PERTIMBANGAN FARMAKOEKONOMIK PADA PEMILIHAN TERAPI
|
|
- Suhendra Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERTIMBANGAN FARMAKOEKONOMIK PADA I. Pengertian Farmakoekonomik PEMILIHAN TERAPI Farmakoekonomik merupakan salah satu cabang dalam bidang farmakologi yang mempelajari mengenai pembiayaan pelayanan kesehatan, dimana pembiayaan dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif, bagaimana dapat menghemat pembiayaan, dan bagaimana dapat meningkatkan kualitas hidup. Farmakoekonomik (pharmacoeconomics) adalah suatu metoda baru untuk mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best clinical outcome). Biaya yang dimaksud efisien dan serendah mungkin maksudnya ialah biaya yang dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh (cost) dan bukan hanya dilihat dari biaya per item obat yang dikonsumsi pasien (price). Atau dengan kata lain, metoda ini tidak hanya berhubungan dengan upaya mendapatkan biaya obat yang murah, tetapi juga berhubungan dengan efisiensi obat, efisiensi peralatan, penyediaan dan monitoring obat ataupun proses yang berhubungan dengan pemberian obat-obatan. Farmakoekonomik merupakan suatu analisa ekonomi terhadap upaya pelayanan kesehatan yaitu dalam penggunaan obat, dengan meninjau dari segi biaya versus dampak. Dampak yang dapat muncul akibat dari penggunaan obat-obatan dalam proses terapi antara lain adanya perubahan fisik, emosi, spiritual, finansial dan status sosial pada penderita, 1
2 masyarakat, unit pelayanan kesehatan atau penyandang dana (keluarga penderita, pemerintah, kantor, asuransi). Farmakoekonomik adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan pengunaan obat dalam perawatan kesehatan. Analisis farmakoekonomik menggambarkan dan menganalisa biaya obat untuk sistem perawatan kesehatan. Studi farmakoekonomik dirancang untuk menjamin bahwa bahan-bahan perawatan kesehatan digunakan paling efisien dan ekonomis. Farmakoekonomik di defenisikan juga sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi serta determinasi suatu alternatif terbaik. Evaluasi farmakoekonomi memperkirakan harga dari produk atau pelayanan berdasarkan satu atau lebih sudut pandang. Tujuan dari farmakoekonomik diantaranya membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat membandingkan pengobatan (treatment) yang berbeda untuk kondisi yang berbeda). Adapun prinsip farmakoekonomi sebagai berikut yaitu menetapkan masalah, identifikasi alternatif intervensi, menentukan hubungan antara income dan outcome sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat, identifikasi dan mengukur outcome dari alternatif intervensi, menilai biaya dan efektivitas, dan langkah terakhir adalah interpretasi dan pengambilan kesimpulan. 2
3 Farmakoekonomik diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada RS pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat) dan administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin. Evaluasi farmakoekonomik menggunakan tolak ukur input (cost) dan output (benefit) selama penggunaan suatu jenis obat, dimana keduanya diharapkan berada dalam posisi seimbang. Yang termasuk dalam biaya (cost) terdiri dari 3 hal penting yaitu segala bentuk biaya langsung yang dikeluarkan selama terapi seperti biaya membeli obat-obatan, biaya rumah sakit, ditambah biaya tidak langsung seperti kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja, kehilangan produktivitas, biaya perjalanan ke rumah sakit, dan hal-hal yang tidak berwujud yang ditimbulkan sebagai akibat dari penyakit maupun pengobatan seperti rasa nyeri, stres pada pasien maupun keluarga pasien. Hal terakhir ini sulit untuk diukur, menyangkut kualitas hidup pasien, dan merupakan hal yang penting untuk dimasukkan dalam salah satu poin dalam analisis farmakoekonomi. Manfaat (benefit) merupakan segala bentuk dampak yang ditimbulkan selama pengobatan, dimana pengukurannya dilakukan secara komprehensif. Pengukuran benefit antara lain : Unit Natural, contohnya : peningkatan angka harapan hidup, pencegahan kejadian stroke, ulcer sembuh, dan lain-lain 3
4 Unit Utiliti : kepuasan yang dirasakan oleh pasien setelah menjalani terapi. Kepuasan yang dimaksud menyangkut kualitas hidup yang dinilai dari segi kondisi fisik (contohnya adanya atau hilangnya rasa nyeri) dan kondisi psikososial (contohnya tingkat kecemasan atau depresi yang dialami pasien). II. Evaluasi Farmakoekonomi Evaluasi dalam farmakoekonomi meliputi Cost-Minimization Analysis (CMA), Cost-Effectiveness Analysis (CEA), Cost-Benefit Analysis (CBA), dan Cost-Utility Analysis (CUA). Cost-Minimization Analysis Cost-Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. Suatu kekurangan yang nyata dari analisis costminimization yang mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis analisis cost-minimization hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama. Contoh dari analisis cost-minimization adalah terapi dengan antibiotika generik dengan paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang berbeda adalah 4
