Peran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan

dokumen-dokumen yang mirip
[ ] Peranan Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan

PERTIMBANGAN FARMAKOEKONOMIK PADA PEMILIHAN TERAPI

EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN

Telaah Kritis Penelitian Farmakoekonomi. Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm

EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) )

MATA KULIAH FARMAKOEKONOMI (FAK 4911)

Cost Effectiveness Analysis (CEA) Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

COST EFFECTIVE ANALYSIS DALAM PEMILIHAN BARANG FARMASI. Oleh: Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dapat dilihat dari jumlah rumah sakit yang ada saat ini di Indonesia terus

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

II. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat

EFEKTIVITAS BIAYA DIALISIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan iklim persaingan dalam dunia usaha yang semakin ketat dewasa

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 1. Kenaikan Tarif Dasar Listrik Tahun 2013 (KESDM, 2012) Gambar 2. Biaya Tagihan Listrik Tahun 2012 dan Tahun 2013 (RSIS, 2013)

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VII ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III NILAI WAKTU UANG

DAFTAR PUSTAKA. Andayani, Tri Murti, (2013). Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta :Bursa Ilmu.

Pertemuan. Nur Rachmad

BAB II LANDASAN TEORI

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. AsiA Day Madiun-Malang, penelitian menggunakan metode-metode penilaian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

B AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Prosiding Farmasi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

IV. METODE PENELITIAN

Kebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

Evaluasi Ekonomi Investasi Infrastruktur

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

9 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Internet

PENYUSUNAN KUESUIONER

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. orang yang dijamin dalam Undang Undang Dasar

ANALISIS ASPEK KEUANGAN DALAM MANAJEMEN PROYEK *)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

ABSTRAK. Umur investasi 6 tahun ( ): Payback Period. > 5 tahun. < 1 tahun. Net Present Value. Rp ,- - Rp 978.

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil menengah (UKM) merupakan salah satu sektor yang memiliki

Mengukur Efisiensi Oleh : TUTI SUARTINI/

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

IV. METODE PENELITIAN

WORKSHOP. DISAMPAIKAN OLEH TIM Dr. Dra Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS Dra Yuri Pertamasari, Apt., MARS

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Value For Money. Arif Kurniawan Wahono ( ) Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya

UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN. Law & Regulation MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM 11/22/12 REKAM MEDIS PARAGRAF 3. Pasal 46

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak pada perempuan (McPherson, et al., 2000). Menurut data

Transkripsi:

medical review Peran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan Raymond R. Tjandrawinata Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Dexa Group, Jakarta, Indonesia I. Pendahuluan Disiplin ilmu farmakoekonomi belakangan ini mendapat perhatian besar dari berbagai kalangan. Hal ini terjadi terutama di negara-negara dimana penggantian biaya obat diatur secara ketat di sektor publik maupun swasta. Ide farmakoekonomi lahir dari prinsip inti ekonomi: sumber daya yang langka dan seringkali makin berkurang memaksa orang untuk menghadirkan produk berkualitas tinggi dengan biaya seminimal mungkin. Analisis ekonomi telah digunakan oleh para pengambil keputusan dalam komunitas perawatan kesehatan di banyak negara selama bertahun-tahun. 1 Karena banyak negara mengalami peningkatan biaya perawatan kesehatan yang cepat selama tiga dekade terakhir, tidaklah mengejutkan bahwa ekonomi dan alokasi yang tepat dari sumber daya kesehatan telah berkembang menjadi agenda penting dalam menentukan anggaran nasional. Dengan tujuan menyediakan layanan berkualitas tinggi, banyak pengambil keputusan telah mempelajari pemanfaatan layanan perawatan kesehatan mereka, yang mencakup farmasi, untuk menentukan biaya dan nilai barang dan jasa perawatan kesehatan. Ilmu farmakoekonomi telah berkembang menjadi disiplin penting dalam subyek ekonomi kesehatan. Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya terapi pengobatan terhadap sistem perawatan kesehatan dan masyarakat. Riset farmakoekonomi berkaitan dengan identifikasi, pengukuran, dan perbandingan biaya dan manfaat produk dan jasa farmasi. 2 Analisis farmakoekonomi tidak hanya terbatas pada pengukuran moneter atau klinis. Analisis ini juga bisa memanfaatkan sejumlah faktor yang membuka biaya alternatif-alternatif dari perspektif pasien seperti akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini. Faktor-faktor tersebut mencakup kehidupan (nyawa) yang berhasil diselamatkan, pencegahan penyakit, operasi yang berhasil dicegah, atau kualitas hidup (QOL, quality-of-life) yang berkaitan dengan kesehatan. Dengan demikian, tujuan farmakoekonomi adalah untuk memperbaiki kesehatan individu dan publik, serta memperbaiki proses pengambilan keputusan dalam memilih nilai relatif diantara terapi-terapi alternatif. 3 Jika digunakan secara tepat, data farmakoekonomi memungkinkan penggunanya mengambil keputusan yang lebih rasional dalam proses pemilihan terapi, pemilihan pengobatan, dan alokasi sumberdaya sistem. Dalam kaitannya dengan hal ini, penggunanya bisa dari berbagai kalangan, diantaranya pengambil keputusan klinis dan administratif, termasuk dokter, apoteker, anggota komite formularium dan administrator perusahaan asuransi. Seperti halnya di negara lain, Indonesia telah mengalami peningkatan biaya perawatan kesehatan, khususnya biaya farmasi untuk obatobatan yang masih ada di dalam masa paten. Dengan tekanan yang terus-menerus terhadap meningkatnya biaya perawatan kesehatan dari kalangan publik dan swasta, intervensi lebih lanjut akan secara rutin dievaluasi secara farmakoekonomi dengan menghubungkan keuntungan dan hasilnya terhadap biaya yang dikeluarkan. Hal ini khususnya dilakukan oleh 46 MEDICINUS

