BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut sebagai profil yang tidak kompak dan akan mudah mengalami tekuk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan yaitu Studi Kekuatan Kolom Beton Menggunakan Baja Profil Siku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

hendak dicapai, maka diskusi antara insinyur perencana dan pemborong pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tekan sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik, kolom, balok, dan batang

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN KOLOM BETON BERTULANG TERHADAP KUAT TEKAN

BAB III LANDASAN TEORI

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. beton dengan penggunaan kadar fly ash yang cukup tinggi yakni di atas 50%

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. penambal, adukan encer (grout) dan lain sebagainya. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen

PENGUJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN VARIASI RATIO TULANGAN TARIK

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB III LANDASAN TEORI. semen sebagai bahan ikatnya, agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah

BAB II STUDI PUSTAKA

KUAT TEKAN BETON DENGAN VARIASI AGREGAT YANG BERASAL DARI BEBERAPA TEMPAT DI SULAWESI UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Dengan demikian

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II STUDI PUSTAKA

Dalam struktur beton biasa agregat menempati kurang lebih 70 sampai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan collapse (runtuhnya) lantai yang bersangkutan, dan juga runtuh batas total (ultimate total collapse) seluruh strukturnya. (Nawy, 1990) Bagian konstruksi desak vertikal dalam sebuah konstruksi lazimnya diidentifikasikan sebagai kolom. Selain itu kolom adalah elemen struktur tekan yang mempunyai dimensi panjang jauh lebih besar dari pada dimensi melintangnya. Pada elemen struktur tekan, masalah yang paling penting diperhatikan adalah masalah stabilitas. Tidak seperti elemen struktur tarik yang bebannya cenderung menahan elemen struktur pada posisinya, elemen struktur tekan sangat peka terhadap faktor-faktor yang dapat menimbulkan peralihan lateral atau tekuk (Spiegel, 1991) Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat mendadak. Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi dari pada untuk komponen struktur lainnya. Selanjutnya, karena penggunaan di dalam praktek umumnya kolom tidak 7

8 hanya melulu bertugas menahan kombinasi beban aksial vertikal, definisi kolom diperluas dengan mencakup juga tugas menahan kombinasi beban aksil dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom harus diperhitungkan untuk penyanggah beban aksil tekan dengan eksentrisitas tertentu. (Dipohusodo, 1994) Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Pengikatan kekuatan yang lebih besar dapat dibuat dengan memberikan kekangan lateral pada tulangan longitudinal ini. Akibat beban tekan aksial, kolom cenderung tidak hanya memendek dalam arah memanjang tetapi juga mengembang dalam arah lateral. Kapasitas kolom semacam ini dapat meningkat tinggi dengan memberikan kekangan lateral dalam bentuk sengkang persegi dengan jarak yang berdekatan membungkus tulangan longitudinal. (McCormac, 2000) Seperti halnya balok, kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsipprinsip dasar sebagai berikut (Nawy, 1990): 1. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom. 2. Tidak ada slip antara beton dengan tulangan baja (berarti regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya). 3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan) adalah 0,003. 4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. Eksentrisitas beban dapat terjadi akibat timbulnya momen yang antara lain disebabkan oleh kekangan pada ujung-ujung kolom yang dicetak secara monolit

9 dengan komponen lain, pelaksanaan pemasangan yang kurang sempurna, ataupun penggunaan mutu bahan yang tidak merata. Maka sebagai tambahan faktor reduksi kekuatan untuk memperhitungkan eksentrisitas minimum, peraturan memberikan ketentuann bahwa kekuatan nominal kolom dengan pengikat sengkang direduksi 20% dan untuk kolom dengan pengikat spiral direduksi 15%. (Dipohusodo, 1994) Berdasarkan ragam kegagalannya kolom di bagi menjadi tiga kelompok yaitu kolom langsing, kolom sedang, dan kolom pendek. Tampak pada Gambar 2.1 di bawah ini. (a). Pendek (b). Sedang (c). Panjang Gambar 2.1 Jenis Kolom dan Ragam Keruntuhan (Spiegel, 1991) Kolom langsing atau kolom panjang ragam kegagalannya adalah tekuk dalam selang elastis. Tekuk itu terjadi pada tegangan tekan yang masih dalam selang elastis. Kolom pendek atau kolom gemuk ragam kegagalannya bukan karena tekuk elastis. Kolom itu gagal karena mencapai leleh (leleh sebagai kriteria kegagalan), jadi beban runtuh ditentukan sebagai hasil kali fy dan luas penampang