5 onset dan durasinya. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah. Cost minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan toleransinya terhadap satu pasien. Ekivalen terapeutik harus direferensikan oleh peneliti dalam melaksanakan studi ini, yang mana harus dilampirkan sebelum cost minimisasi itu diterapkan. Oleh karena efikasi dan toleransi adalah sama, maka tidak diperlukan efikasi umum sebagai titik tolak pertimbangan (yang mana biasa sering dipakai dalam studi cost effectiveness). Peneliti disini boleh mengesampingkan harga/kesembuhan ataupun harga/tahun karena hal ini tidak begitu berpengaruh. Yang penting dalam studi cost minimisasi ini adalah menghitung semua harga termasuk penelitian dan penelusuran yang berhubungan dalam pengantaran intervensi terapeutik itu. Dan yang terpenting yang berelevan dengan sisi pandang farmakoekonomi. Cost-Effectiveness Analysis Istilah analisis Cost-Effectiveness mengacu kepada jenis evaluasi tertentu yang dimana manfaat (benefit) dari suatu pengobatan dapat diukur dalam bentuk unit natural dan segala biaya (cost) yang dikeluarkan dapat diperhitungkan. Analisis Cost- Effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama. Aplikasi dari CEA misalnya dua obat atau lebih digunakan untuk mengobati suatu indikasi yang sama tetapi cost dan efikasi berbeda Contoh analisis Cost-Effectiveness dalam mengurangi gejala nyeri pada penderita reflux esofagitis yang parah, kita 5
6 membandingkan biaya yang dikeluarkan antara penggunaan Proton Pump Inhibitor (PPI) dan H 2 receptor blocker. Analisis jenis ini adalah analisis yang paling sering digunakan dalam analisis ekonomi, tetapi tidak dapat digunakan bila ingin membandingkan 2 jenis obat yang sangat berbeda dengan hasil yang diharapkan juga berbeda. Analisis cost-effectiveness mengkonversi cost dan benefit (efikasi) ke dalam rasio pada obat yang dibandingkan. Cost-Benefit Analysis Pendekatan analisis dengan metode ini merupakan analisis yang paling sulit untuk diterapkan. Dimana pada sistem analisis ini menghendaki adanya perhitungan secara ekonomi terhadap benefit yang diperoleh dari suatu intervensi pengobatan, karenanya antara cost dan benefit dari suatu pengobatan harus ekuivalen dalam ukuran nilai uang. Analisis ini sangat bermanfaat pada kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah. Kekurangan dari analisis ini adalah pada analisis ini hal-hal yang termasuk dalam manfaat (benefit) yang tidak dapat dihitung dalam bentuk angka rupiah menjadi diabaikan, sementara hal-hal tersebut sering kali menjadi hal yang paling penting untuk pasien, contohnya berkuranganya kecemasan setelah terapi yang diberikan. 6
7 Meskipun sulit dalam penerapannya, tetapi sistem analisis ini memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan untuk membandingkan cost dan benefit pada kondisi-kondisi yang berbeda. Cost benefit ini adalah perangkat ekonomi yang digunakan untuk menentukan keinginan atau preferensi akan dua jenis pilihan obat. Hal ini adalah menghitung kerelaan masyarakat dalalm membayar sejumlah uang demi mendapatkan efek atau keuntungan dari suatu intervensi Cost-Utility Analysis Analisis Cost-Utility adalah tipe analisis yang mengukur manfaat dalam utilitybeban lama hidup; menghitung biaya per utility; mengukur ratio untuk membandingkan diantara beberapa program. Analisis cost-utility mengukur nilai spesifik kesehatan dalam bentuk pilihan setiap individu atau masyarakat. Seperti analisis costeffectiveness, cost-utility analysis membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan. Dalam cost-utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs) dan hasilnya ditunjukan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai QALYs, sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan pasien Cost utility adalah bentuk dari analisa ekonomi yang digunakan untuk membimbing keputusan sebelum tindakan penyembuhan. Cost utility ini diperkirakan antara rasio dari harga yang menyangkut intervensi kesehatan dan keuntungan yang dihasilkan dalam 7
8 bagian itu yang dihitung dari jumlah orang yang hidup dengan kesehatan penuh sebagai hasil dari penyembuhannya. Hal ini menyebabkan cost utility dan cost effectiveness saling berhubungan dan timbal balik. III. Terminologi dalam Farmakoekonomi Dalam bidang farmakoekonomi terdapat beberapa terminologi yang penting untuk kita ketahui antara lain biaya (cost) dan harga (price). Biaya (Cost) adalah biaya yang dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh. Sedangkan harga (Price) yaitu biaya per item obat yang dikonsumsi pasien. Selain itu tedapat terminologi yang berkaitan dengan kegiatan dan evaluasi yang dilakukan dalam farmakoekonomi. Kegiatan dalam farmakoekonomi meliputi survei berdasarkan farmakoepidemologi, studi dan analisa, penggambaran trend/ prediksi/ model, kebijakan dan regulasi, pelaksanaan kebijakan dan regulasi, evaluasi, dan pengulangan siklus PDCA (Plan, Do, Check and Action). IV. Manfaat dan Kekurangan Farmakoekonomi Manfaat yang dapat diperoleh dengan penerapan farmakoekonomi antara lain: 1. Memberikan pelayanan maksimal dengan biaya yang terjangkau. Seiring dengan perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit 8
