FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA PESANTREN DI KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007 TESIS. Oleh MUZAKIR /AKK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA PESANTREN DI KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007 TESIS. Oleh MUZAKIR /AKK"

Transkripsi

1 1 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA PESANTREN DI KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007 TESIS Oleh MUZAKIR /AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat. Upaya perbaikan dalam bidang kesehatan masyarakat salah satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Paradigma sehat menjadi orientasi baru dalam pembangunan kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Perumusan visi Indonesia sehat 2010, melalui empat strategi pembangunan kesehatan merupakan wujud dari perubahan paradigma yang kita anut. Paradigma sehat adalah upaya pembangunan kesehatan berorientasi kepada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit. Kebijaksanaan pembangunan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan, memelihara, melindungi orang sehat agar menjadi lebih sehat dan produktif serta 1

3 3 tidak jatuh sakit, sedangkan yang sakit dapat pula segera disembuhkan agar menjadi sehat (Depkes. RI, 2004). Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan kesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun Permasalahan utama yang dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang berbasis lingkungan. Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6% - 12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Data pola penyakit di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti malaria, demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2003 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit skabies. Pada tahun 2004 kejadian penyakit skabies prevalensinya 40,78% (Depkes, RI 2004 dan Dinkes Prov. NAD, 2005). Begitu juga dengan pola penyakit yang terjadi di Kabupaten Aceh Besar mempunyai pola yang sama dengan pola penyakit di tingkat provinsi yang akhir-akhir ini terjadi peningkatan kasus penyakit menular terutama penyakit

4 4 skabies. Peningkatan kasus penyakit skabies yang meluas secara cepat, baik jumlah kasus maupun daerah terjangkit terutama di daerah yang padat penghuninya, seperti asrama, panti asuhan dan pesantren. Penularan penyakit skabies yang sangat cepat dilingkungan pesantren terutama disebabkan penyakit skabies merupakan penyakit yang dapat menular secara langsung dan juga disebabkan oleh perilaku santri yang kurang menjaga kebersihan diri (Dinkes Kab. Aceh Besar, 2005). Pada Kecamatan Indrapuri juga terdapat dua pesantren yaitu satu pesantren terpadu dan satu pesantren tradisional. Pesantren terpadu yaitu pesantren Oemar Diyan, dari jumlah santri pada tahun 2005 sebanyak 745 terhadap penyakit skabies sebanyak 287 kasus. Sedangkan untuk pesantren tradisional tidak tercatat kasus penyakit gatal-gatal maupun penyakit skabies. Kedua kecamatan tersebut dan juga adanya pesantren, merupakan kasus terbanyak penyakit skabies di Kabupaten Aceh Besar (Pustu Lamkareung, 2007). Pada Kecamatan Ingin Jaya terdapat dua pesantren yaitu Pesantren Al-Falah dan Pesantren Ulumul Qur an. Pada Pesantren Al-Falah tahun 2006, dari 625 santri didapatkan 108 santri menderita penyakit gatal-gatal, sementara itu pesantren Ulumul Qur an dari 650 santri didapatkan 125 santri menderita penyakit gatal-gatal. Selain itu juga ke tiga pesantren tersebut memiliki asrama bagi santri dan santri diwajibkan untuk tinggal di asrama. Penyakit skabies yang terjadi di pesantren berdampak terhadap santri terutama tingkat kemampuan santri dalam belajar akan terganggu. Banyak mata

5 5 pelajaran yang terlewatkan baik di sekolah maupun di pesantren, karena santri adanya rasa kurang percaya diri dalam pergaulan. Bila sudah dalam keadaan parah santri sering dijemput oleh orang tuanya atau keluarga untuk dilakukan pengobatan diluar pesantren. Tingginya angka kejadian di pesantren menyebabkan santri merasa terganggu dalam belajar, sehingga prestasi belajarnya menurun. Berdasarkan data dari tiga pesantren tahun 2006 didapatkan 15,5% santri yang menderita skabies nilai rapornya menurun bahkan diantaranya tinggal kelas dan tidak lulus ujian akhir. Ketiga pesantren tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang sama seperti asrama pemondokan, penyediaan air bersih, serta memiliki peraturan yang sama. Namun berkaitan dengan penyakit skabies sebagian dari santri menderita dan juga ada yang tidak menderita dalam hal ini adanya tingkat perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan (kebersihan dan kebiasaan) santri di pesantren tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya perbedaan tersebut maka penyebaran penyakit skabies juga berbeda pada setiap pesantren maupun secara individu santri. Subchan, 2001 dalam majalah PERDOKSI menyatakan perilaku manusia sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Salah satu bentuk perilaku terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia bereaksi, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit yang ada pada dirinya atau diluar dirinya) maupun aktif (tindakan atau praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit maupun penyakit skabies. Terbentuknya perilaku baru

6 6 dimulai dari pengetahuan yang kemudian menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang akhirnya menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu tindakan. Skabies merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh penghuni pesantren dan sering dianggap sebagai penyakit tradisional dikalangan santri. Anggapan ini disebabkan karena penyakit skabies selalu terjadi pada santri yang tidak pernah putus dan juga penyakit skabies ini sudah dianggap sebagai penyakit ringan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka perumusan masalah yang dapat dikembangkan adalah bagaimana hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan dengan kejadian penyakit skabies di pesantren Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, tindakan (kebersihan diri dan kebiasaan) dengan kejadian penyakit skabies pada santri di pesantren Kabupaten Aceh Besar Hipotesis a. Adanya hubungan pengetahuan santri dengan kejadian penyakit skabies. b. Adanya hubungan sikap santri dengan kejadian penyakit skabies. c. Adanya hubungan kebersihan santri dengan kejadian penyakit skabies. d. Adanya hubungan kebiasaan santri dengan kejadian penyakit skabies.