10 melintang. Kolom sedang adalah jenis kolom yang terletak diantara kedua kriteria itu, kolom ini gagal dengan tekuk inelastis apabila leleh yang terlokalisasi terjadi. Kegagalan ini diawali dengan adanya perlemahan dan kehancuran. Kegagalannya tidak dapat ditentukan baik dengan menggunakan kriteria tekuk elastis kolom panjang maupun dengan kriteria leleh kolom pendek (Spiegel, 1991) Suwanto (2010) menguji kolom pendek dengan tulangan longitudinal besi siku dan diberi beban eksentrik. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kolom pendek besi siku setelah diberi cor beton mengalami kenaikan beban yang diterima rata-rata sebesar 13,8594% daripada kolom pendek dengan tulangan longitudinal besi beton diameter 10 cm. Kemampuan kolom yang dapat menahan beban terbesar pada kolom pendek adalah kolom besi siku dengan variasi jarak eksentrisitas 45 mm. Basuki (2007) menguji kolom pendek dengan tulangan longitudinal besi siku dan diberi beban kosentrik. Variasi yang dilakukan adalah dengan variasi jarak pelat kopel. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kolom pendek besi siku dengan variasi jarak kopel yang lebih dekat mempunyai kapasitas tekan kolom lebih besar daripada dengan variasi jarak kopel yang lebih jauh, yaitu 7500kg (untuk jarak pelat 50 cm) dan 5500 kg (untuk jarak pelat 33,33 cm). Sedangkan untuk jarak pelat kopel yang tidak seragam (20 cm, 30 cm, dan 50 cm) menghasilkan kapasitas tekan kolom hanya 4500 kg. kesimpulan yang diperoleh adalah memperpendek jarak pelat kopel dapat meningkatkan kekakuan kolom, namun demikian distribusi jarak pelat kopel yang tidak seragam akan mengurangi kapasitas tekan kolom batang tersusun.

11 2.2. Beton Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air yang membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan adiktif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durability, dan waktu pengerasan. (McCormac, 2000) Kekuatan, keawetan, dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat-sifat bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara perngerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan. Luasnya pemakaian beton disebabkan oleh karena terbuat dari bahan-bahan yang umumnya mudah diperoleh, serta mudah diolah sehingga menjadi beton mempunyai sifat yang dituntut sesuai dengan keadaan situasi pemakaian tertentu. (Tjokrodimuljo, 1992) Dipohusodo mengatakan bahwa beton normal memiliki berat jenis 2300 2400 kg/m 3, juga nilai kekuatan dan daya tahan (durability) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Nilai banding campuran, 2. Mutu bahan susun, 3. Metode pelaksanaan pengecoran, 4. Pelaksanaan finishing, 5. Temperatur, 6. Kondisi perawatan pengerasannya.

12 Menurut Dipohusodo (1994), sesuai dengan tingkat mutu beton yang hendak dicapai, perbandingan campuran bahan susun harus ditentukan agar beton yang dihasilkan memberi : 1. Kelecakan dan konsistensi yang memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah ke dalam acuan dan sekitar tulangan baja tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya segregasi atau pemisahan agregat dan bleeding air. 2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan lain-lain). 3. Memenuhi uji kuat yang akan dicapai. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperature, dan kondisi perawatan pengerasannya. Nilai kuat beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. (Dipohusodo, 1994)

