Perbandingan Pemilihan Terapi Golongan Penisilin dan Sefalosporin sebagai Terapi Empiris Berdasarkan Usia dan Status Gizi pada Balita dengan Pneumonia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Perbedaan Pemilihan Terapi Empiris Golongan Penisilin dan Sefalosporin Berdasarkan Gejala Klinis pada Balita Pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

DEA YANDOFA BP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB I PENDAHULUAN. negara, dan Indonesia menduduki tempat ke-6, dengan jumlah kasus 6 juta kasus

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I. Pendahuluan. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan penyakit. jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

Transkripsi:

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Perbandingan Pemilihan Terapi Golongan Penisilin dan Sefalosporin sebagai Terapi Empiris Berdasarkan Usia dan Status Gizi pada Balita dengan Pneumonia 1 Abdulrahman Mahmud, 2 Lisa Adhia Garina, 3 Mia Kusmiati 1 Pedidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung, Jl. Hariangbangga No.20 Bandung 40116 e-mail: 1 rullogic@yahoo.com, 2 Lisa.adhia@gmail.com, 3 emkahf@yahoo.o.id Abstrak. Penyakit pneumonia adalah salah satu penyebab utama kematian pada anak dan balita di dunia yang menempati urutan ke-3. Kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10% sampai dengan 20% pertahun. Salah satu faktor penyebab dari pneumonia meliputi umur, jenis kelamin, status gizi. Tujuan penelitian ini mengetahui perbandingan pemilihan terapi golongan penisilin dan sefalosporin sebagai terapi empiris berdasarkan usia dan status gizi pada balita dengan pneumonia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dilakukan pada 74 balita pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Kabupaten Bandung 2013 2014. Sampel di ambil dari data rekam medis dan dianalisis menggunakan uji Fisher Exact Test. Hasil penelitian menunjukkan 33,78% proporsi balita dengan pneumonia berat diberi terapi sefalosporin, 18,91% proporsi balita dengan pneumonia usia 2 12 bulan sebagian besar diberi terapi penisilin dan sefalosporin, 20,3% proporsi balita dengan pneumonia berat usia 2 12 bulan diberi terapi sefalosporin, 29,72% proporsi balita dengan pneumonia gizi baik hampir seluruhnya diberi terapi penisilin, 24,32% balita dengan pneumonia berat gizi baik lebih banyak diberi terapi sefalosporin dan 8,10% balita dengan pneumonia gizi kurang, perbandingan balita dengan pneumonia yang diberi terapi penisilin dan sefalosporin berdasarkan usia 2 12 bulan dan 13 60 bulan dengan nilai p = 0,59 dan berdasarkan status gizi dengan nilai p = 0,44 tidak terdapat perbandingan yang signifikan.berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbandingan yang bermakna pada pemilihan terapi empiris berdasarkan usia dan status gizi pada balita dengan pneumonia. Kata kunci: Pneumonia, usia, status Gizi, penisilin dan sefalosporin. A. Pendahuluan Pneumonia merupakan penyakit radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala khas panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi napas >50 kali/menit), sesak dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah, dan nafsu makan berkurang), yang merupakan penyebab kematian pada bayi dan balita. 1 Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status imunisasi, pemberian Air Susu Ibu (ASI), dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, serta faktor ibu baik pendidikan, maupun pengetahuan ibu. 2 Berdasarkan WHO (World Health Organization) mengklasifikasikan pneumonia pada anak usia 2 bulan sampai 60 bulan yaitu: Pneumonia (nafas cepat 50 x/menit), Pneumonia berat ( napas cepat 40x/menit, tarikan dinding dada kedalam atau mendengkur, napas cuping hidung) dan bukan Pneumonia. 3 Menurut World Health Organization (WHO) penyakit pneumonia adalah salah satu penyebab utama kematian pada anak dan balita di dunia yang menempati urutan ke-3. World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 13 juta anak balita di dunia yang meninggal setiap tahun akibat pneumonia. Angka kematian kasar akibat pneumonia di Asia mencapai 30% 70%. Secara spesifik pneumonia yang diakibatkan karena penggunaan ventilasi mekanik berkisar 33% 50% dari data pneumonia di ICU. 780