7 Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti Dapat memberikan suatu masukan yang berkaitan dengan penyakit skabies dan meningkatkan pengetahuan terhadap pola pencegahan penyakit skabies. b. Bagi santri Dapat menjadi masukan terhadap perbaikan kebiasaan hidup yang merugikan bagi kesehatan sehingga dapat menjaga kesehatan diri khususnya yang berkaitan dengan penyakit skabies. c. Bagi pengelola Menjadi suatu acuan dalam membuat suatu aturan yang berkaitan dengan penularan penyakit skabies dalam lingkungan pesantren.

8 8 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sarcoptes Scabiei Klasifikasi Sarcoptes scabiei Sarcoptes scabiei termasuk Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, Ordo Ackari, superfamili Sarcoptoidea dan Genus Sarcoptes Morfologi Sarcoptes scabiei secara morfologik adalah tungau kecil berbentuk lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau tersebut translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata. Besar tungau bervariasi, yang betina berukuran kurang lebih x mikron, sedangkan tungau jantan lebih kecil yaitu x mikron. Tubuh tungau terbagi bagian anterior yang disebut nototoraks dan bagian posterior yang disebut dengan notogaster. Nototoraks dan notogaster masing-masing mempunyai dua pasang kaki. Pada tungau betina dua pasang kaki kedua berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan ambulacra (semacam alat yang melengketkan diri) (Harahap, 2006) Kebiasaan hidup Sarcoptes scabiei Setelah tungau betina dan jantan berkopulasi, tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 1 5 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya dua atau empat butir sehari 7

9 9 sampai mencapai jumlah 40 hingga 50 butir. Tungau betina yang telah dibuahi dapat hidup sebulan lamanya setelah telur menetes. Telur ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga diluar terowongan (Djuanda, 2006). Tungau skabies lebih suka hidup didaerah yang berkulit tipis seperti sela jari, penggelangan tangan, kaki, aksila, umbilikus, penis, areola mammae dan dibawah payudara wanita. Kutu dapat hidup diluar kulit manusia hanya 2 3 hari dan pada suhu kamar 21 derajat celsius dengan kelembaban relatif 40 80%. Kutu jantan membuahi kutu betina dan kemudian mati. Kutu betina kemudian menggali lobang ke dalam epidermis membentuk terowongan didalam stratum korneum. Kecepatan menggali terowongan 1 5 mm/hari. Kemudian kutu betina mati di ujung terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel pilosebasea, pada permukaan kulit dapat bergerak kurang lebih 2,5 centimeter permenit (Harahap, 2000) Siklus hidup skabies Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari didalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan dapat tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari. Tungau betina bertelur sebanyak 2 3 butir perhari dapat bertelur sepanjang hidupnya 4 5 minggu dan telurnya akan menetes setelah 3 5 hari menjadi larva yang mempunyai tiga pasang kaki, larva ini dapat tinggal dalam terowongan, dan dapat juga keluar setelah 2 3 hari larva akan menjadi nimfa

10 10 yang mempunyai dua bentuk jantan dan betina. Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa adalah hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek daripada tungau betina, dan mempunyai peran yang lebih kecil pada patogenesis penyakit biasanya hanya hidup di permukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina. Tungau ini merupakan parasit obligat pada manusia dan hanya dapat hidup diluar tubuh manusia selama kurang lebih 2 3 hari (Ginanjar, 2006) Skabies 1. Pengertian skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut juga dengan the itch, pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan). Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampera dan gatal agogo (Djuanda, 2006). 2. Sejarah skabies Pakar yang pertama mengungkapkan penyakit skabies adalah dokter Aboumezzan Abdel Malek Ben Zohar yang lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di Maroko pada tahun Dokter tersebut menulis sesuatu yang disebut soab yang hidup pada kulit dan menimbulkan rasa gatal. Bila kulit digaruk muncul binatang kecil yang sulit dilihat dengan mata telanjang. Pada tahun 1687 Giovan Bonomo menyatakan bahwa seorang perempuan miskin dapat mengeluarkan little bladder of water dari lesi skabies anaknya. Pada tahun

11 Bonomo telah menemukan sercoptes skabiei yang dijelaskan oleh Meunir. Penemuan tersebut yang dibuktikan oleh temuan orang lain. Pada tahun 1820 Raspail menyatakan bahwa tungau yang ditemukan Gales identik dengan tungau keju sehingga Gales dinyatakan sebagai penipu penemuan. Gales baru diakui pada tahun 1839 dengan berhasil mendemontrasikan cara mendaptkan tungau dari penderita skabies dengan sebuah jarum (Kandun, 2000) Epidemiologi skabies Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27% populasi umum, dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa di sepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl pada tahun 1985 menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur tahun (45%) sedangkan di Sao Paulo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak di bawah 9 tahun. Di India, Gulati (dikutip dari 4) melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivastava yang menyatakan prevalensi tertinggi terdapat pada anak di bawah 5 tahun. Di negara maju, prevalensi skabies sama pada semua golongan umur (Maibach, 1997). Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam

12 12 lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian dilakukan survei pada pulau Van ", lebih besar yang berpenduduk orang. Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986 survei di desa Indian lainnya yang berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun adalah 84% (Orkin, 1997). Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih tahun (Harahap, 2000). Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4.6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan

