PENURUNAN RESPON NYERI AKUT PADA BAYI PREMATUR YANG DILAKUKAN PROSEDUR INVASIF MELALUI DEVELOPMENTAL CARE

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh penerapan Developmental care terhadap stres fisiologis pada BBLR di Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lakukan pada bayi yang digunakan untuk pemeriksaan darah. Bayi kurang bulan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

PENINGKATAN SUHU BAYI PREMATUR MELALUI TERAPI SENTUHAN

UNIVERSITAS INDONESIA

VOLUME 1 NO. 2 (JULI DESEMBER 2016) P-ISSN: E-ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

BAB I PENDAHULUAN. masa bayi ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

*Armi

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

PENGARUH NAFAS DALAM MENGGUNAKAN PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP NYERI SAAT PERAWATAN LUKA PASIEN POST OPERASI DI RUMAH SAKIT SARI ASIH SERANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN. Posisi prone yaitu posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi badan

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun

PENINGKATAN BERAT BADAN DAN SUHU TUBUH BAYI PREMATUR MELALUI TERAPI MUSIK LULLABY

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

PEMBERIAN SUKROSA DAN NON-NUTRITIVE SUCKING

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

EFEKTIFITAS PENINGKATAN SUHU TUBUH PADA PERAWATAN METODE KANGGURU DENGAN PERAWATAN INKUBATOR DI BLUD RS H. BOEJASIN PELAIHARI TANAH LAUT TAHUN 2013

Hubungan Pendidikan Kesehatan dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit.

BAB V HASIL PENELITIAN. Pada bab ini diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh latihan mengunyah dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBAR METODOLOGI PENURUNAN TINGKAT NYERI ANAK PRASEKOLAH YANG MENJALANI PENUSUKAN INTRAVENA UNTUK PEMASANGAN INFUS MELALUI TERAPI MUSIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh FENNY NIM

ARTIKEL PERBEDAAN SUHU TUBUH SEBELUM DAN SETELAH PIJAT BAYI PADA BAYI PREMATUR DI RSUD KABUPATEN SEMARANG

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN PREMATUR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO SEMARANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

TINGKAT NYERI ANAK USIA 7-13 TAHUN SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS DI RSUD KOTA SEMARANG

PENGARUH PELATIHAN PATIENT HANDLING TERHADAP PENURUNAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG AKIBAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak yang berkualitas agar dapat melanjutkan cita-cita bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir

PENGARUH CERITA MELALUI AUDIOVISUAL TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

ABSTRAK PENGARUH MENDENGARKAN MUSIK KLASIK DAN JAZZ TERHADAP READING COMPREHENSION PADA WANITA DEWASA MUDA

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR II TAHUN 2014

Hubungan Jenis Persalinan dan Prematuritas dengan Hiperbilirubinemia di RS Persahabatan

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

PENURUNAN KECEMASAN IBU DAN PERBAIKAN STATUS BANGUN-TIDUR BBLR MELALUI PERAWATAN METODE KANGURU

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

PENGARUH PENKES STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANGTUA DI RUMAH BINTANG ISLAMIC PRE SCHOOL

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha


BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

PENGARUH DEVELOPMENTAL CARE TERHADAP FUNGSI FISIOLOGIS DAN PERILAKU TIDUR-TERJAGA BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSUP FATMAWATI JAKARTA TESIS

BAB III METODE PENELITIAN

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KONSELING TERHADAP DEPRESI POST PARTUM DI PUSKESMAS II DAN IV DENPASAR SELATAN

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

PENGARUH AKUPRESUR PADA TITIK PERICARDIUM 6 TERHADAP MORNING SICKNESS PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI PUSKESMAS KERTEK I WONOSOBO KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

PEMBERIAN AIR SUSU IBU PADA NEONATUS UNTUK MENGURANGI NYERI AKIBAT PENGAMBILAN SAMPEL DARAH

EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK KLASIK MOZART DAN KANGURU METHOD

ABSTRAK. PENGARUH KOPI (Coffea arabica ) TERHADAP MEMORI JANGKA PENDEK

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

EMPENG EFEKTIF MENURUNKAN NYERI BAYI SAAT PENGAMBILAN DARAH VENA

Vol 1, No 1, April 2017 ISSN PENGARUH TERAPI SENTUHAN TERHADAP SUHU TUBUH PADA BAYI PREMATUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFEKTIVITAS IRIGASI LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN NORMAL SALIN YANG DI HANGATKAN TERHADAP NYERI LUKA TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN ASI DAN NON-NUTRITIVE SUCKING UNTUK MENGURANGI RASA NYERI SAAT PROSEDUR INVASIF MINOR PADA BAYI BARU LAHIR TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam

