POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

dokumen-dokumen yang mirip
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH. Kecamatan Wonosari merupakan Ibukota Kabupaten Gunungkidul, yang

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

NO KATALOG :

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

III. KEADAAN UMUM LOKASI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

STATISTIK DAERAH KECAMATAN TERAS TERUNJAM 2014

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Natar terdiri dari 24 desa yaitu Desa Banda Rejo, Suka Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di

METODOLOGI PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dengan ibukota Pringsewu terletak 37 kilometer sebelah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

BAB IV GAMBARAN UMUM

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Profil Permukiman Transmigrasi Simpang Tiga SP 3 Provinsi Sumatera Selatan

Transkripsi:

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani Hutan Bulu Dua yang mengelola hutan rakyat di Desa Lasiwala, Kecamatan Pitu Riawa Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengelolaan lahan kritis bersama masyarakat pada areal hutan rakyat. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner. Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi, dianalisis dan dibahas dengan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengelolaan hutan rakyat dilakukan dalam bentuk monokultur tanpa tanaman pendamping. Anggota kelompok tani pada umumnya mempunyai kebun di luar kawasan hutan Gmelina yang dikelola secara terpisah berupa kebun coklat, jambu mete dan kelapa. Untuk menambah sumber pendapatan selain dari sektor kehutanan, rata-rata petani memiliki lahan pertanian atau empang ikan yang dikelola secara terpisah di luar kawasan hutan rakyat atau bekerja di luar sektor kehutanan dan pertanian. Struktur organisasi kelompok tani termasuk dalam kategori organisasi modern. Adanya wadah kelompok tani ini semakin mempermudah pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, BP DAS Jeneberang Walanae dan LSM Yagrobitama, untuk melakukan koordinasi dengan para petani khususnya dalam melakukan pembinaan. Dampak lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program hutan rakyat adalah lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik, tidak ada tanah gersang dan lahan kering yang berupa alang-alang, erosi dan tanah longsor. Kata kunci : pengelolaan, hutan rakyat, lahan kritis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan sumberdaya hutan tidak mampu memberikan manfaat yang optimal, karena kerusakan dan menurunnya produktifitas. Salah satu alternatif pemecahannya adalah melakukan pembangunan hutan tanaman di dalam kawasan hutan yang tidak produktif, atau pembangunan hutan rakyat. Hutan rakyat atau hutan hak adalah hutan alam atau hutan tanaman yang berada di luar kawasan hutan negara yang telah dibebani hak milik secara sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Bupati Sidrap, 2003). 1

Hutan rakyat mempunyai peran positip baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan memacu pembangunan daerah. Sedangkan dari aspek ekologi hutan rakyat mampu berperan positip dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki kesuburan tanah, dan menjaga keseimbangan tata air. Program hutan rakyat jenis Gmelina di Sulawesi Selatan khususnya yang dilakukan di Dusun Makkoring Desa Lasiwala Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap merupakan inisiatif pemerintah melalui program pengembangan hutan rakyat pada lahan kritis. Hal ini disebabkan di wilayah tersebut terdapat hampir 250 hektar lahan kritis yang terletak di hulu DAS Bila. Melihat kenyataan tersebut, perlu kiranya mengetahui pola pengelolaan hutan rakyat bersama masyarakat pada lahan kritis yang dianggap telah berhasil sehingga dapat dijadikan acuan dan pembelajaran dalam rangka menghijaukan kembali lahan-lahan kritis di Indonesia. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengelolaan hutan rakyat pada lahan kritis bersama masyarakat. II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2003 di Desa Lasiwala, Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Lokasi ini merupakan lahan marjinal yang dikelola atas inisiatif masyarakat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara disengaja (purposive). Kriteria lokasi yang dipilih adalah kecamatan/desa yang mempunyai areal hutan di luar kawasan negara. 2

B. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan warga masyarakat, tokoh masyarakat, aparat desa dan lain-lain. Pengambilan sampel responden dilakukan secara acak terhadap anggota kelompok tani Bulu Dua. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, kantor BPS Sidrap, kecamatan Pitu Riawa dan desa Lasiwala, dan beberapa literatur yang relevan dengan penelitian ini. C. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi, dianalisis dan dibahas dengan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis penjelasan untuk data-data kualitatif. Sedangkan analisis deskriptif kuantitatif adalah analisis penjelasan untuk data-data yang bersifat kuantitatif dengan cara tabulasi sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Letak dan Luas Desa Lasiwala merupakan salah satu desa di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap, Propinsi Sulawesi Selatan. Desa ini terletak kira-kira 18 km dari ibukota kabupaten dengan luas wilayah 11,17 Km 2. Kondisi topografi kecamatan Pitu Riawa 53% keadaan tanahnya datar, 35% berbukit dan bergunung 12%. Di Desa Lasiwala topografinya 75% datar dan 25% berbukit dengan ketinggian < 500 meter dpl. Luas kawasan hutan rakyat di kecamatan Pitu Riawa seluas 8.013,1 Ha. Sedangkan luas lahan kritis di luar kawasan hutan di kecamatan Pitu Riawa sebesar 2.210 Ha. Lokasi desa ini bertipe iklim F (kering), dengan bulan basah terjadi antara bulan Oktober Januari, sedang bulan kering terjadi antara bulan Februari Agustus. Curah hujan lokasi ini adalah 76,8 mm/th. 3

2. Sarana dan Prasarana Sarana transportasi angkutan yang ada di Desa Lasiwala yaitu mobil penumpang umum, mobil angkutan umum, sepeda motor dan sepeda. Alat tranportasi yang umum digunakan 80% adalah sepeda. Selain itu transportasi menuju desa ini juga cukup sulit. Sarana jalan di Dusun Makkoring desa Lasiwala sepanjang 4 km yang berupa jalan tanah setapak. Jadi sarana jalan tergolong sangat kurang. Namun fasilitas lainnya agak baik, karena terdapat sekolah dasar, tempat ibadah, sarana olah raga dan sarana kesehatan. 3. Kependudukan Desa Lasiwala termasuk dalam klasifikasi desa swakarya yang dihuni sebanyak 1.226 orang, dengan kepadatan 110 per km 2. Tingkat pendidikan masyarakat cukup baik karena 42,2% (517 orang) lulus SD, 231 orang (18,8%) lulus SMP, 4,8% (59 orang) tamat SLTA atau sederajat, 0,04% (4 orang) tamat perguruan tinggi dan 33,8% (415 orang) belum sekolah/tidak tamat SD. Mata pencaharian masyarakat desa ini sebagian besar 50,1% bekerja sebagai petani, 1,7% peternak, 34,7% sektor perkebunan, 2,9% pedagang, 1,8% bekerja di sektor industri, 1,7% transportasi, 3,5% pegawai negeri dan 3,8% bekerja di sektor lainnya. Jumlah rata-rata tanggungan keluarga yang mengelola hutan rakyat sebanyak tiga orang. 4. Sejarah Hutan Rakyat Areal tanaman ini semula berupa padang alang-alang yang merupakan lahan Hak Guna usaha (HGU) yang tidak dikelola. Pada tahun 1996 seorang tokoh masyarakat berinisiatif untuk mengelola lahan tersebut untuk dijadikan lahan perkebunan dengan cara mengajak masyarakat sekitar untuk mau menghijaukan lahan tersebut. Setelah melihat keberhasilan tokoh masyarakat tersebut dalam mengubah lahan ilalang menjadi lahan yang lebih produktif, maka pemerintah dalam hal ini BRLKT pada tahun 1999 memberikan bantuan bibit Gmelina untuk areal seluas 148 ha. Bibit tanaman tersebut ditanam oleh masyarakat pada tahun 2000. Salah satu syarat agar masyarakat dapat menggarap lahan negara ini adalah harus ada suatu kelembagaan yang berbentuk kelompok tani. Maka pada bulan September 2000 dibentuklah Kelompok Tani. 4