9 tertentu telah tersedia berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom penyakit tersebut. Hal ini memberikan manfaat, yaitu terdapat banyak pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi bagi pasien. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, pertimbangan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien sangat diperlukan, misalnya dengan penggunaan obat generik. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat patennya. 2. Angka kesembuhan meningkat. Angka kesehatan meningkat dan angka kematian menurun. Terapi yang diberikan oleh dokter akan berhasil apabila pasien patuh terhadap pengobatan penyakitnya. Kepatuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Misalnya saja harga obat yang diresepkan oleh dokter terlalu mahal maka pasien tidak akan sanggup membeli dan tentu saja tidak dapat mengkonsumsi obatnya. Dan sebaliknya apabila harga obat terjangkau, maka pasien dapat mengkonsumsi obatnya dan mengalami kesembuhan. Selain itu ketepatan dokter dalam memilih terapi yang tepat untuk penyakit pasien atau berdasarkan Evidense Based Medicine juga berpengaruh. Misalnya saja dokter hanya memberikan obat yang sifatnya simptomatis kepada pasien, tentu saja penyakit pasien 9
10 tidak sembuh dan harus kembali berobat dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan semakin besar. 3. Menghindari tuntutan dar pihak pasien dan asuransi terhadap dokter dan rumah sakit karena pengobatan yang mahal. Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara pasien, dokter, dan lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Seorang pasien menjadi semakin kritis dan ingin tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam hal obat-obatan atau terapi serta pemeriksaan yang dilakukan. Apabila ada kesan kelalaian dokter dan pihak rumah sakit, pasien berhak mengajukan tuntutan ke pengadilan. Apabila dokter telah memberikan obat-obat generik dengan harga yang murah dengan syarat memang tepat indikasi untuk penyakit pasien, dan rumah sakit selalu menyediakannya, maka dokter dan rumah sakit akan terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi atas biaya pengobatan yang mahal. Sedangkan kekurangan atau kendala yang mungkin dihadapi dalam penerapan farmakoekonomi antara lain: 1. Untuk mendapatkan manfaat dari farmakoekonomi secara maksimal maka diperlukan edukasi yang baik bagi praktisi medik termasuk dokter maupun masyarakat. Dokter harus memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidence Based Medicine dari penyakit pasien. Pendidikan masyarakat tentang kesehatan 10
11 harus ditingkatkan melalui pendidikan formal maupun informal, dan menghilangkan pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal itu pasti bagus. Hal ini belum tentu karena obat yang rasional adalah obat yang murah tapi tepat untuk penyakitnya. 2. Diperlukan peran pemerintah membuat regulasi obat-obat generik yang bermutu untuk digunakan alam pelayanan kesehatan baik tingkat pusat sampai kecamatan dan desa. Karena dalam banyak kasus, obat-obat non generik yang harganya jauh lebih mahal terpaksa diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti contoh obat peningkatan protein jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah. 11
12 DAFTAR PUSTAKA Metode Analisis Farmakoekonomi Oleh : Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt, MKM Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis utama yang paling sering digunakan. Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya. Di antara empat metode tersebut, analisis minimalisasi-biaya (Cost Minimization Analysis, CMA) adalah yang paling sederhana. CMA digunakan untuk membandingkan dua intervensi (atau teknologi) kesehatan yang terbukti memiliki efek (outcome) yang sama, atau setara secara klinis. Maka yang perlu dibandingkan hanya biayanya. Jenis atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang membutuhkan biaya paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan untuk mencapai efek (outcome) yang diharapkan. Untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda, dapat digunakan analisis efektivitas-biaya (Cost effectiveness analysis, CEA). Pada CEA, hasil pengobatan tidak diukur dalam unit moneter, melainkan didefinisikan dan diukur dalam unit alamiah, baik yang secara langsung menunjukkan efek suatu terapi atau 12