Perbandingan Pemilihan Terapi Golongan Penisilin dan Sefalosporin Sebagai Terapi Empiris Berdasarkan Usia... 781 Data kematian yang diperoleh dari Singapura, secara signifikan lebih tinggi yaitu 73% dari pneumonia secara keseluruhan. 3 Berdasarkan data yang didapat dari Departemen Kesehatan RI 2008 memperlihatkan data cakupan pneumonia pada balita menurut provinsi belum ada yang mencapai target nasional, yaitu sebesar 76%. Akan tetapi terdapat provinsi yang dengan cakupan yang jauh lebih tinggi dari provinsi lainnya, yaitu NTB (56,60%) dan Jawa Barat (41,63%). Rata-rata cakupan secara nasional baru mencapai 19,19%. 4 Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Ampisilin atau Penisilin G merupakan obat pilihan pertama untuk pasien anak dengan pneumonia yang sudah melakukan imunisasi lengkap sebelumnya dan juga pada remaja dengan pneumonia ringan maupun sedang, sedangkan Sefalosporin generasi ke-3 (Seftriakson atau Sefotaksim) diindikasikan pada anak yang belum melakukan imunisasi lengkap sebelumnya atau dengan pneumonia berat. 5 Berdasarkan guideline IDSA (Infectious Diseases Society of America) merekomendasikan untuk pemilihan obat antibotik sebagai terapi empiris pada balita pneumonia usia 2 12 bulan yaitu Ampisilin, yang digunakan sebagai first-line therapy untuk pola kuman Streptococcus pneumonia. 7 Hal tersebut dikarenakan penyebab tersering pada usia 2 12 bulan yaitu bakteri gram positif (streptococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, group A streptococcus) sedangkan balita usia 13 60 bulan atau lebih penyebab tersering yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (pseudomonas, mycoplasma pneumonia) dan unuk pemilihan obat antibiotik sebagai terapi empiris yaitu golongan sefalosporin generasi kedua dan ketiga. 7 Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa status gizi dapat mempengaruhi imunitas seseorang, sehingga apabila seseorang mengalami malnutrisi atau gizi buruk maka pertahanan tubuhnya akan melemah dan akibatnya seseorang mudah terinfeksi agen penyakit. 8 Pemilihan antibiotik sebagai terapi empiris pada pneumonia berdasarkan status gizi, penelitian sebelumnya mengatakan pada anak dengan status gizi baik pilihan terapi yang efektif adalah golongan Penisilin (Amoksisilin atau Ampisilin). Hal ini berdasarkan penyebab tersering pada anak gizi baik adalah bakteri gram positif (streptococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, group A streptococcus). Sedangkan pada anak dengan status gizi buruk diberikan antibiotik golongan Sefalosporin (Sefotaksim atau Seftriakson). Hal ini berdasarkan penyebab tersering pada anak gizi buruk adalah bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (pseudomonas, mycoplasma pneumonia) 6, 7 Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan terletak di wilayah Kecamatan Baleendah. Kepadatan penduduknya cukup tinggi, yaitu 1543.44. Hal ini mengakibatkan tingginya angka kejadian penyakit menular termasuk pneumonia. Berdasarkan data yang diperoleh dari LAPTAH (laporan tahunan) Dinas Kesehatan Bandung Baleendah merupakan daerah yang terpadat di Jawa Barat sehingga hal ini menjadi salah satu faktor risiko terjadinya pneumonia di daerah tersebut. Hasil keterangan tersebut Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan memiliki angka kejadian penyakit pneumonia yang masih tertinggi. Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Bandung, jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2011 sebesar 3.299.988 jiwa. Kecamatan dengan jumlah penduduk yang tertinggi adalah kecamatan Baleendah yakni sebesar 233.336 jiwa (7.07%). 9 Berdasarkan keterangan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang perbandingan pemilihan terapi Penisilin dan Sefalosporin sebagai terapi Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