PERBANDINGAN POLA TIDUR BAYI YANG MENDAPATKAN PIJAT BAYI DAN BABY SPA PADA BAYI USIA 3-12 BULAN DI KLINIK SRIKANDI RUMAH BUNDA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

Jurnal Keperawatan dan Kesehatan, Volume VI, No.3 September 2015

ABSTRAK PENGARUH AKTIVITAS FISIK SEDANG TERHADAP PENINGKATAN MEMORI JANGKA PENDEK

PEMBERIAN DIET FORMULA 75 DAN 100 MENINGKATKAN BERAT BADAN BALITA GIZI BURUK RAWAT JALAN

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

SKRIPSI. Oleh : MUTIARA SIBURIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas untuk dapat

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PENURUNAN RESPON NYERI AKUT PADA BAYI PREMATUR YANG DILAKUKAN PROSEDUR INVASIF MELALUI DEVELOPMENTAL CARE Lia Herliana 1,2*, Dessie Wanda 3, Sutanto Priyo Hastono 4 1. Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, Jawa Barat 46115, Indonesia 2. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *Email: liaherliana3@gmail.com Abstrak Nyeri merupakan stimulus yang dapat merusak perkembangan otak bayi prematur. Developmental care merupakan salah satu strategi untuk mengurangi respon nyeri akibat prosedur invasif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh developmental care terhadap respons nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif. Penelitian menggunakan rancangan quasi experimental non equivalent control group, before and after design, dengan jumlah sampel 42 bayi prematur terdiri dari 21 responden sebagai kelompok kontrol dan 21 sebagai kelompok intervensi yang dipilih dengan teknik sampling accidental sampling. Pada penelitian ini didapatkan hasil ada perbedaan selisih skor respons nyeri akut antara kelompok yang diberikan developmental care dan kelompok kontrol (p= 0,000; α= 0,05), developmental care menurunkan skor nyeri sebesar 2,05 poin. Developmental care perlu diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada bayi prematur. Penelitian lanjutan tentang pengaruh developmental care terhadap perkembangan bayi prematur pada dari aspek kognitif, bahasa, dan motorik perlu dilakukan. Kata kunci: bayi prematur, developmental care, respons nyeri akut Abstract Pain is a stimulus that can damage the developing brains of premature babies. Developmental care is one strategy in reduce pain caused by invasive procedure. The objective of this research was to determine the effects of developmental care on acute pain response in premature babies who had been performed invasive procedure. This study used quasiexperiment research design non equivalen control group, before and after design, involving 42 sample consisted of 21 premature babies in both control and intervention groups, technical sampling used accidental sampling. This study founded that there was a significant difference in change score of acute pain response between on intervention and control groups (p= 0.000; α= 0.05), developmental care decreased 2,05 point of pain scores). Developmental care was recommended to be applied in nursing care for premature babies. Further research on effect developmental care on development of premature babies influence cognitive, languanges, and motor skills aspects need to be designed. Keywords: premature babies, developmental care, acute pain response Pendahuluan Dampak prematuritas merupakan risiko terjadinya cerebral palsy, defisit sensorik, gangguan belajar, dan penyakit pernafasan (WHO, 2010). Hal ini menyebabkan bayi prematur harus mendapatkan perawatan di rumah sakit agar tidak menyebabkan komplikasi. Hospitalisasi bayi prematur, seringkali dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan proses pembentukan rasa percaya, penurunan sense of control, dan merasakan nyeri (Hockenberry & Wilson, 2009). Nyeri merupakan suatu stimulus yang dapat merusak perkembangan otak bayi dan berkontribusi terhadap terjadinya gangguan belajar dan perilaku pada masa anak-anak (Badr, et al., 2010). Maka, diperlukan intervensi keperawatan yang dapat mengurangi respon nyeri pada bayi terutama saat dilakukan perawatan di rumah sakit. Menurut Sisto dalam Buonocore dan Bellieni (2008) menjelaskan bahwa stres yang dialami bayi selama dilakukan perawatan dapat menambah kondisi nyeri yang dialami oleh bayi tersebut.

