Konseling Sebaya untuk Meningkatan Efikasi Diri Remaja. terhadap Perilaku Berisiko

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF TERHADAP PERILAKU NEGATIF BERPACARAN MELALUI PELATIHAN ASERTIVITAS PADA SISWA KELAS X PEMASARAN 1 DI SMK NEGERI 1 DEPOK

Penggunaan Metode Inquiri Dalam Pembelajaran IPS Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD Inpres Apal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKNIK LISTRIK DASAR OTOMOTIF

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO

STUDI DESKRIPTIF TENTANG MODEL EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

DALAM PEMBINAAN PROFESIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. umumnya disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Kunandar

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tujuan akhir penelitian ini adalah mengembangkan model peer guidance

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB III METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MIKRO INOVATIF BAGI PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK CALON GURU BAHASA INDONESIA

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SLBN 1 Palu pada Materi Mengenal Pecahan dengan Menggunakan Kertas Lipat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan

Penerapan Experiential Learning

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

Konsep Pembelajaran Materi Perubahan Benda dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA

Konseling dan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 2 Kalianda semester

LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH (KONSEP & PRAKTIK)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia seutuhnya mampu menciptakan dan mampu memperoleh. kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan lingkungannya berkat

JURNAL THE EFECTIVENESS OF SOCIODRAMA TECHNIQUE TO MINIMIZE HIGH BULLYING BEHAVIOR AT EIGHT GRADE OF SMPN 2 PAPAR ACADEMIC YEAR 2016/2017

PENGELOLAAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SEKOLAH SEBAGAI FAKTOR PENDUKUNG OLAHRAGA PRESTASI. Aris Fajar Pambudi, M.Or.

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Dengan Pendekatan Adlerian Terhadap... di Jakarta Timur

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VA2 SDN 12 Palu pada Mata Pelajaran Matematika

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DI KELAS IX-7 SMP NEGERI 3 BERASTAGI

Syafwan SMPN 2 Poso Pesisir Kab. Poso ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 9 Metro Barat. Penelitian dilaksanakan di kelas IVA semester ganjil Tahun. pelaksanaan sampai dengan tahap penyimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Dwi Ambarwati 1. PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Panjang Selatan Kecamatan Panjang

Penerapan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sains (Sifat Benda) di Kelas IV SDN 2 Karamat

Abas. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB ABSTRAK

Melin Pratikasari. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

Dody Feliks Pandimun Ambarita, Erlinda Simanungkalit, Masta Ginting, Herawaty Bukit, Halimatussakdiah. Surel:

MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG KELILING DAN LUAS SEGITIGA MELALUI PEMBELAJARAN PEER TEACHING

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII F SMP Negeri 19 Bandar

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman

DRAFT ARTIKEL ILMIAH RBT (RESEARCH BASED TEACHING)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. gambaran mengenai Implementasi Muatan Lokal Kurikulum Tingkat Satuan

Pelatihan Konselor Sebaya Berhenti Merokok pada Remaja : Sebuah Inovasi untuk Program Berhenti Merokok

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

PENDAMPINGAN KELOMPOK KONSELOR SEBAYA DI KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang mendukung perkembangan tersebut adalah pendidikan. pembelajaran, sumber-sumber belajar dan lain sebagainya.

Surakarta, Indonesia ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MEMPERBAIKI PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA DI KELAS XI MIA-5 SMA NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN T.A.

BAB III METODE PENELITIAN

RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING (Cyber Counseling)

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dalam jangka waktu 4 bulan, dihitung dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Menghitung Luas Bangun Datar Melalui Metode Penemuan Terbimbing di Kelas IV SD Negeri 3 Marowo

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau yang

PENERAPAN STRATEGI ACTIVE LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

Transkripsi:

