Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN. C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati *

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

KAJIAN KONSERVASI EBONI {Diospyros celebica Bakh.) Samedi dan Ilmi Kurniawati

EFEK NAUNGAN DAN ASAL ANAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Wirianto Rahman dan Muh. Nurdin Abdullah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

PENAMPILAN TANAMAN KONSERVASIEX-SITU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso dan Chairil Anwar Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Oleh: Merryana Kiding Allo

IV. METODE PENELITIAN

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dkk, 1999). Salah satu spesies endemik adalah Santalum album Linn.,

PERSEBARAN TUMBUHAN OBAT PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI JALUR UTAMA PATROLI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULTAN SYARIF HASYIM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EBONI DALAM SISTEM DAERAH PENYANGGA. M. Bismarck

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

KONSERVASI EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Sunaryo

II. METODOLOGI. A. Metode survei

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BAB III METODE PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

BAB III METODE PENELITIAN

PENDEKATAN TEKNIS PELESTARIAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) SECARA EX-SITU

Analisis Vegetasi Hutan Alam

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

PEMBUDIDAYAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

EFEKTWITAS PUPUK ORGANIK DAN PUPUK N PADA PERTUMBUHAN BIBIT EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

III. METODOLOGI PENELITIAN

UPAYA MEMPERLUAS KAWASAN EKONOMIS CENDANA DINUSA TENGGARA TIMUR

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODOLOGI PENELITIAN

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

PENGARUH BERBAGAI INTENSITAS NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

INVENTARISASI TANAMAN JELUTUNG (DYERA COSTULATA HOOK) SEBAGAI TUMBUHAN LANGKA YANG TERDAPAT DI ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

POTENSI PAKAN DAN PREFERENSI BERSARANG KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI HUTAN PENDIDIKAN UNHAS

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman hutan raya (tahura) adalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT


BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Spesies-spesies pohon tersebut disajikan dalam Tabel 3 yang menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

Transkripsi:

Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas Abstrak Eboni merupakan salah satu jenis keanekaragaman hayati yang endemik di Indonesia khususnya di Kepulauan Sulawesi. Tumbuhan ini merupakan penghasil kayu yang tergolong mewah (Fancy wood) dan menjadi primadona dalam dunia perdagangan kayu. Akan tetapi kualitas Eboni tidak sebanding dengan karakteristik pertumbuhan yang sangat lambat serta penyebarannya yang sangat terbatas. Karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pola penyebaran dan struktur populasi eboni khususnya di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin (Unhas) dengan harapan dapat menjadi masukan yang penting untuk usaha-usaha budidaya jenis eboni. Pengambilan data dilakukan di tegakan eboni dalam kawasan Hutan Pendidikan Unhas dengan menggunakan metode jalur berpetak dengan sistematik sampling. Jalur yang dibuat sebanyak 3 jalur, dimana setiap jalur dibuat plot pengamatan dengan ukuran 20 x 20 m secara berkesinambungan tanpa adanya jarak antar plot. Untuk memperoleh pola penyebaran eboni, data dianalisis dengan menggunakan metode Indeks Morisita dan untuk mengetahui struktur populasi di setiap kelas lereng di Hutan Pendidikan Unhas, data dianalisis dengan menggunakan metode tabulasi dan membuat diagram sebaran berbentuk batang. Selain itu juga dibuatkan kurva struktur populasi pada setiap tingkat pertumbuhan di setiap kelas lereng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eboni dari berbagai tingkat pertumbuhan yaitu semai hingga tingkat pohon, memiliki pola penyebaran mengelompok. Akan tetapi ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pertumbuhan eboni maka tingkat pengelompokan semakin menurun atau menuju pola acak. Populasi eboni pada setiap kelas lereng bervariasi untuk berbagai tingkat pertumbuhan. Adapun kurva struktur populasi adalah berbentuk J terbalik pada setiap kelas lereng. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu eboni sangat melimpah pada tingkat pertumbuhan semai dan mengalami pengurangan jumlah individu seiring tingkat pertumbuhannya. Key Words : Eboni, pola penyebaran, struktur populasi, Hutan Pendidikan Unhas. Pendahuluan Diospyros celebica atau eboni adalah jenis tumbuhan berkayu yang juga dikenal dengan nama kayu hitam. Disebut demikian karena warna dan serat kayunya yang berwarna hitam. Tumbuhan ini merupakan penghasil kayu yang tergolong mewah (Fancy wood) dan menjadi primadona dalam dunia perdagangan kayu. Kayu eboni memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena memiliki berat dan kualitas keawetannya yang tergolong kelas I dengan harga yang sangat mahal. Nilai ekonomi yang tinggi menyebabkan permintaan akan eboni sangat tinggi akan tetapi keberadaan eboni di habitat alaminya kian terancam, hal ini dapat dilihat dari jumlahnya yang kian merosot tajam. Kondisi inilah yang menyebabkan eboni menjadi langka. E boni tergolong ke dalam status vurnerable (IUCN,1998) yang artinya berada pada batas beresiko tinggi untuk punah di alam. Oleh pemerintah Indonesia, Kayu Eboni pada tahun 1990 sudah dinyatakan sebagai jenis kayu yang terkena larangan tebang dan dilindungi (boleh dilakukan eksploitasi atas persetujuan dan ijin khusus dari Dephut). Peraturan larangan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 950/IV-TPHH/90 (Mursidin, 2008 dalam Djuan, 2010). Eboni termasuk jenis endemik Indonesia dan penyebarannya sangat terbatas. Di wilayah Indonesia eboni hanya bisa dijumpai di Kepulauan Sulawesi dimana populasi terbanyak berada di bagian tengah. Penyebaran ke arah selatan eboni juga masih bisa dijumpai di Kabupaten Luwu

