BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Pulosari Pegunungan Akarsari - Banten BAB II METODE

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Eka Wirda Jannah Astyatika. Pengelolaan DAS CITANDUY

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

BAB I. PENDAHULUAN A.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

Ekologi Padang Alang-alang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. gunung dan ketinggiannya mencapai lebih dari 600 mdpl. Sedangkan pegunungan

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kiki Nurhikmawati, 2013

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

LUAS KAWASAN HUTAN PERUM PERHUTANI BERDASARKAN PERUNTUKANNYA TAHUN

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

III. KEADAAN UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

HASIL DAN PEMBAHASAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km.

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB II TINJAUAN UMUM

Transkripsi:

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari hutan, hutan tanaman rakyat, belukar, lahan terbuka dan pemukiman. Analisis tersebut didasarkan pada warna yang tampak pada citra yang ditampilkan. Wilayah pemukiman dan lahan terbuka / lahan terbangun di tunjukkan dengan warna merah. Berdasarkan SK Menhut No.195/Kpts-II/2003 Tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Banten, Gunung Pulosari terbagi atas kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Hasil analisis terhadap citra Landsat menunjukkan bahwa kawasan Gunung Pulosari memiliki luas 1.737 hektar (Ecositrop ). Puncak Gunung Pulosari berada pada ketinggian 1.346 mdpl. Berikut adalah gambaran umum kondisi kekinian tutupan lahan di Gunung Pulosari saat dilakukan kajian tutupan lahan pada tahun (Gambar VI.1). Gambar VI.1. Kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari berupa areal terbuka seperti lahan pertanian, kebun campuran, dan hutan lindung. BLHD Propinsi Banten VI. 1

Hasil analisis citra Landsat menunjukkan bahwa kawasan Gunung Pulosari memiliki luas 1.737 hektar. Luas kawasan tersebut terdiri dari kawasan Hutan Produksi (HP) dengan luas 728 hektar dan kawasan Hutan Lindung (HL) dengan luas 1.009 hektar. Berikut ini tabel luas masing-masing kawasan Gunung Pulosari berdasarkan statusnya. Tabel VI-1. Status kawasan dan luas kawasan Gunung Pulosari serta wilayah administarinya berdasarkan SK Menhut No.195/Kpts-II/2003. No Kabupaten Status Kawasan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pandeglang Hutan Lindung 1.009 58,11 Hutan Produksi 728 41,89 Total 1.737 100,00 Berdasarkan Table VI-1, kawasan Gunung Pulosari terbagi dalam dua status kawasan hutan yang berada di Kabupaten Pandeglang. Sebagian besar wilayah hutan merupakan Hutan Lindung (HL) dengan luas 1.009 hektar dengan persentase 58,11% (7.421 hektar) dan kawasan Hutan Produksi dengan luas 728 hektar atau sekitar 41,89% dari total seluruh luas kawasan. Berdasarkan peta administrasi yang dibuat oleh Biro Pusat Statistik, kawasan hutan Gunung Pulosari secara administrasi terbagi ke dalam empat (4) kecamatan. Luas masingmasing wilayah tersebut adalah 271 hektar berada di Kecamatan Cipeucang, 702 hektar berada di Kecamatan Cisata, 608 hektar berada di Kecamatan Mandalawangi, dan 155 hektar berada di Kecamatan Saketi. Saat ini telah terjadi pemekaran bebrapa kecamatan pada kawasan tersebut. Namun hasil penelusuan data sekunder mengenai luas wilayah hutan Gunung Pulosari berdasarkan pemekaran kecamatan terbaru belum ditemukan. Status kawasan Gunung Pulosari dan wilayah administrasinya ditampilkan pada gambar berikut. BLHD Propinsi Banten VI. 2

Gambar VI.2. Peta status kawasan Gunung Pulosari berdasarkan SK Menhut No.195/Kpts-II/2003. BLHD Propinsi Banten VI. 3