1 Konseling Sebaya untuk Meningkatan Efikasi Diri Remaja terhadap Perilaku Berisiko Kartika Nur Fathiyah dan Farida Harahap (Dosen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UNY) Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya kasus-kasus yang menunjukkan peningkatan sindroma perilaku berisiko di kalangan remaja, antara lain kehamilan di luar nikah, kriminalitas remaja, dan penyalahgunaan narkoba. Salah satu upaya mengatasi sindroma perilaku berisiko adalah melalui konseling sebaya. Konseling ini dipandang cukup efektif karena menumbuhkan efikasi diri dari dan untuk remaja terhadap perilaku berisiko. Efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko merupakan keyakinan remaja untuk mampu menolak perilaku berisiko. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan efektivitas konseling sebaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan 2 macam model penelitian. Pertama, penelitian ini menggunakan model penelitian riset dan pengembangan untuk pengembangan modul konseling sebaya. Kedua, penelitian ini juga menggunakan model penelitian tindakan (action research). Adapun fokus penelitian ini terletak pada tindakan yang akan dilaksanakan pada siswa SMU berupa konseling sebaya dalam upaya meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Penelitian ini dilaksanakan di SMU GAMA. Subjek penelitian ini adalah 5 siswa yang berpartisipasi sebgai konselor sebaya dan 23 siswa kelas 1 yang diberi konseling sebaya. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode angket, wawancara mendalam, focus group discussion, dan observasi. Secara kuantitatif hasil menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan efikasi diri siswa yang diberi konseling sebaya sebesar 26,08 %. Pada konselor sebaya peningkatan skor efikasi diri sebesar 14,3 %. Secara kualitatif hasil penelitian menunjukkan peningkatan efikasi diri subjek penelitian ditinjau dari kognitif, motivasi, afektif, dan kecenderungan perilakunya. Kata kunci : konseling sebaya, efikasi diri remaja, perilaku berisiko

2 PENDAHULUAN Upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia khususnya remaja ini di Indonesia dari waktu ke waktu selalu menemui kendala. Salah satu kendalanya adalah semakin meningkatnya kecenderungan remaja untuk melakukan sindroma perilaku berisiko. Sindroma perilaku berisiko pada remaja menurut Kagan (dalam Heaven, 1996) meliputi kehamilan di luar nikah, kriminalitas remaja, dan penyalahgunaan narkoba. Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan berdasarkan survey Media Litbang Departemen Kesehatan tahun 2000 terdapat peningkatan sindroma perilaku berisiko yang sangat tinggi. Yang lebih mengkhawatirkan, kecenderungan tersebut juga merambah ke kota-kota kecil termasuk Yogyakarta yang justru dikenal sebagai kota pelajar. Remaja dapat menghindari perilaku beri siko apabila dalam diri remaja tertanam efikasi diri untuk mencegah perilaku berisiko. Efikasi diri yang tinggi pada remaja menjadikan remaja memiliki keyakinan personal untuk tetap melakukan perilaku sehat meskipun tantangan nya berat. Efikasi diri tinggi menjadikan remaja juga memiliki keyakinan untuk mampu mempelajari semua kemampuan menghindari perilaku berisiko. Salah satu upaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko adalah melalui konseling sebaya. Konseling sebaya merupakan konseling untuk dan dilakukan oleh kelompok sebaya dalam hal ini remaja melalui hubungan saling percaya terhadap individu yang membutuhkan bantuan. Konseling ini dipandang cukup efektif karena diberikan oleh teman sebayanya sendiri. Pada remaja a da kecenderungan untuk memiliki personal fable yaitu keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang dewasa lain. Oleh karena itu,

