BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

dokumen-dokumen yang mirip
TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

V. MEMBANGUN DATA DASAR

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

Produk Domestik Bruto (PDB)

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

IV. METODOLOGI PENELITIAN

2012, No

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

2013, No.1531

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

DAFTAR ISI 1. KERANGKA PIKIR PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS 3 PENGEMBANGAN INDUSTRI NASIONAL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

BADAN PUSAT STATISTIK

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BERITA RESMI STATISTIK

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis perekonomian Provinsi Riau menggunakan

BERITA RESMI STATISTIK

CAPAIAN Februari 2016 KOMITMEN INVESTASI

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

Statistik KATA PENGANTAR

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Statistik KATA PENGANTAR

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic Product

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Transkripsi:

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan analisa tersebut mencakup analisis efek yang meliputi efek intra sektor, efek antar daerah, efek intra daerah dan efek umpan baik; analisis sektor kunci baik keterkaitan ke depan maupun dan kebelakang; dan analisis pengganda output. Analisa efek umumnya menghitung dampak perubahan eksogen 4 terhadap output dalam perekonomian, baik perekonomian di wilayah itu sendiri maupun wilayah perekonomian lainnya, terutama yang lokasinya relatif dekat yang diasumsikan semakin dekat semakin besar intensitas interaksinya, walaupun dalam realitanya juga akan dipengaruhi oleh size of the economy-nya. Efek tersebut dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Sementara itu, proses umpan balik antar region terjadi karena adanya interaksi perekonomian antar daerah. Peningkatan permintaan akhir di suatu region akan meningkatkan output yang diproduksi di region tersebut melalui mekanisme keterkaitan ekspor-impor dengan region lain. Berdasarkan IRIO tahun 2000 efek tidak langsung yang terjadi akibat perubahan permintaan akhir di Propinsi kepada total perekonomian adalah 39,84%, lebih kecil dibandingkan pengaruh langsung terhadap perekonomian Propinsi sendiri (60,16%), sebaliknya pengaruh tidak langsung perubahan permintaan akhir Propinsi kepada perekonomian sebesar 52,63%, lebih besar dibandingkan dengan efek langsung perubahan permintaan akhir terhadap perekonomian Propinsi sendiri (47,37%). Dampak tidak langsung perubahan permintaan akhir di Jakarta ataupun memiliki dampak yang relatif lebih besar terutama kepada propinsi-propinsi yang berlokasi paling dekat. Efek tidak langsung Jakarta kepada Propinsi Jawa Barat, sebesar 1,52%, lebih besar dibandingkan efek tidak langsung ke (0,43%). Namun 4 Perubahan eksogen adalah perubahan komponen permintaan akhir yang berupa konsumsi rumah tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah ataupun ekspor dan impor. 41

demikian efek tidak langsung Jakarta ternyata juga cukup besar kepada propinsi yang berlokasi relatif tidak dekat, seperti Jawa Timur (1,48%), Jawa Tengah (1,23%) dan Papua (1,31%). Tabel Boks II.1 Persentase Perubahan Output Provinsi Karena Efek Tidak Langsung Perubahan Permintaan Akhir Provinsi Propinsi (%) (%) 1 NAD 0,04 0,01 2 Sumatra Utara 0,17 0,12 3 Sumatra Barat 0,09 0,11 4 Riau 0,08 0,08 5 Jambi 0,03 0,01 6 Sumatra Selatan 0,25 0,09 7 Bangka Belitung 0,01 0,01 8 Bengkulu 0,01 0,03 9 Lampung 0,12 0,22 10 31,55 1,66 11 Jawa Barat 1,52 0,97 12 0,43 46,30 13 Jawa Tengah 1,23 1,11 14 DI Yogyakarta 0,07 0,17 15 Jawa Timur 1,48 1,38 16 Kalimantan Barat 0,05 0,02 17 Kalimantan Tengah 0,03 0,01 18 Kalimantan Selatan 0,02 0,02 19 Kalimantan Timur 0,92 0,17 20 Sulawesi Utara 0,01 0,00 21 Gorontalo 0,00 0,00 22 Sulawesi Tengah 0,01 0,01 23 Sulawesi Selatan 0,12 0,08 24 Sulawesi Tenggara 0,00 0,00 25 Bali 0,23 0,01 26 NTB 0,01 0,00 27 NTT 0,01 0,01 28 Maluku 0,00 0,00 29 Maluku Utara 0,01 0,00 30 Papua 1,31 0,05 Total 39,83 52,63 42

