak 253 juta jiwa dan kian bertambah pengadaan pangan merupakan persoalan yang serius. Pengalaman sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya produksi ekonomi agregat (biaya hidup) dan stabilitas sosial politik nasional. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional. Menurut Saragih (2001), persoalan ketahanan pangan menyangkut aspekaspek berikut, pertama penyediaan jumlah bahan-bahan pangan yang cukup untuk memenuhi permintaan pangan yang meningkat baik karena pertambahan penduduk, perubahan komposisi penduduk maupun akibat peningkatan pendapatan penduduk. Kedua, pemenuhan tuntutan kualitas keanekaragaman bahan pangan untuk mengantisispasi perubahan preferensi konsumen yang semakin peduli pada masalah kesehatan dan kebugaran. Ketiga, masalah pendistribusian bahan-bahan pada ruang (penduduk yang tersebar pada sekitar 10.000 pulau) dan waktu (harus tersedia sepanjang hari setiap tahun). Keempat, masalah keterjangkauan pangan (food accesibility) yakni ketersediaan bahan pangan (jumlah, kualitas, ruang dan waktu) harus dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Masalah kebutuhan pangan juga erat kaitannya dengan kebutuhan akan protein baik itu protein nabati maupun protein hewani (Setiawan 2006). Rata-rata jumlah konsumsi protein masyarakat Indonesia ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Konsumsi Protein (gram) per Kapita Masyarakat ndonesia Berdasarkan Komoditi 2002-2005 Komoditi 2010 2011 2012 2013 Beras 21.76 20.96 20.80 20.57 Ikan 7.63 7.66 7.85 7.34 Daging 2.55 2.76 3.41 2.47 Telur & Susu 3.27 3.06 3.01 3.08 Kacang-kacangan 5.17 4.85 5.28 4.93 Sayuran 2.52 2.34 2.36 2.27 Makanan jadi 8.03 7.71 7.99 8.75 Lainnya 4.08 3.78 3.16 3.67 Jumlah 55.01 53.12 53.14 53.08 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

2 Untuk kebutuhan protein hewani sendiri di Indonesia sebelum krisis moneter terjadi, sebagian besar dipenuhi dari hasil budidaya ayam ras. Pada pertengahan tahun 1997 populasi ayam petelur di Indonesia sudah mencapai 250 juta ekor dan produksi day old chicken (DOC) broiler sebanyak 1000 juta ekor (Yunus et al. 2007). Sepuluh bulan setelah krisis, populasi tersebut menyusut hingga tinggal 30% dan akibatnya daging serta telur ayam bukan lagi merupakan sumber protein yang murah (Amrullah, 2003). Selain itu wabah flu burung yang melanda Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 semakin membuat usaha peternakan unggas semakin terpuruk karena secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan produksi ayam turun hingga 60% (Ilham dan Yusdja 2010). Namun dampak krisis tersebut perlahan pulih kembali dan sejak tahun 1998-1999 sektor peternakan ayam kembali menunjukkan pertumbuhan hingga kini. Tercatat terjadi peningkatan 4% produksi bibit ayam (day old chick- DOC) yaitu dari 900 juta pada 2008 menjadi 950 juta pada 2009. Selain itu juga terjadi peningkatan produksi ayam dari 890 juta ekor pada 2008 menjadi 945 juta ekor pada 2009 dan telur menjadi 1,15 juta ton (Rasa dan Suhendar 2009). Hal-hal tersebut menunjukkan iklim usaha dunia perunggasan saat ini semakin kondusif. Iklim investasi menjadi salah satu hal yang cukup penting karena merupakan kondisi yang bersifat multidimensi dan menjadi bahan pertimbangan bagi para investor dalam melakukan investasi (Daryanto 2010). Indikasi lain juga dapat dilihat dari tingkat konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia yang cukup tinggi dibandingkan daging lainnya dan jumlah peternakan unggas yang terus meningkat seperti yang ditampilkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Industri perunggasan ini telah memberikan kontribusi sebesar 65% dari total produksi daging nasional, sementara kontribusi telur ayam ras sebesar 70,1% dari total produk telur nasional. Meskipun sumber protein mudah diakses masyarakat, namun nyatanya capaian tingkat konsumsi protein hewani hanya 5,79 gram/hari masih di bawah standar kecukupan gizi. Tabel 2. Konsumsi daging menurut jenis daging di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun) No Komoditi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1 Sapi 0.313 0.417 0.365 0.313 0.365 2 Kerbau 0.052 0.010 0.008 0.008 0.008 3 Kambing 0.052 0.052 0.052 0.000 0.000 4 Babi 0.261 0.261 0.209 0.209 0.209 5 Ayam 3.024 4.119 3.806 3.598 4.171 6 Unggas 0.052 0.052 0.052 0.052 0.052 lainnya 7 Daging lainnya 0.052 0.052 0.052 0.052 0.052 Sumber : Departemen Pertanian, 2013

3 Tabel 3. Jumlah perusahaan peternakan unggas menurut badan hukum di Indonesia Badan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Hukum PT/CV/Firma 115 137 91 82 87 106 163 222 BUMN - 1 - - - 1 - - Koperasi 9 15 12 17 19 25 25 33 Perorangan 1.798 2.267 1.867 1,951 2.617 3.248 3.289 2.710 Yayasan - - - - - - - - Lainnya 286 353 335 439 564 618 842 1.385 Jumlah 2.289 2.773 2.305 2.489 3.287 3.998 4.319 4.350 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Berdasarkan data tersebut masih banyak peternakan unggas yang dimiliki oleh perorangan dimana kebanyakan ayam mereka akan dijual ke penampung dan dipotong di tempat pemotongan yang tidak resmi yang tidak memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) bukan ke rumah potong ayam (RPA). Aman berarti tidak mengandung bahaya-bahaya biologis, kimiawi dan fisik atau bahanbahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, sehat berarti mengandung bahanbahan yang dapat menyehatkan manusia (baik untuk kesehatan), utuh berarti tidak dikurangi atau dicampur dengan bahan lain dan halal berarti sesuai dengan syariat agama islam (Sanjaya et al. 2007). Karena hewan hidup merupakan sumber kuman patogen, maka karena kontaminasi rumah potong ayam juga menjadi sumber kuman patogen yang akan menulari karyawan atau daging yang dihasilkan, oleh karena itu rumah potong yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu sehingga memenuhi fungsinya dengan baik (Rusdi dan Harlia 2004). Krisnamurthi (2008) juga menyatakan bahwa untuk menghasilkan daging ayam yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) dan terjamin mutunya tidak bisa terwujud jika pemotongan ayam masih dilakukan di luar RPA. Padahal, jaminan mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh kepercayaan dan digunakan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan penuh keyakinan dan kepuasan Jaminan mutu sendiri didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurance (rasa aman) dan empathy (keramah tamahan) (Abubakar 2013). RPA modern sebagian besar terkonsentrasi di Jabodetabek dengan kapasitas pemotongan 1.000-5.000 ekor per hari untuk skala kecil dan 5.000-15.000 ekor per hari untuk skala besar. RPA yang ada di kota-kota besar (Tabel 4), umumnya masih bersifat tradisional berupa tempat pemotongan ayam (TPA) yang menghasilkan karkas bermutu rendah (Abubakar 2003).