3 penguatan melalui konseling sebaya dipandang cukup bermakna untuk dilakukan. Penguatan remaja untuk meningkatkan efikasi diri terhadap perilaku berisiko sudah banyak dilakukan. Akan tetapi upaya yang dilakukan masih sebatas menjadikan remaja sebagai objek misalnya melalui ceramah dan pelatihan. Penguatan yang menjadikan remaja aktif untuk penguatan diri dan kelompoknya sendiri melalui konseling sebaya tampaknya belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas konseling sebaya untuk penguatan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. KAJIAN PUSTAKA O Leary (1985) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan seseorang untuk berhasil melakukan manajemen diri. Efikasi diri menurut Bandura (1997) merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akan dicapai. Efikasi diri merupakan evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk menyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan, atau menghadapi suatu tantangan. Individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan mampu memotivasi diri dan mengontrol lingkungan sekitarnya sehingga dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu sesuai dengan keinginannya (Bandura, 1997). Schwarzer dan Renner (1995) menguraikan 3 dimensi yang menggambarkan efikasi diri pada seseorang. Dimensi pertama yaitu keyakinan untuk bertahan, berupa keyakinan untuk tetap melaksanakan tugas dalam segala situasi dan kondisi. Dimensi kedua, yaitu keyakinan untuk meningkatkan kemampuan, berupa keyakinan untuk dapat mempelajari kemampuan tertentu dalam segala situasi dan kondisi. Dimensi ketiga, yaitu

4 keyakinan untuk mengendalikan diri berupa keyakinan tetap melakukan perilaku positif meskipun tantangan yang dihadapi relatif besar, keyakinan untuk mampu mempelajari semua kemampuan menghindari perilaku berisiko, dan keyakinan untuk mengendalikan diri dari per ilaku berisiko meskipun tekanan internal maupun eksternal sangat kuat. Efikasi diri salah satunya dapat dibentuk melalui persuasi verbal (Bandura, 1997). Persuasi verbal merupakan upaya untuk meyakinkan individu bahwa ia mampu mencapai hasil tertentu. Persuasi verbal melalui konseling sebaya ini akhirnya dapat menguatkan keyakinan untuk mampu mencegah dan menghindari perilaku berisiko serta menerapkan perilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari. Konseling ini juga hendaknya diberikan oleh remaja yang terlatih sehingga remaja yakin terhadap persuasi yang diberikan. Adapun kompetensi yang hendaknya dimiliki konselor adalah pengetahuan yang luas tentang seluk beluk perilaku berisiko, kemampuan yang tinggi untuk mempersuasi, serta keahlian yang penuh untuk melatih remaja melakukan pengaturan diri menghadapi tekanan dalam melakukan perilaku berisiko. Konseling menurut Glosoff dan Koprowicz (dalam Thompson dkk, 2004) merupakan proses yang dilakukan oleh profesional terlatih dalam hubungan saling percaya terhadap individu yang membutuhkan bantuan. Konseling sebaya ini dipandang cukup efektif karena diberikan oleh teman sebayanya sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki personal fable yaitu keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang dewasa lain. Oleh karena itu, penguatan melalui konseling sebaya dipandang cukup bermakna untuk dilakukan. Fungsi konselor sebaya menurut Rogation (dalam Kusmilah dk k, 2004) adalah sebagai 1) sahabat yang bersedia membantu, mend engarkan, dan

5 memahami, 2) fasilitator yang bersedia membantu remaja untuk tumbuh dan berkembang bersama kelompoknya, dan 3) sebagai pemimpin yang karena kepeduliannya pada orang lain menjadi penggerak perubahan sosial. Dalam prakteknya, konseling sebaya hendaknya dapat memberikan pemahaman yang utuh tentang perilaku dan risikonya terhadap kesehatan fisik maupun psikis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, diharapkan konseling kesehatan pada remaja dapat 1) menumbuhkan keyakinan personal remaja untuk tetap melakukan perilaku sehat meskipun tantangannya besar, 2) meningkatkan keyakinan remaja untuk mampu mempelajari semua kemampuan untuk menghindari perilaku berisiko, dan yakin mampu mengendalikan diri dari per ilaku berisiko meskipun tekanan internal maupun eksternal sangat kuat. Proses psikologis yang diharapkan te rcipta dalam konseling sebaya mencakup 4 proses yang meliputi : a) proses kognitif, b) proses motivasional, c) proses afektif, dan d) proses seleksi (Bandura, 1994). Proses kognitif menumbuhkan pemikiran remaja mengenai kapasitas dan komitmennya untuk berperilaku sehat dan menghindari perilaku berisiko. Proses motivasional menjadikan remaja dapat menetapkan tujuan sendiri, menentukan besarnya usaha, dan menetapkan kegigihan menghadapi kesulitan dan kegagalan. Proses afektif menjadikan remaja tidak akan mengalami gangguan pola berfikir dan berani menghadapi tekanan dan ancaman. Proses seleksi yang terjadi menjadikan remaja dapat memilih jenis aktivitas dan lingkungan yang dapat mendukung perilaku sehat dan menghindari perilaku berisiko.