13 13 tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000). Dariansyah, 2006 dalam penelitiannya yang dilakukan juga di pesantren Oemar Diyan dari 61 santri yang diambil 37 orang menderita skabies dan 24 orang tidak menderita skabies. Hasil penelitian ini didapatkan OR 2,2. Di pesantren yang padat penghuninya prevalensi skabies mencapai 78,7%, tingginya prevalensi pada kelompok tersebut yang kebersihan dirinya kurang baik 72,7% dan pada kelompok yang kebersihan dirinya baik hanya 2,2% - 3,8% (Sungkar, 2001) Patogenesis skabies Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau sarcoptes scabiei, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sesitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Akibat garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder Gambaran klinis skabies Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa gatal biasanya hanya pada lesi tetapi pada skabies kronis gatal dapat dirasakan pada seluruh tubuh. Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada malam hari, ruam kulit yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan, di

14 14 bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, aerola mammale (area sekeliling puting susu), dan permukaan depan pergelangan (Sungkar, 2001). Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintikbintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006). Ginanjar, 2006 menyatakan ada empat tanda kardinal yaitu : a. Pruritus nokturna yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktifitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama, barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui pemakaian handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies mudah menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah. c. Adanya torowongan (kunikulus) dibawah kulit yang berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri maka akan timbul gambaran pustula (bisul kecil), lokalisasi kulit ini berada pada daerah lipatan kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar kemaluan, siku bagian luar, kulit sekitar payudara bokong dan perut bagian bawah. d. Menemukan tungau pada pemeriksaan kerokan kulit, merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu atau lebih stadium tungau ini.

15 Bentuk-bentuk skabies Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga disebut sebagai the great imitator. Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Handoko dalam buku Djuanda, 2006 menyatakan selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang khusus antara lain : a. Skabies pada orang bersih (Scabies of cultivated) Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan torowongan yang sedikit jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang penderita skabies menemukan hanya 7% terowongan. b. Skabies in cognito Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit gatal lainnya. c. Skabies nodular Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat daerah yang tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau

16 16 jarang ditemukan. Nodus dapat bertahan selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberikan pengobatan anti skabies dan kortikosteroid. d. Skabies yang ditularkan melalui hewan Sumber utama skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat torowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena skabies varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. e. Skabies Norwegia Skabies norwegia atau skabies krustosa pertama kali dilaporkan oleh Danielsen, seorang warga Norwegia yang menderita kusta. Skabies ini juga tidak hanya terjadi pada penderita kusta namun juga dapat terjadi pada redardasi mental, dementia senilis, penderita keganasan, penderita dengan defisiensi imunologik. f. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed-ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

17 17 g. Skabies pada bayi dan anak-anak muda Dalam kelompok usia ini, wajah, kulit kepala, telapak tangan dan telapak kaki dapat terserang, yang paling umum menimbulkan lesi adalah papule, vesicopustules dan nodules, akan tetapi distribusi dapat bersifat atipikal. Eksemastisasi dan impetigenisasi sekunder umum terjadi dan burrow sulit ditemukan. Prevalensi skabies adalah paling tinggi pada bayi yang berusia dibawah dua tahun (Stone, dikutip Orkin, 1997) Penularan skabies Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun cara penularanya adalah : a. Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya. b. Kontak tak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan. Skabies Norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah

18 18 skabies pada rumah sakit, panti jompo, pemondokan/asrama dan rumah sakit jiwa karena banyak mengandung tungau (Djuanda, 2006) Pencegahan skabies Siregar (1996) yang dikutip Ruteng, 2007, penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara : a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali. d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain. e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies. f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari (Prabu, 1996). Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

19 19 1) Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan antiseptik. 2) Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering (dry-cleaned). 3) Keringkan topi yang bersih, kerudung dan jaket. 4) Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab. Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara pencegahan yang dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orangorang yang kontak meliputi : 1) Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 2) Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan. 3) Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita (Ruteng, 2007).

20 20 Penanggulangan wabah yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : 1) Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang berisiko. 2) Pengobatan dilakukan secara massal. 3) Penemuan kasus dilakukan secara serentak baik didalam keluarga, didalam unit atau institusi militer, jika memungkinkan penderita dipindahkan. 4) Sediakan sabun, sarana pemandian, dan pencucian umum, jika ada sangat membantu dalam pencegahan infeksi Diagnosis skabies Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel dan pustula di tempat predileksi. Selain itu, didapat keterangan bahwa gejala penyakit ini terdapat pada sekelompok orang. Diagnosis pasti ditetapkan dengan menemukan tungau atau telurnya pada pemeriksaan laboratorium. Namun dengan cara permeriksaan tersebut tungau sulit ditemukan karena tungau yang menginfestasikan penderita hanya sedikit (Medicastore, 2007). Beberapa cara yang dapat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau terowongan adalah : a. Kerokan kulit Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral, kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau

21 21 terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan kaca tutup lalu diperiksa dibawah miskroskop. b. Mengambil tungau dengan jarum Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat ke luar. c. Kuretasi terowongan (kuret dermal) Kuretasi dilakukan secara superfisial mengikuti sumbu panjang, terowongan atau puncak papul. Hasil kuret diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi minyak mineral lalu diperiksa dengan mikroskop. d. Sweb kulit Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop. e. Burow ink test Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig zag. f. Uji tetrasiklin Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan

22 22 akan menunjukkan fluoresensi. g. Epidermal shave biopsy Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan skalpel. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas obyek, ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop. h. Pemeriksaan histopatologik Gambaran histopatologik menunjukkan bahwa terowongan terletak pada stratum korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada terletak di irisan dermis. Pemeriksaan histopatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali bila pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau telurnya. Daerah yang berisi tungau menunjukkan sejumlah eosinofil dan sulit dibedakan dengan reaksi gigitan artropoda lainnya misalnya gigitan nyamuk atau katu busuk. Berbagai cara pemeriksaan di atas, kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan. Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari 1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada hampir seluruh lesi. Burrow ink test, dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil

23 23 positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta atau salep (Ginanjar, 2006). Agar pemeriksaan berhasil baik terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu : 1) Kerokan kulit jangan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan infeksi sekunder. Pada lesi ekskoriasi tungau mungkin sudah terangkat oleh garutan dan pada lesi dengan infeksi sekunder terdapat pus yang bersifat akarisida sehingga tungau tidak ditemukan pada lesi tersebut, selain itu kerok kulit didaerah infeksi sekunder dapat memperberat infeksi. 2) Kerokan harus superfisial karena tungau berada dalam stratum korneum, jadi kerokan tidak boleh berdarah. 3) Papel yang baik untuk dikerok adalah papul yang baru dibentuk yaitu berbentuk lonjong dan tidak berkrusta karena biasanya tungau ditemukan pada papul atau terowongan yang baru dibentuk. 4) Jangan mengerok dari satu lesi tetapi keroklah dari beberapa lesi tungau belum tentu berada dalam lesi tersebut. 5) Lokasi yang paling sering terinfeksi adalah sela jari tangan, karena itu perhatian utama ditujukan pada daerah tersebut. 6) Sebelum mengerok, tetes minyak mineral pada scalpel dan pada lesi yang akan dikerok.

24 Faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Penyakit Skabies Penyakit skabies merupakan penyakit yang sangat mudah menular melalui kontak langsung dengan penderita, beberapa hal yang dapat mempengaruhi terhadap kejadian penyakit skabies diantaranya : Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengar dan indera penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan santri dalam menjaga penyakit skabies baik dalam pencegahan maupun dalam pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perseorangan untuk memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit (Damayanti, 2005). Usaha-usaha tersebut meliputi : a. Kebersihan badan Mandi memakai sabun sekurang-kurangnya dua kali sehari, tangan selalu dalam keadaan bersih, kuku bersih dan pendek, rambut dalam keadaan bersih dan rapi. b. Kebersihan pakaian Pakaian dicuci, dan diseterika, disimpan di lemari.

25 25 c. Kebersihan tempat tinggal Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara tersebut meliputi : 1) Penularan terhadap penyakit menular termasuk dalam hal ini penyakit skabies yang diketahui (tanda-tanda, gejala, penyebab, cara penularan, dan cara pencegahan). 2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait mempengaruhi kesehatan antara lain gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan sampah, polusi udara, serta kebersihan diri. 3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Newcomb dalam buku Notoadmodjo, 2005 menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu : a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

26 26 objek. Sikap santri terhadap penyakit skabies misalnya, berarti, bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit skabies. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit skabies, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan. c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya, tentang contoh sikap terhadap penyakit skabies di atas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit skabies Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2005). Menurut Kagan, 1990 yang dikutip Sugiharto, 2003, menyatakan kebanyakan orang mempunyai kebutuhan untuk mempertahankan konsistensi, inilah kunci terhadap perubahan sikap, yang terdiri dari tiga unsur yaitu unsur pemikiran, emosional dan aksi. Perubahan salah satu dari ketiga unsur ini akan membawa perubahan pada unsur lainnya. Misalnya santri kebiasaan hidup kurang bersih, baik dari segi pakaian maupun peralatan tempat tidur, meskipun semua sumber menasehatinya untuk menjaga kebersihan diri. Jika santri sendiri

27 27 menganggap kebersihan diri bukanlah soal yang penting diperhatikan, maka sikapnya dapat dikarakteristikan oleh pikiran, perasaan dan tindakan yang konsisten satu sama lain (Azwar, 2000) Tindakan Tindakan merupakan hal yang sulit bagi sasaran, karena sudah terbiasa dengan perilaku tersebut yang berasal dari tradisi. Misalnya kebiasaan santri tidur ditempat tidur orang lain. Tindakan ini dilakukan tidak melihat resiko yang dialaminya termasuk dalam hal ini tertularnya penyakit skabies (Hasan, 2005). Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya yaitu : a. Praktik terpimpin (Guided response) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi mesih bergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya seseorang menjaga kesehatannya tetapi menunggu diingatkan oleh orang lain, Begitu juga dengan santri mereka mau menjemur kasur bila selalu diingatkan oleh kawannya atau diingatkan oleh pengasuh asrama, ini adalah disebut praktik atau tindakan terpimpin. b. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila seseorang atau subjek telah melakukan atau mempraktekkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya bila seorang santri menderita gatal-gatal pada kulitnya, dia langsung memeriksa kesehatannya tanpa menunggu perintah dari orang lain.

28 28 c. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan perilaku yang berkualitas. Misalnya mencuci pakaian bukan hanya saja menjadi bersih tetapi juga berusaha bajunya tidak bercampur dengan orang yang menderita penyakit skabies. Berdasarkan tiga tingkatan terhadap tindakan dapat juga dilihat terhadap kebersihan diri dan kebiasaan. 1) Kebersihan diri (personal hygiene) Kebersihan diri adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Banyak manfaat yang dapat dipetik dengan merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan. Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psiskososial. Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit (Wartonah, 2003). 2) Kebiasaan Kebiasaan adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektif/perasaan. Kebiasaan itu ditentukan oleh lingkungan sosial dan kebudayaan, dan dikembangkan manusia sejak ia lahir. Kebiasaan seseorang tidak terlepas dari kebiasaan yang ada dalam

29 29 lingkungan masyarakat tempat seseorang atau kelompok masyarakat berinteraksi. Hal ini dapat disimpulkan kebiasaan para santri yang ada dalam sebuah pesantren tentu tidak akan terlepas dari kebiasaan-kebiasan dalam lingkungan pesantren tersebut (Damayanti, 2005). Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik di rumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum. Kebiasan menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Dinkes Prov. NAD, 2005). Kebiasaan yang sangat berpengaruh dalam penularan penyakit skabies di pesantren adalah menyangkut dengan kebersihan diri, serta kebiasaan saling tukar menukar pakaian, serta handuk yang sering digunakan bersama-sama, sehingga penularan penyakit skabies sangat cepat terjadi Penyuluhan Penyuluhan kesehatan adalah gabungan dari berbagai kesempatan dan kegiatan yang berdasarkan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai keadaan, dimana individu, keluarga, ataupun masyarakat ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melaksanakan apa yang bisa mereka kerjakan baik secara individu maupun secara kelompok, serta mencari pertolongan bila perlu. Jadi tujuan penyuluhan kesehatan adalah perubahan perilaku salah satu faktor penyebab