200 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 3, November 2011; hal 199-206 Perhatian khusus untuk memonitor bayi terhadap paparan agen risiko agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan dikemudian hari dapat dilakukan melalui pendekatan developmental care. Penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa bayi yang konsisten dalam menerima tindakan developmental care di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) akan pulih lebih cepat dan memiliki hasil yang lebih baik secara jangka pendek maupun jangka panjang apabila hasilnya dibandingkan dengan bayi prematur yang tidak mendapat kan tindakan developmental care (Horner, 2010; Bredemeyer, et al., 2008). Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh developmental care terhadap respon nyeri akut pada bayi prematur. Metode Desain penelitian ini menggunakan metode quasi experimental non equivalen control group, before and after design. Dalam penelitian ini, bayi prematur dilakukan pengukuran terhadap respon nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi developmental care. Populasi penelitian adalah semua bayi prematur yang dirawat di RSU T dan RSU C di wilayah Jawa Barat. Adapun kriteria inklusi sampel antara lain, yaitu; bayi prematur 28 sampai kurang dari 37 minggu yang dirawat di Ruang Perinatologi atau NICU, tidak sedang mendapatkan terapi sedatif, opioid, dan steroid, dilakukan tindakan pengambilan darah menggunakan jarum nomor 24 sampai 27, status tertidur tenang sebelum prosedur tindakan invasif dilakukan. Jumlah total sampel 42 orang (21 orang per kelompok), dan teknik pengambilan sampel secara accidental sampling. Waktu penelitian mulai Februari sampai Juni 2011. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner Ballard score test untuk mendapatkan data tentang umur anak, lembar observasi untuk menilai penerapan dari tindakan developmental care, serta Premature Infant Pain Profile (PIPP) untuk menilai respon nyeri bayi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis bivariat yaitu dengan menggunakan t-test dependen dan t-test independen, dan analisis multivariat yaitu menggunakan analisis kovarians (Ancova). Hasil Rerata umur responsden pada kelompok kontrol adalah 32,52 minggu (SD= 2,159) dan kelompok intervensi 32,81 minggu (SD= 1,806). Rerata respon nyeri kelompok kontrol, sebelum 8,29 (SD= 2,028) dan sesudah 9,86 (SD= 1,878). Pada kelompok intervensi 9,95 (SD= 2,559) dan sesudah 7,90 (SD= 1,758). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok intervensi skor nyeri menurun 2,05 poin dari 9,95 menjadi 7,90, dan diperoleh ada perbedaan respon nyeri akut antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan developmental care (p= 0,016; α= 0,05). Tabel 1. Perbedaan Respons Nyeri Akut Sebelum dan Sesudah Dilakukan Developmental Care pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Variabel Kelompok Mean Beda Mean p Skor Nyeri * bermakna pada α=0,05 Kontrol Sebelum Sesudah Intervensi Sebelum Sesudah 8,29 9,86 9,95 7,90 1,57 0,004* -2,05 0,016*

