BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan analisa tersebut mencakup analisis efek yang meliputi efek intra sektor, efek antar daerah, efek intra daerah dan efek umpan baik; analisis sektor kunci baik keterkaitan ke depan maupun dan kebelakang; dan analisis pengganda output. Analisa efek umumnya menghitung dampak perubahan eksogen 4 terhadap output dalam perekonomian, baik perekonomian di wilayah itu sendiri maupun wilayah perekonomian lainnya, terutama yang lokasinya relatif dekat yang diasumsikan semakin dekat semakin besar intensitas interaksinya, walaupun dalam realitanya juga akan dipengaruhi oleh size of the economy-nya. Efek tersebut dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Sementara itu, proses umpan balik antar region terjadi karena adanya interaksi perekonomian antar daerah. Peningkatan permintaan akhir di suatu region akan meningkatkan output yang diproduksi di region tersebut melalui mekanisme keterkaitan ekspor-impor dengan region lain. Berdasarkan IRIO tahun 2000 efek tidak langsung yang terjadi akibat perubahan permintaan akhir di Propinsi kepada total perekonomian adalah 39,84%, lebih kecil dibandingkan pengaruh langsung terhadap perekonomian Propinsi sendiri (60,16%), sebaliknya pengaruh tidak langsung perubahan permintaan akhir Propinsi kepada perekonomian sebesar 52,63%, lebih besar dibandingkan dengan efek langsung perubahan permintaan akhir terhadap perekonomian Propinsi sendiri (47,37%). Dampak tidak langsung perubahan permintaan akhir di Jakarta ataupun memiliki dampak yang relatif lebih besar terutama kepada propinsi-propinsi yang berlokasi paling dekat. Efek tidak langsung Jakarta kepada Propinsi Jawa Barat, sebesar 1,52%, lebih besar dibandingkan efek tidak langsung ke (0,43%). Namun 4 Perubahan eksogen adalah perubahan komponen permintaan akhir yang berupa konsumsi rumah tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah ataupun ekspor dan impor. 41
demikian efek tidak langsung Jakarta ternyata juga cukup besar kepada propinsi yang berlokasi relatif tidak dekat, seperti Jawa Timur (1,48%), Jawa Tengah (1,23%) dan Papua (1,31%). Tabel Boks II.1 Persentase Perubahan Output Provinsi Karena Efek Tidak Langsung Perubahan Permintaan Akhir Provinsi Propinsi (%) (%) 1 NAD 0,04 0,01 2 Sumatra Utara 0,17 0,12 3 Sumatra Barat 0,09 0,11 4 Riau 0,08 0,08 5 Jambi 0,03 0,01 6 Sumatra Selatan 0,25 0,09 7 Bangka Belitung 0,01 0,01 8 Bengkulu 0,01 0,03 9 Lampung 0,12 0,22 10 31,55 1,66 11 Jawa Barat 1,52 0,97 12 0,43 46,30 13 Jawa Tengah 1,23 1,11 14 DI Yogyakarta 0,07 0,17 15 Jawa Timur 1,48 1,38 16 Kalimantan Barat 0,05 0,02 17 Kalimantan Tengah 0,03 0,01 18 Kalimantan Selatan 0,02 0,02 19 Kalimantan Timur 0,92 0,17 20 Sulawesi Utara 0,01 0,00 21 Gorontalo 0,00 0,00 22 Sulawesi Tengah 0,01 0,01 23 Sulawesi Selatan 0,12 0,08 24 Sulawesi Tenggara 0,00 0,00 25 Bali 0,23 0,01 26 NTB 0,01 0,00 27 NTT 0,01 0,01 28 Maluku 0,00 0,00 29 Maluku Utara 0,01 0,00 30 Papua 1,31 0,05 Total 39,83 52,63 42
Sementara itu, untuk mengetahui kekuatan keterkaitan antar sektor ekonomi dilakukan dengan menggunakan analisis backward 5 dan forward linkage 6. Besaran angka yang ditunjukkan oleh backward linkage dan forward linkage digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengetahui sektor mana yang menjadi unggulan dan dapat dijadikan prioritas pengembangan di suatu provinsi. Semakin besar angka linkage suatu sektor di suatu provinsi akan menunjukan semakin pentingnya sektor tersebut di provinsi tersebut karena memiliki potensi menghasilkan output yang tinggi. Peningkatan yang terjadi di sektor unggulan tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian provinsi dan juga perekonomian Indonesia. Berdasarkan perhitungan yang ada, provinsi memiliki lebih banyak sektor ekonomi yang memiliki kaitan ke belakang dan ke depan yang lebih tinggi, terutama di kelompok sektor industri. 5 Keterkaitan ke belakang melihat peningkatan output melalui mekanisme permintaan output. Keterkaitan ini dapat memiliki efek langsung maupun tidak langsung. 