6 METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan 2 macam model penelitian. Pertama, model penelitian riset dan pengembangan untuk pengembangan modul konseling sebaya. Kedua, model penelitian tindakan (action research). Fokus penelitian berupa konseling sebaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku beresiko. Penelitian pengembangan menggunakan langkah-langkah yang disarankan oleh Borg dan Gall (1983) yang disederhanakan menjadi langkah-langkah need assesment, perencanaan, pengembangan produk awal, dan uji ahli karena keterbatasan waktu dan biaya. Penelitian tindakan merujuk pada proses yang dikemukakan Kemmis dan Taggart (Arikunto, 1997) yang meliputi: perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi, dan merancang tindakan selanjutnya. Sasaran remaja yang akan ditingkatkan efikasi dirinya yaitu : 1) remaja yang menjadi konselor sebaya dan 2). para remaja yang diberi tindakan konseling sebaya oleh para konselor sebaya. Efektivitas penerapan konseling sebaya dilihat dengan cara membandingkan skor sebelum dan skot sesudah tindakan. Konseling sebaya meningkat jika skor efikasi diri sesudah tindakan lebih tinggi dari skor sesudah tindakan. Penelitian dilaksanakan di SMU GAMA. Subjek penelitian ini adalah siswa yang telah terlatih sebagai konselor sebaya pada pelatihan konselor sebaya, serta siswa kelas XI (atau siswa kelas 1) yang akan diberi konseling sebaya. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode angket, wawancara mendalam, focus group discussion, dan observasi. Evaluasi ditunjukkan dengan indikator adanya peningkatan skor efikasi diri antara sebelum dan sesudah tindakan.seluruh data yang terkumpul dalam penelitian ini akan diolah secara deskriptif analitik.

7 HASIL DAN PEMBAHASAN Rekrutmen dan Seleksi Konselor Sebaya Rekrutmen dan seleksi konselor sebaya dilakukan tanggal 16-18 September 2008. Syarat calon konselor sebaya adalah : a) prestasi akademik 15 besar di kelasnya, b) kemampuan sosialisasi dan kepribadian baik, dan c) aktif dalam kegiatan organisasi di sekolah. Berdasarkan karakteristik yang telah ditetapkan, guru pembimbing memilih 10 siswa yang memenuhi syarat. Selanjutnya dilakukan seleksi lanjutan berupa uji tertulis, wawancara, dan uji performansi yang pada akhirnya berhasil memilih 5 orang siswa sebagai calon konselor sebaya. Penyusunan Metode dan Materi Konseling Sebaya Metode dan materi pelatihan konselor sebaya direncanakan dan disusun peneliti dan guru pembimbing secara kolaboratif. Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, diputuskan bahwa konseling yang akan diterapkan adalah konseling dalam bentuk klasikal. Teknis pelaksanaannya adalah konselor bertindak sebagai peer educator yang menampilkan materi tertentu kepada teman-teman sebayanya. Selanjutnya konselor bertindak sebagai fasilitator membimbing diskusi kelompok, dilanjutkan konseling individual bila diperlukan. Format pelatihan konselor sebaya berupa pelatihan yang bertujuan agar konselor sebaya mampu bertindak sebagai peer educator yang memiliki ketrampilan konseling dasar. Metode yang digunakan dalam pelatihan konselor sebaya meliputi ceramah, diskusi, brainstorming, serta simulasi. Materi yang diberikan berupa materi tumbuh kembang remaja, berbagai perilaku berisiko dan dampaknya, peran efkasi diri terhadap pencegahan perilaku berisiko, strategi remaja untuk meningkatkan eikasi diri tinggi terhadap perilaku berisiko, serta teknik-teknik dan strategi konseling sebaya.

