Position Paper Kajian Perlindungan Konsumen E-Commerce Di Indonesia A. Latar Belakang. Kegaitan transaksi melalui media internet atau e-commerce, semakin hari semakin pesat. Wartaekonomi.com memberitakan bahwa saat ini volume perdagangan e- commerce di Indonesia sebesar US$ 230 juta, dan diperkirakan akan meningkat menjadi US$ 1,8 miliar pada 2015. Kompas online, 5 Oktober 2012, mencatat bahwa pada tahun 2012, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang, tumbuh sebesar 30,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan Indonesia menduduki urutan ke-4 sebagai negara dengan pengguna internet terbanyak di Asia. China di urutan pertama (513 juta orang), selanjutnya India (121 juta orang) dan Jepang (101 juta orang). Kompas online juga menyebutkan bahwa dari data lembaga riset International Data Corporation (IDC), nilai perdagangan lewat internet di Indonesia tahun 2011 mencapai 3,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 30 triliun. Hasil survei Master Card Worldwide pada Februari 2012 di Indonesia juga menunjukkan tren peningkatan belanja online sebesar 15 %. Meningkatnya transaksi e-commerce di Indonesia antara lain disebabkan membaiknya kondisi perekonomian, disamping berkembangnya masyarakat kelas menengah. Bank Dunia menyebutkan bahwa 56,5 % populasi Indonesia atau sekitar 134 juta jiwa masuk kategori kelas menengah dengan nilai belanja 2-20 dollar AS per hari. Sangat beralasan perkiraan peningkatan transaksi e-commerce sebesar tersebut, mengingat tingginya perkembangan pengguna internet di Indonesia, dan adanya kelebihan-kelebihan yang ada dalam e-commerce. Menurut WTO (World Trade Organization), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tren perdagangan beralih ke e- commerce yaitu : 1. e-commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan setiap saat informasinya dapat diakses secara up to date dan terus-menerus. 2. e-commerce dapat mendorong kreativitas dari pihak penjual secara cepat dan tepat dalam pendistribusian informasi yang disampaikan secara periodik. 3. e-commerce dapat menciptakan efisiensi waktu yang tinggi, murah dan informatif. 4. e-commerce dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan pelayanan cepat, mudah, aman, dan akurat. 1
Namun demikian, e-commerce juga memiliki kelemahan. Metode transaksi elektronik yang tidak mempertemukan pelaku usaha dengan konsumen secara langsung, serta tidak adanya kesempatan bagi konsumen melihat secara langsung barang yang dipesan berpotensi menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen, antara lain ketidaksesuaian jenis dan kualitas barang yang dijanjikan, ketidaktepatan waktu pengiriman barang, ketidakamanan transaksi mulai dari pembayaran menggunakan kartu kredit miliki orang lain (pembajakan), akses ilegal ke sistem informasi (hacking) perusakan website sampai dengan pencurian data. Lebih jauh lagi pembayaran melalui pengisian nomor kartu kredit di dalam suatu jaringan publik internet juga mengandung resiko yang tidak kecil, karena membuka peluang terjadinya kecurangan atau pembobolan. Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa transaksi melalui e-commerce mempunyai resiko yang cukup besar. Khusus mengenai pembayaran mengandung resiko kerugian pada pihak konsumen, karena konsumen biasanya diwajibkan untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu, sementara ia tidak bisa melihat kualitas barang yang dipesan dan tidak adanya jaminan kepastian bahwa barang yang dipesan akan dikirim sesuai kesepakatan. Dari sisi hukum permasalahannya antara lain tekait dengan kepastian hukum. Permasalahan tersebut misalnya mengenai keabsahan transaksi bisnis dari aspek hukum perdata (sebagai contoh apabila dilakukan oleh orang yang belum cakap/dewasa), masalah tanda tangan digital atau tanda tangan elektronik dan data mesage. Selain itu permasalahan lain yang timbul misalnya berkenaan