PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 8 TAHUN 1997 SERI C.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG IZIN TRAYEK DAN PENGENDALIAN LALU LINTAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

RAMBU LALU LINTAS JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PARKIR KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1999 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 14 TAHUN 1997 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 1995 SERI B.2

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1991 TENTANG TERMINAL KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2002 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

NoMoR [2 TAHUN jalan dan jaringan transportasi, perlu pengelolaan pemanfaatan jalan di. Perundang undangan (Lembaran Negara Tahun 2ao4 Nomor s3,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG B E C A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT DAN RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG TONASE DAN PORTAL

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 110 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENDARAAN TIDAK BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN USAHA ANGKUTAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur, tertib, lancar dan selamat, selaras dengan perkembangan kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang semakin meningkat serta meberikan pelayanan kepada masyarakat diperlukan pengaturan yang lebih mantap, jelas, tegas serta mencakup keseluruhan kebijaksanaan Pemerintah berdasarkan kewenangan yang ada dibidang Lalu Lintas Jalan; b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a di atas perlu diatur perlengkapan jalan meliputi aspek pengendalian, pengawasan dan pemeliharaan untuk keselamatan, ketertiban dan kelancaran Lalu Lintas, c. bahwa sehubungan dengan maksud huruf a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480); 1

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3410 ) ; 5. Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahuin 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan ( Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); 11. Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 14 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kota Balikpapan (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 12 Seri D Nomor 02 Tanggal 26 April 2000). 2

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS JALAN Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Balikpapan : 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Balikpapan ; 3 Kepala Daerah adalah Walikota Balikpapan ; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Balikpapan selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Balikpapan; 5 Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Balikpapan.; 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Balikpapan; 7. Petugas adalah petugas yang ditunjuk oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Balikpapan. 8. Penyidikan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Penyidikan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah. 9. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan kendaraan. 10. Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dengan dipungut bayaran, pengertian kendaraan umum disini ialah Angkutan Kota, Bus, Mobil Barang dan Taksi; 11. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan; 12. Jalan adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum; 3

13. Perlengkapan jalan adalah segala yang berada di jalan yang berfungsi mengatur, mengendalikan dan mengamankan lalu lintas terdiri dari rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pemakai jalan, alat pengawasan dan pengaman jalan serta fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas; 14. Rambu lalu lintas adalah salah satu dari perlengkapan jalan berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan,larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan. 15. Marka jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan jalan atau diatas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang,garis serong serta lambing lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. 16. Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan atau kendaraan dipersimpangan atau pada ruas jalan. 17. Alat pengendali dan pengaman pemakai jalan adalah alat yang digunakan untuk pengaman terhadap pamaki jalan. 18. Alat Pengawasan dan pengaman jalan adalah alat yang berfungsi sebagai pengawas terhadap berat kendaraan beserta muatannya. 19. Alat pengendali pemakai jalan adalah alat yang digunakan untuk mengendalikan atau pembatas terhadap kecepatan, ukuran muatan kendaraan pada ruas-ruas jalan tertentu. 20. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas angkutan jalan adalah fasilitas untuk pejalan kaki,parkir pada badan jalan, halte, tempat istirahat dan penerangan jalan. 21. Pemakai jalan adalah pengemudi kendaraan, pajalan kaki dan pengendali hewan di jalan. 4 BAB II MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS Bagian Pertama Manajemen Lalu Lintas Pasal 2 (1) Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas. (2) Perencanaan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi : a. Investarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan b. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan c. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas d. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya.

(3) Pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi Kegiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu. (4) Pengawasan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi : a. Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (3). b. Tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (3). (5) Pengendalian lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi : a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (3). b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (3). (6) Untuk kepentingan keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di Daerah, kendaran roda tiga seperti bacak, helicak, bajai atau sejenisnya tidak diijinkan berlalu lintas dijalan untukangkutan orang kecuali ditentukan lain oleh Kepala Daerah atas persetujuan DPRD. (7) Untuk keperluan mempertahankan dan atau menaikkan tingkat pelayanan jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu, setiap kegiatan pembangunan atau kegiatan yang dapat merubah fungsi suatu bangunan dan atau lahan diwajibkan untuk melakukan analisis mengenai dampak yang ditimbulkannya terhadap kondisi lalu lintas yang telah ada. (8) Pengaturan pelaksanaan tentang analisis mengenai dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (7) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Bagian Kedua Rekayasa Lalu Lintas Pasal 4 (1) Dalam rangka pelaksanaan manajemen lalu lintas di jalan dilakukan rekayasa lalu lintas. (2) Rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : perencanaan,pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas serta alat pengendali dan pengaman pemakai jalan, alat pengawasan dan pe (3) Perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, dan pemasangan, pemeliharaan serta penyusunan program terwujudnya. (4) Pengadaan pemasangan dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan pelaksanaan program perwujudan sebagaimana dimaksud ayat (3). 5