782 Abdulrahman Mahmud, et al. empiris pada balita dengan pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Kabupaten Bandung. B. Kajian Pustaka Berdasarkan Pedoman IDAI penyebab tersering penderita pneumonia pada anak berumur < 1 tahun adalah bakteri gram positif (streptococcus Pneumonia), sedangkan penyebab tersering penderita pneumonia pada anak berumur > 1 tahun adalah kombinasi bakteri gram positif maupun gram negatif. 7 Antibiotik yang digunakan dalam pengobatan pneumonia yaitu antibiotik narrow spectrum seperti Penisilin atau Aminopenisilin (Amoksilin dan Ampisilin) yang merupakan pilihan pertama untuk terapi pneumonia. Pasien dengan resistensi pengobatan Penisilin atau gagal dengan pemberian Penisilin, pengobatan selanjutnya bisa diberikan terapi antibiotik lini kedua yaitu Sefalosporin dan Makrolid. 11 C. Bahan Dan Metode Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik melalui uji hipotesis dua proporsi dengan rancangan cross sectional. Peneliti mengambil sampel berdasarkan hasil data rekam medik pada balita dengan diagnosis pneumonia yang diberikan terapi Penisilin dan Sefalosporin sebagai terapi empiris berdasarkan usia dan status gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Kabupaten Bandung. Hasil penelitian dianalisis menggunakan program Stata dan Statistical Package for the Social Science (SPSS) 22.0. Uji perbandingan yang digunakan untuk menilai analisis perbandingan pemilihan terapi empiris pada balita pneumonia berdasarkan usia dan status gizi adalah Fisher s Exact Test. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari Juni 2015. D. Hasil Proporsi balita pneumonia dan Pneumonia Berat yang diberi Terapi Penisilin dan Sefalosporin berdasarkan usia dan status gizi dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini. Tabel 1 Proporsi Balita dengan Pneumonia dan Pneumonia Berat yang diberi Terapi Penisilin dan Sefalosporin Terapi Golongan Penisilin Golongan Sefalosporin Total Pneumonia 26 35.15% 23 31.08% 49 66.22% Pneumonia Berat 25 33.78% 25 33.78% Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa dari 74 balita seluruh pasien dengan pneumonia diberi terapi golongan penisilin sebanyak 26 orang (35,15%), Sedangkan balita dengan pneumonia berat lebih banyak diberi terapi golongan sefalosporin yaitu 25 orang (33,78%). Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)

Perbandingan Pemilihan Terapi Golongan Penisilin dan Sefalosporin Sebagai Terapi Empiris Berdasarkan Usia... 783 Proporsi Balita Pneumonia dan Pneumonia Berat yang diberi Terapi Penisilin dan Sefalosporin berdasarkan usia dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini : Tabel 2 Proporsi Balita Pneumonia dan Pneumonia Berat yang diberi Terapi Penisilin dan Sefalosporin berdasarkan usia Usia Pneumonia Pneumonia berat Terapi penisilin 2 12 bulan 14 18.91% 13-60 bulan 12 16.21% Total 26 35.12% Terapi sefalosporin 2 12 bulan 14 18.91% 15 20.3% 13-60 bulan 7 9.46% 10 13.5% Total 23 28.37% 25 33.8% Berdasarkan tabel 2 menunjukkan proporsi balita pneumonia pada usia 2 12 bulan sebagian besar diberi terapi golongan penisilin dan sefalosporin sebanyak 14 orang (18,91%), sedangkan balita pneumonia berat yang diberi terapi sefalosporin sebagian besar berusia 2 12 bulan yaitu 15 orang (20,3%). Proporsi Balita dengan Pneumonia dan Pneumonia Berat yang diberi Terapi Penisilin dan Sefalosporin Berdasarkan Status Gizi dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini. Tabel 3 Proporsi Balita dengan Pneumonia dan Pneumonia Berat yang diberi Terapi Penisilin dan Sefalosporin Berdasarkan Status Gizi Status Gizi Golongan Penisilin: Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk Total Pneumonia 22 29.72% 2 2.70% 2 2.70% 26 35.12% Pneumonia berat Golongan Sefalosporin: Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk Total 16 21.62% 4 5.40% 3 4.05% 23 31.07% 18 24.32% 6 8.10% 1 1.35% 25 33.77% Berdasarkan tabel 3 menunjukkan proporsi balita pneumonia dengan status gizi baik yang diberi terapi penisilin hampir seluruhnya yaitu 22 orang (29,72%), sedangkan terapi sefalosporin lebih banyak diberi untuk balita pneumonia berat dengan status gizi baik sebanyak 18 orang (24,32%) dan gizi kurang yaitu 6 orang (8,10%). Perbandingan Balita dengan Pneumonia dan Pneumonia Berat yang diberi terapipenisilin dan Sefalosporin berdasarkan usia dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini. Tabel 4 Perbandingan Balita dengan Pneumonia dan Pneumonia Berat yang Penisilin dan Sefalosporin berdasarkan usia Usia Pneumonia Pneumonia berat P value diberi terapi Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