13 2.3. Material Pembentuk Beton 2.3.1. Semen Portland Semen Portland adalah semen yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker, terutama yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis dengan gips sebagai bahan tambah dan sebagai fungsinya untuk merekatkan butirbutir agregat agar terjadi suatu massa yang kompok atau padat.selain itu juga untuk mengisi rongga-ronga di antara butiran agregat. Dalam campuran beton, semen menempati kira-kira 10% dari volume beton. Suatu semen jika diaduk dengan air akan berbentuk adukan yang disebut pasta semen. Dalam campuran beton, semen bersama air adalah sebagai kelompok yang aktif. Kelompok aktif ini fungsinya sebagai perekat atau pengikat, sedangkan kelompok pasif yaitu pasir dan kerikil berfungsi sebagai pengisi. Semen Portland mengandung kalsium dan aluminium silika. Dibuat dari bahan utama limestone yang mengandung kalsium oksida (CaO) dengan lempung yang mengadung silika dioksida (SiO 2 ) serta aluminium oksida (Al 2 O 3 ). Semen portland yang dipakai harus memenuhi syarat SII 0013-81 dan Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI) 1982, sedangkan Semen portland harus memenuhi syarat SII 0132-75. (Dipohusodo, 1994) Menurut Tjokrodimuljo (1996), kandungan bahan kimia yang terkandung dalam semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.

14 Tabel 2.1 Kandungan Bahan-Bahan Kimia dalam Bahan Baku Semen Oksida % Kapur, CaO 60 65 Silika, SiO 17 25 2 Alumina, AL 2 O 3 8 3 Besi, Fe 2 O 0,5 6 3 Magnesia, MgO 0,5 4 Sulfur, SO 1 2 3 Soda/Potash, Na 2 O+K 2 O 0,5 1 Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen Portland di Indonesia (PUBI- 1982) dibagi menjadi 5 jenis, yaitu (Tjokromuljo, 1992): Jenis I : Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain. Jenis II : Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sendang. Jenis III : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Jenis IV : Semen Portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah. Jenis V : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.

15 2.3.2. Air Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butirbutir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan kurang lebih 25 % dari berat semen. Namun, dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang kurang dari 0,35 sulit dilaksanakan. Kelebihan air yang ada digunakan sebagai pelumas. Penambahan air untuk pelumas tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan berkurang. Selain itu akan menimbulkan bleeding. Hasil bleeding ini berupa lapisan tipis yang mengurangi lekatan antar lapis-lapis beton. Fungsi air di dalam campuran beton adalah sebagai berikut: 1. Sebagai pelicin bagi agregat halus dan agregat kasar. 2. Bereaksi dengan semen untuk membentuk pasta semen. 3. Penting untuk mencairkan bahan/ material semen ke seluruh permukaan agregat. 4. Membasahi agregat untuk melindungi agregat dari penyerapan air vital yang diperlukan pada reaksi kimia. 5. Memungkinkan campuran beton mengalir ke dalam cetakan. Air yang digunakan dalam capuran beton minimal memenuhi persyaratan sebagai air minum, tetapi tidak berarti air pencampur beton harus memenuhi persyaratan sebagai air minum. Menurut Tjokrodimuljo (1992), pemakaian air dalam beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut:

16 1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. 2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dsb) lebih dari 15 gram/liter. 3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter. 2.3.3. Agregat Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortal atau beton. Agregat menempati 70% dari seluruh volume mortal atau beton. Walaupun hanya sebagai bahan pengisi, agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortal/betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortal/beton. (Tjokrodimuljo,1992) Untuk mencapai kuat beton perlu diperhatikan kepadatan dan kekerasan massanya, karena umumnya semakin padat dan keras massa agregat akan semakin tinggi kekuatan dan durability-nya, yakni daya tahan terhadap penurunan mutu akibat pengaruh cuaca. Untuk itu, gradasi ukuran partikel dalam agregat mempunyai peranan yang sangat penting untuk menghasilkan susunan beton yang padat. (Dipohusodo, 1996) Dalam campuran beton, agregat yang diperhitungkan adalah agregat dalam keadaan Saturated Surface Dry (SSD/jenuh kering muka). Jenuh kering muka adalah keadaan dimana permukaan agregat tidak ada airnya, tetapi bagian