4 Tabel 4. Jumlah RPA tradisional dan rata-rata kapasitas pemotongan ayam Lokasi Jumlah RPA Rata-Rata Kapasitas Potong (ekor/hari) Bandung 12 300-3.000 Cirebon 10 100-2.000 Tangerang 7 500-1.000 Bogor 10 100-400 Bekasi 10 100-500 Semarang 15 100-500 DKI Jakarta 15 100-500 Surabaya 15 100-300 Medan 10 200-500 Lampung 5 150-200 Denpasar 10 150-500 Sumber: Abubakar, 2003 Jumlah tersebut juga menunjukkan peluang pasar kini semakin menjanjikan dan persaingan ke depan yang semakin ketat. Dalam industri ayam ras saat ini, sekitar 85% komoditas ayam ras masih diperdagangkan dalam bentuk hidup, sedangkan sekitar 15% diperdagangkan sebagai ayam potong (slaughtered birds), chilled dan processed. Padahal kedepannya, permintaan konsumen tidak hanya mengevaluasi produk berdasarkan atribut utama yaitu jenis dan harga, namun akan menuntut atribut yang lebih rinci lagi seperti atribut keamanan produk, nutrisi, nilai, pengepakan, lingkungan, dan kemanusiaan (Daryanto 2013). Penjualan ayam pedaging dalam kondisi hidup saat ini dinilai masih belum efisien dan belum memiliki daya saing tinggi. Selain itu dengan adanya Perda Pemda DKI No.4/2007 yang mengatur tentang aturan relokasi tempat penampungan dan pemotongan ayam dan rumah pemotongan ayam, serta distribusi unggas ke wilayah DKI Jakarta yang mengharuskan perusahaan unggas nasional memiliki atau mencari tempat pengolahan untuk ayam hidup di luar wilayah DKI Jakarta, sehingga menyebabkan ayam hidup tidak diperbolehkan masuk ke dalam wilayah DKI Jakarta lagi. Selanjutnya konsumen hanya akan dapat menerima produk perusahaan berupa produk daging unggas dalam bentuk segar (fresh) maupun beku (frozen). Adanya kebijakan tersebut maka jalur distribusi dan perdagangan ayam pangan di DKI Jakarta mengalami perubahan yang signifikan. Peternak dari daerah penghasil wajib memasukkan ayam hidupnya ke RPA, untuk kemudian dipotong. Dengan demikian peranan RPA dirasa menjadi sangat penting. Untuk kualitas ayam sangat ditentukan oleh proses penanganan panen dan pascapanen dari ayam tersebut, dimana proses panen dan pascapanen ayam tentunya berhubungan dengan RPA tersebut yang merupakan penyedia daging ayam yang akan dikonsumsi manusia. Pada saat ini, konsumen juga sudah menuntut mengenai kebutuhan daging ayam yang dipotong secara higienis. Hal ini dapat terlihat dari perubahan pola konsumsi daging ayam. Konsumen kini akan merasa lebih aman dengan membeli daging ayam beku dari rumah potong ayam yang memprosesnya secara halal. Konsumen kini menyadari

5 bahwa daging ayam beku itu lebih sehat dan aman karena bakteri pembusuk telah dimatikan dengan proses pembekuan (Sitorus 2007). Salah satu RPA yang ada di Indonesia adalah RPA PT. Bagasasi HAS Intifood (BHI). RPA PT. BHI adalah perusahaan yang bergerak di bidang agrofood chicken prosessing plant., terutama bidang pemasaran ayam potong dan ayam olahan. RPA PT. BHI ini didirikan pada Oktober 2011 ini awalnya bermitra dengan restoran cepat saji untuk menyediakan kebutuhan bahan baku berupa daging ayam segar dan memasok ayam untuk pasar tradisional. Ini merupakan strategi dari RPA PT BHI untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara berkesinambungan melalui peningkatan daya saing dan keunggulan kompetitif dengan rantai nilai yang terintegrasi. Namun strategi yang diterapkan oleh RPA PT BHI belum sepenuhnya dapat terlaksana karena dihadapi oleh banyak kendala. Kendala utama yang di hadapi oleh RPA PT BHI saat itu adalah tidak lancarnya pembayaran dari produk RPA PT BHI yang dipasarkan ke pasar tradisional. Piutang perusahaan menumpuk sehingga perputaran uang di perusahaan terhambat dan kinerja perusahaan mulai terganggu. Hingga pada akhir 2012 RPA PT. BHI mengalami perubahan dan perbaikan baik dari segi manajemen serta sarana dan prasarananya seperti memperbaiki instalasi pembuangan air limbah (IPAL), sarana produksi dan lainnya. Setelah melakukan perbaikan, kondisi perusahaan mulai mengalami peningkatan, salah satunya dari jumlah produksi yang terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi yang ditampilkan pada Gambar 1. 