Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

Hookworm-Related Cutaneous Larva Migrans

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

CREEPING ERUPTION. Sudjari,* Dearikha Karina Mayashita,* Herwinda Brahmanti**

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

ABSTRAK PARASIT PADA HEW AN PELIHARAAN YANG SERING MENULAR PADAMANUSIA

CREEPING ERUPTION. berbagai macam penyebab, dengan gambaran klinis berupa lesi atau papular yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STRONGILOIDIASIS No. Dokumen : No Revisi : Tanggal terbit : Halaman :

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

DEFINISI KASUS MALARIA

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

Proses Penularan Penyakit

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

All about Tinea pedis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

Ciri-ciri umum cestoda usus

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian. Scabies merupakan salah satu penyakit kulit yang

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

xvii Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

ALBENDAZOL UNTUK TERAPI CUTANEUS LARVA MIGRAN: ORAL ATAU TOPIKAL?

: Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

2. Strongyloides stercoralis

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. usus yang masih tinggi angka kejadian infeksinya di masyarakat. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

KEDARURATAN LINGKUNGAN

Rickettsia prowazekii

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

Hasil. Kesimpulan. Kata kunci : Obat-obatan kausatif, kortikosteroid, India, SCORTEN Skor, Stevens - Johnson sindrom, Nekrolisis epidermal

mengontrol biosintesis mediator inflamasi (prostaglandin,leukotriene) dengan meng inhibisi asam arakidonat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

TATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB I PENDAHULUAN UKDW. obat tersebut. Di India, tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ini

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

Transkripsi:

BAB 3 DISKUSI Larva migrans adalah larva cacing nematoda hewan yang mengadakan migrasi di dalam tubuh manusia tetapi tidak berkembang menjadi bentuk dewasa. Terdapat dua jenis larva migrans, yaitu cutaneous larva migrans atau creeping eruptions dan visceral larva migrans. Pada cutaneous larva migrans, larva cacing masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit atau mulut dan larva mengadakan migrasi di dalam jaringan kulit saja. Pada visceral larva migrans telur cacing masuk melalui mulut penderita dan larva cacing yang menetas melakukan migrasi ke dalam organ organ tubuh atau jaringan viseral tubuh manusia. 5 Pada cutaneus larva migrans (CLM) penyakit kulit yang disebabkan penetrasi kulit larva Ancylostoma kaninus atau kucing. Spesies utama adalah Ancylostoma braziliense, namun Ancylostoma caninum, Uncinaria stenocephala, dan Gnathostoma spinigerum dan anjing lainnya juga dapat menyebabkan CLM. Selama beberapa dekade, istilah "kutaneus larva migrans" telah digunakan secara bergantian. Pada tahun 2004, Caumes dan Danis menyatakan bahwa CLM didefinisikan sebagai linear atau serpiginous, sedikit menonjol, eritematosa yang bergerak maju dalam kulit dengan pola tidak teratur. 7,8 Ancylostoma braziliense adalah parasit yang menginfeksi kebanyakan anjing di daerah tropis negara-negara berkembang. Cutaneus larva migrans terutama dijelaskan di iklim panas, termasuk Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia, dan bahkan tenggara Amerika Serikat. Kasus yang jarang terjadi telah dilaporkan di daerah beriklim, terutama di musim panas. sebagian besar kasus didiagnosis di negara-negara industri melibatkan wisatawan yang kembali dari daerah tropis. Anjing dan kucing yang telah penuh dengan CLM meninggalkan telur di kotoran mereka. Telur tetap laten di tanah sampai tergantung pada suhu dan kelembaban eksternal, kemudian berubah menjadi larva yang mempunyai kemampuan untuk menembus kulit host baru. 7,8,9 Infeksi biasanya diperoleh melalui kontak dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi dengan kotoran kucing atau anjing yang terinfeksi. 1

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9 Masa inkubasi CLM tidak pasti, namun biasanya berlangsung dari jam ke hari. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa pruritus dapat dimulai setelah beberapa jam dan migrasi larva dapat terjadi setelah 4 hari. Jelinek dkk melaporkan, gejala terjadi > 15 hari setelah kembali dari negara endemis pada 25% penderita, masa inkubasi minimal 2 minggu. 1,7 Sewaktu menembus kulit, bakteri piogenik dapat terikut masuk pada saat larva menembus kulit, menimbulkan rasa gatal pada kulit (ground itch). 9 Reaksi yang timbul pada kulit bukan diakibatkan oleh parasit, akan tetapi disebabkan oleh reaksi inflamasi dan alergi oleh sistem imun terhadap larva dan produknya. Pada hewan, larva ini mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam. Pada manusia, larva ini memasuki kulit melalui folikel, fisura atau menembus kulit utuh dengan menggunakan enzim protease, tapi infeksinya hanya terbatas pada epidermis oleh karena tidak memiliki enzim kolagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi ke bagian kulit yang lebih dalam. 7,8 Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula - mula, pada porte d entree, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok kelok yang terasa sangat gatal. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau

hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM. Perkembangan selanjutnya, papul merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap harinya, tanpa pengobatan larva dapat mati dan diabsorbsi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah invasi. 1 Umumnya penderita hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2 5 cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga penderita sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati. Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila penderita sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis.tempat predileksi adalah di tempat tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, telapak kaki, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada. 1-3 Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis yakni bentuk yang khas seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menonjol dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Pemeriksaan darah tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis. 1 Pada kasus, seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, mengalami rasa gatal setelah telapak kaki kiri terkena paku beberapa hari yang lalu. Diagnosis cutaneous larva migrans ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis yaitu adanya gambaran seperti benang berkelokkelok membentuk terowongan yang makin hari bertambah panjang. Pengobatan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa ketidaknyamanan pada penderita. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang baik. Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat antihelmintes baik topikal maupun sistemik. Terapi pembekuan dengan menggunakan etilen klorida yang disemprotkan sepanjang lesi, karbon dioksida padat atau cryotherapy (nitrogen cair) tidak efektif dan sering tidak berhasil, selain itu dapat menimbulkan rasa sakit pada penderita, sehingga harus dihindari. Cara penyemprotan dengan menggunakan etilen klorida agak sulit dilakukan karena tidak diketahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan sekitarnya. 6

Terapi topikal dengan menggunakan tiabendazole 10%-15% terbukti berkhasiat, diberikan 2 sampai 3 kali sehari selama 5 hari. Keuntungan utama pengobatan topikal adalah tidak adanya efek samping sistemik, akan tetapi terapi topikal mempunyai kelemahan karena mempunyai efek terbatas pada beberapa lesi dan folikulitis akibat cacing tambang. 1,6 Terapi sistemik yaitu dengan menggunakan thiabendazol dengan dosis 50 mg/kgbb/hari, sehari 2 kali diberikan berturut-turut selama 2 hari. Jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Efek samping yang timbul seperti rasa mual, pusing dan muntah-muntah. Tiabendazole kurang ditoleransi dibandingkan albendazole dan ivermektin. 6,8 Albendazole adalah generasi ketiga antihelmintes, terbukti mempunyai angka kesembuhan 100% setelah pengobatan 400 mg dosis tunggal selama 3 sampai 5 hari berturut-turut. Albendazole dapat ditoleransi dengan baik kecuali diberikan dengan dosis tinggi atau dalam jangka waktu lama. Ivermektin merupakan turunan avermektin B, aktif terhadap volvulus Onchocerca dan nematode lainnya termasuk pencernaan cacing. Mekanisme kerja belum jelas. Dosis tunggal ivermektin 12 mg menghasilkan 100% angka kesembuhan penderita kutaneus larva migrans, dapat ditoleransi dengan baik dan tidak ada efek samping yang pernah dilaporkan. 1,6,11 Pada kasus, pengobatan dilakukan dengan cryotherapy sebanyak 2 kali dalam sehari dan diberikan tiabendazol topikal selama 1 minggu dan albendazole 400mg dosis tunggal selama 5 hari berturut-turut. Setelah diberikan pengobatan, lesi pada tepalak kaki mengalami penyembuhan dan penderita tidak lagi mengeluhkan gatal pada kulitnya. Infeksi sekunder pada daerah sekitar kulit yang terlibat (impetiginasi) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Komplikasi sistemik terutama migrasi larva ke jaringan dalam seperti paru yang dapat menyebabkan pneumonitis ( Loeffler s Syndrome), usus (enteritis), dan otot (miositis) sangat jarang terjadi. Meskipun patogenesis belum pasti, namun pernah dilaporkan adanya larva Ancylostoma dalam dahak penderita. 1 Tidak dijumpai adanya komplikasi yang terjadi pada kasus. Penyakit CLM dapat sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan setelah beberapa minggu atau bulan, tanpa diikuti efek samping jangka panjang apapun. Morbiditas dihubungkan dengan pruritus yang hebat dan kemungkinan infeksi bekteri sekunder yang terjadi. Mortalitas belum pernah dilaporkan. 4

Cara yang terbaik untuk mencegah CLM adalah dengan menggunakan pelindung alas kaki ketika berjalan di pantai karena larva cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindung. Hendaknya menghindari kontak langsung bagian tubuh manapun dengan tanah atau pasir yang kering. Bilamana tersedia bak pasir perlu ditutup rapat sehingga tidak memberi kesempatan kucing atau anjing berdefekasi di tempat tersebut 1,6

BAB 4 KESIMPULAN Telah dilaporkan sebuah kasus kutaneous larva migrans pada anak laki-laki berusia 3 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Setelah diberikan pengobatan CLM mengalami penyembuhan tanpa adanya komplikasi.