RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

BAB IV. ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS... A. Analisis Lingkungan Internal... B. Analisis Lingkungan Eksternal... C. Isu Strategis...

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dilakukan bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dan

B A B II EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN TAHUN 2002, TAHUN 2003, DAN INDIKATOR PENCAPAIAN TAHUN 2004

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 SERI E.10 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum Wr. Wb.

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR H. DJOHAN SJAMSU, SH PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

8.1. Keuangan Daerah APBD

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini.

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun. perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

RPJMD Kabupaten Tebo

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat


PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BAB III VISI DAN MISI

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2014

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

Transkripsi:

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman

Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk... 6 Inflasi... 7 Hubungan Investasi (ICOR)... 8 Indikator Pemerintahan... 9 Laju Pertumbuhan Penduduk... 15 Sektor Tenaga Kerja... 16 Distribusi Pendapatan... 19 Kesehatan... 20 Pendidikan... 20 Daftar Pustaka... 23 2 Halaman

Kata Pengantar Assalammu alaikum Wr. Wb., Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunianya sehingga terselesaikannya penyusunan Buku Indikator Makro Pembangunan Ekonomi Tahun. Penyusunan Buku Indikator Makro Pembangunan Ekonomi Kabupaten Bekasi merupakan salah satu bentuk pemenuhan tugas pokok dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, maupun Peraturan Perundangan lainnya. Khususnya dalam pelaksanaan tugas penyusunan kebijakan dan pengkoordinasian perencanaan kegiatan pembangunan di bidang ekonomi. Penyusunan Buku Indikator Makro Pembangunan Ekonomi ini merupakan hasil kerjasama antara Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dengan Badan Pusat Statistik, dan Satuan kerja pemerintah daerah lainnya. Melalui buku ini diharapkan dapat tergambar kondisi pembangunan ekonomi di secara timeseries sehingga dapat menjadi suatu referensi praktis untuk pengambil kebijakan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam buku ini. Kami berharap masukan dari berbagai pihak untuk mendukung komitmen kami dalam meningkatkan kualitas pembangunan di. Bekasi, Desember Kepala Bappeda Drs. H. MP. Jamary Tarigan NIP. 19601001 199103 1 006 3 Halaman

Indikator Makro Pembangunan Ekonomi Secara umum perkembangan ekonomi mengalami proses berkembang secara konsisten. Namun demikian tetap memerlukan perhatian serius untuk lebih ditingkatkan lagi karena beberapa indikator ekonomi masih menunjukan kesenjangan yang nyata. Kuantitas dan kualitas pembangunan ekonomi merupakan salah satu modal utama untuk membuat pembangunan yang adil dan menyejahterakan. Berikut ini merupakan beberapa indikator yang menjadi gambaran kondisi makro pembangunan ekonomi pada tahun 2009 hingga 2011. Tabel 1. Indikator Makro Pembangunan Ekonomi 2009-2011 No Indikator Tahun 1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 5,04% 6,18% 6,26% 2 Laju Inflasi 2,58% 7,58% 4,79% 3 Hubungan Investasi 4,54 2,29 3,92 4 Pemerintahan Rasio Penerimaan terhadap PDRB Rasio Pajak terhadap Basis Pajak Rasio Pajak Langsung terhadap Pajak Tidak Langsung Proporsi Pengeluaran terhadap PDRB Rasio Belanja langsung terhadap belanja Tidak Langsung 1,77% 1,77% 2,21% 0,12% 0,12% 0,39% 3,97 4,52 2,46 2,11% 1,72% 1,80% 1,03 1,24 1,05 Belanja Langsung (Belanja pegawai non PNS : Barang dan Jasa : Modal) 6,46 : 26,80 : 66,73 8,41 : 39,59 : 52,00 5,84 : 35,85 : 58,30 4 Halaman

