BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Galih Mustika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika berasal dari bahasa Yunani adalah studi besaran, struktur,

GEOMETRI TRANSFORMASI DALAM MOTIF BATIK KAWUNG YOGYAKARTA. Paskalia Pradanti Universitas Sanata Dharma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

PERMAINAN TEBAK-TEBAK BUAH MANGGIS: SEBUAH INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS ETNOMATEMATIKA

Salwa Nursyahidah, 2013

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pengungkapan aspek-aspek ethnomatematics pada proses pembuatan anyaman

EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA BATIK MADURA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Lila Na'imatul Ngiza et al., Identifikasi Aktivitas Etnomatematika Petani pada...

IDENTIFIKASI AKTIVITAS ETNOMATEMATIKA PETANI PADI PADA MASYARAKAT JAWA DI DESA SETAIL

STUDI ETNOMATEMATIKA DI KALANGAN PETANI DESA KELIR KECAMATAN KALIPURO

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

ETNOMATEMATIKA (Ethnomathematics)

BAB III METODE PENELITIAN

STUDY ETHNOMATHEMATICS: PENGUNGKAPAN SISTEM BILANGAN MASYARAKAT ADAT BADUY. Oleh: Nilah Karnilah (1) Dadang Juandi (2) Turmudi (2) ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

Peran Etnomatematika Terkait Konsep Matematika dalam Mendukung Literasi

IDENTIFIKASI ETNOMATEMATIKA PADA MASJID AGUNG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

المفتوح العضوية المفتوح العضوية

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-Undang No. 20 tahun 2003).

BAB III METODE PENELITIAN

Budaya Budaya = pikiran; akal budi (KBBI, 2002:169) Berasal dari kata Buddayah(Sansekerta), yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi, artinya budi

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irvan Noortsani, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

A Vision serves to create a sense of purpose that encourages people to change their actions Michael Fairbanks -

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Irmayanti, 2016

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari keanekaragaman

PENYEBUTAN BILANGAN PADA MASYARAKAT MAUMERE, SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR

2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi.

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. ini menyebabkan perbedaan dalam pemanfaatan tumbuhan baik dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh

Ciri Utama Disiplin Geografi (1) : Perspektif Spasial. Minggu ke-2 Pengantar Geografi Oleh : Hafid Setiadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII BERBASIS KEHIDUPAN MASYARAKAT JAWARA (JAWA DAN MADURA) DI KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB V PENUTUP. maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan

Gambar 3.1 (1) jalan setapak menuju kampung Cibeo, (2) kondisi rumahrumah di kampung Kadujangkung

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Pengesahan.. Ii. Daftar Isi... Iii. Daftar Tabel. V. Daftar Gambar. Ringkasan... Viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang..

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

ETNOMATEMATIKA PADA PENANGGALAN JAWA TERKAIT ARITMETIKA DI DESA YOSOMULYO. Leni Ofta Agustina 1, Sunardi 2, Susanto 3

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu yang telah tumbuh dan berkembang ratusan tahun yang lalu. Tidak dipungkiri lagi bahwa awalnya masyarakat memahami matematika bukan dari bangku sekolah, melainkan dari lingkungan sosial yang dipengaruhi tradisi/ budaya. Pemikiran orang mengenai matematika sangat beragam, salah satunya disampaikan bahwa matematika diciptakan oleh manusia dan terkait kehidupan manusia sebagaimana Turmudi (2010) menyebutkan bahwa: 1. Matematika adalah objek yang ditemukan dan diciptakan oleh manusia; 2. Matematika itu diciptakan dan bukan jatuh dengan sendirinya namun muncul dari aktivitas yang objeknya telah tersedia serta dari keperluan sains dan kehidupan keseharian; 3. Sekali diciptakan objek matematika memiliki sifat-sifat yang ditentukan secara baik. Kenyataan bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak akan lepas dari budaya (culture) karena manusia merupakan pencipta dan pelaku budaya itu sendiri. Matematika akan selalu menjadi bagian dari hidup manusia meski dalam bentuk yang sederhana. Berdasarkan buku Ethnomathematics, section III yang berjudul Considering Interactions Between Culture and Mathematical Knowledge, Powell and Frankenstein (1997:119) menyebutkan bahwa matematika adalah produk budaya yang menghasilkan beragam aktivitas, sehingga matematika diciptakan manusia ditengah-tengah kebudayaan. Ditemukan pula adanya interaksi dialektis (bahasa) dalam praktek sehari-hari dan efek ideologi yang dipengaruhi oleh pengetahuan/ ide yang bersifat matematis. Ide matematis menurut Ascher and Ascher (1997:25) menjelaskan bahwa ide matematis itu melibatkan angka, logika, konfigurasi spasial, dan yang lebih penting kombinasi atau sistem organisasi dan struktur...mathematical ideas

