III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN A. Pendahuluan Pokok bahasan III ini mengandung sub-sub pokok bahasan tentang putusan, upaya hukum terhadap putusan dan pelaksanaan putusan. Penguasaan materi pada pokok bahasan III ini penting bagi mahasiswa, supaya dapat mengetahui dengan benar hal-hal yang berkaitan putusan perdata dan pelaksanaan putusan. Setelah mengikuti kuliah pada pokok bahasan ketiga ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui persoalan-persoalan yang teradapat dalam putusan dan pelaksanaan putusan. B. Penyajian 1. Uraian dan Contoh a. Putusan Hakim Tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Hakim wajib mengadili semua tuntutan dan tidak boleh menjatuhkan putusan hal-hal yang tidak dituntut atau lebih dari apa yang dituntut. Ada dua golongan putusan, yaitu putusan sela dam putusan akhir. Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum hakim memutus perkara, yakni untuk mempermudah kelanjutkan perkara, sedang putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan suatu perkara di pengadilan. Menurut sifatnya, putusan hakim dibedakan menjadi : 1). putusan declataroir, yaitu putusan yang bersifat menerangkan suatu keadaan semata; 2) putusan constututif, yaitu putusan yang meniadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru, dan 3) putusan codemnatoir, yaitu putusan yang menetapkan bagaimana hubungannya suatu keadaan hukum disertai dengan penetapan penghukuman kepada salah satu pihak. Terhadap putusan sela dapat dibedakan menjadi : 1) putusan praeparaoir, yakni putusan untuk mempersiapkan perkara, misalnya menggabungkan dua perkara menjadi satu. dan 2) putusan interlocutoir, yakni putusan di many hakim sebelum memberikan putusan akhir, memerintahkan kepada salah satu pihak supaya membuktikan sesuatu hal, atau putusan yang memerintahkan pemeriksaan setempat.
Perbedaan dari kedua putusan di atas. yaitu bahwa kalau putusan praeparatoir ini tidak mempengaruhi terhadap putusan akhir, sedangkan putusan interlocutoir mempengaruhi putusan akhir. Putusan hakim tidak selalu mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, dapat pula gugatan itu dikabulkan untuk sebagian. Oleh karena gugatan dikabulkan untuk sebagian. maka gugatan selebihnya harus ditolak atau dalam bab-bab tertentu dinyatakan tidak diterima. Sistimatika/isi dari suatu putusan terdiri : 1) kepala putusan; 2) identitas para pihak; 3) pertimbangan, dan 4) amar. Setiap putusan harus berkepala putusan "Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang maha Esa" (Pasal 435 RV). Kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial. Apabila tidak ada kepala putusan seperti ini, maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut (Pasal 224 HIR, 258 RBg). Identitas para pihak dalam suatu putusan harus memuat : nama, umur, alamat dan nama dari pengacaranya (jika ada). Pertimbangan sering disebut juga considerans. Pertimbangan ini dibagi 2, yaitu pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya. Amar (dictum) merupakan jawaban dari petitum. Amar ini dibagi menjadi bagian yang declaratif, yaitu yang menetapkan hubungan hukum daripada sengketa, dan bagian yang dispositif, yaitu yang memberikan hukumnya. Suatu putusan harus ditandatangani oleh ketua majelis, hakim anggota dan panitera. Apabila ketua berhalangan maka dapat ditandatangani oleh hakim anggota yang paling senior, sedang apabila yang berhalangan panitera, maka cukup dicatat dalam berita acara. b. Upaya hukum terhadap putusan. 1). Perlawanan (verzet) Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (Pasal 125 ayat (3) jo 129 HIR). Upaya hukum ini disediakan bagi tergugat yang dikalahkan, sedangan bagi penggugat yang dikalahkan tersedia upaya hukum banding. 2). Banding