13 obat. Outcome tersebut dapat berupa intermediate outcome (misalnya, penurunan kadar LDL darah dalam mg/dl, penurunan tekanan darah diastolik dalam mm Hg) maupun hasil selanjutnya dari efek terapi tersebut atau final outcome (misalnya, jumlah kematian atau serangan jantung yang dapat dicegah, radang tukak lcbaung yang tersembuhkan). Metode analisis farmakoekonomi lainnya yang juga banyak digunakan adalah analisis utilitas-biaya (Cost utility analysis, CUA). Seperti CEA, biaya pada CUA juga diukur dalam unit moneter (mata uang), tetapi hasil pengobatan (outcome) dinyatakan dalam unit utilitas, misalnya QALY. Karena hasil pengobatannya tidak bergantung secara langsung pada keadaan penyakit (disease state), secara teoretis CUA dapat digunakan untuk membandingkan dua area pengobatan yang berbeda, misalnya biaya per QALY operasi jantung koroner versus biaya per QALYerythropoietin pada penyakit ginjal. Namun demikian, pembandingan antar-area pengobatan ini tidak mudah, karena QALY diperoleh pada waktu dan dengan cara berbeda sehingga tak dapat begitu saja diperbandingkan. Tabel 1. Metode Analisis Farmakoekonomi Metode analisis Karakteristik analisis Analisis minimalisasi-biaya (CMA) Efek dua intervensi sama (atau setara), valuasi/biaya dalam rupiah Analisis efektivitas-biaya (CEA) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan diukur dalam unit alamiah/indikator kesehatan, valuasi/biaya dalam rupia Analisis utilitas-biaya (CUA) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan dalam quality-adjusted life years (QALY), valuasi/biaya dalam rupiah. Analisis manfaat-biaya (CBA) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil pengobatan dinyatakan dalam rupiah, valuasi/biaya dalam rupiah. Diadaptasi dari Newby and Hill, Untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memiliki tujuan berbeda atau dua program yang memberikan hasil pengobatan dengan unit berbeda, dapat 13
14 digunakan analisis manfaat-biaya (Cost benefit analysis, CBA). Pembandingan ini dimungkinkan karena, pada metode CBA, manfaat (benefit) diukur sebagai manfaat ekonomi yang terkait (associated economic benefit) dan dinyatakan dengan unit yang sama, yaitu unit moneter. Analisis Minimalisasi-Biaya (Cost Minimization Analysis, CMA) Analisis minimalisasi-biaya (CMA) hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara atau dapat diasumsikan setara secara klinis. Karena hasil pengobatan dari intervensi (diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya. Dengan demikian, langkah terpenting yang harus dilakukan sebelum melakukan CMA adalah menentukan kesetaraan (equivalence) dari intervensi (misalnya obat) yang akan dikaji. Tetapi, karena jarang ditemukan dua terapi, termasuk obat, yang setara atau dapat dengan mudah dibuktikan setara, penggunaan CMA agak terbatas, misalnya untuk membandingkan obat generik berlogo (OGB) dengan obat generik bermerek dengan bahan kimia obat sejenis dan telah dibuktikan kesetaraannya melalui uji bioavailabilitas-bioekuivalen (BA/BE). Atau membandingkan obat standar dengan obat baru yang memiliki efek setara. Analisis Efektivitas-Biaya (Cost Effectiveness Analysis, CEA) Analisis efektivitas biaya (CEA) banyak digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Rascati et al., 2009). Melalui CEApengguna dapat untuk memilih intervensi kesehatan yang memberikan nilai tertinggi dengan dana yang terbatas jumlahnya (cost-effective). Misalnya membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang sama tetapi memberikan outcome berbeda atau membandingkan dua atau lebih terapi yang hasil pengobatannya dapat diukur dengan unit alamiah yang sama, walau mekanisme kerjanya berbeda. Pada CEA, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter (rupiah) dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah/indikator kesehatan baik klinis maupun non klinis (non-moneter). Tidak seperti unit moneter yang seragam atau mudah dikonversikan, 14
15 indikator kesehatan sangat beragam mulai dari mmhg penurunan tekanan darah diastolik (oleh obat antihipertensi), banyaknya pasien katarak yang dapat dioperasi dengan sejumlah biaya tertentu (dengan prosedur yang berbeda), sampai jumlah kematian yang dapat dicegah, jumlah tahun hidup yang diperoleh (Life Years Gained, LYG), dan lain-lain. Sebab itu, CEA hanya dapat digunakan untuk membandingkan intervensi kesehatan yang memiliki tujuan sama, atau jika intervensi tersebut ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan yang muaranya sama (Drummond et al., 1997). Jika hasil intervensinya berbeda, misalnya penurunan kadar gula darah (oleh obat antidiabetes) dan penurunan kadar LDL atau kolesterol total (oleh obat antikolesterol), CEA tak dapat digunakan. Oleh pengambil kebijakan, metode Kajian Farmakoekonomi ini terutama digunakan untuk memilih alternatif terbaik di antara sejumlah intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil maksimal untuk