2 include those involving number, logic, spatial configuration and, more significant, the combination or organization of these into systems and structures. Negara yang memiliki keberagaman suku, seperti Indonesia seyogyanya memiliki keberagaman kecenderungan berpikir matematika yang beragam. Namun, seringkali tidak disadari bahwa perbedaan kelompok budaya menyebabkan perbedaan pengetahuan diantara mereka. Pulau Jawa terdiri dari delapan macam suku, diantaranya Suku Badui (Banten), Suku Betawi (Jakarta), Suku Sunda(Jawa Barat), Suku Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur), Suku Tengger (Jawa Timur), Suku Osin (Banyuwangi-Jawa Timur), Suku Samin (Purwodadi-Jawa Tengah), dan Suku Madura (Madura-Jawa Timur). Ditemukan beberapa suku atau masyarakat etnik di Pulau Jawa yang masih memegang teguh kepercayaan dan tradisi mereka meskipun telah menggunakan hasil teknologi yang telah mengalami modernisasi, salah satunya Kampung Naga. Kampung Naga merupakan sebuah lokasi masyarakat adat di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki corak kebudayaan Sunda dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Masyarakat Kampung Naga juga memiliki nilai-nilai khasanah budaya sendiri dan berbeda dengan daerah lain. Masyarakat Kampung Naga tidak tertutup terhadap pendidikan, sebagian besar pernah mengenyam pendidikan tingkat sekolah dasar (SD), namun itu pun tidak semuanya tamat SD. Lokasi Kampung Naga sengaja dipilih, karena masyarakat Kampung Naga merupakan komunitas terbatas yang masih berusaha menjaga nilai-nilai kearifan lokal sebagai warisan dari leluhurnya dan dimungkinkan dalam kesehariannya masih menggunakan matematika yang sifatnya turun-temurun yang tidak diajarkan di sekolah. Salah satunya dilihat dari masih dipertahankannya tradisi perhitungan yang terkait dalam menentukan tanggal-tanggal yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas keseharian. Tradisi terkait penanggalan Masyarakat Kampung Naga diwariskan secara lisan. Karena disampaikan secara lisan akibatnya hanya sebagian orang yang dapat mengingat dan memahami sistem

3 penanggalan terkait aktivitas. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai upaya untuk mengungkap dan mendokumentasikan khasanah budaya di masyarakat Kampung Naga terkait matematika yang dapat digunakan sebagai rujukan/patokan masyarakat Kampung Naga mengenai sistem penanggalan terkait perhitungan yang hingga saat ini tidak ditemukan dokumen tertulisnya (hanya diwariskan secara lisan). Fakta dari pengetahuan matematika yang diperoleh diluar pembelajaran matematika secara formal, mengakibatkan munculnya kajian baru dalam pendidikan matematika, dinamakan ethnomathematics (etnomatematika) yang mula-mula dipelopori oleh Ubiratan D Ambrosio tahun 1985. Definisi ethnomathematics sebagai kajian ilmu diambil dari definisi yang dikemukakan oleh Barton (1996:196) dalam tesisnya, dituliskan bahwa Ethnomathematics is a field of study which examines the way people from other culture understand, articulate and use concepts and practices which are from their culture and which the researcher describe as mathematical. Diperoleh ethnomathematics adalah suatu kajian pengetahuan yang lakukan untuk meneliti cara sekelompok orang pada kebudayaan tertentu dalam memahami, mengekspresikan, dan menggunakan konsep-konsep serta pratik dalam kebudayaan yang dideskripsikan oleh peneliti sebagai sesuatu yang matematis. Pembuatan kalender, yaitu perhitungan dan pencatatan waktu merupakan contoh dari ethnomathematics, sebagaimana disampaikan pada Journal of Mathematics and Culture, D Ambrosio (dalam Bjarnadottir, 2010: 21) the construction of calendars, i.e. the counting and recording of time, is an excellent example of ethnomathematics. Dikemukakan pula oleh Joseph (1997 : 72), Egyptians or Mesopotamians were involved in activities which could be described as "mathematics," these activities were purely utilitarian, such as the construction of calendars, parcelling out land, administration of harvests, organization of public works (e.g.,irrigation or flood control), or collection of taxes. Yang dimaknai bahwa orang-orang Mesir