Sementara itu, untuk mengetahui kekuatan keterkaitan antar sektor ekonomi dilakukan dengan menggunakan analisis backward 5 dan forward linkage 6. Besaran angka yang ditunjukkan oleh backward linkage dan forward linkage digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengetahui sektor mana yang menjadi unggulan dan dapat dijadikan prioritas pengembangan di suatu provinsi. Semakin besar angka linkage suatu sektor di suatu provinsi akan menunjukan semakin pentingnya sektor tersebut di provinsi tersebut karena memiliki potensi menghasilkan output yang tinggi. Peningkatan yang terjadi di sektor unggulan tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian provinsi dan juga perekonomian Indonesia. Berdasarkan perhitungan yang ada, provinsi memiliki lebih banyak sektor ekonomi yang memiliki kaitan ke belakang dan ke depan yang lebih tinggi, terutama di kelompok sektor industri. 5 Keterkaitan ke belakang melihat peningkatan output melalui mekanisme permintaan output. Keterkaitan ini dapat memiliki efek langsung maupun tidak langsung. 6 Keterkaitan ke muka melihat peningkatan output melalui mekanisme penawaran output. Keterkaitan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output sektor industri melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Tabel Boks II.2 Peringkat Sektor di dan Berdasarkan IRIO 2000 Peringkat Sektor Backward Forward Sektor Backward Forward 1 Industri alat angkutan, mesin & peralatannya 2,19 2,43 Angkutan Udara 2,37 2,27 2 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,04 1,25 Industri kertas dan barang dari cetakan 2,32 1,86 3 Angkutan Air 1,85 1,01 Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 2,26 2,37 4 Angkutan Udara 1,85 0,01 Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 2,22 2,68 5 Industri Tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 1,78 2,54 Industri dasar besi dan baja danlogam dasar bukan besi 2,19 4,39 6 Industri lainnya 1,77 1,01 Industri tekstil, barng dari kulit dan alas kaki 2,18 2,18 7 Bangunan 1,76 2,94 Industri barang dari logam 2,13 1,90 8 Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi 1,74 1,32 Bangunan 2,10 1,32 43

Peringkat Tabel Boks II.2 Peringkat Sektor di dan Berdasarkan IRIO 2000 (lanjutan) Sektor Backward Forward Sektor Backward Forward 9 Industri makanan minuman dan tembakau 1,73 1,73 Listrik, gas dan air bersih 2,08 1,61 10 Hotel dan restoran 1,72 1,51 Hotel dan restoran 2,04 1,58 11 Angkutan darat 1,69 1,38 Industri lainnya 1,97 1,02 12 Industri pupuk, kimia dan barang dr karet & mineral bukan logam 1,69 4,76 Angkutan air 1,94 1,10 13 Industri barang dari logam 1,64 1,17 Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya 1,93 1,18 14 Peternakan dan hasil-hasilnya 1,63 1,00 Industri makanan minuman dan tembakau 1,93 3,19 15 Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 1,61 1,29 Peternakan dan hasil-hasilnya 1,79 1,19 16 Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya 1,59 1,13 Angkutan darat 1,71 1,38 17 Jasa-jasa lainnya 1,59 5,02 Perikanan 1,66 1,05 18 Perdagangan 1.56 4,44 Jasa-jasa lainnya 1,66 2,00 19 Industri kertas dan barang dari cetakan 1,54 1,47 Perdagangan 1,64 3,75 20 Komunikasi 1,49 2,46 Komunikasi 1,46 1,06 21 Perikanan 1,41 1,01 Lembaga keuangan 1,45 1,26 22 Lembaga keuangan 1,30 4,32 Tanaman Perkebunan 1,28 1,07 23 Tanaman perkebunan 1,30 1,00 Padi 1,22 2,11 24 Padi 1,29 1,05 Tanaman bahan makanan lainnya 1,11 1,01 25 Tanaman bahan makanan lainnya 1,17 1,01 Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 1,11 1,02 26 Kehutanan 1,00 1,00 Kehutanan 1,05 1,01 27 Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 1,00 1,00 Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 1,00 1,00 28 Pengilangan minyak bumi 1,00 1,00 Pengilangan minyak bumi 1,00 1,00 29 Industri semen 1,00 1,00 Industri semen 1,00 1,00 30 Pemerintahan umum dan pertahanan 1,00 1,00 Pemerintah umum dan pertahanan 1,00 1,00 44

Melalui IRIO juga dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan suatu sektor ekonomi terhadap sektor ekonomi lain baik sektor-sektor ekonomi yang ada di dalam provinsi maupun sektor-sektor ekonomi di provinsi lain jika terjadi perubahan permintaan akhir di suatu sektor di propinsi tertentu. Sebagai ilustrasi (IRIO 2000), jika terdapat peningkatan permintaan akhir untuk sektor 17 (Industri alat angkut, mesin dan peralatannya) di sebesar satu satuan uang, maka akan mengakibatkan output sektor 17 di meningkat 1,6316. Selanjutnya secara tidak langsung juga akan meningkatan output di sektor 22 (perdagangan) sebesar 0,1931, output di sektor jasa-jasa lainnya 0,0533 dan output di sektor lainnya dengan besaran kenaikan yang berbeda-beda. Kenaikan di sektor 17 di juga dapat meningkatkan output sektoral di provinsi lain, contohnya adalah peningkatan di sektor 17 di provinsi Jawa Barat sebesar 0,0306, sektor 17 di provinsi Jawa Timur sebesar 0,0079, sektor 8 (pertambangan biji batu-bara, bijih logam dan pengalian logam lainnya) di provinsi Papua sebesar 0,0066 di provinsi Papua dan seterusnya. 45