BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan mental individu. Bullying bisa berupa berbagai bentuk dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

KATEGORI BULLYING PADA ANAK USIA SEKOLAH DI MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI RUKOH BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. Berita mengenai kekerasan anak di sekolah belakangan ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu mengalami peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa ini

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. (aggregate) dari semua kondisi yang berasal dari luar aggregate yang. perilaku manusia, atau kelompok masyarakat (Budioro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. diciptakan terbagi menjadi laki-laki dan perempuan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan hanyalah fisiknya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

RANGKUMAN HASIL PENELUSURAN KONDISI PSIKOLOGIS ANAK BERISIKO MELAKUKAN AGRESIVITAS. Endang Ekowarni

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kekerasan, terutama pada remaja. Sekolah seharusnya menjadi

harus mengerti juga model-model komunikasi yang ada sehingga kita bisa menilai apakah selama ini sudah berkomunikasi dengan baik atau belum.

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

1.1 Latar Belakang Masalah

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran (http://www.sekolahdasar.net). Sekolah adalah sarana formal untuk menambah pengetahuan, membantu pembentukan kepribadian anak yang positif, dan membangun relasi dengan teman-teman sebaya. Hal ini sesuai dengan salah satu tugas perkembangan remaja, yaitu membangun hubungan yang lebih matang dengan teman-teman sebaya baik laki-laki atau perempuan (Hurlock, 2004: 209). Dalam relasi dengan teman-teman sebaya tersebut, seorang remaja tidak hanya mempelajari hal-hal positif seperti persahabatan dan kerjasama, tetapi juga hal-hal negatif. Perilaku-perilaku negatif pada remaja antara lain perilaku menyontek, merokok, membolos, tawuran, mengkonsumsi narkoba, hingga seks bebas, dan lain sebagainya. Perilaku-perilaku tersebut meningkat dratis dari tahun 2011 ke tahun 2012. Tercatat pada tahun 2011-2012 tindakan-tindakan kenakalan remaja mengalami kenaikan sebesar 33,36 % (http://www.beritasatu.com). Salah satu tindakan remaja di sekolah yang semakin sering disoroti adalah bullying. Bullying adalah segala hal seperti menggoda, mengolokolok,mengucilkan orang dari grup, kekerasan fisik (memukul, mendorong, menendang), tindakan tersebut dilakukan oleh satu orang atau satu grup kepada seseorang dan hal ini berlangsung lama (Susan & Cary, 2003: 1). Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), menyebutkan, angka tindakan bullying pada tahun 2011 1

2 mengalami kenaikan yang sangat drastis. Untuk jumlah pengaduan yang masuk, peningkatannya mencapai 98 persen pada tahun 2011, yaitu 2.386 pengaduan dari 1.234 laporan pada tahun 2010. Kasus tindak bullying secara seksual juga meningkat menjadi 2.508 kasus pada 2011, meningkat dari data tahun 2010 sebanyak 2.413 kasus (http://edukasi.kompas.com). Data tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan bullying tertinggi kedua pada tahun 2012 menurut survei yang dilakukan oleh Latitude News di 40 negara ( dari http://uniqpost.com). Bentuk-bentuk bullying akan cenderung berubah seiring bertambahnya usia, sehingga bentuk bullying ketika masa sekolah dasar berbeda dengan bentuk bullying di SMA. Paul & Cillessen (2003: 13) mengungkapkan bahwa bullying pada siswa sekolah dasar lebih kepada penghinaan, olok-olokan, saling mendorong. Hal ini akan berubah ketika SMP dan SMA, bentuk-bentuk perilaku bullying akan lebih pada gosip, kekerasan fisik, hingga seksual. Salah satu bentuk perilaku bullying yang paling sering ditemui adalah bullying secara verbal. Data ini ditunjukkan dari hasil pengambilan data awal oleh peneliti di sebuah sekolah SMP S di Surabaya, bahwa 89% dari 70 siswa pernah melakukan tindakan bullying secara verbal, seperti memberikan nama-nama yang artinya kurang sopan, mengolok-olok, berkata-kata dengan bahasa tidak sopan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yayasan Semai Jiwa Amini pada tahun 2008 (Wiyani, 2012: 18) yang mengungkapkan bahwa 10-60% siswa di Indonesia mendapatkan ejekan atau cemoohan sedikitnya sekali dalam seminggu. Fenomena bullying tidak ada habis-habisnya bahkan sepertinya menjadi suatu warisan yang diturunkan dari siswa angkatan atas ke siswa angkatan-angkatan berikutnya. Hal ini dapat membuat sekolah yang