4 dan Mesopotamia terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bisa digambarkan matematika, aktivitas tersebut sepenuhnya memiliki manfaat yang berarti, seperti pembuatan kalender, pembagian tanah, pengambilan hasil panen, pengaturan pekerjaan umum (misalnya, irigasi atau pengaturan/pengendali banjir), atau pemungutan pajak. Selanjutnya, ahli matematika telah meneliti ternyata negara yang dijuluki Dunia Ketiga mencakup (Polinesia, suku Indian, suku Aborigin, berbagai suku di Afrika) mengetahui matematika dengan cara-cara yang sangat berbeda dengan matematika akademis seperti diajarkan di sekolah-sekolah. Berdasarkan atas sejumlah hasil penelitian telah menunjukkan bahwa ada situasi yang berbeda jauh antara praktek matematika yang digunakan sehari-hari dalam budaya dan cara matematika sekolah diajarkan di sekolah-sekolah. Selain itu, beberapa kelompok tersebut ada yang tidak mengenal jalur pendidikan formal dan biasanya masih memegang teguh kepercayaan nenek moyang atau leluhur mereka. Aktivitas tersebut secara khusus dipakai turun temurun dan digunakan oleh komunitas tersebut. Ternyata mereka juga melakukan aktivitas-aktivitas matematis yang digolongkan dalam enam aktivitas, Bishop (1997:1-2) yaitu: 1. Counting (membilang) Membilang berkaitan dengan pertanyaan how many. Jemari, penggunaan bagian tubuh, batu, tongkat, dan tali merupakan beberapa alat yang digunakan sebagai penghitung (counter). Salah seorang peneliti menganalisa lebih dari 2000 cara membilang yang berbeda yang ditemukan di Papua Nugini dan Oceania. 2. Melokasikan (Locating). Aktivitas yang termasuk kategori melokasikan seperti menemukan jalan, navigasi (dalam berlayar), mengorientasikan diri, menggambarkan keadaan (hubungan) suatu benda dengan benda lain. Arah kompas, bintang, matahari, angin, peta digunakan oleh banyak orang di dunia untuk petunjuk jalan dan posisi/ keberadaan mereka. Banyak ide-ide geometri berasal dari aktivitas tersebut. 3. Mengukur/Menakar (Measuring).