17 dalamnya terisi oleh air, sedangkan berat jenis agregat adalah berat jenis partikel agregat dalam keadaan jenuh kering muka. Menurut Tjokrodimuljo (1992), umumnya jenis agregat dibedakan berdasarkan ukurn butir-butirnya. Dalam teknologi beton, agregat yang butirannya lebih besar dari 4,80 mm disebut agregat kasar (contohnya kerikil, batu pecah atau split), sedangkan agregat yang butirannya lebih kecil dari 4,80 mm disebut agregat halus (contohnya pasir). Agregat yang dipakai sebagai bahan bangunan mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: (Tjokrodimuljo, 1992) a. Butir-butiran tajam, kuat, dan bersudut., ukuran kekuatan agregat data dilakukan dengan pengujian ketahan aus dengan mesin uji Los Angeles, atau dengan bejana rudeloff. Persyaratan menurut konsep pedoman beton 1989 dapat dibaca dalam Tabel 2.2.

18 Table 2.2. Persyaratan Kekerasan Agregat untuk Beton (Tjokrodimuljo, 1992) Bejana rudeloff maksimum Kelas dan mutu beton bagian yang hancur, menembus ayakan 2 mm (persen) Mesin los angeles maksimum bagian yang hancur, menembus Ukuran butir 19-30 mm Ukuran butir 9,5-19 mm ayakan 1,7 mm (persen) Kelas I mutu beton B1 30 32 50 Kelas II mutu K-125 - K-225 22 24 40 Kelas III Mutu diatas K-225 14 16 27 b. Tidak mengandung tanah atau kotoran lain yang lewat ayakan 0,075 mm. pada agregat halus jumlah kandungan kotoran ini harus tidak lebih dari 5% untuk beton sampai mutu K-125, dan 2,5% untuk beton mutu yang lebih tinggi. c. Tidak mengandung garam yang menghisap air dari udara. d. Tidak mengandung zat organis. Kandungan zat organis dapat mengurangi mutu beton. Bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna pembanding.

19 e. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik sehingga rongganya sedikit (untuk pasir modulusbutiran antara 1,5-3,8). Pasir yang seperti ini hanya memerlukan pasta semen sedikit. f. Bersifat kekal, tidak hancur atau berubah karena cuaca. Sifat kekal tersebut jika diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut: 1. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12% 2. Jika dipakai magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 18%. g. Untuk agregat kasar, tidak boleh mengandung butiran-butiran yang pipih dan panjang lebih dari 20% dari berat keseluruhan. 2.4. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan terhadap setiap bahan lain yang tersedia, serta sifat keliatannya. Keliatan (ductility) adalah kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985). Baja konstruksi adalah alloy steels (baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan biasanya kurang dari 1 % karbon. Sekalipun komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi untuk sifat-sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan tahanannya terhadap korosi. Baja juga dapat mengandung elemen paduan lainnya, seperti silikon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom, nikel, dalam berbagai jumlah. (Spiegel, 1991)

20 Ada dua buah karakteristik yang dapat menggambarkan perilaku sebuah material untuk struktur yaitu kekuatan dan daktilitas. Gambar. 2.2 menunjukkan sebuah grafik perilaku karakteristik pada baja. Pada gambar tersebut ditunjukkan beberapa daerah perilaku dari baja yang berbeda yaitu : daerah elastis (the elastic range), daerah plastis (the plastic range), daerah pengerasan regangan (the strainhardening range) dan daerah luluh (the necking and failure range). (Tall, 1974) Stress Plastic range Strain-hardening Elastic range Strain ( ε ) Gambar 2.2 Grafik Tegangan Regangan untuk Baja (Tall, 1974) Baja dengan penampang yang memiliki rasio lebar dengan tebal (b/t) yang besar akan tidak stabil dan cenderung mudah mengalami tekuk akibat beban yang bekerja dalam keadaan tekan. Profil C merupakan salah satu profil yang dibuat secara dingin (cold formed shapes). Biasanya elemen-elemen pelat profil bentukan dingin (cold formed shapes) mempunyai rasio lebar dengan tebal yang besar dan kekuatan pasca tekuknya diperhitungkan, akibatnya kemungkinan bahaya tekuk dapat terjadi. (Tall, 1974)