B. Tata Guna Lahan dan Fungsi Kawasan Klasifikasi tutupan lahan Kawasan Gunung Pulosari berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat terdiri dari tutupan lahan berupa hutan, belukar, kawah, kebun campuran, dan ladang. Penentuan tata guna lahan pada kawasan Gunung Pulosari didasarkan pada analisis citra lansat yang ditampilkan dalam spektrum gelombang warna yang tampak pada citra Landsat. Secara umum, warna yang tampak adalah hijau tua, hijau muda, dan merah muda. Warna hijau menandakan kondidi tutupan vegetasi, sementara warna merah menunjukkan warna tanah yang umumnya merupakan lahan terbuka atau lahan terbangun seperti pemukiman dan jalan raya. Warna hijau tua menandakan tutupan lahan berupa hutan yang masih bagus, sementara hijau muda dan hijau kuning menandakan kawasan hutan yang sudah berubah menjadi hutan campuran/agroforest dan ladang. Tabel berikut (Tabel VI-2) adalah hasil analisis tata guna lahan dan fungsi kawasan Gunung Pulosari yang diperoleh dari citra Landsat. Tabel VI-2. Tata guna lahan dan fungsi kawasan Gunung Pulosari berdasarkan analisis citra Landsat. NAMA GUNUNG Gunung Pulosari TATAGUNA LAHAN FUNGSI KAWASAN TOTAL (Ha) HL HP Ha % Belukar 3 3 0,17 Hutan 253 90 343 19,75 Kawah 1 1 0,07 Kebun Campuran 716 597 1.333 75,60 Ladang 36 41 77 4,41 Total 1.009 728 1.737 100,00 Keterangan : HL : Hutan Lindung Ha : Hektar (satuan luas) HP : Hutan Produksi Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui kondisi tutupan lahan, fungsi kawasan, bserta masing-masing luasnya. Kondisi tersebut bisa menggambarkan BLHD Propinsi Banten VI. 4

kondisi kekinian tata guna lahan pada masing-masing fungsi kawasan di Gunung Pulosari. Kawasan Hutan Lindung (HL) semestinya memiliki tutupan lahan berupa hutan, namun pada kawasan HL di Gunung Pulosari terdapat beberapa tipe tata guna lahan yaitu hutan, belukar, kawah, kebun campuran dan ladang. Hutan dan kawah merupakan ekosistem alami pada gunung tersebut, namun belukar merupakan kondisi yang dimungkinkan awalnya berupa hutan yang kemudian dibuka. Belukar adalah bagian dari hutan sekunder yang merupakan salah satu fase suksesi menuju hutan sekunder. Namun belukar juga bisa jadi merupakan ekisistem alami. Namun zebagin besar belukar merupakan tata guna lahan pada wilayah kebun campuran dan ladang masyaakat yang tidak terurus. Tata guna lahan berupa ladang dan kebun campuran semestinya tidak berada di kawasan Hutan Lindung (HL). Kondisi ini bisa terjadi karena adanya pembukaan lahan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian, dalam hal ini adalah kebun campuran dan ladang. Masyarakat sekitar Gunung Pulosari umumya menanam berbagai jenis kayu dan tanaman MPTS untuk tujuan komersil maupun pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Pada kawasan Hutan Lindung (HL), tata guna lahan yang masih berupa hutan memiliki luas lahan sebesar 253 hektar, sedangkan kawah memiliki luas 1 hektar dan belukar memiliki luas 3 hektar. Luas kawasa kebun campuran yang semestinya berupa hutan adalah 716 hektar, sama halnya dengan ladang yang memiliki luas 36 hektar pada kawasan HL. Pada kawasan Hutan Produksi (HP), tata guna lahan yang memiliki kawasan terluas adalah kebun campuran dengan luas 597 hektar dan luas ladang 41 hektar, sementara kawasan yang berupa hutan memiliki luas sebesar 90 hektar. Kawasan HL dan HP yang saat ini berubah fungsi menjadi non-hutan telah dikelola oleh mayarakat, walaupun lahan hutan telah berubah fungsi kawasan tersebut tetap memiliki fungsi lindung bagi keanekaragaman hayati di dalamnya. Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara menanam jenis tanaman yang tidak ditebang pohonnya, melainkan diambil buahnya. Walaupun demikian, mayarakat yang mengelola kawasan tersebut tetap perlu BLHD Propinsi Banten VI. 5

