BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

dokumen-dokumen yang mirip
2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan yang bermutu atau berkualitas

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

Standar Nasional Pendidikan

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Implementasi Pendidikan Segregasi

PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi ditandai

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2006/2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

Andrian Rustaman Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA BKPAP UPI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2007/2008

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2009/2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2005/2006

4. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII 1. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Pro-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas Sosialisasi KTSP

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia Indonesia. diri dan berhasil dalam kehidupan di masa mendatang.

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan memajukan pendidikan di Indonesia telah dilakukan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 74 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tim Pengembang Model Bahan Ajar SDLB Tunarungu. : Dra. Diah Harianti, M.Psi. : Drs. NS Vijaya, KN, MA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REFLEKSI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PADA PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MAN 1 SURAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran, sebagaimana tercantum dalam pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen IV). Ditegaskan pula dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Hal ini menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 1

Pemerataan kesempatan pendidikan dan kesamaan hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, yang ditegaskan dalam UURI nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas itulah yang juga dibutuhkan oleh anak-anak penyandang kelainan atau ketunaan. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Untuk investasi jangka panjang, dengan lahirnya para penyandang cacat yang terdidik dan terampil, secara tidak langsung dapat mengurangi biaya pos perawatan dan pelayanan kebutuhan sehari-hari (Effendi, 1999). Disamping itu ada efek psikologis, yaitu tumbuhnya motif berprestasi dan meningkatnya harga diri anak berkelainan, yang nilainya jauh lebih penting dan dapat melebihi nilai ekonomi. Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 pasal 9 tentang perlindungan anak Presiden Republik Indonesia menetapkan bahwa Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain itu, khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam UURI nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 32, bahwa: Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran 2

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Lembaga pendidikan yang dipersiapkan untuk menangani dan memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak penyandang cacat/berkelainan adalah Sekolah Luar Biasa (SLB). Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1991 mengatur tentang Pendidikan Luar Biasa. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Dengan mengikuti pendidikan di Sekolah Luar Biasa diharapkan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan secara optimal, agar memiliki kehidupan lahir batin yang layak. Dan dalam mendidik anak berkelainan diperlukan pendekatan dan strategi khusus. Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak berkelainan. Oleh karena itu, melalui pendekatan dan strategi khusus dalam mendidik anak berkelainan, diharapkan anak berkelainan: (1) dapat menerima kondisinya, (2) dapat melakukan sosialisasi dengan baik, (3) mampu berjuang sesuai dengan 3

kemampuannya, (4) memiliki ketrampilan yang sangat dibutuhkan, dan (5) menyadari sebagai warga negara dan anggota masyarakat. (Efendi, 2006). Untuk mencapai tujuan pendidikan, dalam pelaksanaan pembelajaran disusun seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, yang dinamakan kurikulum. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 1 ayat 15 dijelaskan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Menurut pasal 38 UURI nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah. Dan ditegaskan dalam pasal 16 PPRI nomor 19 tahun 2005 tentang SNP, bahwa Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Mengacu pada UURI nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PPRI nomor 19 tahun 2005 tentang SNP, BSNP menetapkan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tersebut 4

ditetapkan bahwa untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah, maka kurikulum disusun oleh satuan pendidikan. Dalam panduan KTSP yang ditetapkan oleh BSNP, Struktur Kurikulum mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI). Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Struktur kurikulum yang dimuat dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang SI, meliputi Struktur kurikulum Pendidikan Umum, Struktur kurikulum Pendidikan Kejuruan, dan Struktur kurikulum Pendidikan Khusus. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial. Untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Pelaksanaan KTSP di SLB, tentunya tidak dapat disamakan dengan pelaksanaan KTSP di Sekolah Umum, melainkan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di masing-masing sekolah. Dalam mengimplementasikan KTSP sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan peraturan nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, sesuai dengan amanat PPRI Nomor 19 tahun 2005 tentang SNP. Standar proses 5

meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Agar mencapai hasil yang optimal proses pembelajaran harus direncanakan dan dilaksanakan secara fleksibel, bervariasi, interaktif, inspiratif, menarik, dan menantang peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik untuk berkreasi dan berimprovisasi dalam proses pembelajaran. Standar Proses untuk Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, dan Tunalaras, diatur dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 1 tahun 2008. Standar Proses untuk pendidikan khusus ini berlaku pada SDLB, SMPLB dan SMALB termasuk sekolah/madrasah penyelenggara pendidikan inklusi/terpadu. Dan seperti pada Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Proses pendidikan khusus juga meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar. Pelaksanaan proses pembelajaran pada pendidikan khusus disesuaikan dengan kekhususan masingmasing peserta didik, karena peserta didik tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa dan tunalaras memiliki kekhususan dan kebutuhan yang berbeda-beda. 6

Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik dan digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut. Dalam UURI nomor 20 tahun 2003 tentang Sidiknas, yang dimaksud pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran dalam KTSP adalah pembelajaran dimana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistim penyampaian dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (Kunandar, 2010) Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik (Isjoni, 2009). Dalam pelaksanaan pembelajaran, perlu diperhatikan model pembelajaran yang memungkinkan digunakan, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Matematika adalah mata pelajaran yang diperlukan oleh semua orang diberbagai bidang. Matematika banyak diperlukan dalam aktifitas sehari-hari. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus yang diperlukan dalam kehidupan sehari- 7

hari. Tujuan umum pendidikan matematika ditekankan kepada siswa agar memiliki kemampuan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, baik pada pelajaran matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Mata pelajaran matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Aritmatika merupakan cabang matematika yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan oleh orang yang tidak suka matematika sekalipun. Aritmatika atau berhitung merupakan pengetahuan tentang bilangan yang meliputi pengoperasian sejumlah bilangan yang berbentuk angka (penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan sebagainya). Berhitung merupakan salah satu keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam kurikulum di Sekolah Dasar. Dalam semua aktivitas kehidupan, manusia memerlukan kemampuan berhitung. Kemampuan berhitung merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam jenjang sekolah dasar. Oleh karena itu orang tua dan pendidik perlu mengajari anak untuk berhitung sedini mungkin. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penting pula untuk selalu dipelajari. Namun sayang dalam kenyataannya matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disukai oleh banyak anak. Ketidaksukaan terhadap pelajaran matematika itu selanjutnya menimbulkan dampak negatif. Kebanyakan siswa kurang termotifasi untuk belajar matematika dengan baik, sehingga tidak dapat mencapai hasil yang maksimal. Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah lembaga pendidikan yang dipersiapkan 8

untuk menangani dan memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak penyandang cacat/berkelainan. Salah satu jenis ketunaan yang dibimbing di SLB adalah tuna grahita. Anak tuna grahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan mental. Dengan mental yang terbelakang maka daya tangkapnya akan lebih lambat dibanding anak normal. Potensi dan kemampuan setiap anak berbeda-beda demikian juga dengan anak tunagrahita. Tingkat ketunaan setiap anak tunagrahita juga berbeda-beda. Dengan usia yang sama kemampuan anak yang memiliki ketunaan yang berbeda akan berbeda pula. Begitu juga untuk anak-anak tunagrahita yang kelasnya sama (sekolahnya satu kelas), karena tingkat ketunaannya berbeda maka kemampuannya dalam menerima pelajaran juga pasti berbeda. Adanya perbedaan kemampuan yang disebabkan oleh perbedaan tingkat ketunaan anak, menuntut ketelatenan guru dalam menyampaikan materi pelajaran bagi anak tunagrahita. Pembelajaran tidak hanya secara klasikal, tetapi perlu juga pelayanan pribadi. Dalam pembelajaran, guru sangat perlu membimbing setiap siswa secara pribadi. Salah satu cabang matematika adalah aritmatika atau berhitung yang merupakan pengetahuan tentang pengoperasian sejumlah bilangan. Kemampuan berhitung merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam jenjang sekolah dasar. Anak-anak di SLB juga harus menguasai kemampuan berhitung, untuk menunjang kemampuan dalam memahami pelajaran matematika dan pelajaran lain, serta sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 9