3 awalnya menjadi tempat yang positif menjadi tempat yang kurang nyaman bagi remaja. Masalahnya adalah masih banyak pihak yang belum menyikapi dengan serius akan fenomena ini. Pengetahuan akan bullying cenderung masih terbatas. Bullying sepertinya masih dianggap sebagai hal biasa dan bukan sesuatu hal yang penting. Pandangan tersebut kurang tepat, karena bullying memiliki dampak-dampak yang negatif bagi korban maupun pelakunya. Bullying pada remaja, seperti tindak kekerasan lainnya, memiliki dampak bagi korban dan pelakunya. Bukan hanya dampak fisik, namun juga dampak psikologis, seperti rendahnya harga diri, ketakutan akan masuk sekolah, timbulnya depresi, perasaan kesepian, hingga berujung pada tindakan bunuh diri. Yayasan SEJIWA mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat sejumlah 34 kasus bunuh diri karena bullying pada tahun 2011 lalu dan jumlahnya meningkat hingga dirawat di rumah sakit jiwa pada tahun 2012 (Wiyani, 2012: 18-19). Dampak ini bukan hanya bersifat jangka pendek, namun beberapa penelitian menemukan bahwa perilaku bullying akan berdampak hingga dewasa. Swearer & Cary, (2003: 3) melaporkan bahwa pelaku bullying, akan berisiko memiliki kasus kriminal di kemudian hari dan beberapa korban bullying hingga dewasa akan lebih rentan terkena depresi. Berbagai faktor yang mendasari tindakan bullying pada remaja diantaranya adalah keadaan sekolah yang mendukung adanya bullying (Wiyani, 2012: 35), pernah mengalami kekerasan pada masa anak-anak (Holt & Dorothy, 2003: 4), emosional yang tinggi (Orpinas & Horne, 2006: 37-38), pengalaman di-bully (Holt & Dorothy, 2003: 3), dan pemahaman yang salah mengenai bullying (Orpinas & Horne, 2006: 68). Dari hasil data awal peneliti memperoleh informasi bahwa 95% siswa di sekolah S

4 Surabaya menyatakan bahwa tindakan bullying yang mereka lakukan dikarenakan ketidaktahuan bahwa hal tersebut adalah bullying. Mereka menganggap bahwa tindakan bullying itu adalah hal yang biasa dan tidak mengakibatkan dampak yang berarti bagi korban. Banyak siswa juga belum mengetahui tentang dampak-dampak bullying. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan seorang siswi kelas 2 SMP yang mengatakan bahwa: Dia sering kok dibegitukan, sudah biasa la, gak papa. Toh kan kita loh gak mukul, paling ya cuma minta dibuatkan PR, kalau enggak mau ya kita apa gitu. Dia selama ini gak pernah melawan, diem aja gitu, tapi memang anaknya diam kok. Penelitian di Oliver dan Hoover di United States, Ohio menemukan hal yang serupa. Dilaporkan bahwa 39% siswa siswi SMP dan SMA percaya bahwa bullying justru bersifat positif karena membantu para korbannya menjadi lebih kuat (Swearer & Cary, 2003: 3). Dalam bidang hukum, bullying sebenarnya merupakan suatu tindak pidana. Bullying dianggap melanggar Undang-Undang dan Hak Asasi Anak bahkan pelaku bullying seharusnya mendapatkan sanksi pidana. Salah satu UU yang tidak membenarkan adanya bullying adalah Undang-Undang Perlindungan Anak no. 23 Tahun 2002 pasal 54 (Wiyani, 2012: 67): Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lembaga pendidikan lainnya Namun demikian, meski sudah ada peringatan lewat hukum, sepertinya bullying belum benar-benar terhapus dari dunia sekolah, Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mengatasinya. Untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan bullying dari ranah pendidikan, berbagai pihak seperti sekolah, keluarga, lingkungan sosial, dan pemerintahan perlu