No Indikator Tahun 5 Demografi LPP 4,6% 4,18% 4,7% Migrasi Masuk Keluar n/a n/a n/a 6 Tenaga Kerja TPAK 65.71 66.85 64.12 7 Distribusi Pendapatan Tingkat Pengangguran Terbuka Rasio Gini 10.37% 9.03% 10.43% n/a n/a 0,34 8 Kesehatan Angka Kematian Bayi 31.96 n/a n/a AHH 69.07 69.49 n/a 9 Pendidikan AMH (%) 93.69 94.03 94.14 APS (%) Usia 7-12 98,88 98,98 98,71 Usia 13-15 79,25 86,22 89,22 Usia 16-18 47,35 43,97 41,42 APM (%) SD SMP SMA 85.14 45.22 21.97 92,96 71,04 37,54 91,52 72,31 42,52 APK (%) SD 100.99 114.20 103.55 SMP 61.20 85.88 92.43 SMA 26.99 50.79 57.06 Pembangunan ekonomi regional salah satunya dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi ini diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000. Berikut ini 5 Halaman

merupakan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi pada tiga tahun terakhir. Laju Pertumbuhan Penduduk Grafik 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi, Propinsi Jawa Barat, dan Nasional Tahun 2009-2011 Persentase 6,8 6,6 6,4 6,2 6 5,8 5,6 5,4 5,2 5 4,8 4,6 4,4 4,2 4 5,04 4,63 4,19 6,2 6,2 6,18 6,48 6,46 6,26 LPE Kab.Bekasi LPE Jawa Barat LPE Nasional Sumber: Badan Pusat Statistik, Berdasarkan Grafik 1, terlihat tren yang baik dimana LPE mengalami peningkatan, sejalan dengan meningkatnya LPE tingkat Propinsi Jawa Barat dan tingkat Nasional. Secara rata-rata laju pertumbuhan ekonomi selama 3 tahun terakhir (2009-2011) memperlihatkan pertumbuhan di atas rata-rata nasional yaitu masih tumbuh 6 % pertahun. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 sebesar 6,26 %, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,18 %. Namun peningkatan LPE ini masih dibawah peningkatan yang terjadi di Jawa Barat dan Nasional untuk tahun 2009 dan 2011. Secara positif dapat dikatakan dengan tren pertumbuhan yang meningkat dari tahun 2009 hingga 2011 sesungguhnya masih dapat bernapas lega karena aktivitas ekonominya masih tetap berjalan meskipun terhantam faktor eksternal berupa krisis global tersebut. 6 Halaman

Di lain pihak, dengan jumlah penduduk sebanyak 2.677.631 jiwa pada tahun 2011, PDRB perkapita ADH berlaku tahun 2011 sebesar Rp. 39.876.027,01 mengalami peningkatan sebesar 7,55 % dibandingkan tahun 2010. Walaupun begitu, peningkatan PDRB perkapita di atas masih belum mengambarkan secara riil kenaikan daya beli masyarakat secara umum. PDRB perkapita berdasarkan atas harga dasar konstan tahun 2011 di menunjukkan nilai sebesar Rp. 21.217.805,66 atau Rp 1.768.150 bila dihitung per bulannya. Ini menandakan adanya peningkatan sebesar 1,49 % bila dibandingkan dengan tahun 2010. Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata penduduk secara riil memiliki pendapatan sedikit di atas Upah Minimum yang saat itu mencapai Rp 1.275.000 per bulan dan ini cukup menggambarkan peningkatan daya beli masyarakat dibandingkan tahun sebelumnya. Inflasi Berlanjut ke indikator kedua yang diamati yaitu terkait laju inflasi yang terjadi di pada tiga tahun terakhir yaitu 2009 hingga 2011. Grafik 2. Laju Inflasi Tahun 2006-2011 12,00% 10,00% 11,10% 8,00% 6,45% 7,58% 6,00% 4,00% 6,04% 4,79% 2,00% 2,58% 0,00% 2006 2007 2008 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, 7 Halaman