para pengambil keputusan sistem formularium nasional dialam asuransi kesehatan nasional Indonesia yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 4,5 Dalam kaitannya dengan hal ini, kita bisa berharap bahwa studi farmakoekonomi akan dilakukan secara lebih rutin di Indonesia di masa mendatang, karena alasan-alasan berikut: 1. Tekanan politik. Industri asuransi kesehatan nasional harus menyadari bahwa pemenuhan biaya farmasi haruslah merupakan bagian dari setiap keputusan mengenai keuntungan obatobatan tidak peduli bagaimanapun desain sistem perawatan kesehatannya. 2. Tekanan regulasi. Sejumlah negara telah mengusulkan proposal yang menyebutkan bahwa riset farmakoekonomi akan disertakan sebagai bagian dari pengembangan obat-obatan. Saat ini, hanya Australia dan Kanada yang telah mengembangkan panduan evaluasi farmakoekonomi terhadap obat-obatan yang akan ditempatkan dalam formularium nasional. 7 US Federal Drug Administration (US FDA) 7 dan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) tidak mengembangkan panduan yang berkaitan dengan penggunaan data farmakoekonomi dalam pengembangan obat-obatan. 4. Rumah sakit. Institusi ini bisa menggunakan data farmakoekonomi untuk menentukan obatobatan yang akan ditempatkan dalam daftar obat-obatan yang mereka setujui dan memutuskan terapi-terapi alternatifnya. 5. Industri asuransi kesehatan. Seperti halnya rumah sakit, institusi ini juga memanfaatkan data farmakoekonomi untuk menentukan obatobatan pada formulary-nya. 6. Bagian pemasaran farmasi. Studi farmakoekonomi bisa secara luas digunakan oleh organisasi-organisasi ini sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka untuk mendukung klaim bahwa produk mereka cost-effective. II. Evaluasi ekonomi selalu melibatkan analisis komparatif dari tindakan alternatifnya Ada dua parameter yang menentukan setiap analisa ekonomi (termasuk jasa kesehatan). 8 Pertama, dalam hubungannya dengan pilihan sebagai konsekuensi keterbatasan sumber daya dan ketidakmampuan kita untuk memproduksi semua output yang diinginkan; dan kedua, dalam hubungannya dengan input dan output, terkait dengan biaya dan konsekuensi dari aktivitas. Tugas dasar farmakoekonomi adalah mirip dengan analisis ekonomi, seperti mengidentifikasi, mengukur, menilai dan membandingkan biaya produk farmasi dan konsekuensi (hasil) alternatif yang dipilih. Setiap data farmakoekonomi akan menyediakan analisis biaya dibanding hasil yang didapat. Gambar 1 menjelaskan sebuah model farmakoekonomi sederhana. Dalam model ini, kita harus mengambil keputusan apakah akan memilih Obat A, atau pembandingnya, Obat B. Dalam melakukannya, sebuah analisis biaya terhadap masing-masing obat dan hasilnya harus dibuat untuk memberikan keputusan yang rasional. Riset farmakoekonomi harus terlebih dulu menentukan biaya dan hasil yang diperkirakan, serta analisis mengenai bagaimana studi akan dilakukan dan diukur. Biaya dihitung untuk memperkirakan sumber daya yang digunakan dalam memproduksi suatu hasil. Ada tiga tipe biaya: langsung, tidak langsung dan biaya tidak ternilai. Biaya medis langsung adalah biaya apapun yang terkait degan pencegahan, pendeteksian, atau penanganan suatu penyakit. Contoh biaya langsung adalah: produk dan jasa farmasi, layanan dokter, perawatan, uji laboratorium dan sebagainya. Biaya non-medis langsung adalah biaya yang berhubungan dengan penerimaan produk dan jasa. Contohnya mencakup transportasi, ruangan dan sebagainya. Biaya tidak langsung adalah biaya yang berhubungan dengan sakit dan/ atau kematian contoh biaya tak langsung adalah biaya hilangnya produktivitas, bantuan keluarga, serta peralatan dan perawatannya. Biaya tidak ternilai adalah biaya-biaya yang muncul karena hilangnya produktivitas. Contohnya adalah biaya yang berkaitan dengan sakit, penderitaan, kecemasan dan dukacita. Biaya tidak ternilai tidak dikonversi menjadi suatu nilai, namun biasanya diekspresikan dalam istilah quality-adjusted-lifeyears seperti akan dijelaskan selanjutnya Pertimbangan biaya penting lainnya adalah biaya rata-rata dan biaya marjinal. 1 Biaya rata-rata MEDICINUS 47