5 melakukan usaha-usaha preventif. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah merancang program anti bullying. Dari tahun ke tahun perhatian berbagai pihak akan kekerasan dalam sekolah semakin meningkat, sehingga mulai banyak lembaga yang merancang program anti bullying. Berbagai program anti bullying dinyatakan telah berhasil, namun hal tersebut juga harus didukung keadaan sekolah yang positif dan adanya kualitas pengimplementasian dari program tersebut (Mytton, dalam Orpinas, 2006: 167). Dalam perkembangannya banyak peneliti yang merancang program anti bullying bukan hanya untuk korban dan pelaku saja, namun program anti bullying juga dirancang untuk observer, dan masyarakat serta keluarga, misalnya program Olweus (Skolverket, 2011: 78) yang merancang tentang program anti bullying dengan melibatkan keluarga, dan guru. Dilandasi fenomena tersebut di atas, maka peneliti mengembangkan program Say No To Bullying yang diharapkan dapat memperjelas dan mengubah persepsi remaja dan masyarakat untuk memahami bahwa bullying bukanlah tindakan yang biasa, namun bullying penting untuk diperhatikan. Program ini akan berfokus kepada siswa dan disesuaikan dengan kebutuhan sekolah berdasarkan hasil assesment awal di sekolah S Surabaya, yaitu meningkatkan pemahaman akan bulying. Pemahaman akan bullying yang diberikan adalah berkisar tentang pengertian, dampakdampak, penyebab, dan bentuk-bentuk bullying. Peneliti juga memberikan pengetahuan tentang ketrampilan mengelola emosi dan pengetahuan ketrampilan pemecahan masalah sebagai usaha preventif mengatasi bullying. Ketrampilan mengelola emosi dan problem solving skill penting diberikan karena berguna untuk mengelola emosi secara efektif dan membantu remaja dalam membangun relasi yang positif dengan teman-temannya (Goleman dalam Gentry, 2002: 21). Ketika

6 kedua ketrampilan itu dimiliki oleh remaja, hal tersebut akan memudahkan mereka untuk mengenal emosi dan mengungkapkan emosi dengan cara yang benar tanpa harus bertindak agresif seperti melakukan tindakan bullying. Hal ini juga membantu remaja dalam melewati masa storm and stress, dimana remaja sering mengalami perubahan mood dan cenderung menggunakan cara-cara agresif untuk mengungkapkan kemarahan mereka (Hurlock, 1998: 230). Pemberian program Say No To Bullying difokuskan bukan hanya untuk pelaku, namun juga korban dan observer. Pelaku bullying diharapkan mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai bullying dan mengetahui dampak-dampak bullying sehingga tidak melakukan bullying lagi. Korban bullying juga dapat memiliki pengetahuan problem solving dan mengelola emosi dengan cara yang positif untuk mengatasi kemarahan atau kesedihan yang berlebihan. Brackett (2009: 334) mengatakan bahwa ketrampilan mengelola emosi berguna bagi korban bullying untuk mengatasi kemarahan atas ketidakadilan dalam pertemanan. Bagi observer bullying setelah mendapatkan pengetahuan baru diharapkan akan menjadi lebih peka lagi terhadap tindakan bullying dan mampu menjadi penengah antara korban dan pelaku dengan cara-cara yang positif dan bersahabat. Dari penjelasan di atas, peneliti ingin menguji efektifitas program Say No to Bullying terhadap pemahaman siswa SMP S tentang bullying. 1.2. Batasan Masalah Untuk memperjelas ruang lingkup penelitian, maka perlu adanya pembatasan akan hal-hal dalam penelitian ini, hal tersebut adalah : a. Subjek penelitian dibatasi pada usia remaja yang berpendidikan SMP di sekolah S di Surabaya, yaitu usia 13-15 tahun.

7 b. Fokus program Say No To Bullying ditujukan untuk umum (pelaku, korban, dan observer). c. Siswa SMP kelas 8 sekolah S Surabaya. d. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pemahaman siswa setelah diberikan program anti bullying. 1.3. Rumusan Masalah Apakah program Say No to Bullying efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa SMP tentang bullying 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah program Say No to Bullying efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa SMP tentang bullying. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan psikologi sosial. 1.5.2. Manfaat Praktis a. Bagi kepala sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi program rutin sekolah bagi para siswa mengenai bullying, faktor-faktor bullying serta bagaimana cara preventif bullying di sekolah, sehingga perilaku bullying antar siswa semakin berkurang dan dapat dicegah. b. Bagi orangtua dan guru

8 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi orangtua dan guru agar menjadi lebih memahami dan bersikap waspada dengan fenomena bullying dan mampu memberi dukungan yang tepat bagi anak agar tidak menjadi pelaku atau korban bullying. c. Bagi siswa Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan bagi para siswa, sehingga siswa tidak melakukan tindak bullying dan lebih mengembangkan perilaku yang lebih positif.