Berdasarkan Grafik 2, terlihat tren fluktuasi laju inflasi yang terjadi di Kabupaten Bekasi selama enam tahun terakhir dimana pada tahun terakhir laju inflasi menurun. Sepanjang tahun 2011 inflasi sebesar 4,79 %, menurun dibandingkan tahun 2010. Adapun bila dibandingkan dengan laju inflasi di Jawa Barat dan Nasional, nilai penurunan inflasi masih tetap lebih tinggi karena laju inflasi Jawa Barat masih lebih baik, yaitu dengan inflasi sebesar 3,10 % dan nasional sebesar 3,79 %. Meskipun begitu, penurunan laju inflasi yang terjadi di memberikan pertanda baik karena umumnya inflasi yang terjadi diharapkan pada posisi yang tidak terlalu rendah dan tidak pula tinggi artinya adanya pergerakan ekonomi. Hubungan Investasi (ICOR) Indikator makro pembagunan ekonomi yang diamati selanjutnya adalah hubungan investasi yang terjadi pada rentang waktu 2009 hingga 2011 dengan menggunakan perhitungan ICOR. Grafik 3. Perbandingan Nilai Koefisien ICOR, PDRB, dan Nilai Investasi Tahun 2009-2011 Juta Rupiah Rp60.000.000 5 Rp50.000.000 Rp40.000.000 Rp30.000.000 Rp20.000.000 Rp10.000.000 Rp- Rp51.789.567 Rp58.433.009 Rp54.989.407 Rp49.302.485 4,54 3,92 4 3,5 2,92 3 Rp13.664.420 Rp13.205.148 Rp11.300.600 Rp9.369.096 Rp10.626.990 Rp11.778.250 2,5 Rp10.607.823 Rp7.869.195 Rp692.777 Rp1.499.901 Rp1.886.170 Rp2.578.158 2008 PMA PMDN Total Investasi PDRB Konstan (dg MIGAS) ICOR 4,5 2 Koefisien ICOR Sumber: Diolah berdasarkan data BPS dan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, 8 Halaman

Besaran koefisien ICOR merefleksikan produktivitas investasi yang pada akhirnya menyangkut pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Untuk nilai investasi, Kabupaten Bekasi berada di posisi pertama dibandingkan dengan kabupaten dan kota di Jawa Barat. Hal ini menunjukan bahwa memiliki nilai strategis dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain di Jawa Barat. Kemudian walaupun ICOR berada pada posisi yang tidak rendah tetapi masih berada di bawah nilai koefisien nasional. Mengacu pada Grafik 3 di atas, sepanjang tahun 2008 2009, PDRB mengalami peningkatan sedangkan total investasi mengalami penurunan. Nilai koefisien ICOR pada periode 2010 2011 mengalami peningkatan menjadi 3,92. Nilai koefisien ICOR ini menunjukan bahwa untuk memperoleh tambahan satu unit output diperlukan investasi sebesar 3,92 unit. Hal ini dipicu oleh turunnya PMA sehingga berdampak kepada penurunan nilai investasi total. PDRB cenderung mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Indikator Pemerintahan Grafik 4. Matriks Perbandingan (Rasio) antara PAD dan PDRB Kabupaten Bekasi 2009 2011 2,30% 2,20% 2,10% 2,00% 1,90% 1,80% 1,70% 1,60% 1,50% 1,40% 2,21% 1,77% 1,77% Rasio PAD Terhadap PDRB Sumber: Diolah berdasarkan data BPS dan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, 9 Halaman

Perbandingan antara PAD dan PDRB dengan menunjukan rasio memiliki arti bahwa suatu wilayah memiliki kinerja yang diukur terhadap rasio PAD dengan PDRB. Data menunjukan kinerja penerimaan daerah pada tahun 2009 berada pada rasio 1,77 %. Begitu pula pada tahun 2010 rasio stagnan pada rasio 1,77%. Baru pada tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi 2,21 %. Dengan kata lain, pada tahun 2011 terjadi perbaikan kinerja penerimaan pada tahun 2011 dibandingkan 2009 dan 2010. Idealnya, tiap tahun presentase terus dapat ditingkatkan untuk menunjukan kinerja yang progresif. Kondisi rasio yang stagnan menunjukan perubahan yang lebih baik tetapi tidak progresif. Peningkatan progresif menunjukan kondisi yang berubah menjadi lebih baik dan tetap lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik 5. Rasio Pajak Terhadap Basis Pajak 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05-0,39 0,12 0,12 Rasio Pajak Terhadap Basis Pajak (PDRB) Sumber: Diolah berdasarkan data Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, Rasio pajak terhadap basis pajak pada tahun 2009 dan 2010 mengalami rasio yang stagnan. Kondisi PDRB yang terus berkembang dan pajak yang terus meningkat menunjukan bahwa pada tahun 2009 dan 2010 peningkatan jumlah pajak tidak dapat melebihi nilai PDRB yang berlaku. Kenaikan baru dapat terjadi pada 10 Halaman