25000 20000 15000 10000 5000 Jumlah Produksi Oktober 2012 Maret 2013 0 Gambar 1. Jumlah produksi RPA PT BHI bulan Oktober 2012-Maret 2013 Berdasarkan data tersebut dapat dilihat jumlah produksi RPA PT BHI terjadi peningkatan di bulan-bulan selanjutnya, namun jumlah tersebut masih belum memenuhi jumlah produksi yang optimal. Jumlah tersebut masih jauh dari kapasitas maksimal produksi perusahaan. Pada perkembangannya RPA PT BHI menemui banyak kendala, karena komoditas yang dimiliki merupakan komoditas yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti preferensi konsumen. Selain preferensi konsumen, komoditas ini juga sangat sensitif terhadap harga, sehingga harganya bisa sangat berfluktuatif. Hal ini terjadi karena suplai ayam pedaging tidak seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan oleh konsumen. Selain itu harga input sapronak

6 seperti pakan, vaksin dan DOC juga berkontribusi dalam fluktuasi harga komoditas ini. Sedangkan untuk fluktuasi harga daging ayam dipengaruhi juga oleh pola konsumsi masyarakat sendiri, dimana untuk bulan-bulan tertentu permintaan akan daging ayam meningkat sehingga harga akan naik. Kedepannya agribisnis ayam ras pedaging memiliki peluang yang sangat baik dimana permintaan terhadap ayam ras pedaging terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk, pendapatan yang meningkat, pendidikan serta gaya hidup yang menyebabkan komposisi gizi akan berubah. Menurut Daryanto (2009), masalah yang terkait dalam hal daya saing agribisnis ayam ras pedaging yaitu pertama masalah penyediaan bahan baku pakan dimana bahan baku pakan memiliki porsi 60%-70% dari biaya produksi. Kedua adalah skala usaha industri dan manajemen pengelolaan kandang yang efisien. Ketiga adalah penanggulangan akan penyakit unggas. Masalah ini juga yang dialami oleh RPA PT BHI yang memiliki peternakan sendiri untuk memasok sebagian kebutuhan ayam untuk proses produksinya. Sehingga RPA PT BHI mengatasinya dengan memasok kekurangan bahan baku produksi dari peternakan lain diluar dari peternakan milik RPA PT BHI. Dengan keadaan tersebut impian RPA PT BHI sebagai RPA nomor satu di wilayah Jabodetabek dan turut serta dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat akan sulit tercapai, karena hingga saat ini pun masih banyak kendala yang dihadapi oleh RPA PT BHI dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Selain itu manajemen yang baru juga belum menyiapkan suatu strategi dalam rangka menghadapi persaingan di industri ini kedepannya. Sehingga diperlukan suatu perumusan strategi baru sebagai acuan pelaksanaan dan evaluasi kebijakan yang sesuai dan terarah untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam menyusun suatu strategi diperlukan analisa seluruh rangkaian aktivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi baik di dalam maupun di luar. Rangkaian aktivitas untuk menyediakan barang tersebut harus dikelola secara baik untuk memaksimalkan penciptaan nilai dan meminimalkan biaya. Untuk dapat mengukurnya dapat dilakukan dengan memetakan dan menganalisa rantai nilai. Dengan analisa rantai nilai pihak perusahaan bias mengidentifikasi aktivitas-aktivitas kunci dalam perusahaan atau stakeholder yang membentuk rantai nilai dan mengidentifikasi potensi keunggulan kompetitif yang berkelanjutan pada sebuah perusahaan, sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing. Setelah mengetahui hasil analisa rantai nilai dan faktor-faktor yang mempengaruhi maka dapat dibuatlah suatu perumusan alternatif strategi yang kemudian ditentukan strategi apa yang akan di prioritaskan oleh RPA PT BHI untuk di buat rencana aksi strategik bagi perusahaan sebagai perencanaan strategik perusahaan lima tahun ke depan. Hingga