memperhatikan kelestarian ekologi dengan cara tidak merusak kembali hutan yang masih tersisa dan fokus untuk mengolah lahan yang telah dibuka sebelumnya. Gambar VI.3. Lahan pertanian masyarakat dan tanaman kayu yang berada di sekitar Gunung Pulosari. Secara legalitas, kawasan hutan Gunung Pulosari semestinya dikelola oleh pihak Perum Perhutani, dalam pelaksanaan pengelolaannya pihak Perhutani bekerja sama dengan masyarakat melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Dalam prakterknya, pihak masyarakat pengelola hutan dibnentuk lembaga yang disebut Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Sistem pembagian hasil dari pengelolaan hutan tersebut adalah dengan angka perbandingan yang telah ditetapkan. Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan kombinasi penanaman jenis tanaman kehutanan dan BLHD Propinsi Banten VI. 6

tanaman campuran (Multi Purpose Tree Species, MPTS). Persentase pengelolaan tersebut terdiri dari 60% jenis tanaman kehutanan dan 40% jenis tanaman MPTS. Gambar VI.4. Pal batas yang menandakan kawasan Gunung Pulosari berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Wilayah barat dan utara Gunung Pulosari yang berdekatan dengan kawasan pemukiman banyak dikerjakan masyarakat sebagai lahan pertanian berupa sawah dan ladang. Pengelolaan sawah dan lahan pertanian masih dilakukan dengan cara konvensional. Sawah dibajak menggunkanan kerbau, pengelolaan tanah masih dilakukan dengan cara dicangkul, dan sistem pengairan (irigasi) masih mengandalkan bantuan alam (hujan) dan sumber air pegunungan. Sumber air yang diperoleh berasal dari air terjun Curug Putri dan Curug Sawer. Pada musim kemarau jumlah air yang mengalir relatif sedikit namun tetap mampu mengairi lahan pertanian dengan konstan. Namun air yang mengalir pada musim kemarau lebih di prioritaskan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga. BLHD Propinsi Banten VI. 7

a b Gambar VI.5. a) Sawah masyarakat yang terdapat di wilayah utara Gunung Pulosari dan b) Sumber air yang mengalir menuju air terjun Curug Sawer dan digunakan sebagai sumber air masyarakat. BLHD Propinsi Banten VI. 8

Dilihat berdasarkan pola tanamnya, tata guna lahan Gunung Pulosari dikelola masyarakat berdasarkan ketinggian lahan. Kawasan paling rendah d sekitar gunung merupakan pemukiman, kemudian lahan pertanian berupa sawah dan ladang. Lahan di atas ladang umumnya merupakan kebun campuran yang banyak di tanam buah-buahan dan berbagai macam jenis kayu pertukangan. Pada Gambar VI.6. Salah satu area di sekitar Gunung Pulosari yang ditanami jenis tanaman kayu pertukangan jenis Sengon (Paraseriarenthes falcataria). Tata guna lahan berikutnya adalah kawasan tanaman perkebunan. Pada kawasan perkebunan ini pola tanam mulai bercampur atara tanaman perkebunan dengan tanaman buah dan kayu (tanaman MPTS). Jenis tanaman perkebunan yang dibudidayakan masyarakat di sekitar Gunung Pulosari diantaranya kopi, cengkeh, dan coklat/kakao. Jenis tanaman lain yang sering dijumpai adalah melinjo. Melinjo umumnya tidak ditanam secara teratur seperti kopi dan cengkeh. BLHD Propinsi Banten VI. 9

a b Gambar VI.7. a) Coklat/kakao merupakan jenis tanaman perkebunan yang dibudidayakan masyarakat dan b) Kawasan budidaya tanaman kopi di sekitar jalur menuju ke arah puncak Gunung Pulosari. BLHD Propinsi Banten VI. 10

Kebun campuran juga banyak ditanam berbagai jenis tanaman kayu seperti Mahoni, Sengon, Kayu Afrika, Manglid, Pulai, dan berbagai jenis lainnya. Kombinasi kebun campuran yang dikembangkan masyarakat di sekitar kawasan Gunung Pulosari berupa tanaman perkebunan, tanaman kayu, tanaman buah, sayuran, palawija, dan berbagai jenis tanaman lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau keperluan perdagangan (untuk dijual). Beberapa jenis tanaman buah yang ditanam masyarakat diantaranya manggis, durian, nangka, mangga, gandaria, pisang, dan berbagai jenis lainnya. Tanaman buah-buahan tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk di jual atau sekedar untuk memnuhi kebutuhan rumah tangga. a b Gambar VI.8. a) Pohon Nangka yang ditanam pada kawasan kebun campuran di sekitar Gunung Pulosari dan b) Jenis tanaman Mangga yang merupakan tanaman buah pada kebun campuran. BLHD Propinsi Banten VI. 11