30 30 timbulnya masalah kesehatan adalah karena perilaku yang menyimpang. (Notoatmojo, 2005). Steward (1968) yang dikutip Susanto, 2003, mengemukakan bahwa penyuluhan kesehatan adalah salah satu unsur dari program kesehatan dan kedokteran yang didalamnya terkandung rencana untuk mengubah perilaku perorangan dan masyarakat serta meningkat pengetahuan masyarakat tentang suatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat tesebut sehingga membantu tercapainya tujuan program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan termasuk dalam usaha pencegah penyakit menular disuatu daerah. Philosofi yang melandasi penyuluhan kesehatan ialah bahwa individu atau kelompok mempunyai hak dan potensi untuk menentukan pilihan mengenai halhal sehubungan dengan kesehatannya. Karena sebagian besar masalah kesehatan muncul akibat dari perilaku individu atau kelompok itu sendiri. Tenaga penyuluhan adalah petugas yang melakukan promosi kesehatan yang mempunyai disiplin ilmu yang profisional dan kemampuan untuk melakukan pendekatan dengan masyarakat khususnya dibidang kesehatan, sesuai dengan strategi yang ditujukan oleh pimpinanya, serta mampu menyusun strategi untuk dapat memotivasi atau mempengaruhi masyarakat dalam perubahan perilakunya yang dapat menunjang derajat kesehatan (Mantra, 1997). Penyebar luasan informasi kesehatan tentu hanya dapat dilakukan melalui saluran komunikasi. Dalam pondok pesantren, disamping saluran komunikasi seperti media massa, kelompok santri, Puskesmas dan lainnya, petugas kesehatan

31 31 maupun kader kesehatan berfungsi sebagai saluran komunikasi. Dalam penyampaian informasi petugas dengan para santri menyangkut tiga hal pokok yaitu : 1) Pengembangan prasarana Dalam hal ini meliputi semua upaya untuk mengembangkan, mengelola dan memelihara kelestarian jaringan pesantren kendati begitu hanya menyediakan pelayanan bagi santri bukanlah jaminan bahwa mereka akan mengenalnya serta memahami manfaat atau alasan menggunakan pelayanan yang disediakan. Komponen penyuluhan diperlukan untuk memberi informasi, saran dan mempopulerkan alasan dan manfaat menjaga kesehatan diri serta mendidik para santri dan pengelola atau petugas tentang manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya (Depkes RI, 2000). 2) Komponen penyuluhan Komponen penyuluhan merupakan bagian pennting dari pelayanan kesehatan santri di Pesantren. Tapi pengalaman membuktikan, bila penyuluhan hanya dianggap sebagai menyebarluaskan pengetahuan, jarang sekali berhasil untuk meyakinkan para santri supaya mau melaksanakan perilaku baru yang dianjurkan. 3) Perubahan perilaku Langkah yang perlu diambil adalah melakukan kegiatan yang akan menimbulkan perubahan. Selama bertahun-tahun suatu pendekatan yang

32 32 sistimatis telah dikembangkan. Pendekatan ini berdasarkan sikap tanggapan terhadap sikap santri mengenai kesehatan diri dan lingkungan. Teknik pemasaran sosial untuk mempromosikan kesehatan diri dan lingkungan. Penggunaan pendekatan ini juga dimaksudkan untuk memperkuat program penyuluhan kesehatan secara menyeluruh (Depkes. RI, 2002) Pesantren Pesantren adalah tempat mengaji, belajar agama Islam. Suatu lembaga pendidikan Islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur Kyai/ Syekh/ Ustadz yang mendidik serta mengajar, ada santri yang belajar, ada mesjid/ musalla dan ada pondok/ asrama tempat para santri bertempat tinggal. Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati oleh santri-santri, pegawai dan sebagainya yang digunakan sebagai tempat untuk berlindung, beristirahat dan sebagai tempat bergaul antar sesama teman (Dariansyah, 2006). Pesantren telah berdiri sejak berkembangnya agama Islam yang di siarkan oleh orang Arab dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari pesantren, namun 80% dari padanya masih menghadapi persoalan air bersih dan rawan sanitasi lingkungan sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) termasuk penyakit skabies dan diare di pesantren. Pesantren terpadu adalah merupakan wahana pendidikan formal yang efektif dalam upaya meningkatkan pendidikan melalui jalur madrasah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan membentuk manusia yang

33 33 menguasai iman, taqwa, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren tradisional adalah tempat pendidikan dalam meningkatkan pengetahuan dan ketaqwaan kepada Allah tanpa dibatasi waktu atau umur dalam menuntut ilmu pada pesantren tersebut (Dinkes. NAD, 2005). Azwar, 2003 menyatakan fungsi secara sederhana adalah tempat beristirahat dan menunaikan ibadah, mengaji dan melakukan kegiatan sehari-hari serta tempat berlindung dari keadaan lingkungannya. Arti dan fungsi pondok pesantren adalah sebagai berikut : 1) Tempat mengaji/belajar 2) Tempat untuk berlindung dari pengaruh lingkungan. 3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni seperti kebebasan, keamanan, kebahagiaan dan ketenangan. 4) Tempat atau lembaga pendidikan agama Islam. 5) Tempat beristirahat. 6) Tempat pemondokan para santri Landasan Teori Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit skabies diantaranya sosial ekonomi yang rendah, kebersihan individu yang buruk, hubungan seksual, kesalahan diagnosis, perkembangan demografik, kepadatan penduduk, ketersediaan pelayanan kesehatan, dan peran petugas kesehatan. Penyakit skabies yang merupakan penyakit menular secara langsung maupun

