BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BAB VI ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMULIHAN KETERSEDIAAN AIR DI CIKAPUNDUNG HULU

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

Aspek Perubahan Lahan terhadap Kondisi Tata Air Sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

IV.1.2. Kondisi Geologi IV Geomorfologi dan Fisiografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

Simulasi Dan Analisis Kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Prop. Jawa Barat, 2003) berhulu di Gunung Bukit Tunggul, mengalir melalui Kabupaten Bandung dan Kota Bandung dan bermuara di Sungai Citarum. Dengan luasnya daerah tangkapan air tersebut, Sungai Cikapundung memiliki potensi aliran yang besar. Selain itu dengan terdapatnya patahan Lembang di dalam DAS tersebut akan memberikan kontribusi terhadap jumlah air yang masuk ke sungai melalui aliran dasar (baseflow) dan anak-anak sungai di hulu. Penggunaan lahan di DAS Cikapundung ini bervariasi mulai dari hutan, perkebunan, persawahan, permukiman (perumahan, industri, perkantoran, pertokoan dan jasa), rumput/tanah kosong, semak belukar dan ladang. Sedangkan pemanfaatan air Sungai Cikapundung sangat beragam mulai dari pemanfaatan langsung oleh masyarakat seperti mandi-cuci, sumber air baku air minum, pembangkit listrik dan penggelontoran kota. Melihat berbagai fungsi lahan dan pemanfaatan aliran sungainya, maka DAS Cikapundung merupakan DAS yang sangat penting dalam mendukung berbagai fungsi sosial dan ekonomi masyarakat di sepanjang daerah pengaliran sungainya. Dengan begitu luasnya DAS Cikapundung maka diperlukan kajian yang mendalam terhadap bagian-bagian dari DAS tersebut yang dapat dilakukan secara mendetail pada masing-masing segmen atau sub DAS. Sebagai langkah awal kajian dan mengingat kondisinya yang semakin kritis, kajian terhadap sub DAS Cikapundung Hulu perlu dilakukan mengingat letaknya yang sebagian besar berada di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang saat ini telah dinyatakan sebagai kawasan konservasi. Selain itu sub DAS Cikapundung Hulu saat ini juga berfungsi dalam memberikan air baku untuk penyediaan air minum (PDAM Bandung instalasi Dago Pakar) dan juga air baku penggerak PLTA Dago Bengkok dan Dago Pojok. 1

Sebagai bagian dari Kawasan Bandung Utara yang dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dan cenderung tidak terkendali, maka fungsi utama DAS Cikapundung Hulu sebagai kawasan resapan air semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena berubahnya fungsi kawasan tersebut sebagai daerah resapan air menjadi lahan pertanian, sementara kawasan pertanian berubah pula fungsinya (terkonversi) menjadi areal pemukiman. Perubahan fungsi tersebut ditengarai terjadi karena semakin tingginya tuntutan penyediaan lahan sebagai akibat dari semakin tingginya pertumbuhan penduduk yang dipicu oleh semakin tingginya pertumbuhan ekonomi di Kawasan Cekungan Bandung. Dari arsip data historikal tercatat (1916 2006) komponen hujan (P) dan debit air (Q) sebagai input Watershed Model Statitical Hydrology diperoleh output berupa koefisien limpasan (C) yang semakin besar seiring dengan berjalannya waktu, yang merupakan akibat dari proses alih fungsi lahan dari lahan hutan, menjadi lahan budidaya, pemukiman pedesaan dan urban (Arwin, 2008). Sedangkan dari pengamatan selama 40 tahun dari tahun 1966 s/d 2006, koefisien C 1966 = 0,25 telah meningkat menjadi C 2006 = 0,3 (tutupan lahan terkonversi didominasi budidaya pertanian dan permukiman), seiring dengan hal tersebut fungsi hidrologis lahan terdegradasi dimana resapan air semakin kecil, sehingga mempengaruhi cadangan air tanah di mintakat Lembang (DAS Cikapundung Hulu) yang ditandai dengan semakin menurunnya debit aliran dasar (baseflow) (Arwin, 2008). Penurunan aliran dasar tersebut menjadikan perbedaan aliran Sungai Cikapundung Hulu antara debit maksimum dan debit minimum semakin ekstrim yang menjadi salah satu pertanda bahwa pada musim kemarau debit sungai akan semakin kecil dan pada musim penghujan debit akan semakin berlebihan dan berpotensi banjir. Untuk sampai pada pengelolaan DAS yang berkelanjutan, diperlukan kajian yang tepat terhadap pola pengelolaan unsur-unsur di dalam DAS tersebut, sehingga ketersediaan air di Sungai Cikapundung Hulu akan selalu terjamin dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air yang multi-manfaat bagi berbagai sektor. Namun seiring dengan peningkatan pembangunan dan lajunya alih fungsi kawasan konservasi menjadi lahan terbangun (perkerasan lahan), maka kapasitas infiltrasi air hujan di DAS ini menurun drastis, sehingga air yang mengalir di 2