sejumlah dana yang tersedia. Analisis Utilitas-Biaya (Cost Utility Analysis, CUA) Metode analisis utilitas-biaya (CUA) mirip dengan CEA, tetapi outcome-nya dinyatakan dengan utilitas yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup atau perubahan kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan. Dalam praktek, CUA hampir selalu digunakan untuk membandingkan alternatif yang memiliki tujuan (objective) sama, seperti membandingkan operasi versus kemoterapi atau membandingkan obat kanker baru versus pencegahan (melalui skrining). Beberapa istilah yang lazim digunakan dalam CUA, termasuk: 1. Utilitas (utility) Analisis utilitas-biaya (CUA) menyatakan hasil dari intervensi sebagai utilitas atau tingkat kepuasan yang diperoleh pasien setelah mengkonsumsi suatu pelayanan kesehatan, misalnya setelah mendapatkan pengobatan kanker atau penyakit jantung. Unit utilitas yang digunakan dalam Kajian Farmakoekonomi biasanya adalah quality-adjusted life years (QALY). 2. Kualitas hidup (quality of life, QOL) 15
16 Kualitas hidup dalam CUA diukur dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitas (duration of life) dan pendekatan kualitas (quality of life). (Bootman et al., 1996). Kualitas hidup merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan keadaan yang terkait dengan modifikasi dan peningkatan aspek-aspek kehidupan, yaitu fisik, politik, moral dan lingkungan sosial. 3. QALY (quality-adjusted life years) Quality-adjusted life years (QALY) adalah suatu hasil yang diharapkan dari suatu intervensi kesehatan yang terkait erat dengan besaran kualitas hidup. Pada QALY, pertambahan usia (dalam tahun) sebagai hasil intervensi disesuaikan nilainya dengan kualitas hidup yang diperoleh (Bootman et al., 1996). Unit utilitas, termasuk QALY, merupakan sintesis dari berbagai hasil (outcome) fisik yang dibobot menurut preference terhadap masing-masing hasil pengobatan tersebut. QALY didasarkan pada keyakinan bahwa intervensi kesehatan dapat meningkatkan survival(kuantitas hidup) ataupun kemampuan untuk menikmati hidup (kualitas hidup). Pada penghitungan besaran utilitas yang paling banyak dipakai ini, dilakukan pembobotan kualitas terhadap setiap tahun pertambahan kuantitas hidup yang dihasilkan suatu intervensi kesehatan. Dengan demikian, QALY merupakan penggabungan dari kedua elemen tersebut. Analisis Manfaat-Biaya (Cost Benefit Analysis, CBA) Analisis Manfaat Biaya (CBA) adalah suatu teknik analisis yang diturunkan dari teori ekonomi, di mana menghitung dan membandingkan surplus biaya suatu intervensi kesehatan terhadap manfaatnya. Untuk itu, baik surplus biaya dan manfaat diekspresikan dalam satuan moneter (misal. Rupiah, US Dollar). Suatu program kesehatan selalu diperbandingkan dengan beberapa alternatif, baik dengan program/intervensi kesehatan lainnya maupun dengan tidak memberikan program/ intervensi. Parameter outcome diukur dengan satuan moneter (mata uang), umumnya dengan Kemauan untuk Membayar (Willingness to Pay, WTP). Dan untuk menghitung surplus biaya program/intervensi, biaya dari program/intervensi dan hal-hal terkaitnya (misal. obat, dokter, rumah sakit, home care, biaya pasien dan keluarga, biaya kehilangan 16
17 produktivitas, biaya lain karena hilangnya waktu, dll) dikurangi biaya yang serupa dari program/intervensi lainnya. CBA menggunakan perspektif sosial (masyarakat) dan mencakup seluruh biaya dan manfaat yang relevan. Namun, perhitungan dari biaya (terutama biaya tidak langsung) yang terkait biasanya diperdebatkan/kontroversial. CBA jarang digunakan untuk membandingkan obat atau alternatif terapi medis karena pertimbangan etika. Penilaian kondisi kesehatan menggunakan nilai moneter dan metode yang dipakai untuk hal tersebut seringkali diperdebatkan. Kesulitan CBA adalah melakukan konversi/menerjemahkan kondisi klinis non-moneter dan outcome kualitas hidup (misal. tahun hidup terselamatkan) menjadi nilai moneter. Lebih lanjut, metode yang umum digunakan untuk melakukan konversi/ penerjemahan tersebut yaitu Kemauan untuk Membayar (Willingness to Pay, WTP) mengundang perdebatan etika karena condong kepada preferensi kekayaan. Oleh karenanya, teknik analisis ini tidak umum digunakan dalam perumusan kebijakan kesehatan. (EgN) Sumber : 1. Bootman J.L, et al, 2005, Principles of Pharmacoeconomics, 3rd ed, Harvey Whitney Books Company : USA 2. Drummond, M.F., M.J. Sculpher, G.W. Torrance, B.J. O Brien, and G.L. Stoddard, Methods for the Economic Evaluation of Health Care Programmes, 3rd Edition, Oxford University Press, Oxford. 3. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi, Kemenkes RI, Jakarta. 4. Rascati, K.L., et al, 2009, Essentials of Pharmacoeconomics, Lippincott Williams & Wilkies, Philadelphia. 17
EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN
EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN Elsa Pudji Setiawati 140 223 159 BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD DAFTAR ISI DAFTAR ISI. Pendahuluan... Evaluasi Ekonomi Pada Program
Lebih terperinci[ ] Peranan Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan
2016 WORKING PAPER OF DEXA MEDICA GROUP Raymond R. Tjandrawinata Peranan Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan [ ] Ilmu farmakoekonomi telah berkembang menjadi disiplin
Lebih terperinciKatalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 615.1 Ind p 2012 Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Pedoman penerapan kajian Farmakoekonomi,--
Lebih terperinciPeran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan
medical review Peran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-Obatan Raymond R. Tjandrawinata Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Dexa Group, Jakarta, Indonesia
Lebih terperinciCOST EFFECTIVE ANALYSIS DALAM PEMILIHAN BARANG FARMASI. Oleh: Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS
COST EFFECTIVE ANALYSIS DALAM PEMILIHAN BARANG FARMASI Oleh: Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS ISSUE STRATEGIS ERA JKN FARMAKOEKONOMI 1. Era JaminanKesehatanNasional, membuat diberlakukannya
Lebih terperinciEKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) )
EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) ) BANDI Ilmu Kesehatan Masyarakat UNS 04/01/2017 bandi.staff.fe.uns.ac.id 1 Cost Effectiveness Analysis (CEA) Sesi 8 04/01/2017 bandi.staff.fe.uns.ac.id 2 PRINCIPLES
Lebih terperinciCost Effectiveness Analysis (CEA) Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
Cost Effectiveness Analysis (CEA) Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Evaluasi Ekonomi dalam sektor kesehatan Konsep Cost Effectiveness Analysis (CEA) Pengukuran Outcome Manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir-akhir ini, biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan
Lebih terperinciMATA KULIAH FARMAKOEKONOMI (FAK 4911)
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH FARMAKOEKONOMI (FAK 4911) Oleh : Dra Tri Murti Andayani, Apt., SpFRS Nanang Munif Yasin, Ssi., Apt., Mpharm FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperinciTelaah Kritis Penelitian Farmakoekonomi. Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm
Telaah Kritis Penelitian Farmakoekonomi Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm Tipe analisis Farmakoekonomi Cost Minimisation Analysis (CMA) Cost Effectiveness Analysis (CEA) Cost Utility Analysis (CUA) Cost
Lebih terperinciolahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi atau lebih dikenal dengan istilah tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mempunyai tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmhg dan tekanan
Lebih terperincidarah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang, secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Menurut
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 6 No. AGUSTUS 017 ISSN 0-49 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang semakin berkembang, tantangan terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar didominasi oleh organisasi kesehatan yang mampu memberikan
Lebih terperinciWORKSHOP. DISAMPAIKAN OLEH TIM Dr. Dra Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS Dra Yuri Pertamasari, Apt., MARS
WORKSHOP DISAMPAIKAN OLEH TIM Dr. Dra Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS Dra Yuri Pertamasari, Apt., MARS Cost Minimization Analysis (CMA) Cost Benefit Analysis(CBA) Cost Effectiveness Analysis(CEA)
Lebih terperinciPrevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien
Lebih terperinciPrinsip-Prinsip Dasar Ilmu Ekonomi untuk Kesehatan. Heni Wahyuni FEB UGM
Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Ekonomi untuk Kesehatan Heni Wahyuni FEB UGM Microeconomic tools Production Possibility Frontier Ekuilibrium Kepuasan Konsumen Fungsi Produksi Pasar persaingan sempurna vs monopoli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan 90% dari semua kasus DM, yang akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan terapi, paradigma pelayanan kefarmasian di Indonesia telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah arteri secara terus menerus (Saseen & Maclaughlin, 2008). Peningkatan tekanan darah dapat dilihat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi kesehatan yang bersifat eksperimen kuasi dengan rancangan penelitian pretest - posttest. Penelitian ini menggunakan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. ekonomis (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009) (1). Pada saat ini telah
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global Action Againts Cancer (2006) dari WHO menyatakan bahwa angka kematian akibat kanker dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyakit yang merusak nefron ginjal (Price dan Wilson, 2006).
