PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN POLA KEMITRAAN DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN DI KABUPATEN PASAMAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian kerakyatan dalam Kabupaten Pasaman Barat perlu dilakukan berbagai kegiatan usaha yang produktif melalui system Pola Kemitraan; b. bahwa untuk mencapai maksud sub a di atas diperlukan pendekatan lintas sektoral yang saling terkait guna mencapai hasil yang optimal; c. bahwa untuk mewujudkan maksud huruf a dan b di atas perlu diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat; 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat dalam Propinsi Sumatera Barat. 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan; 7. Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan dan Pembinaan Perkoperasian; 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1232 / KMK.013 / 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara; 9. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 786 /KPTS /KB.120 /10 /1996 tentang Perizinan Usaha Perkebunan; 10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940 / KPTS / OT / 210/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian; 11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 60/KPTS/KB.510/2/1998 tentang Pembinaan dan Pengendalian Pengembangan Perkebunan Pola Perusahaan Inti Rakyat; 12. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/KPTS/KB.510/2/1998 dan Nomor 01/SKB/M/II/1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Unit Desa dibidang Usaha Perkebunan dengan Pola Kemitraan melalui Pemanfaatan kredit kepada Koperasi Primer untuk anggotanya; 13. Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor SK. 525-584-1995 tentang Pedoman Pelaksanaan Pola Kemitraan Bapak Angkat Anak Angkat bidang Perkebunan di Sumatera Barat;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT dan BUPATI PASAMAN BARAT MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PELAKSANAAN POLA KEMITRAAN DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN DIKABUPATEN PASAMAN BARAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pasaman Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur pelaksana Pemerintahan Daerah. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Pasaman Barat. 4. Pola Kemitraan adalah suatu pola yang menghubungkan atau mengkaitkan usaha-usaha yang berskala besar/ menengah dengan usaha-usaha yang berskala kecil atau dengan orang-orang atau kelompok masyarakat tertentu disertai Pembinaan dan Pengembangan oleh usaha yang berskala besar/menengah dengan memperhatikan prinsip, saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. 5. Usaha-usaha yang berskala kecil adalah usaha-usaha produktif yang dilaksanakan oleh KUD atau Kelompok Masyarakat tertentu yang berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha yang berskala besar/menengah, berbentuk usaha perorangan dan berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. 6. Tanah Ulayat adalah tanah yang berada dalam Nagari yang dikuasai dan diatur oleh Hukum Adat. 7. Tanah Milik adalah tanah yang dikuasai perorangan atau kelompok masyarakat tertentu baik yang telah maupun yang belum bersertifikat. 8. Tanah Hak Guna Usaha atau Tanah Hak Pakai adalah tanah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. 9. Lembaga Adat Nagari (LAN) adalah Lembaga Perwakilan Permusyawaratan dan Pemufakatan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun secara adat ditengah-tengah masyarakat Nagari di Kabupaten Pasaman Barat. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pelaksanaan Pola Kemitraan adalah untuk mengembangkan usaha-usaha berskala kecil yang diarahkan pada aspek perencanaan, permodalan, teknologi, sumber daya manusia, manajemen produksi dan pengolahan serta pemasaran dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
BAB III PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH Bagian Pertama Peranan Pasal 3 (1) Membantu / menjembatani antara perusahaan yang berskala besar / menengah dengan usaha-usaha masyarakat yang berskala kecil dalam pelaksanaan pola kemitraan. (2) Membantu pembentukan kelompok-kelompok usaha-usaha berskala kecil. (3) Membantu pengurusan pengadaan lahan dan atau permodalan untuk menunjang pelaksanaan pola kemitraan. (4) Membantu penyelesaian perolehan hak atas tanah dan perizinan untuk kepentingan kedua belah pihak. Bagian Kedua Tanggung Jawab Pasal 4 (1) Membina, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan pola kemitraan. (2) Menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pola kemitraan. BAB IV POLA KEMITRAAN Pasal 5 (1) Usaha besar/menengah melaksanakan hubungan kemitraan dengan usaha yang berskala kecil baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha. (2) Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diupayakan kepada terwujudnya keterkaitan usaha yang saling memperkuat, memerlukan dan menguntungkan kedua belah pihak. (3) Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi. Pasal 6 (1) Pola kemitraan dilaksanakan dalam bentuk : a. Plasma; b. Kontrak; c. Dagang Umum/ Jasa; d. Waralaba; e. Keagenan; f. Kepemilikan Saham. (2) Kemitraan dapat dilakukan dalam bidang perkebunan, pertanian tanaman pangan/ holtikultura, peternakan, perikanan, kehutanan, perindustrian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dan jasa serta bidang usaha lainnya yang menyangkut perekonomian masyarakat.
BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Hak Pasal 7 (1) Usaha Besar/menengah dan usaha berskala kecil yang melaksanakan pola kemitraan mempunyai hak untuk : a. Mendapat kemudahan untuk melakukan kemitraan; b. Membuat perjanjian kemitraan; c. Membatalkan perjanjian apabila salah satu pihak mengingkari, dan selanjutnya diproses secara hukum. (2) Usaha besar/menengah yang melaksanakan pola kemitraan mempunyai hak untuk mengetahui kinerja kemitraan usaha kecil mitra binaannya. (3) Usaha kecil yang bermitra mempunyai hak untuk memperoleh pembinaan dan pengembangan dari usaha besar/menengah mitranya dalam satu aspek atau lebih sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat (1). Bagian Kedua Kewajiban Pasal 8 (1) Pengusaha besar/menengah yang melaksanakan kemitraan dengan usaha yang berskala kecil berkewajiban untuk : 1. Saling meningkatkan efisiensi usaha dalam kemitraan; 2. Memberikan informasi peluang kemitraan; 3. Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah mengenai perkembangan pelaksanaan kemitraan; 4. Menunjuk penanggung jawab kemitraan ; 5. Mentaati dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam perjanjian kemitraan; 6. Melakukan pembinaan kepada kelompok mitra binaannya dalam satu atau lebih aspek: a. Pemasaran, dengan: 1. membantu akses pasar; 2. Memberikan bantuan informasi pasar; 3. Memberikan bantuan promosi; 4. Mengembangkan jaringan usaha; 5. Membantu melakukan identifikasi pasar dan perilaku konsumen; 6. Membantu peningkatan mutu produk dan nilai tambah kemasan. b. Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia, dengan : 1. Pendidikan dan pelatihan; 2. Magang; 3. Studi banding; 4. Konsultasi. c. Permodalan, dengan : 1. memberikan informasi sumber-sumber kredit; 2. Cara pengajuan penjaminan dari berbagai lembaga penjaminan; 3. Mediator terhadap sumber - sumber pembiayaan; 4. Informasi dan tata cara penyertaan modal; 5. Membantu akses permodalan. d. Manajemen, dengan : 1. Membantu penyusunan studi kelayakan; 2. Sistim/prosedur organisasi dan manajemen; 3. Menyediakan tenaga konsultan dan Advisor.