Dalam pembelajaran matematika, hampir semua materi memerlukan kemampuan berhitung. Bagi anak tunagrahita kemampuan berhitung setiap anak berbeda-beda, yang disebabkan oleh perbedaan tingkat ketunaan anak. Untuk meningkatkan kemampuan berhitung, siswa perlu banyak latihan soal. Dengan banyak latihan mengerjakan soal tentang berhitung, maka siswa akan terlatih, sehingga kemampuan siswa dalam berhitung akan meningkat. Pembelajaran di SLB menggunakan sistim tematik, setiap pembelajaran selalu menggabungkan beberapa mata pelajaran. Materi pelajaran matematika juga digabung dengan materi pelajaran lain, sehingga waktu untuk mendalami materi berhitung sangat terbatas. Untuk mendalami materi berhitung bagi anak tunagrahita, guru bisa mengunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) khusus tentang operasi hitung. Di dalam LKS tersebut, disajikan kumpulan soal tentang operasi hitung pada bilangan cacah. Dengan mengerjakan soal-soal pada LKS maka siswa akan terlatih dalam berhitung. Dalam mengerjakan soal-soal pada LKS matematika bagi anak tunagrahita, di sekolah guru bisa membimbing siswa untuk berlatih menghitung, di rumahpun para siswa bisa lebih intensif belajar berhitung dengan bimbingan orang tua. Dan dengan LKS ini, dalam belajar berhitung siswa yang satu tidak perlu menunggu ataupun mengejar siswa lain. Sehingga dengan tingkat ketunaan yang berbeda setiap siswa dapat belajar berhitung sesuai dengan tingkat ketunaan yang disandangnya. Tidak mudah bagi siswa di SLB untuk mengikuti pembelajaran dengan menggunakan LKS. Untuk mengungkap tentang pelaksanaan pembelajaran 10

matematika pada pendidikan khusus yang menggunakan LKS, dengan ini peneliti mengadakan penelitian dengan judul Implementasi Pembelajaran Matematika melalui Lembar Kerja Siswa di Sekolah Luar Biasa Islam YASINDO Tumpang Kabupaten Malang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita melalui Lembar Kerja Siswa (LKS) di Sekolah Luar Biasa Islam YASINDO Tumpang kabupaten Malang. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita melalui Lembar Kerja Siswa (LKS) di Sekolah Luar Biasa Islam YASINDO Tumpang kabupaten Malang. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai kegunaan dalam dunia pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, hasil penelitiannya dapat menambah wawasan dan pengalaman untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pendidikan di Indonesia, terutama yang berhubungan dengan pembelajaran matematika bagi anak berkelainan. 11

2. Bagi Sekolah Luar Biasa Islam Yasindo Tumpang kabupaten Malang, penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi kebijakan dalam pengembangan pembelajaran matematika. 3. Bagi peneliti lebih lanjut, hasil penelitiannya nanti akan membuka peluang atau kesempatan untuk meneliti lebih lanjut tentang pembelajaran matematika di sekolah luar biasa. E. Batasan Masalah Dalam penelitian ini yang akan penulis teliti adalah implementasi pembelajaran matematika melalui lembar kerja siswa di Sekolah Luar Biasa Islam Yasindo Tumpang Kabupaten Malang khusus bagi anak-anak tunagrahita. Agar tidak terjadi persepsi yang beragam tentang istilah yang dijadikan fokus dalam penelitian ini, maka diberikan batasan dalam bentuk definisi istilah sebagai berikut: 1. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar 2. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dengan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan. 3. Lembar Kerja Siswa adalah suatu buku yang berisi kumpulan soal-soal mata pelajaran sekolah. Bentuknya biasanya tipis. Lembar Kerja Siswa digunakan sebagai sarana memacu siswa untuk lebih memahami pelajaran di sekolah. 4. Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras 12

5. Sekolah Luar Biasa (SLB) Islam YASINDO Tumpang adalah salah satu Sekolah Luar Biasa di kabupaten Malang dan satu-satunya yang ada di kecamatan Tumpang 13