Timur, Kabupaten Barru dan Kabupaten Maros. Khususnya di Kabupaten Maros, salah satu wilayah yang bisa dijumpai eboni adalah di kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin Eboni yang terdapat di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin adalah tegakan yang awalnya merupakan hasil penanaman pada zaman pemerintahan Belanda pada tahun 1820. Akan tetapi tegakan hasil penanaman tesebut telah dipanen sehingga induk yang tersisa kurang lebih 4 pohon dan hal ini menunjukkan bahwa tegakan eboni di Hutan Pendidikan Unhas telah mengalami permudaan alam (Djuan, 2010). Usaha-usaha budidaya eboni sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan populasi tegakan eboni. Akan tetapi masih dibutuhkan banyak informasi yang diharapkan bisa menjadi masukan yang penting untuk menunjang keberhasilan usaha-usaha budidaya eboni. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pola penyebaran eboni dan struktur populasinya di Hut an Pendidikan Unhas. Metoda Penelitian ini dilakukan di dalam kawasan Hutan Pendidikan Unhas, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan. Orientasi lapangan merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai langkah awal untuk melihat secara umum penyebaran eboni di lapangan. Pada kegiatan orientasi ini pengukuran dan penentuan batas-batas sebaran eboni dan hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk menempatkan sampel plot pengamatan. Kegiatan pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak dengan sistematik sampling. Penentuan titik awal dari jalur pengamatan diakukan secara acak di atas peta dan selanjutnya dilakukan pencarian dan peletakkan titik awal tersebut di lapangan. Dari awal titik tersebut dibuat jalur pengamatan ke arah utara sepanjang lokasi penelitian. Jalur pengamatan yang dibuat sebanyak 3 jalur dengan jarak antar jalur sepanjang100 m. Dalam setiap jalur dibuat plot pengamatan dengan ukuran 20 x 20 m secara berkesinambungan tanpa adanya jarak antar plot. Setelah plot ditetapkan maka kegiatan selanjut nya adalah pengambilan data. Eboni yang di catat di lapangan, dikelompokkan berdasarkan tingkat pertumbuhannya menurut aturan pembagian tingkat pertumbuhan tumbuhan, yaitu : untuk individu yang tingginya kurang dari 130 cm dikelompokkan ke dalam semai; individu dengan tinggi lebih dari atau sama dengan 130 cm dan diameter < 10 cm dikelompokkan ke dalam tingkat pancang; individu dengan diameter 10 < 20 cm dikelompokkan ke dalam tingkat tiang; dan individu dengan diameter = 20 cm dikelompokkan ke dalam tingkat pohon. Individu eboni yang termasuk dalam setiap tingkat pertumbuhan dianalisis pola penyebarannya menggunakan rumus indeks penyebaran Morisita yang juga dikenal dengan indeks ai-delta ( I d ) dengan rumus sebagai berikut : N ni(ni-1) I= 1 I d= N n(n-1) Dimana N adalah jumlah plot sampel, ni jumlah individu dalam plot sampel ke-i dan n adalah jumlah total individu dalam semua plot sampel. Sebagai plot sampel akan digunakan sub plot yang ada di dalam plot yang berukuran 100 m x 100 m tersebut. Jika I d = 1, maka pola penyebaran individu adalah acak; jika I d > 1, maka pola penyebaran individu adalah mengelompok; dan jika I d < 1, maka pola penyebaran individu seragam. Untuk mendapatkan gambaran struktur populasi eboni, maka data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan tingkat pertumbuhan tanaman dan pada setiap perbedaan kelas kelerengan. Selanjutnya digambarkan struktur populasinya dengan membuat diagram sebaran berbentuk batang dan kurva strukutr populasi pada setiap tingkat pertumbuhan di setiap kelas lereng.