e. Teknologi, dengan : 1. Membantu perbaikan, inofasi dan alih teknologi; 2. Membantu pengadaan sarana dan prasarana produksi sebagai unit percontohan; 3. Membantu perbaikan sistim produksi dan kontrol kualitas; 4. Membantu pengembangan disain dan rekayasa produk; 5. Membantu meningkatkan efisiensi pengadaan bahan baku. 7. Membayar pajak dan retribusi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (2) Usaha kecil berkewajiban untuk : Meningkatkan pengembangan manajemen dan kinerja usahanya secara berkelanjutan, sehingga lebih mampu melaksanakan kemitraan dengan usaha besar/menengah. Pasal 9 Usaha besar/menengah dan usaha yang berskala kecil yang melaksanakan pola kemitraan mempunyai kewajiban untuk : a. Mencegah gagalnya kemitraan; b. Memberikan informasi dan laporan secara berkala tentang pelaksanaan kemitraan kepada Kepala Daerah; c. Meningkatkan efisiensi usaha dalam kemitraan. Pasal 10 (1) Hubungan kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur bentuk dan kegiatan usaha kemitraan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pembinaan dan pengembangan serta jangka waktu dan penyelesaian perselisihan. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud ayat (1) diketahui oleh Pemerintah Daerah. Pasal 11 Pelaksanaan hubungan kemitraan yang berhasil antara usaha besar/menengah dengan usaha kecil ditindak lanjuti dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Besar/Menengah oleh Usaha Kecil mitra usahanya dengan harga yang wajar. Pasal 12 Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1), Usaha Besar/menengah dilarang memiliki dan atau menguasai usaha kecil mitra usahanya. BAB VI KEMITRAAN KHUSUS BIDANG PERKEBUNAN Pasal 13 (1) Usaha besar/menengah selain memenuhi kewajibannya sebagai mana dimaksud Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 harus membantu mengelola usahausaha mitra binaannya diluar areal inti yang luasnya minimal 30 % dari luas areal inti. (2) Bagi usaha binaan yang tidak mempunyai lahan atau kurang dari 30 % diluar areal inti sebagaimana dimaksud ayat (1) Peraturan Daerah ini, usaha besar/menengah berkewajiban mencukupi lahan mitra binaannya dari lahan inti. (3) Apabila lahan untuk mitra binaan sudah tidak ada maka lahan untuk mitra dapat diambilkan dari lahan inti. (4) Kemitraan ini juga dapat berupa penyertaan modal dari mitra dengan perhitungan waralaba.
Pasal 14 (1) Pembangunan usaha kecil mitra binaan harus sejalan dengan pembangunan kebun inti. (2) Sebelum kebun mitra binaan menghasilkan maka usaha besar/menengah wajib memberikan dana konpensasi kepada mitra binaan sesuai kewajaran dan kesepakatan bersama. Pasal 15 Usaha kecil menjadi mitra binaan dapat menyerahkan sebagian hasil produksi usahanya kepada Ninik Mamak yang berhak melalui LAN, Pemerintah Nagari ditempat usahanya, yang besarnya ditetapkan secara musyawarah. Pasal 16 (1) hasil usaha mitra binaan wajib dijual kepada usaha besar/menengah yang membinanya sesuai dengan harga pasar yang tertinggi pada saat itu. (2) Usaha besar/menengah wajib membeli hasil usaha mitra binaannya sesuai dengan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 17 Pelaksanaan pola kemitraan bidang perkebunan akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Barang siapa melanggar Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebgaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, tindak pidana yang mengakibatkan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi usaha kecil, diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 19 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas Menyidik tindak Pidana, Penyidikan atas tindak Pidana sebagaimana dimaksud Pasal 17 Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, PPNS sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian serta melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda atau surat. e. Mengambil sidik jari atau memotret seseorang. f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan pemeriksaan perkara. h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberi tahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya. i. Mengadakan tindakan lain menurut Hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) PPNS sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini membuat Berita Acara setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan tersangka b. Pemasukan rumah c. Penyitaan benda d. Pemeriksaan surat e. Pemeriksaan saksi f. Pemeriksaan ditempat kejadian (4) Berita acara sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini diteruskan kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Umum (POLRI). BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 20 (1) Usaha besar/menengah yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 12 dikenakan sanksi Administratif berupa pencabutan izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah baginya. (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 20 dilakukan oleh atau atas nama badan usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah bagi badan usaha tersebut. (3) Pencabutan izin tetap ini juga diteruskan ke Pemerintah Pusat untuk pencabutan izin PMDN/PMA yang dimilikinya. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Hal-hal ini yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati dengan Keputusan Bupati Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat. Ditetapkan di : Simpang Empat Pada tanggal : 30 Desember 2006 BUPATI PASAMAN BARAT dto Diundangkan di : Simpang Empat Pada Tanggal : 30 Desember 2006 H. SYAHIRAN
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT dto Drs. H. HELMI ERWADI Pembina Utama Muda NIP. 010081584 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2006 NOMOR 23 SERI D