kini masih banyak perusahaan yang belum memiliki suatu perencanaan strategik, padahal perencanaan strategik memiliki peranan yang cukup penting bagi perusahaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Strategi merupakan kunci sukses yang mempengaruhi kinerja organisasi. Hal tersebut karena strategi merupakan rencana keseluruhan yang menjelaskan posisi daya saing suatu perusahaan. Realita menunjukkan bahwa tidak semua pebisnis sukses dengan strategi yang dimiliki. Kondisi tersebut berkaitan dengan kualitas strategi yang dimiliki. Strategi yang berkualitas adalah strategi yang dibangun dengan formulasi, implementasi dan evaluasi strategi yang berkualitas. Proses pengembangan strategi

7 yang harus berangkat dari keyakinan dasar bahwa strategi harus memiliki isi strategi yang sesuai, dengan proses formulasi yang berkualitas serta kejelasan dan ketegasan implementasi yang akan dilakukan (Widodo 2011) Menurut David (2011), ada beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan tidak membuat perencanaan strategik, antara lain : pertama, lemah dengan sistem reward, ketika perusahaan mendapatkan keberhasilan lupa memberikan insentif yang memadai kepada karyawan. Kedua adalah waste of time, beberapa perusahaan memandang bahwa membuat perencanaan adalah mebuang-buang waktu percuma, karena hasilnya tidak dapat dijual. Ketiga, adanya kepentingan pribadi; adanya perencanaan strategik justru dianggap ancaman karena tidak dapat berbuat bebas untuk kepentingan pribadi. Keempat, terlalu mahal; beberapa perusahaan memandang bahwa penyusunan perencanaan strategik terlalu mahal. Kelima terlalu percaya diri, karena banyak mengalami keberhasilan maka menjadi terlalu percaya diri dan tidak membutuhkan perencanaan strategik. Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan Wheelen dan Hunger (2012) yang menyatakan bahwa dengan perencanaan strategik akan membawa manfaat bagi perusahaan berupa visi dan misi menjadi lebih jelas, sasaran yang dituju menjadi lebih fokus dan adanya peningkatan kesadaran bahwa perubahan lingkungan di luar perusahaan berlangsung dengan cepat sehingga dapat diantisipasi lebih awal. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi oleh RPA PT BHI adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana rantai nilai ayam ras pedaging di RPA PT BHI? 2. Faktor internal dan eksternal apa saja yang memengaruhi bisnis RPA PT BHI? 3. Alternatif strategi apa yang dapat digunakan untuk pengembangan bisnis RPA PT BHI 4. Berdasarkan strategi yang ada, strategi apa yang merupakan prioritas RPA PT. BHI? 5. Bagaimana rencana aksi strategik (strategic action plan) bisnis RPA PT. BHI kedepan? Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan pada bagian latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memetakan dan menganalisa rantai nilai ayam ras pedaging di RPA PT BHI. 2. Menganalisa faktor internal dan eksternal yang memengaruhi strategi peningkatan pendapatan dan pengembangan bisnis RPA PT. BHI ke depan. 3. Merumuskan alternatif strategi RPA PT.BHI sesuai dengan faktor-faktor yang memengaruhi tersebut. 4. Menentukan prioritas strategi RPA PT. BHI. 5. Merancang rencana aksi strategik (strategic action plan) bisnis RPA PT. BHI ke depan.

8 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa aternatif strategi untuk RPA PT. BHI agar dapat terus tumbuh dan berkembang sebagai perusahaan rumah potong ayam terbaik di Jabodetabek. Bagi peneliti, dengan penelitian ini diharapkan mampu memperdalam kopetensi sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji dalam penelitian ini. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian yang diteliti dibatasi dalam kajian aspek strategi yaitu dalam merumuskan dan menyusun perencanaan strategi bagi RPA PT BHI. Kajian dilakukan sampai tahap penentuan prioritas strategi, sedangkan tahap implementasi dan evaluasi diserahkan kepada manajemen RPA PT BHI.