Penurunan respon nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif (Lia Herliana, Dessie Wanda, Sutanto P. Hastono) 201 Sementara itu, pada kelompok kontrol terjadi peningkatan terhadap skor nyeri 1,57 poin dari 8,29 menjadi 9,86, dan terdapat perbedaan respon nyeri akut antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan developmental care (p= 0,004, α= 0,05) (lihat pada tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara selisih rerata respon nyeri akut sebelum dan sesudah dilakukan tindakan developmental care pada kelompok intervensi yang dibandingkan dengan kelompok kontrol (p= 0,000; α= 0,05) (dapat dilihat pada tabel 2). Analisis multivariat dilakukan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen dengan atau tanpa variabel confounding. Uji yang digunakan adalah analisis kovarian (Ancova) dengan menggunakan model Type III Sum of squares. Hasil analisis yang digambarkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari intervensi developmental care terhadap perubahan respon nyeri sebelum dan sesudah intervensi (p= 0,004; α= 0,05). Selain itu, hasil penelitian juga didapatkan bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin dan pengalaman terhadap paparan nyeri (p= 0,544; p= 0,845; α= 0,05). Hasil analisis pada tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata dari respon nyeri setelah dilakukan developmental care sebelum dan sesudah variabel confounding dikontrol sangat kecil dan tidak bermakna secara bermakna. Hal ini berarti bahwa perubahan respon nyeri yang terjadi merupakan hasil dari intervensi yang dilakukan dan bukan merupakan pengaruh dari variabel confounding yang ada. Pembahasan Umur Keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah bayi-bayi prematur yang lahir pada umur kehamilan 28 sampai 36 minggu. Anand (2007) menyatakan bahwa bayi prematur memiliki nilai ambang yang rendah terhadap nyeri, sehingga mereka cenderung memperlihatkan respon fisiologis lebih dibanding dengan bayi yang berumur lebih matur apabila diberikan stimulus nyeri. Penelitian lain menyatakan bahwa bayi prematur yang lahir pada umur kehamilan 32 minggu yang dilakukan perawatan selama empat minggu di NICU secara bermakna mengalami peningkatan denyut jantung, penurunan saturasi O 2, dan sedikit peningkatan ekspresi bila dibandingkan dengan bayi baru lahir dengan umur kehamilan yang sama (Johnson & Stevens, 1996). Berdasarkan bukti-bukti penelitian tersebut di atas, sebagian besar bayi prematur dapat berespon terhadap stimulus nyeri yang diterima, baik nyeri dengan pengalaman pertama maupun pengalaman berulang, walaupun ada beberapa diantaranya yang menyangkal terhadap pernyataan tersebut. Jenis Kelamin Badr, et al. (2010) menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berkorelasi terhadap respon nyeri pada bayi prematur yang diukur melalui instrumen PIPP. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, jenis kelamin tidak digambarkan secara spesifik bila dihubungkan dengan respon nyeri. Tabel 2. Rerata Perbedaan Selisih Respons Nyeri Akut Sebelum dan Sesudah Dilakukan Developmental Care Kelompok Selisih Mean SD SE p Kontrol 1,57 2,249 0,491 0,000* Intervensi -2,05 3,584 0,782 * bermakna pada α= 0,05

202 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 3, November 2011; hal 199-206 Walaupun demikian, Guinburg, et al. (2000) telah melakukan penelitian secara spesifik terhadap jenis kelamin dan respon nyeri pada saat dilakukan pengambilan darah kapiler untuk pemeriksaan kadar gula darah pada bayi yang berumur 28 minggu sampai 42 minggu dengan menggunakan instrumen Neonatal Facial Coding Score (NFCS). Hasilnya diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari rata-rata skor nyeri antara bayi laki-laki dan perempuan saat dilakukan observasi pada periode yang berbeda (p= 0,025, α= 0,05). Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian yang dilakukan oleh Guinburg, et al. (2000) tersebut adalah bahwa neonatus perempuan yang lahir dari semua umur kehamilan akan memperlihatkan wajah yang lebih berekspresi dibandingkan dengan neonatus laki-laki selama dilakukan tindakan pengambilan darah kapiler. Sedangkan, pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik jenis kelamin tidak memberi kontribusi terhadap pengaruh tindakan developmental care pada respon nyeri akut terhadap bayi prematur (p= 0,544; α= 0,05). Pengalaman terhadap Paparan Nyeri Sebagian besar dari responden penelitian ini pernah mengalami prosedur/tindakan invasif yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Sedangkan, pada kenyataannya, pengalaman terhadap paparan nyeri sebelumnya memiliki kontribusi yang tidak bermakna pada pengaruh developmental care terhadap respon nyeri pada bayi-bayi prematur yang mendapatkan tindakan invasif (p= 0,845; α= 0,05). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Goubet, Cliffton, dan Shah (2001) yang telah melakukan pengukuran reaktivitas terhadap nyeri pada bayi prematur dengan melakukan tindakan pengambilan darah pada tumit secara berulang sebanyak lima kali pemeriksaan yaitu selama dua minggu. Hasil yang didapatkan bahwa pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh pengalaman paparan nyeri sebelumnya terhadap perubahan skor nyeri pada setiap pemeriksaan. Namun, pada hasil penelitian ini digambarkan juga bayi prematur memiliki antisipasi terhadap stimulus nyeri yang akan dilakukan dengan respon fisiologis yaitu peningkatan pada denyut jantung. Prosedur nyeri yang dilakukan secara berulang terutama pada area yang sama akan merusak eksitabilitas sistem saraf pada area tersebut, sehingga respon nyeri yang ditunjukkan menjadi tidak bermakna (Badr, et al., 2010). Respon Nyeri pada Bayi Prematur Secara teori bayi prematur dapat berespon sensitif terhadap stimulus nyeri yang dialami, hanya saja respon yang ditunjukkan oleh bayi prematur baik secara fisiologis maupun perilaku kadang-kadang berbeda. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Williams, et al. (2009), yang mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari respon nyeri pada neonatus yang diukur berdasar pada skor NIPS (Neonatal Infant Paint Scale) terhadap prosedur pengambilan darah di tumit neonatus (p= 0,002; α= 0,05), serta terjadinya peningkatan rata-rata 0,23 poin setiap dilakukan penusukan. Tabel 3. Hasil Analisis Kovarians (Ancova) *bermakna pada α= 0,05 Parameter B p Intercept 10,542 0,000* Jenis Kelamin -0,396 0,544 Pengalaman terhadap paparan nyeri sebelumnya -0,120 0,845 Developmental care -1,851 0,004

