BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB II TINAJUAN PUSTAKA

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain:

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENGETAHUAN DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. sebagai salah satu kegiatan penelitian Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

BAB I LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.

ABSTRACT. Key words: scabies, environment, behavior ABSTRAK

PEDIKULOSIS KAPITIS PEDIKULOSIS. Young lices PEDIKULOSIS PEDICULUS KAPITIS. Ordo Phthiraptera 5/2/2011. Tidak bersayap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

All about Tinea pedis

FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN QOMARUDDIN KABUPATEN GRESIK

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI

BAB I PENDAHULUAN prevalensi scabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan scabies

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah

DR. TUTI SUPARYATI, M. KES NIDN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT SCABIES

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sarcoptes scabiei varian hominis (Harahap, 2000). Skabies disebut juga dengan itch,

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

Ganti Tua Siregar Poltekkes Medan Prodi D-III Kebidanan Padang Sidempuan Korespondensi penulis:

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES

Pengaruh Pengetahuan dengan Pencegahan Penyebaran Penyakit Skabies. The Impact of Knowledge to The Prevention of The Spread of Scabies Disease

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

HOSPITAL MAJAPAHIT Vol 2. No. 1, Februari 2010

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA PESANTREN DI KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007 TESIS. Oleh MUZAKIR /AKK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes sabies varian hominis dan produknya.

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU SEHAT SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR.

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada

PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

LAPORAN KASUS MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG PENDAHULUAN

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sensitisasi terhadap sarcoptes scabies var hominis dan produknya. menyerupai orang menari (Hamzah, 1981)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap, 2008). Scabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei. Scabies ini tidak membahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari ini merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas. Penyakit scabies ini banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang. Scabies cenderung tinggi pada anak- anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2004). 2. Etiologi Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabieitermasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes (Sudirman, 2006). Secara morfologi tungau ini berbentuk 7

8 oval dan gepeng, be rwarna putih kotor, transulen dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kakibelakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan. Sarcoptes Scabiei betina terdapat bulu cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk demikian hanya dijumpai pada pasangan kaki ke- 3 saja (Aisyah, 2005) 3. Epidemiologi Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual dan sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda -benda lainnya. Cara penularan (transmisi ) :kontak langsung misal berjabat tangan, tidur be rsama dan kontak seksual. Kontak tidak langsung misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Djuanda, 2007) 4. Patogenesis Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Djuanda, 2007).

9 Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu selama 10-14 hari. Pada suhu kamar (21 C dengan kelmbaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup diluar pejamu selama 24-36 jam. (Aisyah, 2005). 5. Cara Penularan Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat- alat seperti tempat tidur, handuk dan pakaian (Djuanda, 2007). Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersamasama disatu tempat yang relatif sempit. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas -fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersamasama di lingkungan padat penduduk (Benneth dalam Kartika, 2008). 6. Gambaran Klinis Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada malam hari (pruritus noktural) atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat (Sudirman, 2006). Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini : a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misaln ya dalam keluarga biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang padat penduduknya, sebagian tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal dengan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.

10 c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 centi meter, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul poli morf (gelembung leokosit). d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostig. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada malam hari sebelum tidur Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan), bekas -bekas lesi yang berwarna hitam. e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela- sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit (Aisyah, 2005) 7. Klasifikasi Skabies Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah sebagai berikut: a. Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean) Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur. b. Skabies pada bayi dan anak kecil Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki. c. Skabies noduler (Nodular Scabies) Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.

11 d. Skabies in cognito Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kostikosteroid topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap menular. e. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies) Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih. f. Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik) Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular. g. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus terbaring di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. h. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis. i. Skabies dan Aquired Immuodeficiency Syndrome (AIDS) Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita. j. Skabies dishidrosiform Jenis ini di tandai oleh lesi ber upa kelompok vesikel dan pustula pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat antiskabies (Emier, 2007). 8. Diagnosis Skabies Diagnosis ditegakkan atas dasar : (1). Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. (2). Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria).