8 Pelatihan dilengkapi dengan buku panduan yang berisi materi-materi yang disampaikan dalam pelatihan dan materi-materi yang akan dipresentasikan oleh para peer educator dalam konseling sebaya. Pelatihan bagi konselor sebaya dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2008 di ruang laboratorium. Sesi ceramah dilanjutkan dengan diskusi tentang materi yang disampaikan narasumber. Antusiasme peserta sangat tinggi ditunjukkan oleh berkembangnya diskusi membahas materi yang disampaikan. Setelah diskusi, kegiatan pelatihan adalah simulasi sebagai konselor sebaya. Penekanan simulasi adalah melatih konselor sebaya agar mampu memberikan penguatan terhadap teman sebaya untuk menolak perilaku berisiko secara klasikal. Para konselor sebaya diarahkan untuk memiliki ketrampilan menjadi pendidik sebaya yang tugasnya memberikan informasi yang dibutuhkan remaja mengenai perilaku berisiko dan cara menghadapinya, serta menjadi model bagi remaja yang lain.dalam kegiatan konselor sebaya ini para konselor secara bergantian melakukan simulasi sebagai peer educator terhadap teman sebaya Secara umum hasil pelatihan menunjukkan bahwa konselor sebaya sudah menunjukkan penguasaan materi dan ketrampilan sebagai peer educator untuk meningkatkan efikasi diri teman sebaya untuk menolak perilaku berisiko. Penyampaian materi oleh konselor sebaya ini selanjutnya akan dicobakan pada satu kelas yaitu kelas I dengan jumlah siswa sekitar 25 orang. Pelaksanaan Konseling Sebaya Tindakan dalam bentuk konseling sebaya yang dilakukan konselor sebaya yang terlatih terhadap teman sebaya ini direncanakan terdiri dari 2 siklus. Siklus 1 berupa pemberian konseling sebaya oleh konselor sebaya secara klasikal pada siswa kelas 1. Siklus 2 peneliti rencanakan sebagai perbaikan tindakan pada siklus 1. Pada masing-masing siklus ini berisi kegiatan: (1) perencanaan, (2) implementasi, (3) monitoring, dan (4) evaluasi dan refleksi.

9 Siklus 1 : Konseling Sebaya secara klasikal (1). Perencanaan Pada siklus 1 ini peneliti merencanakan kegiatan ceramah dan diskusi. Kegiatan ceramah dilakukan dalam bentuk pemberian informasi mengenai macam-macam perilaku berisiko pada remaja. Materi yang diinformasikan adalah kehamilan, narkoba dan miras, dan menjadi remaja dengan efikasi diri tinggi. Perencanaan dilakukan bersama antara peneliti, guru BK dan konselor sebaya untuk menentukan waktu pelaksanaan, dan tindakan yang akan dilakukan. Direncanakan kegiatan dilaksanakan tanggal 31 November 2009 jam 10.00 sampai selesai di ruang kelas 1. (2). Implementasi Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 31 November 2008 dalam selama 2 jam yaitu dan dimulai dari jam 10.00 sampai dengan jam 12.00 di ruang kelas 1 dengan jumlah siswa 23 orang. Sebelumnya, terlebih dahulu siswa diukur efikasi dirinya terhadap perilaku berisiko. Hasil pengukuran sebelum tindakan menunjukkan bahwa ada 1 siswa (4,35 %) yang memiliki skor efikasi diri sedang, 7 siswa (30,43) memiliki efikasi diri tinggi, dan 15 siswa (65,22 %) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Setelah pre test selanjutnya onselor sebaya memberikan konseling sebaya dalam bentuk peer education pada siswa kelas 1. (3). Monitoring Monitoring dilakukan melalui observasi selama kegiatan berlangsung. Konselor menyampaikan materi dengan gaya dan bahasa yang mengena untuk taraf perkembangan remaja dan cukup komunikatif meskipun masih tampak sedikit ketegangan di awal proses. Hasil monitoring menunjukkan adanya ketertarikan siswa untuk mengikuti informasi yang disampaikan konselor sebaya. Ada antusiasme siswa yang ditunjukkan oleh respon verbal