Penurunan respon nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif (Lia Herliana, Dessie Wanda, Sutanto P. Hastono) 203 Lebih lanjut menurut Williams, et al. (2009), yang memaparkan bahwa peningkatan respon terhadap nyeri tersebut terutama terjadi pada bayi prematur dan bayi yang sedang dalam keadaan sakit. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Williams, et al. (2009) tersebut hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu respon nyeri bayi prematur berdasarkan pada skor PIPP mengalami peningkatan 1,57 poin pada kelompok kontrol dan penurunan 2,05 poin pada kelompok intervensi saat dilakukan prosedur invasif yang kedua dalam jarak waktu satu minggu. Menurut Peters, et al. (2003), yang menyatakan bahwa bayi baru lahir yang menjalani perawatan di ruangan NICU yang terpapar oleh teknologi tinggi yang berhubungan dengan prosedur untuk menyelamatkan kehidupannya. Pada umumnya, bayi tersebut akan mengalami sensitifitas yang tinggi terhadap kerusakan jaringan dan terjadinya penurunan ambang nyeri. Hal tersebut berhubungan dengan respon bio-behavioural terhadap rasa nyeri yaitu; eskpresi wajah, respon kardiovaskuler, dan respon kortisol air ludah (Johnson & Stevens, 1996). Developmental Care dan Respon Nyeri Akut Pada penelitian ini, strategi developmental care yang telah dilakukan dilaksanakan dengan intervensi sebagai berikut: penutupan inkubator untuk mengurangi cahaya yang masuk, pembatasan suara (di dalam dan luar inkubator) <60 dba, dipilihkan jenis inkubator dengan suara bising yang minimal (55-60 dba), penanganan yang minimal (minimal handling), mengatur posisi tidur bayi tengkurap atau miring dengan kaki fleksi serta pemakaian bantalan untuk mempertahankan posisi tidur bayi (nesting). Keseluruhan intervensi yang dilakukan yaitu dimaksudkan agar bayi prematur tetap dapat diperlakukan sebagaimana kehidupan di dalam rahim. Menurut Buonocore dan Bellieni (2008), yang menyatakan bahwa berbagai rangsangan akan menambah stimulus stres terhadap bayi disamping dari prosedur menyakitkan selama perawatan. Lebih jauh pendapat dari Buonocore dan Bellieni (2008), yang mengungkapkan bahwa salah satu metode non-farmakologik dalam hal mengurangi respon nyeri dengan cara intervensi lingkungan dan pengaturan posisi. Pembatasan cahaya yang dilakukan adalah dengan cara mematikan lampu atau memberikan penutup pada inkubator dengan kain bedongan atau selimut bayi. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan suasana seperti halnya pada waktu malam hari sehingga memberikan lingkungan yang nyaman pada bayi untuk tidur, menurunkan stres, meningkatkan berat badan, serta perkembangan irama sirkardian (Buonocore & Bellieni, 2008). Westas, et al. (2001) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh penutup inkubator terhadap kejadian tidur pada bayi prematur yang sudah stabil. Hasil penelitian menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua periode (dengan penutup inkubator dan tanpa penutup) masing-masing selama 24 jam terhadap durasi tidur atau durasi interval tidur. Ada korelasi positif pada umur postnatal dalam hari dan rata-rata periode tidur ketika penutup inkubator digunakan (r= 0,90, p= 0,001). Tabel 4. Perbedaan Rerata Respons Nyeri setelah Dilakukan Developmental Care Sebelum dan Sesudah Variabel Confounding Dikontrol Kelompok Mean sebelum variabel confounding dikontrol Mean setelah variabel confounding dikontrol Kontrol 9,86 9,806 Intervensi 7,90 7,956