Gambar 1. Model yang menjelaskan evaluasi ekonomi terhadap farmasi adalah biaya-biaya yang telah dikalkulasi dengan membagi total biaya dengan unit hasil. Biaya marjinal (inkremental), sebaliknya didefinisikan sebagai biaya memproduksi tambahan unit hasil. Secara teoritis, perbandingan biaya dilakukan pada satu titik waktu. Penghitungan diskonto (discounting), atau penyesuaian untuk waktu yang berbeda, merupakan proses pengurangan biaya dan manfaat masa depan kembali ke nilainya saat ini. 9 Sebagian orang lebih suka menerima uang sekarang dibanding nanti. Sehingga, Rp 1.000.000,- hari ini lebih berharga dibandingkan Rp 1.000.000,- tahun depan. Ketika sebuah perawatan berlangsung lebih dari satu tahun, uang harus diukur menggunakan nilainya sekarang (PV, present value). Itulah yang disebut penghitungan diskonto. Menggunakan sebuah tingkat diskonto (interest, bunga), perkiraan time value of money (nilai uang berdasarkan waktunya) bisa dihitung. Formula berikut dipinjam dari ilmu manajemen finansial untuk mengkalkulasi nilai uang berdasarkan waktu (time value of money): PV = FVn(1+r)-n Keterangan : PV = nilai saat ini FVn = nilai masa depan pada tahun ke n r = tingkat diskonto (bunga) n = jumlah tahun setelah munculnya biaya Sebagai contoh, jika sebuah penanganan membutuhkan biaya Rp 500.000 per tahun selama hingga 3 tahun mendatang dan nilai uang berubah sebesar sekitar 12% per tahun, maka nilai saat ini dari biaya-biaya ini adalah Rp 1.345.027,- yang didapat dari [500 + (500/1,12) + (500/1,122)]. Memilih tingkat diskonto haruslah berhati-hati, karena angka ini sendiri bisa menjadi sumber kontroversi. Penggunaan tingkat diskonto yang sangat rendah atau sangat tinggi akan menguntungkan proyek tertentu dan bisa mendorong munculnya kesimpulan yang berbeda. Untuk meminimalkan variasi yang besar dalam biaya dan hasilnya, bisa dilakukan analisis sensitivitas untuk menentukan efek selang tingkat diskonto pada sebuah studi individual. 3,7 Analisis sensitivitas digunakan untuk menguji apakah kesimpulan dari sebuah evaluasi farmakoekonomi berubah ketika masing-masing variabel input diperiksa dalam suatu selang nilai yang dapat diperkirakan. Jika kesimpulannya bisa didukung melalui analisis sensitivitas, ber-arti peluang kesimpulan tersebut bisa diterima menjadi lebih tinggi. Namun, jika kesimpulan-nya berubah, harus dilakukan penyesuaian untuk menentukan nilai sesungguhnya dari variabel yang dimaksud, atau untuk menyatakan secara eksplisit bahwa 48 MEDICINUS