34 34 secara tidak langsung. Penularan secara langsung melalui sentuhan dengan penderita sedangkan secara tidak langsung melalui peralatan yang digunakan oleh penderita. (Ginanjar, 2006, Djuanda, 2006 dan Notoatmodjo, 2005) Kerangka Konsep Sarcoptes scabiei Pengetahuan Sikap Kulit Tindakan Kebersihan diri - Pakaian - Handuk - Tempat tidur Kebiasaan - Pinjam pakaian - Pinjam Handuk - Pinjam Tempat tidur Kejadian Penyakit Skabies Gambar 1. Kerangka Konsep

35 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi analitik observasional dengan kasus kontrol berpasangan Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian ini dilakukan pada tiga (3) pesantren terpadu yang kasus penyakit skabies terbanyak pada tahun 2006, yang berada di Kabupaten Aceh Besar pengambilan data tahun Waktu Penelitian lapangan dimulai dengan penelusuran daftar pustaka, survey awal, mempersiapkan proposal penelitian, merancang kuisioner, pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan akhir. Penelitian ini selama 6 bulan sejak penelusuran pustaka, seminar hasil dan ujian komprehensif, yaitu mulai bulan Juli sampai dengan Desember

36 Populasi dan Sampel Populasi a. Kasus santri kelas II Tsanawiyah (SLTP) sampai dengan kelas III Aliyah (SMA) yang menderita penyakit skabies dan gatal-gatal sebanyak 520 orang. b. Kontrol adalah santri II Tsanawiyah (SLTP) sampai dengan kelas III Aliyah (SMA) yang tidak menderita penyakit skabies yang diambil berdasarkan jumlah kasus dalam satu kelas Sampel Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus (Ariawan, 1998). n = [( Z ) / 2 + Z P(1 P) ] 1 α / 2 Keterangan : 1 β ( P 1/ 2) 2 2 R P = ( 1 + R ) n R = Jumlah sampel = Perkiraan Odds Rasio = 2,2 dari hasil penelitian terdahulu (Dariansyah, 2006) α = Tingkat kemaknaan (0,05) β = Besar perkiraan yang diperlukan (0,10) Zα = Deviat baku normal untuk α (1,96) Z β = Deviat baku normal untuk β (1,28) P = Dugaan Proporsi atau insiden dalam populasi (0,68)

37 37 n = 2 [ 1,96 / 2 + 1,28 0,68(1 0,68) ] = 76, 7 (0,68 0,5) 2 a. Kasus Kasus adalah santri yang menderita penyakit skabies, yang telah dilakukan diagnosa oleh dokter spesialis penyakit kulit atau dokter umum yang telah dilatih oleh dokter spesialis penyakit kulit, besar sampel dalam penelitian ini yaitu 77 orang. Besarnya sampel untuk masing-masing pesantren ditentukan secara proporsional sehingga diperoleh besarnya sampel sebagai berikut. Tabel 3.1. Pengambilan Sampel Berdasarkan Pesantren Pesantren Jumlah kasus Besar sampel 1. Oemar Diyan 2. Al-Falah 3. Ulumul Qur an Total Besarnya sampel untuk masing-masing kelas ditentukan secara proporsional sehingga diperoleh besarnya sampel sebagai berikut.

38 38 Tabel 3.2. Pengambilan Sampel Berdasarkan Kelas Kelas Pesantren Oemar Diyan Al-Falah Ulumul Qur an 1. II SLTP 2. III SLTP 3. I SLTA 4. II SLTA 5. III SLTA Jumlah Pengembilan sampel dilakukan secara sistimatis. b. Kontrol Kontrol adalah santri yang berada dalam pesantren yang sama dengan kasus namun tidak menderita penyakit skabies dalam penelitian ini diambil sesuai dengan jumlah kasus yaitu 77 sampel, kemudian dilakukan matching (kelas, umur dan jenis kelamin). Pengambilan sampel juga dlakukan hal yang sama dengan jumlah kasus Metode Pengumpulan Data Data primer Data yang diperoleh dari peninjauan langsung pada objek penelitian yaitu ke lapangan melalui wawancara dengan menggunakan format kuisioner Data sekunder Data yang diperoleh sebagai pendukung data utama yaitu melalui pesantren, Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, Dinas

39 39 Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta instansi-instansi yang terkait yang ada hubungannya dengan pengumpulan data seperti Badan Statistik dan Departemen Agama Pengujian validitas dan reliabilitas a. Pengujian validitas Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen sebagai alat ukur penelitian yang dapat mengukur apa yang ingin diukur dan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, koofisien korelasi dikatakan valid jika nilai r hasil hitung > dari r tabel, dan berdasarkan tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan responden 30 orang nilai r tabel adalah 0,351 (df = n - 2). Berdasarkan hasil hitung dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam intrumen penelitian ini valid karena semua hasil dari nilai r hitung > 0,351. Nilai r dapat dilihat pada lampiran colom corrected itemtotal correlation. b. Pengujian reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen penelitian yang tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama, koofisien korelasi dikatakan valid dan reliabel jika nilai r hasil hitung > dari r tabel, dan berdasarkan tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan responden 30 orang nilai r tabel adalah 0,351 (df = n - 2), dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam intrumen penelitian ini reliabel karena nilai r hitung > 0,351.