204 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 3, November 2011; hal 199-206 Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Westas, et al. (2001) tersebut bahwa penutup pada inkubator memiliki efek jangka pendek terhadap kualitas tidur pada bayi prematur, akan tetapi signifikansi klinis dan kemungkinan efek jangka panjang terhadap bayi belum diketahui. Pembatasan suara yang dilakukan antara lain dengan cara mengukur tingkat kebisingan baik di lingkungan perawatan secara umum maupun di dalam inkubator. Rekomendasi dari American Association of Pediatric (AAP) bahwa tingkat kebisingan di ruangan NICU harus berada pada level di bawah 45 dba (Merenstein & Gardner, 2002). Hal tersebut berbeda dengan kondisi umumnya, yaitu dengan tingkat kebisingan di NICU yang ada pada rentang antara 38 sampai 75 dba atau 57 sampai 90 dba. Menurut Kosim (2010), yang menyatakan bahwa tingkat kebisingan di area NICU yang berada pada rentang antara 50 sampai 90 dba. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, bahwa tingkat kebisingan di area perawatan diatur agar berkisar pada rentang kurang dari 60 dba dengan cara membatasi suara-suara baik yang ditimbulkan dari luar inkubator (alat, perawat, dan prosedur) maupun suara dari dalam inkubator sendiri. Pada kenyataannya tingkat kebisingan yang terjadi yaitu pada rentang antara 45 sampai 60 dba. Tingkat kebisingan rata-rata di dalam inkubator umumnya berada pada rentang antara 50 sampai 86 dba, tergantung dari jenis inkubator yang digunakan (Kosim, 2010). Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan peneliti, tingkat kebisingan di dalam inkubator berada pada rentang 55 sampai 60 dba. Penanganan yang minimal (minimal handling) diperlukan dalam mengurangi stimulus terhadap bayi pada saat bayi sedang tidur. Penanganan tersebut juga bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Pengurangan stres selama bayi berada di ruang NICU telah diyakini secara teoritis dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara normal, serta dapat mengakibatkan hasil yang lebih baik di kemudian hari (Peters, 1999). Shizun dan Westrup (2004) dalam penelitiannya menerangkan bahwa selama 24 jam bayi pada umumnya menerima kurang lebih 200 macam prosedur, baik yang menyakitkan maupun hanya berupa prosedur yang rutin. Dalam penelitiannya dilaporkan juga bahwa sebanyak 3/4 (tiga per empat) kejadian hipoksemia pada bayi prematur dihubungkan dengan perawatan bayi itu sendiri, serta terjadinya peningkatan konsentrasi hormon terkait stres yang dihubungkan dengan prosedur keperawatan yang dilakukan secara rutin terhadap bayi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa terdapatnya perbedaan yang bermakna dari respon nyeri akut pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p= 0,000, α= 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa respon nyeri pada kelompok intervensi mengalami penurunan dari respon nyeri sebelum dilakukan developmental care. Hal tersebut di atas dapat terjadi karena dengan dilakukan strategi developmental care, input sensori menjadi tepat dan minimal, sehingga bayi mampu melakukan adaptasi terhadap rangsangan dan memperlihatkan perilaku yang teratur dalam berespon terhadap stimulus tersebut. Sebaliknya, ketika stimulus sensorik sangat banyak, pada umumnya bayi sulit melakukan adaptasi ataupun memperlihatkan perilaku stres (Shizun & Westrup, 2004). Oleh karena itu, tindakan developmental care merupakan strategi yang tepat dalam mengurangi respon nyeri terhadap bayi prematur, khususnya yang mendapatkan prosedur tindakan invasif.