dengan jaminan keaslian data, kerahasiaan dokumen, kewajiban sehubungan dengan pajak, hukum yang ditunjuk jika terjadi pelanggaran perjanjian atau kontrak, masalah yurisdiksi hukum dan juga masalah hukum mana yang harus diterapkan bila terjadi sengketa. Jaminan keamanan transaksi e-commerce sangat diperlukan untuk melindungi konsumen dan semakin menumbuhkan kepercayaan konsumen, dan pada akhirnya diharapkan terjadi peningkatan volume transaksi melaui e-commerce. B. Temuan Hasil Kajian dan FGD Terkait dengan latar belakang kondisi seperti diuraian pada halaman sebelumnya, BPKN telah melakukan kajian pustaka dan kajian data sekunder serta menyelenggarakan 2
Focussed Group Discussion (FGD) pada tanggal 11 Oktober 2012 dengan menghadirkan narasumber dan stakeholder kunci (daftar terlampir). Dari hasil kajian dan FGD tersebut, permasalah khusus terkait dengan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut : Barang yang dikirim atau diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan informasi yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui iklan. Kasus semacam ini seringkali diakibatkan oleh adanya distorsi antara promosi/iklan dengan kenyataan yang dirasakan oleh konsumen. Misalnya terjadi manipulasi foto atau gambar produk sehingga foto barang nampak lebih bagus daripada kondisi nyata barang tersebut. Delay on delivery, pengiriman terlambat tidak sesuai dengan time limit yang dijanjikan pada saat kesepakatan jual beli dibuat, seringkali pedagang online tidak memberikan informasi yang sebenarnya tentang ketersediaan stock barang, sehingga pada saat transaksi terjadi pedagang tersebut masih mencari barang dimaksud pada suplier lain, sehingga membutuhkan waktu lebih lama ; Harga sudah dibayar lunas oleh konsumen, namun barang tidak dikirim oleh pedagang online; Untuk transaksi online lintas negara, pengiriman barang masuk ke Indonesia tertahan di bea cukai, dan untuk mengeluarkan barang tersebut harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh konsumen; Ketika terjadi permasalahan/kerugian konsumen, konsumen tidak tahu kemana harus mengadu, atau kemana harus menyelesaikan sengketa. Sampai saat ini belum terbentuk Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSE) atau Certification Authority (CA) yaitu badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik, seperti diamanatkan oleh pasal 13 ayat 3 UU 11 No. 2008 tentang ITE, dan Lembaga Lembaga Sertifikasi Keandalan, lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik, seperti diamanatkan oleh pasal 10 ayat 1 UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Belum ada upaya memadai untuk melakukan edukasi kepada konsumen, tertutama untuk mengetahui ciri-ciri perusahaan perdagangan online yang handal, perusahaan online resmi/dan terdaftar yang memiliki persyaratan perijinan dan memiliki alamat perusahaan yang jelas. 3
C. Undang-Undang terkait Dengan E-Commerce. Terdapat sejumlah Undang-undang yang terkait dengan e-commerce, namun belum ada yang spesifik mengatur tentang e-commerce, terlebih terkait dengan perlindungan konsumen e-commerce. Peraturan perundangan dimaksud adalah : No Undang-undang Tentang 1. UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 2. UU No. 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana 3. UU No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang 4. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 5. UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 6. UU No.28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 7. UU No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan 8. UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 9. UU No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang 10. UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri 11. UU No.32 Tahun 2000 Tentang Desain tata Letak Sirkuit Terpadu 12. UU No.14 Tahun 2001 Tentang Paten 13. UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merk Diantara sejumlah Undang-udang tersebut yang sangat erat kaitan dengan e-commerce adalah UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, namun sampai saat ini belum satupun Peraturan Pemerintah ditetapkan sebagai atauran pelaksanaan dalam ITE, meskipun dalam Ketentuan Penutup (pasal 54) disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ITE, atau paling lama tanggal 21 April 2010. Peraturan pemerintah dimaksud adalah sbb. 1. PP tentang Lembaga Sertifikasi Keandalan, amanat pasal 10 ayat 1 dan 2 2. PP tentang Tanda Tangan Elektronik, amanat pasal 11 ayat 1 dan 2 3. PP tentang Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, amanat pasal 13 ayat 3 dan 6 4. PP tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik, amanat pasal 16 ayat 1 dan 2 5. PP tentang Penyelenggaraan Transaksi Elektronik, amanat pasal 17 ayat 1 dan 3 6. PP tentang Penyelenggara Agen Elektronik, amanat pasal 22 ayat 1 dan 2 7. PP tentang Pengelolaan Nama Domein, amanat pasal 24 ayat 1,2,3 dan 4. 8. PP tentang Tatacara Intersepsi, amanat pasal 31 ayat 3 dan 4 9. PP tentang Peran Pemerintah Dalam ITE, amanat pasal 40 ayat 1,2,3 dan 6 4
Pengaturan tentang e-commerce selain diatur dalam UU ITE terkait hal-hal yang bersifat teknis IT-nya (Information Tehnology), hal-hal lain terkait dengan transaksi, hubungan dagang, persyaratan administrasi perizinan, perlindungan konsumen dan penyelesaian sengketa perlu diatur dalam UU Perdagangan. D. Saran Rekomendasi. Terkait dengan upaya perlindungan konsumen transaksi e-commerce diperlukan baberapa hal sebagai berikut : 1. Perlu pengaturan administrasi dan perizinan terhadap pedagang-pedagang on-line terutama pedagang-pedagang kecil/lapak-lapak pada blog maupun pada jejaring sosial, dengan memberikan nomor regristrasi untuk menjamin keamanan transaksi bagi konsumen. 2. Perlu edukasi kepada konsumen agar bisa membedakan pedagan on line yang bonafide untuk dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam memiliki pedagang online. 3. Untuk menghindari tertipunya konsumen oleh pedagang on-line perlu dikembangkan dan diatur keberadaan serta operasinya perusahaan penyelenggara jasa rekening bersama, sebagai penghubung antara konsumen dan pedagang online, dimana uang dikirim oleh konsumen ke rekening bersama, baru bisa dicairkan oleh pedagang online setelah barang diterima dengan baik dan telah sesuai perjanjian. Karena penyelenggara jasa rekening bersama juga merupakan titik rawan penyebab terjadi kerugian konsumen mapun pelaku usaha, maka harus ada pengaturan sehinga menjamin terjadinya transaksi yang aman bagi konsumen. 4. Perlu dibuat mekanisme lembaga penyelesaian sengketa secara online, untuk menyelesaikan konflik e-commerce, dan atau mengembangan dan meningkatkan kapasitas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang telah ada untuk dapat menyelesaian sengketa e-commerce. 5. Perlu segera dibentuk Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSE) atau Certification Authority (CA) dan Lembaga Lembaga Sertifikasi Keandalan seperti diamanatkan oleh pasal 10 ayat 1 dan pasal 13 ayat 3, UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Untuk itu Kementeriaan Komunikasi dan Informatika atau Komite Akreditasi Nasional (KAN) perlu segera membentuk komite akreditasi baru khusus untuk e-commerce. 5
6. Peraturan Pemerintah sebagai aturan Pelaksanaan UU ITE perlu segera ditetapkan agar bisa dijadikan landasan dalam pelaksanaan kegiatan e-commerce. 7. Perlu dilakukan kajian/studi lebih intensif dan menyentuh semua sektor terkait e- commerce berikut perlindungan konsumennya. Di dalam studi tersebut terlibat didalamnya kementerian teknis yang relevan, BPKN, dan instansi lain yang terkait sebagai dasar pengambilan kebijakan pengaturan, agar kebijakan pengaturan penyelenggaraan e-commerce ini betul-betul komprehensif. ---o0o--- 6