Hasil dan Pembahasan Pola Penyebaran Eboni Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pola penyebaran eboni untuk semua tingkat pertumbuhan adalah mengelompok. Tingkat pertumbuhan semai menunjukkan nilai I d paling tinggi yaitu 4,575, diikuti oleh tingkat pertumbuhan pancang dan tiang dengan nilai I d masing-masing 2,073 dan 1,920. Nilai I d terendah ditunjukkan pada tingkat pertumbuhan pohon dengan nilai 1,024. Dari nilai-nilai I d yang diperoleh terdapat kecenderungan bahwa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan eboni, semakin kecil nilai I d. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan, tingkat pengelompokan eboni semakin menurun. Tabel 1. Hasil perhitungan pola penyebaran eboni pada setiap tingkat pertumbuhan Tingkat Pertumbuhan Eboni I d Pola Penyebaran Semai 4,575 Mengelompok Pancang 2,073 Mengelompok Tiang 1,920 Mengelompok Pohon 1,024 Mengelompok Pola mengelompok pada setiap tingkat pertumbuhan menunjukkan bahwa eboni tumbuh melalui proses permudaan alam. Menurut Hastuti (2007), penyebaran secara berkelompok (clumped dispersion) dengan individu individu yang bergerombol dalam kelompok kelompok adalah yang paling umum terdapat di alam. Hal ini sesuai dengan keberadaan eboni yang berada dalam kompleks hutan alam di dalam kawasan Hutan Pendidikan Unhas. Dari hasil pengamatan, pada tingkat semai, eboni cenderung tumbuh berdekatan satu sama lain dalam kelompok-kelompok kecil dan lebih banyak ditemukan di sekitar pohon induk, sehingga pada penelitian ini anakan sebagian besar tersebar di sekitar pohon induk. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2002) bahwa, anakan eboni dijumpai dalam jumlah yang cukup banyak di sekitar pohon induknya. Menurut Ewusie (1990), semua tumbuhan, baik besar maupun kecil, saling bersaing untuk mendapatkan cahaya, mineral, atau ruang, dan khusus pada habitat darat selain ketiga unsur itu, juga bersaing untuk mendapatkan air yang mungkin terbatas. Yang paling kritis ialah persaingan antara individu dalam spesies yang sama, karena kebutuhan pokok mereka adalah sama. Karena tumbuh sangat berdekatan satu sama lain maka terjadi persaingan antara individuindividu semai. Hanya sebagian anakan dalam kelompok-kelompok kecil tersebut yang mampu beradaptasi dan sebagiannya lagi tidak mampu menyesuaikan diri dan mati. Individu-individu yang bisa beradaptasi saja yang mampu bertahan tumbuh sampai pada tingkat pertumbuhan selanjutnya. Fenomena seperti dijelaskan tersebut di ataslah yang mungkin menyebabkan tingkat pengelompokan eboni menjadi semakin lemah sejalan dengan tingkat pertumbuhannya yang semakin tinggi. Sifat eboni yang cenderung mengelompok pada tingkat semai dan semakin menyebar pada tingkat pohon juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyudi (2002) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan, tingkat pengelompokan eboni semakin menurun. B. Struktur Populasi Eboni Struktur populasi eboni pada penelitian ini adalah dengan melihat sebaran jumlah individu eboni berdasarkan tingkat pertumbuhan pada setiap kelas lereng. Dari hasil analisis data didapatkan diagram sebaran individu eboni sebagai berikut :