40 Definisi Operasional Kejadian penyakit skabies adalah berdasarkan diagnosis dokter Pengetahuan adalah kemampuan santri mengetahui cara penularan dan pencegahan penyakit skabies diukur dengan menggunakan kuisioner Sikap adalah respon melibatkan faktor pendapat dan emosi santri terhadap penyakit skabies Tindakan a. Kebersihan diri 1) Pakaian adalah kebersihan akan pakaian yang meliputi menggantikan pakaian serta mencuci pakaian. 2) Handuk adalah yang digunakan untuk membersihkan diri setelah mandi dan frekuensi mencuci handuk. 3) Tempat tidur adalah kebersihan tempat tidur berdasarkan frekuensi menjemur kasur dan bantal serta mengantikan sprei dan sarung bantal dalam seminggu. Diukur dengan menggunakan kuisioner yang masingmasing bobot dijumlahkan yaitu pakaian, handuk dan tempat tidur karena merupakan satu kesatuan (kebersihan), diberikan kategori baik, sedang dan kategori kurang. b. Kebiasaan 1) Pinjam handuk adalah suatu hal yang sering dilakukan terhadap kelengkapan mandi (handuk) tidak digunakan sendiri atau meminjamkan/mengambil handuk orang lain

41 41 2) Pinjam pakaian adalah ada tidaknya atau sering meminjamkan pakaian orang lain 3) Tempai tidur adalah kebiasaan santri tidur berpindah-pindah tempat tidur baik pada malam hari maupun pada saat istirahat siang hari. Terhadap ketiga kebisasan tersebut diukur dengan menggunakan kuisioner yang masing-masing bobot dijumlahkan yaitu pinjam pakaian, pinjam handuk dan tempat tidur karena merupakan satu kesatuan (kebiasaan) kemudian diberikan kategori baik, sedang dan kurang Metode Pengukuran Untuk mempermudah melakukan penilaian, maka diperlukan suatu cara pengukuran variabel sebagai berikut : Pengetahuan a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap halhal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies bila didapatkan bobot nilai 75% ( 27). b. Sedang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies bila didapatkan bobot nilai 40% - 75% (15-26). c. Kurang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies bila didapatkan bobot nilai < 40% (< 14).

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi yang menyerang masyarakat. Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. Hominis (kutu mite yang membuat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang hygiene adalah dasar tentang kebersihan dan akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Definisi Skabies (gudik) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Ronny, 2007). 2. Morfologi

Lebih terperinci

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan...

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan... 6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan... 7. Lembar Kuesioner Pengumpulan Data Pengaruh Sanitasi Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan S. scabiei varietas hominis. 1-3 Istilah skabies berasal dari bahasa Latin yang berarti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gambaran Umum Skabies 1.1 Definisi Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) adalah penyakit kulit yang menular disebabkan oleh Sarcoptes scabiei

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies 11 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies Determinan penyakit skabies tidak terlepas dari faktor host (manusia), agent (tungau), dan environment (lingkungan).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut yang mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara non klasikal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan meraih derajat Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pesantren merupakan induk dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman dan hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. PHBS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering di jumpai di Indonesia dan tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat (Sudirman, 2006). Skabies adalah penyakit kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ yang esensial, vital dan sebagai cermin kesehatan pada kehidupan. Kulit juga termasuk pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian infestasi kutu kepala di Indonesia cukup tinggi karena sering menyerang masyarakat luas, hal ini berkaitan dengan iklim negara kita yang tropis dan memiliki

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT SKABIES TERHADAP PERUBAHAN SIKAP PENDERITA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. II. TINJAUAN PUSTAKA A. SKABIES A.1. Pengertian Skabies Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya A. Pendahuluan Penyakit skabies adalah penyakit gatal pada kulit, yang disebabkan oleh kepadatan, kelembapan, diabaikannya personal higiene. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang status

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 2.1.1 Definisi Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung (Harahap,

Lebih terperinci

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit (Timmreck,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kejadian Scabies 1.1. Pengertian Scabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku untuk membersihkan diri sangatlah penting dalam upaya mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kurangnya

Lebih terperinci

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis (S. scabiei). 1-3 Penyakit ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Skabies 1. Gambaran kejadian skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei dan produknya (Djuanda, 2007). Menurut

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi Lampiran 2 LEMBAR INFORMASI Kepada Yth, Saudara/i Di tempat Saudar/i yang saya hormati, Saya mahasiswa Poltekkes Kemenkes Malang Progam Studi D III Keperawatan Malang yang sedang dalam proses penyelesaian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI JUDUL DAFTAR ISI... BAB I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang... I.II Masalah... I.III Tujuan... I.IV Manfaat... BAB II. ISI II.I Tinjauan Pustaka Skabies... BAB III. MATERI DAN METODE III.I Materi...

Lebih terperinci

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU Norhalida Rahmi 1, Syamsul Arifin 2, Endang Pertiwiwati 3 1,3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis (Habif et al., 2011). Penyakit ini menular dari manusia ke manusia melalui

Lebih terperinci

BAB VII SKABIES. Universitas Gadjah Mada 1

BAB VII SKABIES. Universitas Gadjah Mada 1 BAB VII SKABIES Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dengan benar tentang penyakit scabies, penyebab, diagnosis, pengobatan dan cara penyembuhannya. Subpokok Bahasan 1.