limpasan (surface runoff) menjadi besar dan yang masuk menjadi air tanah dan aliran dasar menjadi berkurang (baseflow). Kondisi ini merupakan salah satu penyebab bertambahnya resiko banjir di downstream DAS Cikapundung saat musim basah, dan semakin kecilnya aliran Sungai Cikapundung di musim kering. Untuk malakukan kajian ketersediaan air baku Sungai Cikapundung Hulu yang dapat diandalkan dalam mencukupi berbagai kebutuhan seperti penyediaan air minum, penggerak PLTA, dan irigasi maka perlu dilakukan analisis kebijakan yang mendukung terwujudnya keandalan ketersediaan air baku Sungai Cikapundung Hulu. I.2. Perumusan Masalah Fenomena penurunan aliran dasar (base flow) yang terjadi pada Sungai Cikapundung yang dalam kasus ini adalah pada Sungai Cikapundung bagian hulu dari waktu ke waktu semakin terasa. Hal ini ditengarai dari semakin berkurangnya keandalan penyediaan air baku untuk air minum (PDAM Bandung instalasi Dago Pakar) dan sumber penggerak PLTA Dago Bengkok serta PLTA Dago Pojok. Bila dilihat dari kapasitas perencanaannya, instalasi penyediaan air minum (PAM) Dago Pakar memerlukan pasokan air baku sebesar 600 liter/detik dari Sungai Cikapundung, sedangkan PLTA Dago Bengkok membutuhkan aliran air sebesar 3.500 liter/detik dan PLTA Dago Pojok membutuhkan aliran air sebesar 3.000 liter/detik. Dengan demikian paling tidak diperlukan keandalan aliran Sungai Cikapundung lebih dari 4.100 liter/detik agar berbagai kebutuhan air baku tersebut di atas dapat terpenuhi, belum lagi untuk mencukupi berbagai kebutuhan air baku lainnya seperti persawahan dan perkebunan, domestik, dll. yang dilakukan oleh penduduk di sepanjang aliran Sungai Cikapundung. Namun demikian, dalam perhitungan yang dilakukan oleh Niken dan Arwin (2008) yang didasarkan pada catatan historisnya, telah terjadi penurunan kapasitas aliran (debit rata-rata maupun debit minimum) Sungai Cikapundung, yang cukup signifikan yang terjadi sejak tahun 1916 2006 dimana aliran rata rata tahunan di hulu Sungai Cikapundung mengalami penurunan, dimana pada tahun 1916 ratarata debit tahunan masih berkisar 3500 liter/detik, sedangkan 10 tahun terakhir debit rata-rata tahunan menurun sampai 500 2.000 liter/detik. Hasil perhitungan 3

