BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (TAP MPR) No. IV/ MPR/ 1978 GBHN jo TAP MPR No. II/ MPR/ 1983 GBHN.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

ANALISIS PERANAN DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang berdampak perubahan dalam undang-undang pajak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur, diperlukan pembangunan di segala sektor.

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia sedang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sebagian besar corak kehidupan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 47 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Undang-Undang ini memberikan otonomi secara utuh pada daerah untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Saat ini daerah sudah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan demikian pemerintah kabupaten diharapkan lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat di daerahnya agar dapat mendorong timbulnya prakarsa dan pelaksanaan pembangunan yang merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan pemerintahan. Kabupaten Garut adalah salah satu kabupaten di propinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah daerah kabupaten Garut, pemerintah propinsi Jawa Barat, maupun oleh pemerintah pusat. Adapun upaya peningkatan daerah tersebut adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan pendapatan daerah yang pada garis besarnya ditempuh dengan usaha 1

intensifikasi yang artinya suatu usaha atau tindakan memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih ketat dan teliti. Usaha intensifikasi ini mempunyai ciri utama yaitu usaha untuk memungut sepenuhnya dan dalam batasbatas ketentuan yang ada. Sedangkan usaha ekstensifikasi adalah usaha untuk mencari dan menggali potensi sumber-sumber pendapatan daerah yang baru atau belum ada. Berdasarkan pasal 157 Undang-Undang No.32 tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri dari: a. Pendapatan asli daerah b. Dana perimbangan yang terdiri dari: 1. Dana bagi hasil a) Bersumber dari pajak b) Bersumber dari non-pajak 2. Dana alokasi umum 3. Dana alokasi khusus c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana bagi hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21. Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam menghasilkan pendapatan daerah. Dalam hal ini, peneliti akan mengupas lebih dalam mengenai pajak bumi dan bangunan. Kontribusi PBB terhadap kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang terangkum dalam dana perimbangan walaupun cukup besar nilainya dianggap tidak cukup untuk menopang pendapatan daerah. Hal ini dikarenakan dana perimbangan termasuk dalam pajak pusat yang mana masih terdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat. Artinya tidak keseluruhan pendapatan dapat dikontribusikan pada pemerintah daerah. 2

Masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah daerah adalah masih lemahnya kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang pajak bumi dan bangunan kabupaten Garut terutama mengenai pengaruhnya terhadap pendapatan daerah dan bermaksud menuangkannya ke dalam skripsi yang berjudul : Pengaruh Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah (Studi kasus pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Garut). 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: a. Berapa besar pajak bumi dan bangunan pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. b. Berapa besar pendapatan daerah pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. c. Bagaimana pengaruh pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memberikan penjelasan mengenai pengaruh pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah. Sedangkan tujuan penelitian adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pajak bumi dan bangunan pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. b. Untuk mengetahui pendapatan daerah pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. c. Untuk mengetahui pengaruh pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. 3

1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian yang penulis lakukan diharapkan akan mempunyai kegunaan antara lain: a. Kegunaan akademis 1. Bagi peneliti Dapat menambah pengetahuan tentang Pemerintah Daerah terutama mengenai pajak bumi dan bangunan serta hubungannya dengan pendapatan daerah. 2. Bagi peneliti lain Dapat dijadikan sumber informasi dan referensi dalam penelitian sejenis. b. Kegunaan praktis Dapat memberikan sumbangan dari penerimaan tentang pengaruh pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah pada Pemerintah Daerah. 1.5. Rerangka Penelitian Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya. Untuk mewujudkan tugasnya tersebut maka pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai karena untuk pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan daerah tersebut adalah dari dana perimbangan yang mana salah satunya merupakan dana bagi hasil pajak yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sehubungan dengan pentingnya sumber keuangan tersebut, menurut Soemitro, yang kemudian dikutip oleh Mardiasmo (2006:1) menyatakan bahwa: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 4

Pengertian yang terkandung dalam Pajak Bumi dan Bangunan menurut Mardiasmo (2006:295) adalah sebagai berikut: Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan. PBB merupakan pajak pusat karena dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) termasuk dalam dana perimbangan. PBB juga merupakan azas pembantuan karena dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut: 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas umum daerah provinsi, 64,8% untuk daerah kabupaten: kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas umum daerah kabupaten, 9% untuk biaya pemungutan. Sedangkan sisa 10% bagian pemerintah yang dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan dengan imbangan sebagai berikut: 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota, dan 35% dibagikan secara intensif kepada daerag kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai atau melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. Nominal 64,8% ini memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah. Wajib pajak menyetorkan PBB pada suatu badan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk kemudian dikelola lebih lanjut oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB). Instansi ini bertanggungjawab pada pemerintah pusat. Sedangkan pengertian pendapatan daerah menurut Undang-Undang No.32 tahun 2004 pasal 1 angka 15 adalah sebagai berikut: Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 5

Pendapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana bagi hasil terdiri dari dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh pasal 21. Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas pajak bumi dan bangunan yang menitikberatkan pengaruhnya terhadap pendapatan daerah. Dalam hal ini pajak bumi dan bangunan merupakan faktor yang berpengaruh untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah. Dari rerangka pemikiran tersebut peneliti menarik hipotesis bahwa pajak bumi dan bangunan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pendapatan daerah. 1.6. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pengertian metode deskriptif menurut Moh. Nazir (2003:54) adalah sebagai berikut: Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian ini rencananya akan dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah kabupaten Garut. Data yang peneliti kumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian akan diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari. 6

Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian lapangan (Field Research) 1. Pengamatan (Observation), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek yang diteliti. 2. Wawancara (Interview), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pimpinan atau pihak yang berwenang atau bagian lain yang berhubungan langsung dengan objek yang diteliti. b. Penelitian kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yaitu data yang merupakan faktor penunjang yang bersifat teoritis kepustakaan. 1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantor Pemerintah Daerah kabupaten Garut yang khususnya dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah kabupaten Garut yang berlokasi di Jln. Ciledug No.120 Garut. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah dari bulan desember sampai dengan selesai. 7