(5) Pemasangan dan penghapusan setiap rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas serta alat pengendali dan pengamanan pemakai jalan serta alat pengawasan dan pengaman jalan harus didukung dengan system informasi yang diperlukan. Bagian Ketiga Pelaksanaan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas Pasal 5 Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 4 dilakukan oleh Kepala Dinas. Pasal 6 Pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pemakai jalan, alat pengawasan dan pengaman jalan serta fasilitas pendukung dijalan dapat dilakukan oleh Instansi, badan usaha atau orang pribadi dengan ketentuan : a. Memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Penentuan lokasi dan penempatannya harus mendapat persetujuan Kepala Dinas. BAB III KELAS JALAN Pasal 7 (4) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3) harus seizin Kepala Dinas. 6

(1) (2) Untuk keperluan pengaturan, penggunaan dan pemenuhan kebutuhan lalu lintas, maka jalan di dalam beberapa kelas. Kelas jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton. b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.00 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton. c. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. d. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. e. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokasi yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. (3) Penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 8 (1) Penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pasal 7 dinyatakan dengan ramburambu lalu lintas. (2) Setiap pemakai jalan wajib memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1). (3) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus seizing Kepala Dinas. Pasal 9 (1) Pada jalan yang memenuhi ketentuan kelas jalannya akan ditetapkan kekuatan daya dukungnya oleh Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan dari Instansi Teknis. (2) Penetapan daya dukung jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) dinyatakan dengan rambu-rambu lalu lintas. (3) Setiap pemakai jalan wajib mentaat ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) 7

BAB IV PENGGUNAAN JALAN SELAIN UNTUK KEPENTINGAN LALU LINTAS Pasal 10 (1) Penggunaan jalan untuk keperluan tertentu selain untuk kepentingan lalu lintas dan penyelenggaraan kegiatan dengan menggunakan jalan harus mendapat izin dari Kepala Dinas (2) Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) yang mengakibatkan penutupan jalan sebagian ataupun seluruhnya tersebut dapat diizinkan apabila ada jalan alternative untuk pengalihan arus lalu lintas. (3) Pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternative sebagaimana dimaksud ayat (2) dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara. (4) Apabila penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas tidak sampai mengakibatkan penutupan jalan, Kepal Dinas menempatkan Petugas pada ruas jalan dimaksud untuk menjaga keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.. BAB V PERLENGKAPAN JALAN Bagian Pertama Rambu-Rambu Pasal 11 (1) Rambu-rambu terdiri dari 4 (empat) golongan : a. Rambu Peringatan. b. Rambu Larangan c. Rambu Perintah d. Rambu Petunjuk. (2) Rambu peringatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a. digunakan untuk menyatakan peringatan atau tempat berbahaya serta kondisi pada jalan di depan pemakai jalan. (3) Rambu Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b. digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan pemakai jalan. (4) Rambu Perintah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c. digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan. (5) Rambu Petunjuk sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d. digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan. Pasal 12 8

(1) Rambu-rambu sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1) ditempatkan secara tetap. (2) Dalam keadaan dan kegiatan tertentu dapat digunakan rambu-rambu lalu lintas yang bersifat sementara. (3) Pada Rambu-rambu sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dapat ditambahkan papan tambahan di bawahnya yang memuat keterangan yang diperlukan untuk menyatakan hanya berlaku untuk waktu, jarak dan jenis kendaran tertentu ataupun perihal lainnya. Bagian Kedua Marka Jalan Pasal 13 (1) Marka jalan berfungsi untuk mengatur lalu lintas atau memperingati atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan. (2) Marka jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : a. Marka Membujur. b. Marka Melintang. c.marka Serong. d. Marka Lambang. e. Marka Lainnya. Pasa 14 (1). Marka jalan sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (2) huruf a berupa : a. Garis utuh. b. Garis putus-putus. c. Garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus. d. Garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh. Pasal 15 (1) Marka Membujur berupa garis utuh sebagaimana dimaksud pasal 14 huruf a, berfungsi sebagai larangan bagi kendaran melintasi garis tersebut. (2) Marka Membujur berupa garis putus-putus sebagaimana dimaksud pasal 14 huruf b, merupakan pembatas lajur yang berfungsi mengarahkan lalu lintas dan atau memperingatkan akan ada marka membujur yang berupa garis utuh depan. 9