tersebut juga memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan debit aliran minimum dari semula pada tahun 1916 debit minimum yang tersedia di Sungai Cikapundung masih mampu mencapai 2.800 liter/detik, sedangkan pada dekade terakhir debit minimum sangat kering pada bulan Agustus Oktober hanya mencapai 400 liter/detik. Kondisi tersebut di atas merupakan permasalahan terhadap keandalan penyediaan air baku mengingat bila dilihat dari suplai (input) sistem di dalam daerah aliran Sungai Cikapundung yang berupa curah hujan, intensitasnya relatif tetap seperti diperlihatkan dalam data historis sebagaimana Gambar 1.1 berikut ini Gambar I.1. Grafik hujan wilayah tahunan DAS Cikapundung Tahun 1916 2006 (sumber : Niken dan Arwin, 2008) Jika jumlah hujan yang jatuh di DAS Cikapundung Hulu tidak banyak mangalami perubahan (dalam hal ini penurunan), maka dapat dikatakan bahwa input ke dalam sistem DAS Cikapundung tersebut adalah tetap, dan apabila yang terjadi adalah berkurangnya aliran air pada Sungai Cikapundung maka dapat diindikasikan telah terjadi perubahan (pergeseran) kesetimbangan (neraca) air pada sistem DAS Cikapundung Hulu. Hal tersebut diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa debit maksimum Sungai Cikapundung Hulu yang semakin membesar dari tahun 1916 2006 sebagaimana digambarkan di dalam Gambar 1.2. berikut ini 4

Debit maksimum (m3/dt) Gambar I.2. Grafik aliran maksimum Sungai Cikapundung tahun 1916 2006 (sumber : Niken dan Arwin, 2008) Aliran debit maksimum yang membesar dengan input (berupa curah hujan) yang relatif tetap menandakan telah terjadinya pergeseran pada unsur-unsur di dalam sistem DAS Cikapundung Hulu, yang dalam hal ini diindikasikan adanya peningkatan jumlah limpasan air hujan (surface runoff) sebagai akibat terjadinya perubahan/alih fungsi lahan yang tidak terkendali terutama di daerah tangkapan air (catchment area) DAS Cikapundung Hulu, dan penurunan infiltrasi air hujan ke dalam tanah (subsurface runoff). Tingginya surface runoff tersebut menimbulkan ancaman erosi, tanah longsor, sedimentasi ke dalam badan-badan air dan juga bahaya banjir, sedangkan menurunnya subsurface runoff menimbulkan berkurangnya aliran dasar (base flow) yang sangat diandalkan menjadi sumber aliran sungai. Dalam rangka menangani permasalahan tersebut perlu dikembangkan kebijakan pengelolaan DAS yang mampu mendorong perubahan perilaku di dalam sistem DAS. Oleh karenanya diperlukan pengembangan sebuah model serta simulasi pengujian kebijakan yang dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang pengaruh implementasi kebijakan terhadap perubahan perilaku sistem. Memperhatikan hal tersebut di atas, penelitian analisis keandalan ketersediaan air baku Sungai Cikapundung Hulu ini dilakukan untuk: 1. Membangun struktur pengelolaan air di DAS Cikapundung Hulu, terutama menyangkut variabel-variabel yang berpengaruh serta keterkaitan antar variabel. 5

2. Memahami implikasi yang timbul dari penerapan kebijakan konservasi dan pemulihan daerah tangkapan air, khususnya terhadap ketersediaan air Sungai Cikapundung seiring dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan perekonomian dan produktivitas kawasan dalam jangka panjang. 3. Mengetahui tingkat pengaruh dari penerapan kebijakan konservasi dan pemulihan daerah tangkapan air, khususnya guna mengetahui signifikansi efek kebijakan terhadap pemulihan keandalan ketersediaan air Sungai Cikapundung Hulu. I.3. Tujuan Penelitian Analisis keandalan ketersediaan air baku Sungai Cikapundung Hulu bertujuan untuk membangun model struktur yang mampu menggambarkan perilaku pengelolaan DAS Cikapundung Hulu yang dilakukan saat ini (eksisting). Berangkat dari struktur eksisting yang telah dimodelkan, penelitian lebih lanjut dilakukan terhadap pengembangan skema kebijakan dengan mengacu pada variabel-variabel internal dan eksternal struktur. Dengan model yang telah dibangun tersebut, diharapkan dapat difahami efek dari setiap pilihan kebijakan yang akan diterapkan dalam pengelolaan DAS Cikapundung Hulu serta perilaku yang dimunculkan dalam jangka panjang untuk setiap alternatif skema kebijakan yang diterapkan. I.4. Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut di atas, di dalam penelitian ini akan dibangun model yang menggambarkan hubungan perilaku pengelolaan DAS terhadap ketersediaan air di DAS Cikapundung Hulu guna lebih memahami perilaku hubungan antara pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, penggunaan lahan dan ketersediaan air untuk masa yang akan datang sehingga dapat dirumuskan dengan tepat kebijakan dalam pengelolaan DAS. Dengan demikian, lingkup materi kajian dalam penelitian ini dibatasi pada: 6