tahun 2011 yang meningkat mencapai 0,39 %. Dengan kata lain, kinerja penerimaan daerah melalui pajak meningkat progresif pada tahun 2011 yang ditunjukan dengan meningkatnya rasio pajak terhadap basis pajak yang dalam hal ini menggunakan proxy PDRB berlaku. Grafik 6. Pajak Langsung dan Tidak Langsung 2009-2011 (milyar rupiah) 100.000 90.000 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0 93.352 88.296 72.423 23.508 19.513 29.402 Pajak Langsung Pajak tidak Langsung Sumber: Diolah berdasarkan data Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, Pajak langsung nilainya selalu lebih besar dibandingkan dengan pajak tidak langsung. Rasio pajak langsung dan tidak langsung semakin mengecil dari tahun 2009 ke 2011. Rasio yang mengecil ini dipengaruhi oleh semakin mengecilnya pendapatan pajak langsung dan sebaliknya pajak tidak langsung semakin meningkat. Trennya pajak langsung secara konsisten berkurang sejak tahun 2009 ke 2011. Sedangkan pajak tidak langsung berkurang pada tahun 2010 dan membaik pada tahun 2011. 11 Halaman

Grafik 7. Rasio Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDRB (2009-2011) 2,20% 2,10% 2,00% 2,11% 1,90% 1,80% 1,70% 1,60% 1,50% 1,72% 1,80% 1,40% Rasio Pengeluaran Pemerintah : PDRB Sumber: Diolah berdasarkan data BPS dan Bappeda, Rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDRB dari waktu ke waktu mengalami fluktuasi. Kinerja terbaik terjadi pada tahun 2009 dengan persentase mencapai 2,11%. Pada tahun 2010, rasio ini mengalami penurunan ke angka 1,72% yang menunjukan kinerja penganggaran pemerintah tidak terlalu baik pada tahun 2010. Kinerja kembali membaik pada tahun 2010 dengan meningkatnya rasio menjadi 1,80%. Dengan semakin meningkatnya nilai PDRB dan APBD idealnya rasio pengeluaran : PDRB dapat meningkat. Seminimal-minimalnya dipertahankan pada nilai tertentu. Rasio yang menurun menunjukan adanya kinerja yang menurun dalam pengeluaran anggaran. Dampak dari menurunnya kinerja pengeluaran pemerintah berdampak luas. Dampak yang paling signifikan adalah menekan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dampak seperti tertekannya jumlah lapangan pekerjaan juga berpengaruh sangat penting bagi masyarakat. 12 Halaman

Grafik 8. Matriks Perbandingan antara Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung pada tahun 2009 2011 1.100.000 1.050.000 1.000.000 996.213 1.067.889 992.398 1.018.140 950.000 900.000 970.593 Total Belanja Langsung 850.000 800.000 750.000 700.000 798.807 Total Belanja Tidak Langsung Sumber: Diolah berdasarkan data Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, Belanja tidak langsung pada tahun 2009 sampai dengan 2011 mengalami peningkatan secara konsisten. Berbeda dengan belanja langsung yang mengalami penurunan pada tahun 2009 ke 2010. Idealnya, pada tahun 2009 ke 2010 meningkat untuk mengimbangi peningkatan APBD. Sejauh ini belum diketahui faktor yang menyebabkan menurunnya belanja modal pada tahun 2010. Pada tahun 2011 belanja langsung kembali pada jalurnya dengan meningkat 133% dibandingkan tahun 2010. 13 Halaman

Grafik 9. Belanja Langsung Periode 2009 2011 725000 664800 625000 525000 529345 425000 325000 225000 267030 415386 316275 325512 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal 125000 25000 64382 67147 53034 Sumber: Diolah berdasarkan data Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, Struktur belanja langsung sudah ideal dengan proporsi belanja modal dan belanja barang dan jasa lebih besar dibandingkan belanja pegawai non PNS. Tetapi kondisi pada tahun 2010 yang kurang menggembirakan karena belanja modal mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009. Belanja modal kembali naik pada tahun 2011 tetapi belum dapat melebihi kinerja pada tahun 2009. Untuk belanja barang dan jasa meningkat secara konsisten dari tahun 2009 sampai 2011. 14 Halaman