12 Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. (3). Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang efektif. (4). Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat (Mawali, 2000). 9. Penatalaksanaan Skabies Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian : a. Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan : 1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi pengobatan secara serentak. 2) Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika. 3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa jam. b. Penatalaksanaan secara khusus. Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:

13 1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. 2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. 3) Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. 4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. 5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkangameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dilanjutkan pada bayi di bawah umur 12 bulan. 10. Prognosis Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik (Handoko, 2008). B. Pencegahan Skabies Siregar (1996) yang dikutip Ruteng, 2007, penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara : 1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

14 2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu 3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali. 4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain. 5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies. 6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari (Prabu, 1996). Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik. 2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering (drycleaned). 3. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket. 4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab. Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara pencegahan yang dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak meliputi : 1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 2. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan. 3. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi

15 sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita (Ruteng, 2007). C. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Skabies Penyakit skabies adalah penyakit yang mudah menular melalui kontak langsung dengan penderita Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko mudah tertular berbagai penyakit skabies. Bebrapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya skabies diantaranya: 1. Pengetahuan Skabies masih merupakan penyakit yang sulit diberantas, pada manusia terutama dalam lingkungan masyarakat pada hunian padat tertutup dengan pola kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih rendah, pengobatan dan pengendalian sangat sulit (Iskandar, 2000). 2. Sanitasi/ Lingkungan Berdasarkan penelitian Wardhani (2007), 33 orang (84,6%) menderita skabies. Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan dengan sanitasi dan hygiene yang buruk, saat kekurangan air dan tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesak-desakan, terutama di daerah kumuh dengan sanitasi yang sangat jelek. Skabies juga dapat disebabkan karena sanitasi yang buruk. Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal/ asrama, kebersihan tempat tinggal/ asrama dilakukan dengan cara membersihkan jendela dan perabot santri, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan makan, membersihkan kamar, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan

16 selokan dan membersihkan jalan didepan asrama dari sampah ( Ponpes, 2007). 3. Perilaku Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang kurang bersih dan saling bertukar- tukar pakaian dengan teman satu kamar. Hal itulah yang tidak diperhatikan serius oleh pimpinan pondok dan santri itu sendiri. Para santri dapat menghindari penyakit skabies dengan menjaga kebersihan pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur pakaian sampai kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan pakaian yang belum kering atau lembab, biasakan mencuci sedikit tapi sering ( Emier, 2007). 4. Kepadatan Penduduk Permasalahan yang berkaitan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren adalah penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang banyak diderita oleh santri, kasus terjadi pada daerah padat penghuni dan jumlah kasus banyak pada anak usia sekolah. Penyakit gudik (skabies) terdeteksi manakala menjangkiti lebih dari 1 orang dalam sebuah keluarga (Cakmoki, 2007). Kepadatan hunian merupakan syarat mutlak untuk kesehatan rumah pemondokan, karena dengan kepadata hunian yang tinggi terutama pada kamar tidur memudahkan penularan penyakit Scabies secara kontak dari satu santri kepada santri lainnya (Ma rufi,2005). 5. Air Menurut Azwar (1995) dalam Ma rufi: Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan terhadap penularan penyakit Scabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Scabies merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi (Ma rufi, 2005). 6. Sosial Ekonomi

17 Laporan terbaru tentang skabies sekarang sudah sangat jarang dan sulit ditemukan diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menur unnya kualitas hidup masyarakat (Keneth dalam Kartika, 2008)

18 D. Kerangka Teori Karasteristik santri 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan Faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies Praktek santri dalam upaya pencegahan terkena skabies a. Pengetahuan b. Sanitasi/ lingkungan. c. Perilaku d. Kepadatan hunian e. Air f. Sosial ekonomi Sumber : (Keneth dalam Kartika, 2008), (Azwar, 1995), (Ma rufi,2005), ( Emier, 2007), (Iskandar, 2000). E. Kerangka Konsep Variabel independent ( babas) Variabel Dependent ( terikat) Jenis kelamin santri Praktek dalam upaya pencegahan terkena skabies F. Hipotesa Ada perbedaan Praktek dalam upaya pencegahan terkena skabies pada santri putra dan putri.