a. Membangun dan mensimulasikan model populasi penduduk yang terdiri dari penduduk Kawasan Cekungan Bandung dan penduduk DAS Cikapundung Hulu. b. Membangun dan mensimulasikan model pertumbuhan ekonomi di kawasan Cekungan Bandung dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan populasi penduduk baik di Kawasan Cekungan Bandung dan penduduk DAS Cikapundung Hulu. c. Membangun dan mensimulasikan model pergeseran penggunaan lahan di DAS Cikapundung Hulu sebagai akibat dari tekanan dari pertumbuhan penduduk. d. Membangun dan mensimulasikan model kondisi hidrologis di DAS Cikapundung sehingga dapat dihitung dan diprediksi perubahan koefisien limpasan yang berimplikasi pada besarnya infiltrasi air hujan ke dalam tanah serta besarnya limpasan (runoff) yang terjadi di DAS Cikapundung Hulu sebagai akibat dari pergeseran penggunaan lahan. e. Membangun dan mensimulasikan model kondisi ketersediaan air Sungai Cikapundung Hulu guna mencukupi berbagai kebutuhan, terutama sebagai air baku PDAM, irigasi dan pembangkit tenaga listrik (PLTA), dan juga implikasinya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun penduduk kawasan. f. Melakukan kajian atas perilaku yang terjadi sebagai akibat dari implementasi berbagai alternatif kebijakan yang disubstitusikan ke dalam model yang telah diuji validitasnya, dan pada akhirnya akan direkomendasikan implementasi kebijakan yang dianggap paling tepat untuk menjawab permasalahan yang terjadi. Adapun ditinjau dari askpek kewilayahan, lingkup penelitian ini dibatasi pada pengelolaan DAS Cikapundung Hulu yang meliputi Kecamatan Lembang (8.590,55 Ha), Kecamatan Cimenyan (5.137,63 Ha) dan Kecamatan Cilengkrang (3.761,47 Ha) di Kabupaten Bandung serta Kecamatan Cidadap (756,18 Ha) di Kota Bandung. Namun demikian, mempertimbangkan bahwa perilaku yang terjadi di DAS Cikapundung Hulu tidak dapat terlepas dari perilaku pertumbuhan ekonomi dan juga pertumbuhan populasi di Cekungan Bandung maka di dalam 7

penelitian ini Kawasan Cekungan Bandung juga turut ditinjau khususnya terkait pada kedua aspek tersebut (ekonomi dan populasi penduduk). Batas DAS Cikapundung Hulu Gambar I.3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung (Sumber : BPLHD Propinsi Jawa Barat, 2002) 8

Gambar I.4. Peta lokasi DAS Cikapundung di dalam cakupan Kawasan Cekungan Bandung (Sumber : BPLHD Propinsi Jawa Barat, 2001) I.5. Kerangka Pemikiran Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan sistem yang dibentuk oleh unsur-unsur yang saling terkait, ketergantungan dan saling mempengaruhi. Unsurunsur tersebut terutama terdiri dari : manusia, tanah, vegetasi dan air. Sehingga hubungan yang seimbang diantara unsur-unsur tersebut akan membentuk sistem DAS yang berkelanjutan. Dengan demikian dalam pengelolaan DAS perlu dilakukan melalui pendekatan holistik dengan meninjau seluruh unsur-unsur yang terlibat di dalamnya serta mengintegrasikannya dengan kebijakan yang tepat. Metoda system dynamics merupakan metoda yang dianggap sangat tepat untuk digunakan di dalam penelitian ini karena metoda tersebut mampu menerjemahkan deskripsi pola relasi unsur-unsur di dalam sistem DAS ke dalam model. Selain itu metoda system dynamics terbukti mampu mempresentasikan kerterkaitan dan kesalingtergantungan unsur-unsur di dalam sistem DAS dan mampu menggambarkan perilaku sistem apabila dilakukan intervensi-intervensi ke dalam sistem tersebut. System dynamics juga mampu menerjemahkan kecenderungan 9