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terapi, serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, dimana kegiatan pelayanan semula hanya
Lebih terperinciNOTULENSI DISKUSI PHARM-C
NOTULENSI DISKUSI PHARM-C Hari, tanggal : Sabtu, 8 Juli 2017 Waktu : 19.00-22.00 WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1) Pembicara : David Wijaya Tema Diskusi : Pharmacoeconomy in ART : The Importance
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penderita skizofrenia sekitar 1% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat, dengan jumlah keseluruhan lebih dari 2 juta orang (Nevid et al.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal Disease (SRMD) pada pasien kritis pertama kali muncul lebih dari empat dekade lalu. Beberapa penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung seperti infark miokard, stroke, gagal jantung dan kematian. Menurut JNC-VII, hampir satu milyar orang
Lebih terperinciGambar 1. Kenaikan Tarif Dasar Listrik Tahun 2013 (KESDM, 2012) Gambar 2. Biaya Tagihan Listrik Tahun 2012 dan Tahun 2013 (RSIS, 2013)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit Islam Surakarta dihadapkan pada kondisi bisnis yang sangat kompetitif dimana banyak berdiri rumah sakit baru disekitarnya. Service of excellent meliputi
Lebih terperinciGAMBARAN PENGOBATAN DAN ANALISIS BIAYA TERAPI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP
GAMBARAN PENGOBATAN DAN ANALISIS BIAYA TERAPI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh: ATIKAH DWI ERLIANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak pada perempuan (McPherson, et al., 2000). Menurut data
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker terbanyak dengan insidensi yang terus meningkat di negara-negara maju dan Asia serta penyebab kematian terbanyak pada perempuan (McPherson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...ii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN PERNYATAAN...iv. KATA PENGANTAR...v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...iii HALAMAN PERNYATAAN...iv KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
Lebih terperinciPENYUSUNAN KUESUIONER
PENYUSUNAN KUESUIONER Elsa Pudji Setiawati 140 223 159 BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 Pendahuluan.......... 2 Format Kuesioner...... 2.1. Pertanyaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga di dunia setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat
Lebih terperinciKebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN
Kebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN dr. Sigit Priohutomo, MPH KETUA DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN) Jakarta, 8 April 2017 1 Mengenal DJSN UU 40 Tahun 2004 tentang SJSN Untuk penyelenggaraan SJSN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program terapi efektif untuk diabetes mellitus membutuhkan latihan komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis, dan regimen farmakologis
Lebih terperinciVARIABEL KLIEN DAN MUTU RUMAHSAKIT. Mubasysyir Hasanbasri
VARIABEL KLIEN DAN MUTU RUMAHSAKIT Mubasysyir Hasanbasri 1 Kerangka Kelangsungan Hidup Rumahsakit Efisiensi Efektivitas Bahan Mentah Pengolahan Layanan Klien Survival Mana yang lebih diprioritaskan antara
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : ALISA PRIHARSI K 100110045
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 90 mmhg.penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan silent killer yang secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum.hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya arus globalisasi di segala bidang dengan adanya perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan gaya hidup pada masyarakat.