kesimpulan tersebut sensitif terhadap nilai dari variabel tersebut. 2 IV. Pengukuran Hasil Terapi Dalam merancang sebuah studi farmakoekonomi, periset harus terlebih dulu menentukan semua kemungkinan hasilnya, termasuk yang diinginkan dan yang tidak diinginkan. Hasilnya bisa intermediate (hasil jangka pendek), seperti pengontrolan tekanan darah atau final (hasil jangka panjang), seperti pencegahan kegagalan ginjal, serangan jantung, stroke, infeksi sistemik, dan sebagainya. Dalam banyak kondisi penyakit, hubungan antara hasil intermediate dan hasil final belum ditentukan. Dalam hal ini, hasil final, seperti pengurangan tingkat kematian, harus ditentukan untuk analisis. Namun, jika data sakit dan kematian tidak tersedia, peneliti bisa menggunakan indikator kualitas hidup (qualityof-life) sebagai gantinya. 7 Idealnya, pengukuran hasil jangka pendek dan jangka panjang harus diidentifikasikan sehingga efek produk atau jasa yang dipelajari bisa ditentukan secara lebih akurat. Seperti akan dijelaskan nanti, nilai hasil-hasil ini diukur dalam sebuah nilai moneter atau dalam sebuah unit natural dari efektivitas atau kegunaan, tergantung dari studi farmakoekonomi yang dilakukan. Ketika mengukur hasil terapi, sangatlah penting untuk membedakan antara efikasi (efficacy) dan efektivitas. Dalam istilah farmakoekonomi, efikasi merujuk pada hasil sebuah obat tertentu dalam kondisi terkontrol, seperti percobaan klinis, sementara efektivitas merujuk pada seberapa bagus obat itu bekerja dalam kondisi alami, seperti dalam klinik sehari-hari. Walaupun informasi efektif tidak selalu tersedia secara langsung, namun biasanya bisa diekstrapolasi dari studi efikasi dan diproyeksikan ke situasi aktual. V. Metode Analisis Farmakoekonomi Setidaknya ada empat tipe analisis yang umum digunakan dalam studi farmakoekonomi. Analisis-analisis ini akan dijelaskan secara detail di bagian-bagian yang berbeda dalam tulisan ini. 1. Analisis manfaat-biaya (cost-benefit) merupakan perbandingan nilai moneter dari penggunaan alternatif dari sumber daya. 2. Analisis efektivitas-biaya (cost-effectiveness) merupakan perbandingan dari biaya terhadap hasil dalam kaitannya dengan hasil kesehatan, seperti pengurangan tingkat LDL darah, atau dalam unit alami, seperti tahunhidup yang didapat atau hilang. 3. Analisis utilitas-biaya (cost-utility) adalah pengukuran hasil dalam kaitannya dengan sebuah faktor kualitas. 4. Analisis minimalisasi-biaya (cost-minimalization) adalah perbandingan antara biaya ketika akibat-akibatnya diasumsikan sama. Analisis Manfaat-Biaya Analisis manfaat-biaya adalah analisis perbandingan dari dua atau lebih produk atau jasa farmasi dengan manfaat (hasil terapi) dalam nilai moneter. Tujuan analisis manfaat-biaya adalah untuk mencapai pengembalian investasi tertinggi. Hasil tipe analisis ini ditampilkan dalam istilah manfaat bersih (net benefit), yang mengurangkan biaya dari manfaat; tingkat internal pengembalian (internal rate of return), yang mengurangkan biaya dari manfaat dan membagi hasilnya dengan biaya, atau rasio manfaat-biaya, seperti akan dijelaskan nanti. Analisis manfaat-biaya sangat berguna dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan alokasi sumber daya untuk berbagai opsi penanganan atau program. Secara umum, rasio manfaat-biaya dikalkulasi menggunakan formula berikut: MEDICINUS 49