kompleksitas suatu sistem (dynamics complexcity) yang merupakan pola perilaku yang dihasilkan oleh sistem tersebut seiring dengan perubahan waktu. Model yang dikembangkan merupakan suatu model yang diharapkan akan mampu menjelaskan secara kausal bagaimana suatu proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumber daya air dalam suatu kawasan DAS. Berangkat dari permasalahan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, maka perlu dirumuskan kerangka pemikiran yang diharapkan akan membantu dalam memahami permasalahan yang terjadi, analisis yang dilakukan hingga berbagai alternatif kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Secara diagramatis kerangaka pemikiran tersebut dapat digambarkan di dalam gambar I.5. sebagai berikut : 10

Permasalahan: Terjadinya penurunan keandalan ketersediaan air Sungai Cikapundung Hulu yang diindikasikan terjadi akibat pergeseran fungsi lahan di DAS Tahap uji validitas model Diperlukan analisis pertumbuhan populasi penduduk Diperlukan analisis pertumbuhan ekonomi Diperlukan analisis pola pergeseran fungsi lahan di DAS Diperlukan analisis fungsi hidrologi DAS Diperlukan analisis Ketersediaan Air di DAS Cikapundung Hulu Analisis data historis Populasi penduduk Pertumbuhan ekonomi (PDRB) Pergeseran Fungsi Lahan Uji statistik atas model Mean square error (MSE) RMSE Um Us Uc Membangun model menggunakan metoda system dynamics Simulasi hubungan antara pertmumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk Simulasi hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pergeseran fungsi lahan Simulasi hubungan perubahan fungsi lahan terhadap kondisi hidrologis Simulasi hubungan kondisi hidrologis terhadap keandalan ketersediaan air di DAS Citarum Hulu Analisis Kebijakan, merupakan upaya untuk memahami: Hasil simulasi berupa perilaku yang terjadi atas implementasi masing-masing alternatif kebijkanan ke dalam model dasar Hasil simulasi berupa perilaku yang terjadi atas implementasi berbagai kombinasi alternatif kebijkanan ke dalam model dasar Rekomendasi, yang berupa implementasi kebijakan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan yang mampu memberikan solusi paling efektif dan efisien atas permasalahan yang terjadi Gambar 1.5. Kerangka pikir penelitian 11

I.6. Sistematika Penulisan Pada bab I dari tulisan penelitian ini akan menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi dilaksanakannya penelitian, perumusan masalah, tujuan dan ruang lingkup penelitian serta kerangka pemikiran dalam penelitian.. Sedangkan dalam bab II diuraikan tinjauan pustaka yang akan memberikan pemahaman atas berbagai teori yang digunakan dalam analisis hidrologi DAS yang akan menjadi alat pembanding atas hasil analisis penelitian, apakah model yang dibangun mampu memperlihatkan perilaku yan mewakili dunia nytanya. Dismping itu di dalam bab ini juga akan diulas pula teori-teori yang akan digunakan dalam pengembangan kebijakan yang akan diimplementasikan ke dalam model. Bab III akan menguraikan metodologi yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu metoda system dynamics. Metoda ini akan menjadi acuan dalam proses penelitian sampai dengan tahap operasinalisasi model dan rekomendasi kebijakan. Bab IV akan memaparkan gambaran umum kondisi wilayah studi yang meliputi kondisi geografis dan klimatologi, kondisi geologis dan topografi serta kondisi pemanfaatan lahan. Selain itu akan diuraikan pula dinamika demografi dan ekonomi yang mempengaruhi pengelolaan Sub DAS Cikapundung Hulu. Berangkat dari bab-bab sebelumnya, pada bab V akan dilakukan proses penyusunan struktur model eksisting serta pengujian validitasnya. Sedangkan dalam bab VI akan disajikan formulasi dan penerapan beberapa alternatif kebijakan pengelolaan Sub DAS Cikapundung Hulu, serta hasil simulasi dan analisis dari setiap alternatif kebijakan konservasi. Sebagai penutup dari tulisan, pada bab VII akan dituangkan kesimpulan hasil penelitian serta saran tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya. 12