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain:

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain: BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain: 1. Jumlah santri Pondok Pesantren An Nawawi yang terdiagnosis menderita penyakit skabies

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. sebagai salah satu kegiatan penelitian Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. sebagai salah satu kegiatan penelitian Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Ditempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, menyatakan

Lebih terperinci

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 The Relation of Personal Hygiene with The Incidence of Scabies at Al Falah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik di rumah tangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA SKRIPSI Untukmemenuhisebagianpersyaratan Mencapaiderajatsarjana S-1 Oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Skabies atau yang biasa disebut kudis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah kulit. 1,2

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG PENYAKIT SCABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES Ida Nuryani Ani Rosita Nindy Yunitasari 05Idanur95@gmail.com ABSTRAK Scabies merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES Mujib Hannan, Program Studi Ilmu Keperawatan UNIJA Sumenep, e-mail;mujib@wiraraja.ac.id Syaifurrahman Hidayat, Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Scabies 1. Definisi Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sensitisasi terhadap sarcoptes scabies var hominis dan produknya. menyerupai orang menari (Hamzah, 1981)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sensitisasi terhadap sarcoptes scabies var hominis dan produknya. menyerupai orang menari (Hamzah, 1981) 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Definisi Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabies var hominis dan produknya (Mansjoer, 2000) Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan bagian terpenting dan mendasar kehidupan manusia. Sejak dilahirkan manusia sudah berada dalam lingkungan baru dan asing baginya. Dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINAJUAN PUSTAKA

BAB II TINAJUAN PUSTAKA BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu: personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sarcoptes scabiei varian hominis (Harahap, 2000). Skabies disebut juga dengan itch,

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sarcoptes scabiei varian hominis (Harahap, 2000). Skabies disebut juga dengan itch, BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kejadian Skabies 2.1.1 Pengertian Skabies Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis (Harahap, 2000). Skabies disebut

Lebih terperinci

REFERENSI SKRIPSI. Oleh : YUDHA PRAWIRA MANDALA WIJAYA No.BP

REFERENSI SKRIPSI. Oleh : YUDHA PRAWIRA MANDALA WIJAYA No.BP REFERENSI SKRIPSI FAKTOR-FAKTORR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MAKMUR TUNGKAR KABUPATEN 50 KOTA TAHUN 2011 Skripsi Diajukan ke Program Studi Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan dalam kesejahteraan

Lebih terperinci

SCABIOSIS. Oleh. Laporan Kasus Mandiri Koasistensi Magang II di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih-SUMUT

SCABIOSIS. Oleh. Laporan Kasus Mandiri Koasistensi Magang II di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih-SUMUT Laporan Kasus Mandiri Koasistensi Magang II di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih-SUMUT SCABIOSIS Oleh ESKAYANTI PASARIBU, SKH NIM. 1302101020091 Di bawah bimbingan Drh. Anwar FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan 58 BAB 1 : PEMBAHASAN 1.1 Keterbatasan Peneliti Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, seperti metodologi, penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017 FAKTOR RISIKO HYGIENE PERORANGAN SANTRI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT KULIT SKABIES DI PESANTREN AL- BAQIYATUSHSHALIHAT TANJUNG JABUNG BARAT TAHUN 2017 Parman 1, Hamdani, Irwandi Rachman, Angga Pratama Abstract

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat

BAB 1 : PENDAHULUAN. perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan status kesehatan, di mana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya

Lebih terperinci

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU SEHAT SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR.

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU SEHAT SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR. PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU SEHAT SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR Kuspriyanto*) Abstrak : Skabies dikenal sebagai penyakit gudiken yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Pengertian Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda,2007).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit ini adalah saraf

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN 2014 Eko ¹,Marta²* 1,2 STIKes Prima Prodi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kakimantan Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Kakimantan Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyakit kulit masih tinggi di Indonesia dibuktikan dengan Riset Kesehatan Dasar oleh Departemen Kesehatan tahun 2007 prevalensi nasional penyakit kulit adalah

Lebih terperinci

sekolah dengan upaya promotif dan preventif (Simon, 2007).

sekolah dengan upaya promotif dan preventif (Simon, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan UUD 1945 diselenggarakan menurut GBHN 1993 menekankan bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN Dwi Setyowati, Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan salah satu penyakit infeksi yang penting khususnya pada populasi dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah di negara berkembang. Skabies tidak mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Dasar Skabies a. Definisi Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam bahasa Indonesia sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI Christy Elaine a dan Saleha Sungkar b a Program Studi: Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Masalah Kulit Umum pada Bayi Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Brosur ini memberikan informasi mendasar tentang permasalahan kulit yang lazimnya dijumpai pada usia dini sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : NAILIN NI MAH 201210201120

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENYAKIT SKABIES DI SD SURYOWIJAYAN Oleh: dr.ika Setyawati, M.Sc. NIK: 19841120201504173236 DIBIAYAI DANA FAKULTAS PRODI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Lampiran LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN HUBUNGANPERSONAL HYGIENE SANTRI DENGAN KEJADIAN INFEKSI PENYAKIT KULIT DISEBABKAN OLEH SARCOPTESSCABIEI DI PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ULUM KABUPATEN BENER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi parasit merupakan penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah satu penyakit yang paling sering

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words: scabies, environment, behavior ABSTRAK

ABSTRACT. Key words: scabies, environment, behavior ABSTRAK 1 HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-FURQON KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Rochis Julia * Sri Tjahyani Budi Utami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN prevalensi scabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan scabies

BAB I PENDAHULUAN prevalensi scabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan scabies BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit scabies dikenal juga dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Scabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi (Handoko, 2008). Scabies

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES [ ARTIKEL REVIEW ] HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES Pratiwi Aminah 1), Hendra Tarigan Sibero 2), Maya Ganda Ratna 3) 1) Medical Faculty Student University Of Lampung, 2) Medical Faculty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA Rifki Muslih 1) Kiki Korneliani dan Siti Novianti 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk

Lebih terperinci

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Luas wilayah 17,9 KM². Kelurahan Buol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies atau penyakit kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya. Seluruh siklus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan secara umum menurut Notoadmodjo (2007) adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 5 LAMONGAN Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes.*, Fenty Dwi Anggraini**

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran-1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara

Lebih terperinci