Gambar VI.9. Salah satu kawasan kebun campuran yang terdiri dari berbagai jenis tanamn seperti Sengon, Mahoni, Kayu Afrika, Durian, Cengkeh, Melinjo, dan tanaman musiman lainnya. Pada dataran yang semakin tinggi kebun masyarakat sudah tidak ditemukan. Hal ini diperkirakan karena pada dataran tersebut kegiatan budidaya pertanian kurang produktif. Salah satu faktor utama yang bisa menghambat adalah karena kondisi tanah pada wilayah yang lebih tinggi memiliki lapisan top soil yang tipis sehingga tanaman pertanian mengalami hambatan pertumbuhan pada bagian akar. Selain karena faktor tersebut, pada wilayah yang lebih tinggi juga menyebabkan akses untuk menjangkau lebih sulit dan memerlukan lebih banyak tenaga, oleh karena kegiatan pertanian dan kebun campuran masyarkat lebih banyak ditemukan di sekitar pemukiman hingga kaki Gunung Pulosari. Pada kawasan yang menjadi kebun campuran juga terdapat tanaman alami yang dimanfaatkan oleh masyarakat, salah satunya adalah bambu. Bambu juga BLHD Propinsi Banten VI. 12

merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan masyarakat, terutama untuk dijual atau material untuk bahan bangunan dan kinstruksi ringan lainnya. Gambar VI.10. Pemanfaatan bambu oleh masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Gunung Pulosari. Jenis tumbuhan alami pada kawasan hutan Gunung Pulosari terdiri dari berbagai macam kelas, mulai dari kelas pohon, herba, liana, dan palm. Kelompok pohon yang banyak dijumpai adalah Puspa (Schima walichii). Puspa merupakan jenis tumbuhan yang dijumpai pada kawasan hutan mulai dari atas kawasan budidaya masyarakat sampai ke kawasan Hutan Lindung di sekitar kawah Gunung Pulosari. Puspa umumnya merupakan pohon yang tinggi dan memiliki diameter batang relatif tinggi dibanding jenis-jenis tumbuhan lainnya. Gambar berikut ini merupakan gambaran kondisi hutan pada kawasan hutan Gunung Pulosari. BLHD Propinsi Banten VI. 13

Gambar VI.11. a) Kondisi tutupan hutan Gunung Pulosari, b) Lantai hutan yang ditumbuhi berbagai tumbuhan dan tipe tanah berbatu, dan c) Kondisi lantai hutan Gunung Pulosari. BLHD Propinsi Banten VI. 14

Gambar VI.12. a) Area berkemah di sekitar kawah Gunung Pulosari dan b) kondisi vegetasi di sekitar kawah dengan struktur vegetasi berupa pandan, belukar, hingga pohon. BLHD Propinsi Banten VI. 15

Kawasan hutan Gunung Pulosari juga memiliki banyak area yang tutupan lahannya berupa semak dan belukar. Kondisi tutupan lahan tersebut terjadi akibat adanya perubahan tutupan lahan yang semula berupa hutan kemudian di konversi untuk keperluan lain. Pada wilayah tertentu Gunung Pulosari memiliki lereng dengan angka kemiringan sangat terjal sehingga berpotensi mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut diperparah dengan maraknya kegiatan pembukaan lahan untuk ladang dengan cara membersihkan tanaman hutan dan seringkali dilakukan dengan cara menebang pepohonan kemudian membakarnya. Gambar VI.13. Pembukaan lahan pada kawasan hutan Gunung Pulosari dengan cara membersihkan belukar dan menebang pepohonan kemudian membakarnya setalah kering. BLHD Propinsi Banten VI. 16

Gambar VI.14. Kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari menurut citra Landsat liputan tahun. BLHD Propinsi Banten VI. 17

Gambar VI.15. Hasil analisis tutupan dan tata guna lahan Gunung Pulosari berdasarkan citra Landsat liputan tahun. BLHD Propinsi Banten VI. 18