784 Abdulrahman Mahmud, et al. Terapi Penisilin 2 12 bulan 14 18.91% 13 60 bulan 12 16.21% * Total 26 35.12% Terapi Sefalosporin 2 12 bulan 14 18.91% 15 20.2% 13 60 bulan 7 9.5% 10 13.5% 0,59 Total 23 28.41% 25 33.7% Keterangan: * (tidak dapat dianalisis, karena tidak ada pembanding) Tabel 4 menunjukkan perbandingan balita pneumonia yang diberi terapi golongan penisilin dan sefalosporin berdasarkan usia (2 12 bulan dan 13 60 bulan) di Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Kabupaten Bandung periode 2013 2014. Pada balita pneumonia dan pneumonia berat yang diberi terapi golongan penisilin dan sefalosporin usia 2 12 bulan dan 13 60 bulan tidak dapat dianalisis karena tidak terdapat pembanding, sedangkan pada balita pneumonia dan pneumonia berat yang diberi terapi golongan penisilin dan sefalosporin usia 2 12 bulan dan 13 60 bulan tidak terdapat perbandingan yang signifikan antara usia dan golongan obat dengan nilai P value (0,59). Perbandingan balita dengan pneumonia yang diberi terapi golongan Penisilin dan Sefalosporin berdasarkan Status Gizi dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini. Tabel 5 Perbandingan Balita dengan Pneumonia yang diberi terapi Penisilin dan sefalosporin berdasarkan Status Gizi Status gizi Pneumonia Pneumonia Berat P value N % Terapi pensilin Gizi baik 22 29.72% Gizi kurang 2 2.70% * Gizi buruk 2 2.70% Total 26 35.12% Terapi sefalosporin Gizi baik 16 21.62% 18 24.32% Gizi kurang 4 5.40% 6 8.10% 0.44 Gizi buruk 3 4.05% 1 1.35% Total 23 31.07% 25 33.77% Keterangan: * (tidak dapat dianalisis karena tidak ada pembanding) Berdasarkan tabel 5 menunjukkan perbandingan balita dengan pneumonia yang diberi terapi golongan penisilin dan sefalosporin berdasarkan status gizi. Pada balita pneumonia dan pneumonia berat yang diberi terapi golongan penisilin berdasarkan status gizi tidak dapat dianalisis karena tidak terdapat pembanding, sedangkan balita pneumonia dan pneumonia berat yang diberi terapi golongan sefalosporin berdasarkan status gizi tidak terdapat perbandingan yang signifikan antara status gizi dan golongan pneumonia dengan nilai P value (0,44). E. Pembahasan Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 74 balita dengan pneumonia secara keseluruhan diberi terapi golongan penisilin sebanyak 26 orang (35,15%), dibandingkan Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)