Apabila salah satu pihak di dalam suatu perkara perdata tidak menerima suatu putusan pengadilan tingkat I, maka is dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan. Bagi acara perdata, hal banding semula diatur dalam Pasal 188-194 HIR. Namun dengan adanya Pasal 3 jo 5 UUDrt 1 Th. 1951 pasal-pasal tersebut menjadi tidak berlaku., sedang yang berlaku untuk acara banding sekarang adalah UU No. 20 Th. 1947 untuk Jawa dan Madura, sedang untuk luar Jawa dan Madura berlaku Pasal 199 RBg. 3). Prorogasi Prorogasi ialah mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan kedua belch pihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang memeriksa sengketa tersebut. yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang lebih tinggi. Prorogasi diatur dala Pasl 324-326 Rv. 4). Kasasi Ketentuan pokok mengenai kasasi diatur dalam UU No. 14 Th. 1985 tentang MA. Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir (Pasal 29-30 UUMA). 5). Peninjauan kembali. Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinannya untuk mengajukan perlawanan dapat ditinjau kembali atas permohonan orang yang pernah menjadi salah satu pihak di dalam perkara yang telah diputus dan dimintakan peninjauan kembali. Dalam Pasal 385-401 RV disebut request civil. Istilah peninjaun kebali jugadapat diketemukan dalam Pasal 21 UU No. 14 Th. 1970, dan sekarang ini tentang peninjauan kembali diatur dalam Pasal 66-77 UU No. 14Th. 1985. Menurut Pasal 67 UU No. 14 Th. 1985, alasan-alasan untuk mengajukan peninjauan kembali adalah : a). Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b). Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; c). Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada apa yang dituntut; d). Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; e). Apabila antara pihak-pihak yang mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; f). Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. 6). Derdenverzet (Perlawanan Pihak Ketiga) Pada asasnya suatu putusan itu hanya mengikat para pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1917 BW). Namun demikian, apabila pihak ketiga hakhaknya dirugikan oleh suatu putusan, maka is dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut (Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yangbersangkutan dengan cara biasa (Pasal 379 Rv). Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan haknya. Apabila perlawannya dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang yang merugikan pihak ketiga tersebut (Pasal 382 Rv). c. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Pada dasarnya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti dapat dijalankan. Sekalipun demikian ada pengecualiannya, yaitu jika suatu putusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Pasal 180 HIR, 191 RBg). Tidak semua putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti harus dijalankan, sebab yang dapat dijalankan hanyalah putusanputusan yang bersifat condemnatoir, yaitu yang mengandung perintah kepada satu pihak untuk melakukan perbuatan.
Tata cara melaksanakan putusan hakim diatur dala Pasal 195-208 HIR. Dalam hukum acara perdata dikenal 3 macam eksekusi, yaitu 1). Eksekusi yang tercantum dalam Pasal 196 HIR, yaitu seseorang dihukum untuk membayar sejumlah uang. Kalau seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi isi putusan, iadihukum untuk membayar sejumlah uang. Jika sebelum putusan sudah dilakukan sita jaminan, maka sita jaminan tersebut dinyatakan sah dan berharga menjadi sita eksekutorial. Selanjutnya eksekusi dilakukan dengan cara melelang barangbarang orang yang dikalahkan sampai mencukupi jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan hakim dan ditambah semua biaya yang ada kaitannya dengan pelaksanaan putusan. Jika sebelumnya belum dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dilanjutkan dengan menyita sekian banyak barang-barang bergerak dan bila tidak cukup juga, maka barang-barang tidak bergerak kepunyaan pihak yang dikalahkan sampai mencukupi untuk membayar jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan berserta biaya pelaksanaan putusan. Jadi dalam hal ini dikenal 2 macam sita eksekusi, yaitu a). Sita eksekusi sebagai kelanjutan dari sita jaminan b). Sita eksekusi yang dilakukan sehubungan dengan eksekusi, sebab sebelumnya tidak ada sita jaminan. 2). Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR. yaitu eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan, akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat minty kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang. 3). Eksekusi riil Eksekusi ini merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi ini adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. 2. Latihan 1. Jelaskan apa yang putusan declaratoir! 2. Ada berapa macam sita eksekui 2 Sebutkan! 3. Dalam putusan terdapat bagian yang disebut dengan bagian declaratif. Apa yang dimasud dengan bagian declaratif tersebut? Jelaskan!.