Laju Pertumbuhan Penduduk Pembahasan berikutnya adalah terkait demografi yang lebih membahas tentang laju pertumbuhan penduduk pada tiga tahun terakhir yaitu tahun 2009 hingga 2011. Berikut adalah gambarannya. Grafik 10. Jumlah Penduduk dan LPP Tahun 2009-2011 4,8 4,7 4,6 4,5 4,4 4,3 4,2 4,1 4 3,9 4,7 4,6 2.630.401 2.677.631 2.274.842 4,18 Jumlah Penduduk (jiwa) LPP (%) 2.800.000 2.700.000 2.600.000 2.500.000 2.400.000 2.300.000 2.200.000 2.100.000 2.000.000 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, Penduduk mengalami tren yang meningkat di tiga tahun tersebut. Terlihat pada grafik di atas, tahun 2011 penduduk berjumlah 2.677.631 jiwa. Jumlah tersebut meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Untuk Laju Pertumbuhan Penduduk mengalami fluktuasi. LPP dilihat dengan mendasarkan pada waktu sensus tahun 2000. Dalam rentang tahun 2000-2011, LPP meningkat dari rentang waktu sebelumnya. LPP dalam kurun waktu 2000-2011 tersebut mengalami peningkatan yang pesat yaitu 4,7%. Selain karena tingkat kelahiran yang meningkat, faktor eksternal yang turut pula bersumbangsih dalam peningkatan pertumbuhan penduduk ini adalah banyaknya penduduk luar daerah yang masuk. Peran urbanisasi yang meningkat pula di Kabupaten Bekasi tidak dapat disangkalkan. Pertumbuhan sektor industri yang semakin baik, 15 Halaman

berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang masif, sehingga menciptakan faktor penarik bagi para urban untuk bekerja di sektor ini. Hal tersebut berdampak pada peningkatan LPP yang pesat dalam kurun waktu tersebut. Sektor Tenaga Kerja Pada sektor tenaga kerja, indikator tingkat partisipasi angkatan kerja pada tiga tahun terakhir menunjukkan fluktuasi yang menurun. Berikut ini merupakan gambarannya dalam grafik 11. Grafik 11. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di (2009-2011) 67,5 67 66,5 66 65,5 65 64,5 64 63,5 63 62,5 66,85 65,71 64,21 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, Pada grafik di atas, tercatat bahwa di tahun 2009 tingkat Partisipasi Angkatan Kerja sebesar 65.71%, kemudian meningkat di tahun 2010 menjadi 66.85%, kemudian sayangnya di tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 64.12%. Penurunan TPAK tahun 2011 menunjukkan adanya penurunan jumlah penduduk usia kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi. Di lain pihak, penurunan ini mengindikasikan pula adanya peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang tidak bekerja. Hal ini tentunya berdampak pada penurunan kegiatan perekonomian di. 16 Halaman

Kemudian bila mengamati lapangan pekerjaan utama dari penduduk usia kerja yang bekerja, tercatat bahwa persentase tertinggi dengan tren yang terus meningkat terjadi pada sektor industri pengolahan. Lalu lapangan pekerjaan utama tertinggi kedua yaitu perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel. Namun jumlah penduduk usia kerja yang bekerja di sektor tersebut mengalami tren yang menurun. Adapun lapangan pekerjaan yang semakin ditinggalkan di ini adalah lapangan pekerjaan di sektor pertanian, perkebunan, perburuan, dan perikanan. Grafik 12. Persentase Penduduk Usia Kerja Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (tahun 2009-2011) Persentase 41,00 38,00 35,00 32,00 29,00 26,00 23,00 20,00 17,00 14,00 11,00 8,00 14,37 11,23 10,57 37,57 32,12 27,64 30,13 28,10 22,69 15,54 15,90 14,44 14,77 11,97 12,97 2009 2010 2011 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, Tren penduduk yang bekerja di sektor industri pengolahan dari tahun 2009 hingga 2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Karena salah satu daya tarik ini salah satunya adalah keberadaan beragam industri, yang juga merupakan basis ekonomi Kabupaten ini, mampu menyerap banyak karyawan sehingga dalam tiga tahun terakhir jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini terus meningkat. Meskipun secara jumlah di tahun 2011 penduduk angkatan kerja yang bekerja menurun, namun sektor ini tetap menarik minat tenaga kerja baik yang datang dari luar daerah maupun penduduk lokal yang berganti pekerjaan dari lapangan kerja sebelumnya. 17 Halaman