Bantuan yang diberikan berupa bibit Gmelina sebanyak 200.000 batang, jambu serta bibit tanaman lain seperti mete, sukun, mangga, coklat, gamal dan palawija yang diserahkan kepada kelompok tani desa Lasiwala. Setiap anggota berhak mengelola lahan seluas maksimal 1 hektar/kk. Masyarakat beranggapan bahwa lahan tersebut akhirnya akan menjadi hak milik, sehingga mereka datang ke lokasi tersebut untuk ikut berpartisipasi, walaupun sebenarnya mereka bukan penduduk setempat. Karena hutan Gmelina yang dikelola oleh rakyat baru berumur 3 tahun dan belum bisa dipetik hasilnya, maka sumber mata pencaharian utama adalah berladang di sawah sendiri atau bekerja di sektor lain di luar lokasi hutan rakyat Gmelina ini. Dengan demikian perekonomian mereka sudah tercukupi, dan hutan Gmelina mereka anggap sebagai tabungan di masa depan. Dampak lingkungan dengan adanya program hutan rakyat ini adalah masyarakat merasakan lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik, tidak ada tanah gersang dan lahan kering yang berupa alang-alang, erosi dan tanah longsor. Disamping itu keberadaan hutan rakyat ini mengakibatkan terciptanya sumber-sumber air yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk mencukupi kebutuhan air setiap harinya dan biasa digunakan untuk memelihara ikan. 5. Pola Pengelolaan Hutan Rakyat Sistem penanaman Gmelina (Gmelina arborea) yang dilakukan adalah dengan cara menamam ulang semua tanaman dengan tanaman baru. Metode penanaman beraturan dengan jarak 3 x 3 m. Jenis tanaman pokok yang diusahakan adalah Gmelina (Gmelina arborea). Pengelolaan hutan rakyat di Desa Lasiwala dilakukan dalam bentuk monokultur tanpa tanaman pendamping. Umur pengelolaan lahan hutan Gmelina di desa Lasiwala ini hampir 7 tahun sedangkan umur pengelolaan Gmelina sendiri baru berumur tiga tahun dengan keliling pohon masih relatif kecil berkisar antara 20 cm 40 cm. Sehingga dari segi finansial petani belum memperoleh pendapatan dari penjualan tanaman Gmelina ini. Umur produktif daur dari hutan Gmelina sekitar 10 15 tahun sudah masak tebang dan bisa dipakai untuk bahan baku kayu pertukangan maupun bangunan, sedangkan pada umur kurang lebih 8 tahun sangat baik digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas. 5

Anggota kelompok tani pada umumnya mempunyai kebun di luar kawasan hutan Gmelina yang dikelola secara terpisah berupa kebun coklat, jambu mete dan kelapa. Untuk menambah sumber pendapatan selain dari sektor kehutanan, rata-rata petani memiliki lahan pertanian atau empang ikan yang dikelola secara terpisah di luar kawasan hutan rakyat atau bekerja di luar sektor kehutanan dan pertanian (misalnya : pedagang, pegawai negeri, buruh pabrik dan lain-lain). Hal ini disebabkan tanaman kehutanan memiliki daur produksi yang cukup lama yaitu berkisar antara 8 15 tahun dan ini merupakan tabungan (saving) jangka panjang yang diharapkan (espected value) diperoleh oleh masyarakat. Hasil yang dikelola di luar hutan rakyat ini umumnya untuk dikonsumsi sendiri (subsisten) sedangkan hasil dari tanaman tahunan umumnya dijual ke pasar (komersial) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari segi ekonomi tanaman tahunan seperti coklat yang sudah berumur 4 tahun dalam sebulan dapat dipanen dua kali dengan hasil sebesar 300 kg per panen dan harga jual Rp. 10.000/kg. Sedangan jambu mete yang berumur 7 tahun dapat dipanen tiga kali setahun dengan hasil 60 kg per panen dan harga jual Rp. 6000/kg. Berikut ini beberapa jenis-jenis tanaman semusim yang dibudidayakan oleh masyarakat dan merupakan bantuan dari BP DAS Jeneberang Walanae pada tahun 2001-2002 : pisang 33% jagung 1% ubi kayu 3% kacang hijau 0% lombok 8% kakkao 55% Gambar 1. Jenis tanaman sela 6