10 maupun non verbal. Siswa tampak tenang menyimak ketika para konselor menyampaikan materi, dan mengajukan pertanyaan ketika ada hal-hal yang mengganjal. (4). Evaluasi dan Refleksi Secara umum pelaksaaan konseling sebaya pada siklus 1 menunjukkan proses yang berjalan cukup baik. Namun demikian, tampaknya keterlibatan penuh peserta konseling sebaya belum optimal. Siswa peserta konseling masih cenderung pasif mendengarkan, sedangkan keaktifan proses masih berada pada konselor sebaya. Berdasarkan evalusi dan refleksi ini peneliti merencanakan tindakan pada siklus 2 Siklus 2 : Konseling sebaya melalui Diskusi Kelompok (1). Perencanaan Pada siklus 2 ini direncanakan peran konselor sebaya adalah sebagai fasilitator diskusi kelompok siswa di kelas I. Tujuan dari kegiatan adalah untuk lebih mengoptimalkan proses peer education dengan lebih menekankan partisipasi aktif siswa sebagai peserta konseling sebaya. Pada siklus 2 ini peneliti merencanakan kegiatan diskusi kelompok sebagai bagian dari pelaksanaan konseling sebaya. Diskusi dilakukan dalam bentuk pembagian kelompok di kelas. Dibentuk 5 kelompok dan masing-masing kelompok mendiskusikan macam-macam perilaku berisiko pada remaja beserta strategi menolak perilaku tersebut. Materi yang didiskusikan adalah kehamilan tidak diinginkan, narkoba, miras, tawuran, dan pembolosan. Peran para konselor sebaya adalah menjadi pendamping dan fasilitator diskusi kelompok. Kegiatan direncanakan pada tanggal 31 November 2008 jam 12 sampai jam 13.30 di ruang kelas 1.

11 (2). Implementasi Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 31 November 2008 dalam selama 1 1/2 jam yaitu dan dimulai dari jam 12.00 sampai dengan jam 13.30 di ruang kelas 1 dengan jumlah siswa 23 orang. Diskusi berlangsung dengan cukup baik. Para konselor sebaya menunjukkan peran sebagai fasilitator yang baik, sehingga mendorong peserta diskusi untuk terlibat aktif dalam proses diskusi. Masing-masing kelompok menghasilkan pokok-pokok bahasan yang kemudian ditulis sebagai kesimpulan hasil diskusi kelompok. Selanjutnya hasil diskusi kelompok ini dipresentasikan dalam secara pleno kelas. (3). Monitoring Monitoring dilakukan melalui observasi selama kegiatan berlangsung. Konselor menunjukkan peran yang baik sebagai fasilitator dan pendamping dalam diskusi kelompok. Diskusi berlangsung cukup menarik karena antusisme dan partisipsi aktif siswa sangat menonjol. Pokok-pokok hasil diskusi masing-masing kelompok sudah menunjukkan sangat tingginya efikasi diri siswa untuk menolak perilaku berisiko. (4). Evaluasi dan Refleksi Evaluasi terhadap tindakan pada siklus 2 menunjukkan peningkatan kualitas proses maupun isi konseling sebaya secara signifikan. Tampak ada pemahaman dan penguasaan konselor sebaya maupun peserta konseling sebaya terhadap materi dan berbagai ketrampilan untuk menolak perilaku berisiko. Secara umum pelaksanaan konseling sebaya pada siklus 2 menunjukkan proses yang berjalan cukup baik. Tampak keterlibatan penuh peserta konseling sebaya yang ditunjukkan cenderung aktif siswa mengikuti kegiatan diskusi. (4). Evaluasi dan Refleksi