Di lain pihak, angka pengangguran terbuka di pada tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011, jumlah penganguran terbuka ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Grafik 13. Persentase Angka Pengangguran Terbuka di (2009-2011) 11,00% 10,50% 10,00% 9,50% 10,37% 10,43% 9,00% 8,50% 8,00% 9,03% Sumber: Diolah berdasarkan data Sakernas 2009, 2010, 2011 - Keadaan angkatan kerja di provinsi jawa barat 2009, 2010, 2011 Tingkat pengangguran ini merupakan masalah ketenagakerjaan yang cukup serius. Angka pengangguran di terbilang belum membaik secara signifikan karena pada tahun 2009 tingkat pengangguran terbuka berada pada 10.37% kemudian menurun di tahun 2010 yaitu 9.03% dan perkembangan terakhir pada tahun 2011 lalu tingkat pengangguran tersebut meningkat menjadi 10.43%. Angka ini meningkat cukup drastis dibanding tahun 2010 yang besarnya 9.03 %. 18 Halaman

Distribusi Pendapatan Grafik 14. Perbandingan Peringkat Pendapatan Perkapita Penduduk Dan Rasio Gini Sebelas Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2011 Peringkat 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Pendapatan Perkapita Rasio Gini Sumber: Diolah berdasarkan data BPS dan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset, Rasio gini berada di bawah rata-rata Jawa Barat pada tahun 2010. Nilai rasio gini berada pada kriteria rasio rendah, hal tersebut adalah capaian yang positif. Namun demikian, pekerjaan rumah yang besar dimiliki oleh. Dengan memiliki nilai investasi realisasi terbesar di Provinsi Jawa Barat namun sayangnya tidak masuk sebagai daerah yang memiliki rasio gini 10 besar kota atau kabupaten terendah. Pada grafik di atas, menunjukan gap yang terjadi antara pendapatan perkapita penduduk dengan rasio gini suatu wilayah. Diketahui bahwa dengan pendapatan perkapita mencapai Rp 20.922.396 belum dapat mendistribusikan pendapatan lebih baik dibandingkan wilayah lainnya di Jawa Barat (sembilan wilayah dengan gap antara rasio gini dan pendapatan perkapita yang terendah). 19 Halaman

Kesehatan Di bidang kesehatan, pada tiga tahun terakhir (2009-2011) tercatat bahwa terdapat peningkatan kualitas kesehatan yang dilihat dari peningkatan pada angka harapan hidup, angka kematian bayi yang relatif kecil dan alokasi anggaran untuk kesehatan yang terbilang meningkat di tahun 2011. Berikut beberapa indikator yang diamati sebagai gambaran. Tabel 2. Perkembangan Sektor Kesehatan di (2009-2011) Indikator Angka Harapan Hidup (tahun) 69,07 69,40 n/a Angka Kematian Bayi (jiwa) 31,96 n/a n/a Anggaran Kesehatan (milyar) 78 55 72 Anggaran Belanja Modal (milyar) 664 391 529 Rasio anggaran kesehatan terhadap 12% 14% 13% anggaran belanja modal Keterangan: n/a = data tidak di ada (not available) Untuk angka kematian bayi terbilang kecil yaitu di tahun 2009 sebesar 31.96 per 1000 kelahiran hidup, begitu juga untuk angka harapan hidup terjadi peningkatan dari 69,07 tahun pada 2009 menjadi 69,40 tahun pada 2010. Kondisi ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan penduduk mengalami perbaikan. Selain itu, anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah pun semakin meningkat ditahun 2011 meskipun besarnya masih di bawah nominal yang diberikan pada tahun 2009. Adapun di tahun 2010 anggaran untuk sektor kesehatan menurun drastis secara nominal dibanding tahun sebelumnya maupun sesudahnya. Akan tetapi, secara persentase terhadap anggaran modal, alokasi anggaran pada tahun tersebut paling besar dibandingkan dua tahun tersebut. Pendidikan Kemudian sektor berikutnya yang diamati adalah sektor pendidikan. Berikut ini merupakan tabulasi indikator yang menggambarkan kondisi pendidikan di Kabupaten Bekasi pada tahun 2009 sampai dengan 2011. 20 Halaman