6 Keterkaitan ke muka melihat peningkatan output melalui mekanisme penawaran output. Keterkaitan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output sektor industri melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Tabel Boks II.2 Peringkat Sektor di dan Berdasarkan IRIO 2000 Peringkat Sektor Backward Forward Sektor Backward Forward 1 Industri alat angkutan, mesin & peralatannya 2,19 2,43 Angkutan Udara 2,37 2,27 2 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,04 1,25 Industri kertas dan barang dari cetakan 2,32 1,86 3 Angkutan Air 1,85 1,01 Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 2,26 2,37 4 Angkutan Udara 1,85 0,01 Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 2,22 2,68 5 Industri Tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 1,78 2,54 Industri dasar besi dan baja danlogam dasar bukan besi 2,19 4,39 6 Industri lainnya 1,77 1,01 Industri tekstil, barng dari kulit dan alas kaki 2,18 2,18 7 Bangunan 1,76 2,94 Industri barang dari logam 2,13 1,90 8 Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi 1,74 1,32 Bangunan 2,10 1,32 43
Peringkat Tabel Boks II.2 Peringkat Sektor di dan Berdasarkan IRIO 2000 (lanjutan) Sektor Backward Forward Sektor Backward Forward 9 Industri makanan minuman dan tembakau 1,73 1,73 Listrik, gas dan air bersih 2,08 1,61 10 Hotel dan restoran 1,72 1,51 Hotel dan restoran 2,04 1,58 11 Angkutan darat 1,69 1,38 Industri lainnya 1,97 1,02 12 Industri pupuk, kimia dan barang dr karet & mineral bukan logam 1,69 4,76 Angkutan air 1,94 1,10 13 Industri barang dari logam 1,64 1,17 Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya 1,93 1,18 14 Peternakan dan hasil-hasilnya 1,63 1,00 Industri makanan minuman dan tembakau 1,93 3,19 15 Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 1,61 1,29 Peternakan dan hasil-hasilnya 1,79 1,19 16 Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya 1,59 1,13 Angkutan darat 1,71 1,38 17 Jasa-jasa lainnya 1,59 5,02 Perikanan 1,66 1,05 18 Perdagangan 1.56 4,44 Jasa-jasa lainnya 1,66 2,00 19 Industri kertas dan barang dari cetakan 1,54 1,47 Perdagangan 1,64 3,75 20 Komunikasi 1,49 2,46 Komunikasi 1,46 1,06 21 Perikanan 1,41 1,01 Lembaga keuangan 1,45 1,26 22 Lembaga keuangan 1,30 4,32 Tanaman Perkebunan 1,28 1,07 23 Tanaman perkebunan 1,30 1,00 Padi 1,22 2,11 24 Padi 1,29 1,05 Tanaman bahan makanan lainnya 1,11 1,01 25 Tanaman bahan makanan lainnya 1,17 1,01 Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 1,11 1,02 26 Kehutanan 1,00 1,00 Kehutanan 1,05 1,01 27 Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 1,00 1,00 Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 1,00 1,00 28 Pengilangan minyak bumi 1,00 1,00 Pengilangan minyak bumi 1,00 1,00 29 Industri semen 1,00 1,00 Industri semen 1,00 1,00 30 Pemerintahan umum dan pertahanan 1,00 1,00 Pemerintah umum dan pertahanan 1,00 1,00 44
Melalui IRIO juga dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan suatu sektor ekonomi terhadap sektor ekonomi lain baik sektor-sektor ekonomi yang ada di dalam provinsi maupun sektor-sektor ekonomi di provinsi lain jika terjadi perubahan permintaan akhir di suatu sektor di propinsi tertentu. Sebagai ilustrasi (IRIO 2000), jika terdapat peningkatan permintaan akhir untuk sektor 17 (Industri alat angkut, mesin dan peralatannya) di sebesar satu satuan uang, maka akan mengakibatkan output sektor 17 di meningkat 1,6316. Selanjutnya secara tidak langsung juga akan meningkatan output di sektor 22 (perdagangan) sebesar 0,1931, output di sektor jasa-jasa lainnya 0,0533 dan output di sektor lainnya dengan besaran kenaikan yang berbeda-beda. Kenaikan di sektor 17 di juga dapat meningkatkan output sektoral di provinsi lain, contohnya adalah peningkatan di sektor 17 di provinsi Jawa Barat sebesar 0,0306, sektor 17 di provinsi Jawa Timur sebesar 0,0079, sektor 8 (pertambangan biji batu-bara, bijih logam dan pengalian logam lainnya) di provinsi Papua sebesar 0,0066 di provinsi Papua dan seterusnya. 45