12 Sesudah konseling sebaya diberikan pada siswa kelas 1, selanjutnya siswa kembali diukur efikasi dirinya terhadap perilaku berisiko. Adapun skor efikasi diri siswa sesudah tindakan menunjukkan bahwa 2 orang siswa (6,25 %) memiliki efikasi diri tinggi untuk menolak perilaku berisiko dan 21 orang siswa (91,3%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Jika hasil pre test dan post test diperbandingkan, tampak ada kecenderungan peningkatan efikasi diri siswa yang diberi konseling sebaya secara berarti. Pada saat pre test ada 1 siswa (4,35 %) yang memiliki efikasi diri sedang, 7 siswa (30,43) memiliki efikasi diri tinggi, dan 15 siswa (65,22 %) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Sedangkan pada saat post test hanya terdapat 2 orang siswa (6,25 %) memiliki efikasi diri tinggi untuk menolak perilaku berisiko dan 21 orang siswa (91,3%) memiliki efikasi diri sangat tinggi untuk menolak perilaku berisiko. Sesudah perlakuan kriteria efikasi diri sedang sudah tidak ada dan berubah menjadi efikasi diri tinggi. Selain itu, terdapat peningkatan efikasi diri siswa yang diberi konseling sebaya dengan kriteria sangat tinggi sebesar 26,08 %. Pada para konselor sebaya setelah tindakan pada siklus 2 berakhir dilakukan pengukuran kembali. Perbandingan perolehan skor total pada para konselor sebaya sebelum dan sesudah tindakan menunjukkan adanya peningkatan skor efikasi diri yang cukup berarti. Hal Ini menunjukkan bahwa pada konselor sebaya, aktivitas sebagai konselor pada konseling sebaya juga turut meningkatkan efikasi diri remaja untuk menolak perilaku berisiko. Hasil ini cukup menggembirakan mengingat konselor sebaya sendiri juga berperan sebagai model bagi teman-teman sebayanya. PEMBAHASAN Secara kognitif, penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran dan orientasi remaja untuk berperilaku sehat dan menghadapi situasi yang menekan dengan strategi pengelolaan diri yang efektif. Salah satu indikatornya adalah adanya peningkatan skor efikasi diri sesudah tindakan jika dibandingkan dengan sebelum tindakan.

13 Ditinjau dari aspek motivasi, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi peserta konseling dan konselor sebaya untuk menghindari perilaku berisiko. Uraian dan tayangan konselor sebaya pada teman-temannya cukup menggugah peserta konseling sebaya dan para konselor sebaya sendiri untuk tidak lagi berani melakukan perilaku berisiko. Diskusi kelompok dan diskusi pleno menunjukkan tingginya motivasi siswa yang diberi konseling dan para konselor sebaya untuk menghindari atau menolak perilaku berisiko. Secara afektif, hasil yang terlihat dalam penelitian ini adalah remaja tidak lagi merasa cemas seandainya menolak perilaku berisiko yang ditawarkan teman-temannya. Ini tampak dari hasil diskusi ketika siswa diminta menggambarkan perasaannya ketika menghadapi situasi tersebut. Ketika dihadapkan pada situasi dilematis untuk melakukan atau menghindari perilaku berisiko, pada saat diskusi tampak siswa sudah mampu memilih perilaku yang cenderung menghindari perilaku berisiko. Pelaksanaan tindakan konseling sebaya di SMU GAMA merupakan proyek rintisan yang hasilnya dapat dijadikan embrio bagi pengembangan pelaksanaan konselor sebaya lebih lanjut di sekolah tersebut Kekurangan dari tindakan yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini adalah kurang fokusnya penekanan penelitian ini. Peneliti cenderung ingin melakukan semua aktivitas untuk mencapai tujuan penelitian padahal kenyataan menunjukkan adanya keterbatasan waktu dan biaya. Akibatnya semua kegiatan tidak dapat berjalan secara optimal. Kelebihan penelitian ini adalah pada sumbangan pemikiran dan temuan mengenai pentingnya pemberdayaan remaja secara aktif untuk menolak perilaku berisiko. Disamping itu, sumbangan yang lain adalah telah tersusunnya buku pegangan sederhana yang dapat digunakan konselor sebaya untuk membimbing teman-teman sebaya dalam menolak perilaku berisiko.