Tabel 3. Perkembangan Pendidikan (2009-2010) Sektor Pendidikan Angka melek huruf (%) 93.69 94.03 94.14 Rata-rata lama sekolah (tahun) 8.21 8.33 8.6 Angka Partisipasi Sekolah (%) Usia 7-12 (usia SD) 98,88 98,98 98,71 Usia 13-15 (usia SMP) 79,25 86,22 89,22 Usia 16-18 (usia SMA) 47,35 43,97 41,42 Angka Partisipasi Murni (APM) SD 85.14 92,96 91,52 SMP 45.22 71,04 72,31 SMA 21.97 37,54 42,52 Angka Partisipasi Kasar (APK) SD 100.99 114,20 103,55 SMP 61.2 85,88 92,43 SMA 26.99 50,79 57,06 Anggaran Sarana Pendidikan (Rp milyar) 198 228 396 Anggaran Belanja Modal (Rp milyar) 664 391 529 Rasio anggaran pendidikan terhadap belanja modal (%) 30 58 75 Sumber: Diolah berdasarkan data BPS, Berdasarkan tabel 3 di atas, terlihat bahwa kondisi pendidikan di Kabupaten Bekasi tergolong sangat baik. Pemerintah daerah memiliki perhatian yang besar terhadap sektor ini, terlihat dari besarnya anggaran yang dialokasikan untuk kemajuan di sektor ini. Tercatat bahwa rasio anggaran pendidikan terhadap belanja modal mengalami tren yang meningkat. Walaupun anggaran modal mengamai penurunan namun alokasi anggaran untuk sektor pendidikan terus meningkat. Angka Melek Huruf penduduk terbilang cukup baik karena mengamai tren yang meningkat di tiga tahun terakhir. Namun masih sangat perlu untuk lebih ditingkatkan lagi, mengingat di tahun 2011 berarti masih ada 5.86% penduduk usia di atas 15 tahun yang tergolong buta huruf. Untuk rata-rata lama sekolah trennya mengamai peningkatan dari tahun 2009 hingga 2011. Pada tahun 2011, rata-rata lama sekolah menjadi 8.6 tahun. 21 Halaman

Partisipasi sekolah penduduk pada 2009 hingga 2011 sudah cukup mengembirakan karena baik Angka Partisipasi Sekolah, Angka Partisipasi Murni, maupun Angka Partisipasi Kasar mengalami tren yang meningkat. Khususnya untuk umur 13-15 tahun dan umur 16-18 tahun, peningkatan di tiga tahun tersebut relatif signifikan. Untuk rentang umur 7-12 tahun terbilang sangat baik dimana hampir seluruh penduduk rentang usia tersebut mengenyam pendidikan SD. Akan tetapi, untuk partisipasi sekolah di rentang umur 16-18 tahun harus lebih di tingkatkan sehingga penduduk pada usia tersebut dapat matang secara ilmu sehingga di usia produktifnya untuk bekerja dapat mengoptimalkan kemampuan dan pengetahuannya untuk pembangunan daerah. 22 Halaman

Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik. (). Bekasi dalam Angka. Kabupaten Bekasi: BPS. Badan Pusat Statistik. (2011). Bekasi dalam Angka. Kabupaten Bekasi: BPS. Badan Pusat Statistik. (2010). Bekasi dalam Angka. Kabupaten Bekasi: BPS. Badan Pusat Statistik. (2009). Bekasi dalam Angka. Kabupaten Bekasi: BPS. Bidang Aparatur Bapeda. (). Bappeda. BKPM. (). Display Ekonomi PDRB. Dipetik, dari www.regionalinvestment.bkpm.go.id: http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/ekonomipdrb.php?ia=3216&is=43 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset. (Desember 2011). Laporan Pajak. : Dinas PPKA Kabupaten Bekasi. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset. (). Laporan Pajak Oktober. : Dinas PPKA. Kementerian Keuangan. (). Data Keuangan Daerah. Dipetik, dari www.djpk.depkeu.go.id: http://djpk.depkeu.go.id/datadjpk/131/ Provinsi Jawa Barat. (). Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Jawa Barat. Dipetik, dari www.jabarprov.go.id: www.jabarprov.go.id/root/ipm/tabelpendapatan.xls 23 Halaman