Penurunan respon nyeri akut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif (Lia Herliana, Dessie Wanda, Sutanto P. Hastono) 205 Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Shizun, et al. (2002) yang menyatakan bahwa developmental care secara bermakna dapat menurunkan ekspresi nyeri pada bayi prematur yang diukur melalui instrumen PIPP (Premature Infant Pain Profile) dan EDIN (Echelle de la Douleur Inconfort Nouveau-Ne'/ Neonatal Pain and Discomfort Scale) pain scores selama dilakukan prosedur rutin di ruangan. Kesimpulan Rerata respon nyeri akut setelah mendapatkan development care diperoleh pada kelompok kontrol mengalami peningkatan dari respon sebelumnya. Pada kelompok intervensi respon nyeri mengalami penurunan dan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap selisih respon nyeri akut bayi prematur sebelum dan sesudah dilakukan developmental care antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Jenis kelamin dan pengalaman terhadap paparan nyeri sebelumnya tidak secara bermakna memberikan kontribusi pada respon nyeri akut setelah dilakukan intervensi developmental care. Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi penelitian lebih lanjut di lingkup keperawatan bayi baik di institusi pelayanan maupun institusi pendidikan. Oleh karena itu, diharapkan ada penelitian lanjutan mengenai pengaruh jangka panjang dari penerapan intervensi developmental care terhadap perkembangan bayi di kemudian hari baik pada aspek kognitif, bahasa maupun motorik (HW, YR, KN). Referensi Anand, K.J. (2007a). Pain assesment in preterm neonates. Pediatrics, 119 (3), 605 607. Anand, K.J. (2007b). Pharmacological approaches to the management of pain in neonatal intensive care units. Journal of Perinatology, 27 (1), S4 S11. Badr, L.K., Abdallah, B., Hawari, M., Sidani, S., Kassar, M., Nakad, P., et al. (2010). Determinans of premature infant pain responsses to heelsticks. Pediatric Nursing, 36 (3), 129 136. Bredemeyer, S., Reid, S., Polverino, J., & Wocadlo, C. (2008). Implementation and evaluation of an individualized developmental care program in a neonatal intensive care unit. Journal Compilation, 13 (4), 281 291. Buonocore, G., & Bellieni, C.V. (2008). Neonatal pain: Suffering, pain, and risk of brain damage in the fetus and newborn. Italia: Springer-Verlag. Goubet, N., Cliffton, R.K., & Shah, B. (2001). Learning about pain in preterm newborns. Journal of Develpmental & Behavioural Pediatrics, 22 (6), 421 424. Guinburg, R., Peres, A., Almeida, B., Balda, C.X., Berenguel, C., & Toneloto, J., et al. (2000). Differences in pain expression between male and female newborn infants. Pain, 85 (1 2), 127 133. Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong s essentials of pediatric nursing (8th Ed.). St. Louis: Elsevier. Horner, S. (2010). Developmental care. Article of Neonatal Intensive Care, Chicago Children s Memorial Hospital. Diper oleh dari http:// www.developmental.aspx.htm. Johnson, C.C., & Stevens, B. J. (1996). Experience in a neonatal intensive care unit affects pain responsse. Pediatrics, 98 (5), 925 930. Kosim, M.S. (2010). Tatalaksana lingkungan neonatus di NICU. Semarang: FK Undip. Merenstein, G.B., & Gardner, S.L. (2002). Handbook of neonatal intensive care (5th Ed.). St.Louis: Mosby Elseiver. Peters, J.W., Koot, H.M., de Boer, J.B., Passchier, J., Mesquita, J.M., de Jong, F.H., et al. (2003).

206 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 3, November 2011; hal 199-206 Major surgery within the first 3 month of life subsequent biobehavioural pain responses to immunization at later age: A case comparison study. Journal Pediatrics, 111 (1), 129 135. Peters, K.L. (1999). Infant handling in the NICU: does developmental care make difference? An evaluative review of the literature. Journal of Perinatal Neonatal Nursing, 13 (3), 3 109. Shizun, J., & Westrup, B. (2004). Early developmental care for preterm neonates: A call for more research. Child Fetal Neonatal, 89, F384 F389. Shizun, J., Ansquer, H., Browne, J., Tordiman, S., & Morin, J.F. (2002). Develepmental care decrease physiologic and behavioural pain expression in preterm neonates. The Journal of Pain, 3 (6), 446-450. Westas, H., Inghammar, M., Issakson, K., Rosen I., & Stjernqvist, K. (2001). Short-term effects of incubator covers on quiet sleep in stable premature infants. Acta Pediatrica, 90 (9), 1004 1008. Williams, A.L., Khattab, A.Z., Garzac, C.N., & Laskycd, R.E. (2009). The behavioural pain responsses to heelstick in preterm neonates studied longitudinally: Description, development, determinans and componens. Journal of Early Human Development, 85 (6), 369 374. World Health Organization. (2010). World health statistics2010. France: WHO Library Cataloguingin-Publication Data.