4. Apa yang dimaksud upaya hukum verzet? 5. Jelaskan, bagaimana akibatnya apabila suatu putusan tidak mencantumkan kepala putusan! 3. Pedoman Jawaban Latihan a. Bacalah dengan cermat materi bahan ajar ini, kemudian diskusikan dengan teman atau kelompok belajar Saudara. b. Diskusikan/tanyakan kepada dosen pengasuh jika saudara masih ragu-ragu dalam memahami beberapa hal tertentu. 4. Rangkuman Setelah pemeriksaan dinyatakan terbukti dan hakim menyatakan terbukti adanya suatu peristiwa maka hakim akan menjatukannya putusan. Putusan hakim dapat dibedakan menjadi 3, yaitu putusan declataroir, yaitu putusan yang bersifat menerangkan suatu keadaan semata; 2) putusan constututif, yaitu putusan yang meniadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru, dan 3) putusan codemnatoir, yaitu putusan yang menetapkan bagaimana hubungannya suatu keadaan hukum disertai dengan penetapan penghukuman kepada salah satu pihak. Terhadap putusan hakim dapat diajukan upaya hukum, seperti verzet, Banding, Prorogasi, Kasasi, Peninjaun kembali dan Perlawanan pihak ketiga (derdenverzet). Putusan-putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan. Ada bebarap jenis pelaksanaan putusan, yaitu : 1) Pembayarn sejumlah uang (Pasal 208 RBg). 2) menghukum seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR, 259 RBg), dan 3) eksekusi riil. C. Penutup 1. Test Formatif 1. Apa yang dimaksud dengan putusan constitutif? 2. Sebut dan jelaskan sistimatika/isi suatu putusan! 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bagian amar yang dispositif! 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan derdenverzet!. 5. Apa yang diamksud dengan eksekusi riil itu? 2. Umpan batik Kerjakan latihan soal yang ada dalam bahan ajar ini. Cocokanlah dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Buatlah evaluasi sendiri tentang keberhasilan Saudara dengan cara menghitung
jumlah jawaban yang benar. Tingkat penguasaan yang dicapai : 90% - 100% = sangat baik 80% - 89% = baik 70% - 79% = cukup Dibawah 70% berarti kurang baik Jika tingkat penguasaan dapat mencapai 80% ke atas, berarti Saudara dapat meneruskan dengan kegiatan belajar selanjutnya. 3. Kunci Jawaban 1. Putusan constututif, yaitu putusan yang men iadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru. 2. Sistimatika/isi dari suatu putusan terdiri 1) kepala putusan; 2) identitas para pihak; 3) pertimbangan, dan 4) amar. 3. Bagian yang dispositif dalam suatu amar, yaitu yang memberikan hukumnya. 4. Derdenverzet adalah perlawanan yang dilakuakn oleh pihak ketiga yang tidak termasuk sebagai pihak karena dirugikan oleh putusan hakim. 5. Eksekusi riil adalah pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. DAFTAR PUSTAKA A. Wajib Harahap, M., Yahya-, 1993, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mertokusumo, Sudikno-, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Mulyadi, LiIlk-, 1998, Hukum Acara Perdata menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia, Djambatan, Jakarta. Subekti, R.-, 1977, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bina Cipta, Bandung. Sutantio. Retno wulan dan Iskandar Oeripkartawinata, 1983, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung.
B. Anjuran Harahap. M., Yahya-, 1996, Perlawanan Terhadap Grosse Akta serta Putusan Pengaddan dan Arbitrase dan Standar Eksekusi, Citra Aditya Bakti, Bandung. Loude, John. Z.-, 1984, Fakfa dan Norma Hukum Acara, Bina Aksara, Bandung. Mertokusumo, Sudikno, 2001, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta. ---------------------------------------, 1999, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta. -------------------------------------------, 1984, Bunga Rampai llmu Hukum, Liberty, Yogyakarta. --------------------------------------------- 1983, Sejarah Peradilan dan Perundangundangan di Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Muhammad, Abdulkadir, 1978, Hukum Acara Perdata Indonesia. Alumni, Bandung.