1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

Kawasan Cepat Tumbuh

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2012

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah :

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

Analisis Isu-Isu Strategis

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara Tahun 2013

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PERJANJIAN KINERJA PERUBAHAN TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Dompu Tahun adalah : TERWUJUDNYA DOMPU YANG MANDIRI DAN RELIGIUS

RENCANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Kab. Minahasa Selatan MISI TUJUAN SASARAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

BAB 8 PENUTUP. Manfaat Investasi terhadap Ekonomi

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. Analisis pengukuran..., Gita Dinarsanti, FE UI, 2010.

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

Bagian Ketujuh Bidang Pengembangan Usaha Pasal 20 (1) Bidang Pengembangan Usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAROLANGUN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di. atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

Pemerintah Kabupaten Aceh Utara

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, yaitu suatu kondisi pelaksanaan pemerintahan yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2017

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Diskribsi Variabel yang Digunakan Dalam Mengukur Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kinerja Sistim Agropolitan Diskribsi Variabel Keterangan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS)

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

Transkripsi:

156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan : Tipologi I : keberadaa sektor industri dan keuangan yang tinggi kurang mampu menyerap angkatan kerja menganggur Tipologi II: Keberadaan institusi sosial petani yang tinggi kurang optimal dalam mendorong perkembangan sektor pertanian, peternakan, perkebunan & kehutanan. Akibat lebih lanjut sektor industri, keuangan & persewaan kurang berkembang Tipologi III : keberadaan penyuluh pertanian dan taruna tani yang tinggi kurang optimal dalam meningkatkan intensitas populasi ternak, produksi perikanan dan intensitas pertanam tanaman pangan. Angkatan kerja menganggur rendah 2. Berdasarkan analisis hubungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah, ada 5 model dalam melihat keterkaitan antar wilayah di Kabupaten Banyumas, dimana kelima model tersebut dapat dilihat dari aspek : a. Aspek spasial Aspek spasial akan melihat keterkaitan fisik kawasan melalui jaringan transportasi. Hal ini dapat dilihat pada : Model III, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publik di suatu wilayah pada radius tertentu secara nyata dapat menghambat kinerja pembangunan ekonomi daerah.

157 Model IV, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publik di wilayah yang berbatasan langsung secara nyata dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas. b. Aspek Ekonomi Interaksi ekonomi dapat membentuk jaringan keterkaitan antar wilayah seperti : keterkaitan pasar, keterkaitan produksi dalam pengembangan industri sehingga dapat menciptakan efek pengganda ( multiplier effect ) Hal ini dapat dilihat pada : Model III, dimana kinerja pembangunan ekonomi daerah di suatu wilayah pada radius tertentu secara nyata dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas. c. Aspek sosial Keterkaitan sosial antar wilayah di Kabupaten Banyumas merupakan salah satu faktor penentu kemajuan pembangunan wilayah tersebut sebagai kawasan pertumbuhan baru, karena dengan adanya keterkaitan sosial, faktor-faktor yang akan menimbulkan konflik dapat dikurangi. Kondisi seperti ini kurang terjadi di wilayah Kabupaten Banyumas. Hal ini dapat dilihat dari : Model I, dimana kinerja sumberdaya alam dan kinerja sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial di wilayah dalam radius tertentu secara nyata dapat menghambat kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas. d. Aspek pergerakkan populasi Berkembangnya wilayah yang berdekatan tergantung pada luasnya jangkauan ekonomi dan sosial, termasuk ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat upah, pelayanan publik, dan aksesibilitas. Dalam hal ini migrasi penduduk dipandang sebagai potensi sumber daya tenaga kerja. Berdasarkan kondisi di lapang, antar kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas mobilitas penduduknya yang keluar masuk daerah potensi