Lebih terperinciEFEKTIVITAS BIAYA DIALISIS DI INDONESIA
EFEKTIVITAS BIAYA DIALISIS DI INDONESIA Hasbullah Thabrany CENTER FOR HEALTH ECONOMICS AND POLICY STUDIES (CHEPS) APRIL 8 TH 2017 Gambar disadur dari http://nephrology.medicine.ufl.edu/ pada 26 Maret 2017,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan substansi yang dapat mengurangi gejala hingga menyembuhkan penyakit. Obat-obatan banyak yang beredar dan dijual bebas di pasaran. Ada yang bebas dibeli,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jumpai. Peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan perubahan patologis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum di jumpai. Peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan perubahan patologis pada sistem sirkulasi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah kondisi kronis yang disebabkan oleh kurangnya atau tidak tersedianya insulin dalam tubuh. Karakteristik dari gejala klinis intoleransi glukosa
Lebih terperinciOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent
BAB 1 PENDAHULUAN Hiperglikemia adalah istilah teknis untuk glukosa darah yang tinggi. Glukosa darah tinggi terjadi ketika tubuh memiliki insulin yang terlalu sedikit atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia sebab tingginya prevalensi dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI KOMBINASI DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI KOMBINASI DUA OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh : YULI ERNAWATI K100080045 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya (Permenkes RI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Penyebab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan
Lebih terperinciPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1438/Menkes/per/IX/ 2010 tentang standar pelayanan kedokteran Bab V pasal 10 ayat 4 berbunyi:
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian di dunia yaitu (12,8%), negara maju 15.6% dan di negara berkembang 13,7%, (WHO,
Lebih terperinciSATUAN ACARA PEMBELAJARAN MODUL HOSPITAL BASED PHARMACEUTICAL CARE
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN MODUL HOSPITAL BASED PHARMACEUTICAL CARE PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2015 PERENCANAAN PEMBELAJARAN 1. Nama Modul : Hospital
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kriteria yang mendasarinya. Audit terdiri dari beberapa macam seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Audit merupakan suatu proses pengumpulan data, penilaian ataupun pengevaluasian yang dilakukan untuk menilai sesuatu apakah telah sesuai dengan kriteria yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data statistik organisasi WHO tahun 2011 menyebutkan Indonesia menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak setelah Amerika Serikat, China, India.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang yang dijamin dalam Undang Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan hak dari setiap orang yang dijamin dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Undang Undang Republik Indonesia
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL DAN APLIKASI UNTUK PENGUKURAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER PAYUDARA OPERABLE DI RS KANKER DHARMAIS
PENGEMBANGAN MODEL DAN APLIKASI UNTUK PENGUKURAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER PAYUDARA OPERABLE DI RS KANKER DHARMAIS OLEH DR DRA AGUSDINI BANUN SAPTANINGSIH, APT MARS Masalah dalam dunia kesehatan
Lebih terperinciGAMBARAN PENGOBATAN DAN ANALISIS BIAYA TERAPI PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2011
GAMBARAN PENGOBATAN DAN ANALISIS BIAYA TERAPI PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh: FERDIANA DYAH FATMAWATI K100080201 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. Dengan meningkatnya status perekonomian masyarakat, kemudahan komunikasi serta peningkatan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH) / Angka Harapan Hidup (AHH).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara rinci tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis pada bukti-bukti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan faktor primer ketiga yang dapat menyebabkan lebih dari 7 juta kematian dini setiap tahunnya setelah jantung koroner dan kanker. Prevalensi hipertensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proporsi usia lanjut (WHO, 2005, pp. 8-9). Di Indonesia, data survei kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia sebagai penyebab utama kedua kematian di negara maju dan di antara tiga penyebab utama kematian di negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sedang mengalami beban ganda dalam menghadapi masalah penyakit, yang mana penyakit menular dan penyakit tidak menular keduanya menjadi masalah kesehatan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama
Lebih terperinci2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek
2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion
Lebih terperinciLandasan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt Direktur Pelayanan Kefarmasian
Landasan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt Direktur Pelayanan Kefarmasian Disampaikan pada pertemuan : Simposium Nasional Upaya Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun sosial-ekonomi. Keracunan akut maupun kronis akan menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan aktiftas pelayanan kesehatan baru dimulai pada akhir abad ke -19,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan dan fungsi rumah sakit sebagai sarana yang semata mata hanya melakukan aktiftas pelayanan kesehatan baru dimulai pada akhir abad ke -19, dimana dimasa masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita penyakit diabetes mellitus di seluruh dunia meningkat dengan cepat. International Diabetes Federation (2012) menyatakan lebih dari 371 juta jiwa di
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta Yogyakarta melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit kronik endokrin dengan jumlah penderita yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah penderita Diabetes Melitus (DM)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, yang menimbulkan konsolidasi paru
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan
BAB TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le
Lebih terperinciBAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DITINJAU DARI SUDUT PANDANG EKONOMI Oleh : Elsa Pudji Setiawati BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD DAFTAR ISI DAFTAR ISI. DAFTAR LAMPIRAN... I Pendahuluan...
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Glukosa dibentuk di hati dari makanan
Lebih terperinciPROF. DR. SRI SURYAWATI, APT. Gurubesar Farmakologi dan Terapi - Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
PROF. DR. SRI SURYAWATI, APT. Gurubesar Farmakologi dan Terapi - Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jabatan di UGM: Kepala Divisi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Pengelola Klaster S3 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan ketiadaan atau kurangnya insulin. Karakteristik dari diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar gula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sekarang ini, puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dituntut untuk menjadi gate keeper pelayanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap orang, dari setiap golongan, selalu mendambakan tubuh yang sehat.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang, dari setiap golongan, selalu mendambakan tubuh yang sehat. Permasalahan kesehatan adalah hal yang esensial bagi setiap orang, karena merupakan modal utama
Lebih terperinci