14 KESIMPULAN Penelitian ini menghasilkan suatu buku panduan sederhana bagi konselor sebaya untuk membantu meningkatkan efikasi diri teman-teman sebayanya terhadap perilaku berisiko. Selain itu, penelitian ini juga dapat menghasilkan gambaran proses suatu penerapan konseling sebaya di sekolah untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Dalam penelitian tindakan ini sebenarnya terdapat dua tindakan dan dua populasi subyek yang dikenai tindakan. Tindakan pertama, berupa : pelatihan konselor sebaya dan penerjunan konselor sebaya yang sudah dilatih tersebut kepada para siswa. Tindakan kedua berupa konseling sebaya oleh para konselor sebaya berupa : ceramah dan diskusi yang ditujukan kepada satu kelas yaitu kelas 1 Ada lima remaja yang menjadi konselor sebaya, setelah melewati seleksi. Hasil tindakan berupa pelatihan konselor sebaya yang dilanjutkan penerjunan menjadi pendidik dan konselor sebaya bagi adik kelasnya di kelas I menunjukkan hasil adanya peningkatan efikasi diri para konselor sebaya sebelum dan sesudah tindakan. Ada 23 remaja siswa kelas I yang dikenai tindakan konseling sebaya berupa ceramah dan diskusi. Hasil menunjukkan terjadinya peningkatan efikasi diri para siswa yang mendapat konseling sebaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. SARAN Beberapa hal yang dapat disarankan untuk perbaikan dan pengembangan program pendidik dan konselor sebaya di kemudian hari adalah : 1. Di tingkat internal pendidik dan konselor sebaya a. agar lebih mengintensifkan program-programnya melalui sekolah dan membina hubungan baik dengan pihak sekolah. Termasuk di sini adalah mencoba meyakinkan pihak sekolah bahwa program ini dapat diintegrasikan dalam kegiatan ekstra kurikuler, seperti halnya pramuka dan palang merah remaja;

15 b. dalam proses seleksi atau pemilihan konselor sebaya atau peer educator yang akan datang perlu lebih dulu dilakukan pemetaan jaringan pertemanan (networking) di kalangan siswa SMU. Setelah itu, dapat dipilih siswa-siswa yang dapat dianggap sebagai opinion leader bagi kawan se-peer group-nya, sehingga program yang dilaksanakan lebih efektif dan tepat sasaran; c. program dapat berjalan sesuai dengan visi misinya, maka perlu dikaji hal-hal yang berkaitan dengan cara pengefektifan dinamika komunikasi di kalangan remaja. Hal ini untuk mengantisipasi persoalan yang berkaitan dengan ketidakaktifan konselor sebaya atau peer educator dalam menjalankan perannya atau persoalan yang berkaitan dengan kurangnya koordinasi dan komunikasi di antara para pengelola yang berkompeten dengan konselor sebaya yang telah mengikuti pelatihan. 2. Di tingkat sekolah : a. agar lebih terbuka dan lebih responsif terhadap kegiatan-kegiatan positif yang diusulkan termasuk kegiatan konseling sebaya. b. Dengan adanya metoda pendidikan yang baru, misalnya melalui kurikulum berbasis kompetensi atau belajar dengan cara yang menyenangkan, pihak sekolah dapat merangkul para para konselor sebaya untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta Bandura,1994. Ontological and Epistemological Terrains Revisited. Journal of Behavior Therapy and experimental Psychiatry. 27, 323-345 Borg, W and Gall MD. Education Research and Introduction. Fourth Edition. Longman Inc Heaven P.C.L. 1996. Adolescence Health: The Role of Individual Differences. London: Routledge. Kusmilah, S, Rimayanti, Aini, N, Hartanto D, dan Purwoko, F. 2004. Model Peer Counseling dalam Mengatasi Problematika Remaja Akhir. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIP UNY O Leary, A. 1985. Self Efficacy and Health. Behavioral Research and Therapy, 23, 437-451. Scwarzer, R and Renner,B. 1995. Health Specific Self Efficacy Scale. www. Ralfschwarzer.com Thompson CL, Rudolph LB, dan Henderson DA. 2004. Counseling for Children. USA: Thompson Brooks/Cole.

16

17