158 meningkat, karena memang kondisi infrastruktur wilayah yang cukup memadai. Hal ini dapat dilihat pada : model IV, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publik di wilayah yang berbatasan langsung secara nyata dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di suatu wilayah e. Aspek teknologi Keterkaitan teknologi dan pengorganisasiannya antar wilayah sangat penting dalam mendorong investasi berupa modal teknologi industri. Apabila dukungan teknologi industri tidak ada, upaya membangun perekonomian berbasis industri di wilayah yang saling berhubungan akan menemui kegagalan, karena input teknologi yang terpadu memberikan efisiensi di dalam proses produksi antar eleman yang dibutuhkan. Keterkaitan teknologi antar wilayah di Kabupaten Banyumas masih lemah. Hal ini dapat dilihat pada : Model I dan II, dimana kinerja infrastruktur dan fasilitas publikdi wilayahnya sendiri secara nyata berpengaruh terhadap kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah tersebut tetapi pengaruh tersebut di lihat dari elastisitasnya sangat kecil sehingga keterkaitan tehnologi antar wilayah di Kabupaten Banyumas kurang terjadi. Hal ini disebabkan karena belum terbangunnya keterhubungan teknologi di wilayah Kabupaten Banyumas. f. Aspek kebijakan Pengembangan keterkaitan antar wilayah merupakan sistem yang diintegrasikan (terpadu) dan ditransformasikan melalui serangkaian jalinan proses kebijakan politik (kebijakan institusi) dan dan saling ketergantungan antara institusi yang mempunyai wewenang dalam perencanaan dan pembangunan wilayah. Keterkaitan kebijakan penganggaran belanja antar kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas sangat lemah. Kondisi tersebut dapat dilihat pada:

159 model II dan III, dimana kinerja penganggaran belanja di wilayah yang berbatasan langsung berpengaruh nyata dalam mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di suatu wilayah, namun demikian pengaruh tersebut sangat kecil apabila dilihat dari elastisitasnya. 3. Kebijakan strategis yang dianjurkan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Banyumas melalui pendekatan agropolitan, antara lain : a. Berdasarkan ketersedian infrastruktur yang dapat menunjang sistim agropolitan maka Kecamatan Wangon, Kecamatan Sumpiuh bisa menjadi kota tani utama dan Kecamatan purwokerto Timur dan kecamatan Purwokerto Barat menjadi kota tani utama pusat pelayanan paling lengkap. b. Untuk mendorong kinerja sektor pertanian dan perdagangan : Meningkatkan produktifitas sektor pertanian di wilayahnya sendiri Kerjasama antar kecamatan melalui interaksi sosial c. Agar intensitas populasi ternak dan produktifitas perikanan di wilayah sendiri tidak menghambat laju pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah kabupaten Banyumas maka harus dilakukan perbaikan sistim pemasaran d. Untuk mendorong pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan : Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mendorong pertumbuhan sektor industri di wilayah sekitarnya melalui upaya meningkatkan daya saing industri upaya-upaya kerjasama antar wilayah kecamatan dalam hal menciptakan peluang usaha dengan mendorong pengembangan usaha mikro Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mengelola infrastruktur jalan dan jembatan e. Untuk mendorong pertumbuhan sektor industri melalui upaya kerja sama antar wilayah kecamatan dalam mengelola infrastruktur jaringan jalan dan jembatan di wilayah sekitar f. Untuk menekan laju angkatan kerja menganggur melalui peningkatan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam menyusun anggaran belanja pembangunan

160 Saran Rekomendasi dari model pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan, antara lain : a. Sistem transportasi darat merupakan sarana yang utama (vital) untuk menguatkan keterpaduan dengan wilayah lain. Karena itu perlu dikembangkan jaringan jalan dan system transportasi (reguler), baik dengan membangun jaringan jalan yang menghubungkan antar kawasan secara internal (desa-desa di dalam wilayah kecamatan) maupun jaringan jalan dengan wilayah eksternal (kecamatan, kabupaten, dan wilayah lain). b. Adanya pola pergerakan barang dan manusia antar wilayah kecamatam maka perlu ditingatkan ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat upah, pelayanan publik, dan aksesibilitas. c. Pengembangan pola usaha ekonomi harus memiliki keterkaitan dengan potensi sumberdaya setempat baik potensi pertanian, perkebunan, ataupun jasa/ industri. Pengembangan usaha pertanian atau perkebunan harus terhubung (lingkage) dengan ketersediaan sarana dan prasarana produksi pertanian, dan terhubung pula dengan industri pengolahan pasca panen. d. Dalam pengembangan keterkaitan antar kecamatan di Kabupaten Banyumas yang berbasis pertanian dan perkebunan perlu mengembangkan jaringan pasar hasil produksi baik secara internal maupun eksternal. Khusus untuk pengembangan pasar ekternal (ke luar kabupaten atau bahkan ke luar negeri) perlu difasilitasi dengan kebijakan dan pangaturan perdagangan antar kota atau negara e. Model ini akan lebih baik apabila dilanjutkan dengan analisis optimasi sehingga akan memperjelas tafsiran yang sudah diperjelas di dalam model