Jika rasio >1, manfaat melebihi biaya dan produk atau jasa tersebut bermanfaat. Jika rasio = 1 berarti manfaat sama dengan biaya. Jika rasio <1, artinya biaya lebih besar dibanding manfaat, dianggap tidak bermanfaat. Sebagai contoh: Penanganan A membutuhkan biaya Rp 10.000,- dan memberikan manfaat Rp 20.000,- Penanganan B membutuhkan biaya Rp 5.000 dan memberikan manfaat Rp7.500,- Manfaat bersih penanganan A = Rp 20.000,- (-) Rp 10.000,- = Rp 10.000,- sementara Manfaat bersih penanganan B = Rp 7.500,- (-) Rp 5.000,- = Rp 2.500,- Analisis Kefektivitasan Biaya Tipe analisis ini mengukur hasil dalam unit kesehatan alami dari perbaikan kesehatan. Hasil dinyatakan dalam istilah biaya per unit perbaikan, seperti biaya per % penurunan LDL, biaya per mmhg penurunan tekanan darah, biaya per nyawa yang berhasil diselamatkan dan sebagainya. Efektivitas Biaya bisa didefinisikan sebagai memiliki: 10 1. Biaya yang lebih rendah dan setidaknya sama efektifnya, atau 2. Biaya yang lebih tinggi, namun manfaat yang lebih tinggi yang layak bagi penambahan biayanya, atau 3. Biaya yang lebih rendah dan manfaat yang lebih rendah, namun manfaat tambahannya tidak layak bagi penambahan biayanya. Ketika sebuah studi mendapati bahwa sebuah medikasi cost-effective, ini berarti bahwa medikasi tersebut secara biaya lebih efektif relatif terhadap satu atau lebih terapi alternatifnya. Berikut adalah contoh Analisis Efektivitas Biaya: Karena kedua rasio menunjukkan hasil yang bermanfaat (>1), walaupun ada perbedaan manfaat pada kedua penanganan, penanganan yang akan dipilih bergantung pada metoda yang paling tepat untuk pertanyaan yang dimaksud. Secara umum, hasil dari ketiga persamaan di atas harus ditampilkan untuk memberikan tampilan yang lebih seimbang mengenai biaya dan manfaatnya. Keuntungan Analisis Manfaat-Biaya Analisis manfaat-biaya bisa digunakan untuk membandingkan dua program penanganan yang tidak saling berhubungan dengan hasil yang berbeda secara nilai moneter. Masing-masing program dievaluasi secara terpisah untuk rasio manfaat-biayanya. Kerugian Analisis Manfaat Biaya Karena kita harus menempatkan nilai moneter pada setiap analisis, metoda ini mungkin cukup sulit untuk dilakukan, khususnya dalam kasus dimana kita harus memberikan nilai moneter pada manfaat yang dirasakan manusia, atau bahkan pada kehidupan itu sendiri. Obat A berbiaya Rp 100.000,- dan memberikan 43 kasus yang berhasil ditangani secara sukses Obat B berbiaya Rp 83.000,- dan memberikan 39 kasus yang berhasil ditangani secara sukses Menilai berdasarkan data efektivitas biaya, orang memilih Obat B dibanding Obat A karena bisa menghemat Rp 198 per pasien. Disamping itu, jika kita lihat efektivitas-biaya marjinal, diperlukan tambahan Rp 4.250 untuk mendapatkan satu tambahan penanganan yang sukses dengan Obat A. Pengambil keputusan harus berpikir apakah biaya tambahan dari Obat A layak dikeluarkan untuk mendapatkan efektivitas tambahan. Sebagian besar ekonomis setuju bahwa Analisis Efektivitas Biaya marjinal merupakan cara yang lebih tepat untuk menampilkan Analisis Efektivitas Biaya. Keuntungan Analisis Keefektivitasan Biaya Keuntungan utama tipe analisis farmakoekonomi ini adalah kemampuannya untuk membandingkan penanganan alternatif 50 MEDICINUS