Perbandingan Pemilihan Terapi Golongan Penisilin dan Sefalosporin Sebagai Terapi Empiris Berdasarkan Usia... 785 balita dengan pneumonia berat. Sedangkan balita dengan pneumonia berat lebih banyak diberi terapi golongan sefalosporin yaitu 25 orang (33,78%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Asih dkk (2006), bahwa terapi pilihan pertama untuk anak dengan pneumonia diberi terapi golongan penisilin, sedangkan terapi golongan sefalosporin diberi pada anak dengan pneumonia berat. 10 Penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Ampisilin atau Penisilin G merupakan obat pilihan pertama untuk pasien anak dengan pneumonia pneumonia ringan maupun sedang. Sedangkan Sefalosporin generasi ke-3 (Seftriakson atau Sefotaksim) diindikasikan pada anak dengan pneumonia berat. 5 Tabel 2 menunjukkan bahwa balita dengan pneumonia usia 2 12 bulan diberi terapi golongan penisilin dan sefalosporin yaitu 14 orang (18,91%), sedangkan balita dengan pneumonia berat usia 2 12 bulan lebih banyak yang diberikan terapi golongan sefalosporin yaitu 15 orang (20,3%). Hal ini sesuai dengan pedoman WHO yang menyatakan balita pneumonia usia 2 12 bulan diberikan terapi golongan penisilin dan balita pnenomia berat usia 13 60 bulan diberikan terapi sefalosporin. 5 Tabel 3 menunjukkan bahwa balita pneumonia dengan status gizi baik yang diberikan terapi penisilin hampir seluruhnya yaitu 22 (29,72%), sedangkan terapi sefalosporin lebih banyak diberikan untuk balita dengan pneumonia berat dengan status gizi baik 18 (24,32%) dan gizi kurang yaitu 6 (8,10%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya di Amerika (2000) yang menyatakan bahwa balita dengan pneumonia dengan status gizi baik diberikan terapi golongan penisilin dan balita dengan gizi buruk diberikan terapi golongan sefalosporin. 7 Penelitian ini tidak sesuai juga dengan teori menyatakan bahwa berdasarkan penyebab tersering pada anak gizi buruk adalah bakteri gram positif. Sedangkan pada anak dengan status gizi buruk diberikan antibiotik golongan Sefalosporin (Sefotaksim atau Seftriakson). Hal ini berdasarkan penyebab tersering pada anak gizi buruk adalah bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. 5, 7 Tabel 4 menunjukkan hasil analitik yang dilakukan dengan menggunakan Fisher Exact Test menunjukan bahwa pada balita dengan pneumonia dan pneumonia berat yang diberikan terapi golongan penisilin dengan usia 2 12 bulan dan 13 60 bulan tidak dapat dianalisis karena tidak ada pembanding, sedangkan pada balita pneumonia dan pneumonia berat yang diberikan terapi golongan penisilin dan sefalosporin usia 2 12 bulan dan 13 60 bulan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan golongan obat dengan nilai P value (0,59). Tabel 5 menunjukkan hasil analitik terhadap pemilihan terapi balita dengan pneumonia yang diberikan terapi penisilin dan sefalosporin berdasarkan status gizi. Pada balita pneumonia dan pneumonia berat yang diberikan terapi golongan penisilin berdasarkan status gizi tidak dapat dianalisis karena tidak ada pembanding. Pada balita pneumonia dan pneumonia berat yang diberikan terapi golongan sefalosporin berdasarkan status gizi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dan golongan pneumonia dengan nilai P value (0,65). F. Simpulan Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa balita pneumonia lebih banyak diberikan terapi golongan penisilin dan pneumonia berat diberikan terapi empiris golongan sefalosporin. Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

786 Abdulrahman Mahmud, et al. Daftar Pustaka Riset Kesehatan Dasar. Dinas kesehatan Republik Indonesia. 2013: hlm.104 7. Sugihartono, Nurjazuli. Faktor kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas sidorejo kota pagar alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2012 April; 11(1).hlm.83. PERDICI. Panduan Tatakelola Pnumonia. 2009. Profil kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan RI 2008. Jakarta Depkes RI; 2009. hlm.100 1. McCracken GHJR. Etiology and treatment of pneumonia.pediatri Infectious. 2000; 19.hlm.373-7. Muniz, Carolina Campos, et al (207). Penicillin and Cephalosporin production: A Historicaal Perspective. Journal of Microbiology. Vol 49 No: 3 4 December 2007. Hlm. 88 98. Smith JM, Kong M, Cambon A, R Charles, Phd,MS. Effectiveness of antimicrobial guidelines for community-acquired pneumonia in children. Pediatrics.may 2012; 129. Hlm.2. Katona P, Katona-Apte J.The interaction between nutrition and infection. Clinical Practice Invited Article. 2008 mei; 46.hlm.1582 9. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Bandung. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Laptah.2012; 1-7. Asih, Retno, Landia, dan Makmuri. Pneumonia. Divisi Respirologi Ilmu Kesehatan Anak FK Unair; 2006. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, dkk. The management of community-acquired pneuomnia in infants and children older than 3 month of age: clincal practice guidelines by clincal pediatric infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Clinical Infectious Dieases Advance Acces Published.USA: IDSA Guidelines; 2011 August 30.hlm.10. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)