5 Mengukur berkaitan dengan pertanyaan how much. Bentuk pertanyaan how much dapat ditanyakan dan dijawab dimanapun. Apakah menanyakan banyak (kuantitas) bahan, makanan, atau uang sebagai barang yang bernilai, mengukur/ menakar adalah keterampilan dari setiap manusia yang hidup. 4. Mendesain (Designing) Bentuk (shapes) sangat penting dalam geometri dan hal tersebut bermula dari merancang objek untuk disajikan dalam tujuan yang berbeda. Suatu objek dapat dibuat kecil ataupun besar, tergantung bagaimana tujuannya. 5. Bermain (playing) Tidak semua bermain itu penting dari sudut pandang matematika, tetapi teka-teki, aturan permainan, strategi untuk menang, menebak, kesempatan, semuanya menunjukkan bagaimana bermain memberikan kontribusi terhadap perkembangan dalam berpikir matematis. 6. Menjelaskan (Explaining) Dalam matematika, matematikawan sering tertarik mengapa pola bilangan itu dapat terjadi, mengapa bentuk geometri saling berkaitan, mengapa suatu hasil mengarah ke yang lain, mengapa kejadian alam tampaknya mengikuti hukum matematika, dan dalam proses mencoba untuk menjawab pertanyaan why. Bukti adalah salah satu bentuk jawaban secara simbolik, masih ada beberapa cara lain, tergantung pada apa yang diyakininya benar. Adapun beberapa penemuan keberadaan matematika yang berbeda didokumentasikan dalam bentuk buku, seperti Zaslavsky tahun 1973 bukunya African Counts (menjelaskan ide matematis dalam budaya penduduk suku pribumi di Afrika), Van Sertima tahun 1986 bukunya Black in Science, dll. Setelah dikaji selama bertahun-tahun, matematikawan menyimpulkan banyak ide- ide matematis sering muncul dalam aktivitas- aktivitas yang terkait budaya. Karena etnomatematika dipandang dapat menjembatani antara budaya dan pendidikan matematika, maka peneliti tertarik untuk mengungkap ide matematis pada sistem penanggalan masyarakat Kampung Naga. Hal ini didasarkan hasil studi pendahuluan selama dua hari di akhir Bulan Oktober 2013

6 yang pengamatan sistem penanggalan masyarakat Kampung Naga dilakukan dengan mengamati situasi sosial penggunaan perhitungan dalam penanggalan yang didasarkan pada aktivitas di sawah (mulai menanam padi dan memanen padi), aktivitas acara adat, penentuan hari naas, dan aktivitas insidental lain. Melihat besar kemungkinan untuk dilakukannya pencatatan, pendokumentasian, dan pengkajian lebih mendalam, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai penanggalan yang dipakai di masyarakat Kampung Naga dalam beberapa aktivitas keseharian, guna memperlihatkan adanya keterkaitan antara matematika dan budaya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul ETHNOMATHEMATICS SEBAGAI SUATU KAJIAN DALAM MENGUNGKAP IDE MATEMATIS PADA SISTEM PENANGGALAN MASYARAKAT KAMPUNG NAGA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijabarkan, adanya keterkaitan matematika dengan budaya bukanlah hal yang mustahil terjadi, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu Bagaimana ide matematis yang terdapat pada sistem penanggalan masyarakat Kampung Naga? C. Pertanyaan Penelitian Rumusan masalah deskriptif dirinci kembali menjadi beberapa pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana ide matematis yang terdapat pada perhitungan hari cepat di Masyarakat Kampung Naga? 2. Bagaimana aturan penanggalan yang berlaku di Masyarakat Kampung Naga? 3. Bagaimana ide matematis yang terdapat pada sistem penanggalan yang terkait dengan aktivitas Masyarakat Kampung Naga? D. Tujuan Penelitian

7 Secara umum, tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu untuk mengungkap ide-ide matematis yang terdapat pada sistem penanggalan masyarakat Kampung Naga. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat dari Segi Teori Hasil penelitian ini diharapkan sebagai upaya untuk memperkaya khasanah budaya di masyarakat Kampung Naga serta dapat digunakan sebagai rujukan/patokan masyarakat Kampung Naga mengenai sistem penanggalan terkait perhitungan yang hingga saat ini tidak ditemukan dokumen tertulisnya (hanya diwariskan secara lisan). 2. Manfaat dari Segi Praktik Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadikan panduan bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengungkap ide matematis pada ranah ethnomathematics sebagai akibat dari pengaruh timbal balik antara matematika dan budaya. 3. Manfaat dari Segi Isu dan Aksi Sosial Hasil penelitian ini bertujuan untuk mereduksi paradigma yang absolut mengenai matematika, terutama dalam pembelajaran matematika, guna mendukung terciptanya kontribusi pembelajaran matematika yang turut membantu mencerdaskan bangsa.