Rata-rata pemilikan lahan berkisar antara 0,5-4 Ha. Berikut ini komposisi luas kepemilikan lahan anggota kelompok tani : >2 Ha 4% < 1 Ha 20% 1-2 Ha 76% Gambar 2. Komposisi kepemilikan lahan Dari gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata luas kepemilikan lahan anggota kelompok tani berkisar antara 1-2 hektar. Sedangkan tataguna lahan di Kecamatan Pitu Riawa menunjukkan bahwa 38% lahan digunakan untuk hutan rakyat dan 29% merupakan tanah sawah. Berikut ini komposisi tataguna lahan yang terdapat di Kecamatan Pitu Riawa : 2% 2% 19% 29% 4% 0% 6% 38% Tanah sawah Tegalan Pekarangan Perkebunan Padang Rumput Kolam Tambak Hutan Rakyat Lainnya Gambar 3. Komposisi tataguna lahan di Kecamatan Pitu Riawa 7

Jumlah keluarga yang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat Gmelina ini sebanyak 100 KK dari 271 jumlah KK (37%). Mayoritas usia anggota kelompok tani yang terlibat dalam kelompok tani Bulu Dua merupakan usia produktif dengan kisaran usia responden antara 20 70 tahun. Prosentase penduduk dengan pendidikan minimal populasi sebesar 5% (63 orang lulusan SMU). Dari hasil wawancara 90% responden merupakan penduduk asli setempat sedangkan sisanya merupakan pendatang. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga tiga orang. Berikut komposisi umur anggota kelompok tani yang terlibat dalam pengelolaan lahan hutan rakyat tersebut : 51-65 th 15% >66 th 8% 36-50 th 27% 20-35 th 50% Gambar 4. Komposisi umur anggota Kelompok Tani Bulu Dua 6. Kelembagaan Kelembagaan untuk mengelola hutan rakyat Gmelina di Desa Lasiwala yaitu Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam Bulu Dua dengan jumlah anggota pada awal berdirinya tahun 2000 sebanyak 84 orang sedangkan sekarang sudah bertambah menjadi sekitar 100 orang. Kelompok tani ini dibentuk dengan tujuan untuk mencari jalan keluar yang cepat dan tepat dalam memecahkan permasalahan, kesepakatan bersama dalam mengatasi masalah bersama, serta berbagi pengalaman mengenai masalah pertanian secara umum maupun kehutanan. Struktur organisasinya termasuk dalam kategori organisasi modern. Tata hubungan antar pengurus dan anggota kurang berfungsi karena kesibukan masing-masing dalam mengurus lahan pertaniannya (sawah). Anggota kelompok tani adalah penduduk 8

sekitar dan di dalam hutan yang masuk secara aktif dengan melakukan pendaftaran. Berikut ini bagan struktur organisasi Kelompok Tani Bulu Dua : Pelindung Pembina Ketua Sekretaris Bendahara Anggota Gambar 5. Struktur organisasi Kelompok Tani Bulu Dua Pergantian pengurus dalam kelompok tani belum pernah terjadi, karena dianggap bahwa pengurus belum ada penggantinya. Aturan organisasi bersifat formal karena aturan dan sanksi-sanksi sudah tertulis, dengan peran dan tanggungjawab yang jelas. Adapun peran dari masing-masing pengurus adalah sebagai berikut : (a) pelindung berperan melindungi organisasi, yang bertindak sebagai pelindung adalah Dinas Kehutanan Sidrap, (b) pembina berperan melaksanakan pembinaan terhadap kelompok tani baik teknik maupun non teknis, yang bertindak sebagai pembina adalah BP DAS Jeneberang dan LSM Yagrobitama, (c) ketua berperan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya ketua kelompok dibantu oleh sekretaris dan bendahara kelompok. Selain itu ada peraturan tidak tertulis yang telah 9