dan menentukan investasi terbaik jika manfaatnya tidak bisa dikurangi ke dalam nilai moneter. Kerugian Analisis Kefektivitasan Biaya. Untuk bisa dibandingkan dengan Analisis ini, penanganan farmasi harus memiliki hasil yang sama. Analisis Minimalisasi Biaya Analisis Minimalisasi Biaya mencakup perbandingan dua atau lebih penanganan dengan ekuivalensi yang telah diasumsikan atau ditunjukkan dalam efikasi dan keamanan. Ini secara signifikan menyederhanakan analisis, namun bisa muncul kontroversi mengenai hasilnya karena data yang bagus mengenai hasil tidak selalu sudah tersedia. Namun, Analisis Minimalisasi Biaya cocok digunakan untuk membandingkan agen-agen yang secara terapi adalah setara atau mengubah pengaturan dosis dari agen yang sama. Sebagai contoh, jika biaya penanganan dengan Obat A adalah Rp120.000,-, dan biaya penanganan dengan Obat B adalah Rp100.000,-, maka biaya intervensi dengan Obat B < Biaya intervensi dengan Obat A. Dengan mengasumsikan bahwa Obat A dan B memiliki efektivitas klinik yang sama. Penerapan Analisis Minimaliisasi Biaya mungkin mencakup pembandingan sebuah obat generik dengan obat bermerek, atau membandingkan obat yang digunakan dalam kondisi berbeda (misalnya inpatient versus outpatient). Tipe Analisis ini memiliki kemungkinan aplikasi (aplikabilitas) yang terbatas karena hanya ada sedikit skenario dimana terdapat efektivitas yang benar-benar setara. Keuntungan Analisis Minimalisasi Biaya Ini merupakan yang paling sederhana dibanding semua analisis farmakoekonomi lainnya. Kerugian Analisa Minimalisasi Biaya. Semua hasil terapi haruslah setara, yang biasanya sulit untuk dilakukan. Analisis Utilitas Biaya Analisis Utilitas Biaya merupakan sebuah perluasan dari Analisis Efektivitas Biaya. Analisis ini merupakan metode penyesuaian untuk kualitas hasil. Unit yang paling umum digunakan dalam melakukan Analisis Utilitas Biaya adalah qualityadjusted-life-years (QALYs) yang menggabungkan kualitas dan kuantitas kehidupan. Hasilnya disesuaikan untuk kualitas dengan menggunakan nilai utilitas. Dalam kaitan ini, utilitas merepresentasikan preferensi yang dinyatakan untuk suatu kondisi kesehatan tertentu. Nilai utilitas berkisar dari 0 hingga 1 QALY, dengan 0 adalah kondisi kematian dan 1 merepresentasikan kesehatan sempurna. Jika kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan berkurang karena penyakit atau penanganan, satu tahun kehidupan dalam kondisi ini adalah kurang dari 1 QALY. Unit ini memungkinkan perbandingan antara kesakitan dan kematian. Contoh, nilai utilitas kondisi kesehatan mencakup: kehidupan dengan kegagalan jantung yang parah, dengan nilai utilitas 0,25; kehidupan dengan gejala post-menopause, dengan nilai utilitas 0,80; kehidupan dengan rheumatoid arthritis, dengan nilai utilitas 0,50; dan sebagainya. Contoh berikut memberikan utilitas mengenai Analisis Utilitas Biaya terhadap 3 obat antineoplastic yang berbeda: Penanganan dengan Obat X memberikan tambahan tiga tahun kehidupan dengan utilitas 0,6, MEDICINUS 51