(3) Marka Membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putusputus sebagaimana dimaksud pasal 14 huruf c, menyatakan bahwa kendaraan yang berada yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintas garis ganda tersebut, sedangkan kendaraan yang berada pada sisi garis putus-putus dapat melintasi garis ganda tersebut. (4) Marka Membujur berupa garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh sebagaimana dimaksud pasal 14 huruf d, menyatakan bahwa kendaraan dilarang melintasi garis ganda tersebut. Pasal 16 (1) Marka Melintang sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (2) huruf b, berupa : a. Garis utuh. b. Garis putus-putus. (2) Marka Melintang berupa garis utuh sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, menyatakan batas berhenti bagi kendaraan yang diwajibkan berhenti oleh alat pemberi isyarat lalu lintas atau rambu yang menunjukkan agar pemakai jalan memberikan prioritas kepada pemakai jalan dari yang ada didepannya. (3) Marka Melintang berupa garis putus-putus sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, menyatakan batas yang tidak dapat dilampaui kendaraan sewaktu memberi kesempatan kepada kendaraan yang mendapat hak utama pada persimpangan. Pasal 17 (1) Marka Serong sebagaimana pasal 13 ayat (2) huruf c, berupa garis utuh. (2) Marka Serong sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dibatasi dengan rangka garis utuh digunakan untuk menyatakan daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan atau pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas. (3) Marka Serong sebagaimana dimaksud ayat (2) dilarang dilintasi kendaraan. 10

Pasal 18 (1) Marka Lambang sebagaimana pasal 13 ayat (2) huruf d, dapat berupa panah segitiga atau tulisan, dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu atau untuk memberitahu pemakai jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan ramburambu. (2) Marka Lambang sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat ditempatkan secara sendiri atau dengan rambu lalu lintas tertentu. Pasal 19 (1) Marka Lainnya sebagaimana pasal 13 ayat (2) huruf e, adalah marka jalan selain marka melintang, marka serong dan marka lambang. (2) Marka Lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) yang berbentu : a. Garis utuh baik membujur, melintang maupun serong menyambung untuk menyatakan batas tempat parkir. b. Garis-garis utuh membujur tersusun melintang jalan untuk menyatakan tempat penyebrangan. c. Garis utuh yang saling berhubungan merupakan kombinasi dari garis serong yang membentuk garis liku-liku untuk menyatakan larangan parkir. Bagian Ketiga Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas Pasal 20 (1) Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur kendaraan dan atau pejalan kaki. (2) Alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : a. Lampu tiga warna, untuk mengatur kendaraan. b. Lampu dua warna, untuk mengatur kendaraan dan atau pejalan kaki. c. Lampu satu warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada pamakai jalan. 11

(3) Alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dengan susunan : a. Cahaya warna merah dipergunakan untuk menyatakan kendaraan berhenti. b. Cahaya warna Kuning dipergunakan untuk menyatakan kendaraan bersiap untuk berhenti. c. Cahaya warna Hijau dipergunakan untuk menyatakan kendaraan untuk berjalan. (4) Alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b dengan susunan : a. Cahaya warna Merah untuk pejalan kaki berhenti. b. Cahaya warna Hijau untuk pejalan kaki berjalan. (5) Alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c berupa cahaya warna kuning kedip-kedip memberikan pernyataan kendaraan berhati-hati. (6) Setiap pemakai jalan diwajibkan untuk mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3) dan ayat (4). Bagian Keempat Kekuatan Hukum Petugas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu-Rambu Lalu Lintas Dan Marka Jalan Pasal 21 (1) Dalam kendaraan tertentu Petugas Dinas dapat melakukan tindakan : a. Memberhentikan arus lalu lintas dan atau pemakai jalan tetentu. b. Memerintahkan pemakai jalan untuk jalan terus. c. Mempercepat arus lalu lintas. d. Memperlambat arus lalu lintas. e. Mengubah arah arus lalu lintas. (2) Pemakai jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Dinas sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Perintah diberikan oleh Petugas Dinas sebagaimana ayat (1) wajib didahulukan daripada perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ramburambu lalu lintas, atau marka jalan. 12

Bagian Kelima Alat Pengendali Dan Pengaman Pemakai Jalan Pasal 22 (1) Alat pengendali pemakai jalan yang digunakan untuk pengendalian atau pembatas terhadap kecepatan ukuran, muatan kendaraan pada ruas jalan tertentu terdiri dari : a. Alat pembatas kecepatan b. Alat pembatas tinggi dan lebar (2) Alat pengaman pemakai jalan yang digunakan untuk pengamanan terhadap pemakai jalan terdiri dari : a. Pagar pengaman b. Cermin tikungan c. Deliniator d. Pulau-pulau lalu lintas e. Pita pengaduh. Bagian Keenam Alat Pengawasan Dan Pengamanan Jalan (1) Alat pengawasan dan pengaman jalan berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap berat kendaraan beserta muatannya. (2) Alat pengawasan dan pengaman jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah penimbangan yang dapat dipindah-pindahkan. Pasal 24 (1) Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pasal 23 ayat (2) dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan dioperasikan oleh Dinas. (2) Penyelenggaraan penimbangan meliputi : a. Penentuan lokasi b. Pengadaan, pemasangan dan atau pembangunan. c. Pengoperasian. d. Pemeliharaan 13