disepakati, yaitu apabila lahan hutan tidak dikelola dengan baik selama tiga bulan maka luas lahan tersebut dikurangi 0,5 ha. Kemudian bila masih tidak dikelola, petani tersebut dikeluarkan dari keanggotaan dan dicabut hak pengelolaannya. Sebaliknya apabila petani mampu mengelola lahan hutannya dengan baik dalam jangka waktu tiga bulan maka luas lahan yang diberikan kepadanya, dapat ditambah menjadi dua hektar atau sesuai kemampuannya. Adanya wadah kelompok tani semakin mempermudah pemerintah daerah, dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, BP DAS Jeneberang Walanae dan LSM Yagrobitama, untuk melakukan koordinasi dengan para petani khususnya dalam kegiatan pembinaan. Disamping itu dari segi sosial budaya adanya kelompok tani mampu menciptakan suasana gotong-royong diantara anggotanya secara intern dan dengan warga desa secara ekstern. Pengembangan kelompok tani dilakukan melalui kegiatan pelatihan/kursus pengelolaan hutan rakyat yang diselenggarakan oleh instansi terkait (lebih dari satu kali dalam setahun). Pertemuan rutin kelompok tani dilaksanakan dua kali dalam sebulan untuk membahas pelaksanaan, perkembangan hutan rakyat, evaluasi kendala-kendala yang dihadapi masyarakat secara langsung di lapangan, dan didiskusikan bersama-sama untuk mencari solusi yang tepat. Pemerintah daerah mendukung pengembangan hutan rakyat, melalui pemberian bibit unggul setempat seperti Gmelina dalam pelaksanaan program penangananan lahan kritis. Hutan rakyat di Kabupaten Sidrap telah diatur dalam PERDA No. 3 tahun 2003 tentang izin pengelolaan/ pemanfaataan hutan rakyat. Izin pengelolaan hutan rakyat dimaksudkan sebagai upaya untuk melindungi dan mengembangkan hutan rakyat sesuai dengan fungsinya. Sedangkan izin ini bertujuan untuk memberikan wewenang kepada pemegang izin untuk melaksanakan eksploitasi kayu yang meliputi penebangan, penyaradan, pengumpulan dan pengangkutan. Disamping itu setiap pemegang izin dilarang : 1) menebang atau memungut kayu melebihi target dan waktu yang ditentukan dalam izin; 2) memungut atau menerima kayu dari luar areal yang telah ditentukan dalam izin dan 10

3) menebang pohon pada areal yang dilindungi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Desa Lasiwala mempunyai aturan tertulis (legal) maupun tidak tertulis yang merupakan hasil kesepakatan (konvensi) warga masyarakatnya. Semua peraturan itu mendukung pelaksanaan hutan rakyat desa tersebut. Sedangkan beberapa program diantaranya program Pengembangan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Program Reboisasi) pemerintah yang berkaitan dengan bidang kehutanan sangat mendukung program penghijauan lahan kritis yang ada di desa Lasiwala. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Jenis tanaman pokok yang diusahakan di hutan rakyat desa Lasiwala adalah Gmelina (Gmelina arborea) dengan pola monokultur tanpa tanaman pendamping. 2. Organisasi kelompok tani memiliki struktur organisasi modern. Adanya wadah kelompok tani ini semakin mempermudah Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, BP DAS Jeneberang Walanae dan LSM Yagrobitama, untuk melakukan koordinasi dengan petani khususnya dalam melakukan pembinaan. 3. Dampak lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program hutan rakyat adalah terciptanya lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik, tidak ada tanah gersang dan lahan kering berupa alang-alang, erosi dan tanah longsor, tercipta sumber-sumber air yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk mencukupi kebutuhan air setiap harinya dan digunakan untuk memelihara ikan. B. Saran 1. Perlunya upaya penanaman kembali lahan-lahan kritis (lahan tidur) yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat melalui pendekatan social forestry sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan hutan lestari. 2. Perlunya pemberdayaan masyarakat (empowering) melalui Kelompok Tani Hutan sehingga sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal. 11

DAFTAR PUSTAKA Bupati Sidrap, 2003. Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 3 tahun 2003 tentang Izin pengelolaan/pemanfaatan hutan rakyat. Sidrap. BPS. 2003. Kabupaten Sidrap dalam angka 2002. Sidrap. BPS. 2003. Kecamatan Pitu Riawa dalam angka 2002. Sidrap. 12