mungkin karena efek samping yang luar biasa. Walaupun penanganan dengan Obat Y memberikan tambahan enam tahun kehidupan per pasien, utilitasnya 0,4 yang bisa terjadi karena reaksi negatif yang kurang bisa ditolerasi terhadap obat ini. Obat Z berada di tengah-tengah di antara dua obat sebelumnya. Berdasarkan QALY yang didapat, Obat Y mungkin lebih dipilih dibanding Obat X dan Z. Penggunaan Analisis Utilitas Biaya telah meningkat pada beberapa tahun terakhir. Ini disebabkan adanya penggunaan faktor utilitas, dimana mencakup tahun kehidupan yang diperoleh dan kualitas kehidupan dalam Analisis. Namun, kualitas studi ini sendiri harus diperbarui setiap waktu. Sebuah studi terbaru mengenai Analisis Utilitas Biaya menunjukkan bahwa tidak hanya jumlah studi yang telah meningkat sejak tahun 1976 hingga 1997, juga kualitas studi telah memburuk selama periode ini. 11 Penulis buku tersebut meminta dilakukan perbaikan lebih lanjut dalam kredibilitas. Analisisnya dan kemungkinan dilakukannya proses pemeriksaan yang lebih baik sebelum studi semacam ini dilakukan. 11 Keuntungan Analisis Utilitas Biaya Ini merupakan satu-satunya Analisis yang melibatkan kualitas kehidupan pasien. Kerugian Analisis Utilitas Biaya. Tidak adanya standarisasi dalam melakukan studi mungkin mendorong pada inkonsistensi dalam penginterpretasian hasilnya. KESIMPULAN Data farmakoekonomi bisa memberikan dukungan berarti untuk berbagai pemeriksaan institusional terhadap medikasi berdasarkan nilai ekonomisnya. Sejumlah keputusan yang bisa memberikan manfaat dari data farmakoekonomi mencakup manajemen formularium, keputusan penanganan pasien secara individu, kebijakan penggunaan medikasi dan keputusan alokasi sumber daya. Ini merupakan bidang yang relatif baru. Sebagian besar riset yang sedang dilakukan dan metode yang digunakan dalam evaluasi belum distandarisasi. Namun, dengan makin seringnya farmakoekonomi digunakan dalam evaluasi produk obat dan jasa, semakin penting bagi eksekutif perawatan kesehatan untuk memahami prinsip umum dari disiplin ini. daftar pustaka 1. Raskati, K.L Essentials of Pharmacoeconomics, 2nd ed. Philadephia, P.A.: Lippincott Williams and Wilkins, 2014. 2. Bootman, J.L., Townsend, R.J., and McGhan, W.F. Principles of Pharmacoeconomics, 2nd ed. Cincinnati, OH: Harvey Whitney Books Co, 1996. 3. Bloom, B.S. Pharmacoeconomics for managed care pharmacists. Drug Ben. Trends 7(7): 15-38, 1995. \ 4. Kementrian Kesehatan Republik Indoensia. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/bukupegangan- sosialisasi-jkn.p df. Diakses tanggal 7 Januari 2016. 5. Kementrian kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. http://www.jkn. kemkes.go.id/attachment/unduhan/pmk%20no.%2028%20ttg %20 Pe doman%20pelaksanaan%20program%20jkn.pdf. Diakses tanggal 7 Januari 2016. 6. Arikian, S.R., Shannon, M.C., and Einarson, T.R. The demand for pharmacoeconomic research is on the rise. Medical Marketing and Media 27:60-67, 1992. 7. MacKinnon, G.E. Understanding Health Outcomes and Pharmacoeconomics. Burlington, M.A.: Jones & Bartlett Learning, 2011. 8. Drummond,M.F.,O Brien,B.,Stoddart,G.L.,andTorrance,G.W.Methodsfor the Economics Evaluation of Health Care Programmes, 1st ed. New York, NY: Oxford University Press, 1997. 9. Sanchez, L.A. Applied Pharmacoeconomics: Evaluation and use of pharmacoeconomics data from the literature. Am. J. Health-Syst. Pharm. 56:1630-1640, 1999. 10.Doubilet P., Weinstein, M.C., McNeil, B.J. Use and misuse of the term costeffective in medicine. N. Engl. J. Med. 314:253-256, 1986. 11.Neumann, P.J., Stone, P.W., Chapman, R.H., Sandberg, E. A., and Bell, C.M. The quality of reporting in published cost-utility analyses, 1976-1997. Ann. Intern. Med. 132: 964-972, 2000. 52 MEDICINUS