Bagian Ketujuh Fasilitas Pendukung Pasal 25 (1) Fasilitas pendukung meliputi fasilitas pejalan kaki, parkir pada badan jalan, halte, tempat peristirahatan dan penerangan jalan. (2) Fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : a. Trotoar b. Tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan atau ramburambu lalu lintas dan atau alat pemberi isyarat lalu lintas. c. Jembatan penyeberangan. d. Terowongan penyeberangan. Bagian Kedelapan Tempat Pemberhentian (Halte) Pasal 26 (1) Kepala Daerah menetapkan lokasi tempat pemberhentian (halte) bagi angkutan dengan kendaraan umum di Daerah. (2) Setiap angkutan dengan kendaraan umum harus menaikkan dan atau menurunkan penumpang di tempat pemberhentian (halte) sebagaimana dimaksud ayat (1) (3) Setiap pemakai jasa angkutan dengan kendaraan umum wajib menunggu kendaraan di tempat pemberhentian (halte) yang telah ditetapkan. (4) Lokasi tempat pemberhentian (halte) sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa bangunan maupun hanya dinyatakan dengan rambu-rambu. Bagian Kesembilan Ketentuan Penempatan Perlengkapan Jalan Pasal 27 14

(1) Pada jalan-jalan tertentu dan tempat-tempat terbuka bagi lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan. (2) Perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) berfungsi sebagai pengendali yang meliputi petunjuk, peringatan, larangan dan perintah. (3) Penempatan jalan dimaksud ayat (1) semata-mata untuk kepentingan lalu lintas. (4) Penempatan perlengkapan jalan pada jalan Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. (5) Perlengkapan jalan yang dipasang oleh Instansi, Badan Usaha atau Perorangan tanpa izin, Dinas berwenang mencabut, membongkar, dan menghapus. (6) Pengesahan perlengkapan jalan, khusus rambu-rambu lalu lintas diberikan logo dengan tulisan DLLAJ. Bagian Kesepuluh Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan Pasal 28 Penyelenggaraan perlengkapan alan didasarkan pada perencanaan yang diawali dengan penelitian yang seksama. Pasal 29 Rambu, marka jalan atau pemberi isyarat lainnya mempunyai kekuatan hukum setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemasangan. Pasal 30 Bentuk, ukuran, bahan, lambing, arti dan persyaratan teknis lainnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 15

BAB VI L A R A N G A N Pasal 31 Setiap orang atau Badan Hukum dilarang : (1) Memindahkan atau menghilangkan perlengkapan jalan. (2) Mengotori, mencoret, merusak, dan mengubah bentuk maupun warna yang mengakibatkan perlengkapan jalan berubah arti dan fungsi. (3) Memasang papan reklame, spanduk atau sejenisnya, menanam pohon, atau memakai untuk kepentingannya yang mengganggu fungsi perlengkapan jalan. BAB VII KETENTUAN PIDANA (1) Barang siapa melanggar ketentuan pasal 3 ( ayat (1) dipidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah ) (2) Barang siapa melanggar ketentuan pasa 8 ayat (2) dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) (3) Barang siapa melanggar ketentuan pasal 9 ayat (3) dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) (4) Barang siapa melanggar ketentuan pasal 10 ayat (1) dipidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). (5) Barang siapa melanggar ketentuan pasal 21 ayat (2) dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) (6) Barang siapa melanggar ketentuan pasal 26 ayat (2) dipidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) (7) Barang siapa melanggar ketentuan pasal 31 Peraturan Daerah ini dipidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) (8) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) adalah pelanggaran. 16

BAB VIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 33 (1) Penyidikan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pasal 32 dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan dibidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang : a.menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku. 17

BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 36 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Balikpapan Ditetapkan di : Balikpapan Pada Tanggal : 28 Nopember 2000 WALIKOTA BALIKPAPAN Cap/ttd H.TJUTJUP SUPARNA Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Balikpapan Nomor : 38 Tahun 2000 Seri : C Nomor 14 Tanggal : 5 Desember 2000 SEKRETARIS DAERAH KOTA BALIKPAPAN Cap/ttd DRS.H. IDHAM KADIR Pembina NIP. 010082081 18

19