2500 2000 1500 1000 500 Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam 0 Semai Pancang Tiang Pohon Gambar 1. Diagram batang struktur populasi eboni berdasarkan tingkat pertumbuhan pada setiap kelas lereng Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah populasi terbesar adalah pada tingkat semai yaitu dengan total jumlah 8710 individu, dimana dijumpai pada kelas lereng datar sebanyak 2091, kelas lereng landai sebanyak 1747, kelas lereng agak curam 1416 dan kelas lereng curam dan sangat curam berturut-turut sebesar 2128 dan 1328 individu. Pada tingkat pancang ditemukan eboni sebanyak 746 individu dengan komposisi pada tiap kelas lereng berturut-turut adalah sebanyak 152, 130, 187, 179 dan 98 individu. Untuk tingkat pertumbuhan tiang ditemukan eboni sebanyak 746 individu dengan komposisi pada tiap kelas lereng berturut -turut adalah sebanyak 15, 11, 10, 12 dan 10 individu. Sedangkan pada tingkat pohon dijumpai eboni sebanyak 39 individu dengan komposisi pada tiap kelas lereng berturut-turut adalah sebanyak 8, 6, 5, 16 dan 4 individu Banyaknya individu yang ditemukan pada tingkat pertumbuhan semai disebabkan karena biji yang jatuh dalam jumlah banyak. Berdasarkan hasil penelitian Hendromo (1995) dalam Riswan (2002) bahwa, rata-rata produksi biji lima pohon Diospyros celebica Bakh yang ditanam tahun 1940 adalah 16,37 kg per pohon dan 682 biji per kg. Selanjutnya biji yang jatuh, ternaungi oleh tajuk pohon induk dan tajuk pohon-pohon lain yang ada di sekitarnya yang mendukung pertumbuhan dari anakan eboni tersebut. Dari data jumlah individu pada setiap tingkat pertumbuhan eboni di setiap kelas kelereng dibuatkan kurva struktur populasi untuk masing-masing kelas lereng. Dapat dilihat pada Gambar 2. 2000 1500 1000 500 0 Kelas Lereng Landai Jmlh Individu

Gambar 2. Kurva struktur populasi tegakan eboni pada berbagai tingkat lereng di Hutan Pendidikan Unhas Gambar 2 menunjukkan bahwa semua kurva struktur populasi eboni pada berbagai kelas lereng berbentuk J terbalik. Hasil ini menunjukkan bahwa eboni dapat beregenerasi dengan baik pada semua kelas lereng, yang terlihat dengan jumlah semai yang melimpah. Oleh karena itu usaha pembudidayaan eboni khususnya teknik pemeliharaan perlu dilakukan dengan tepat untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan semai eboni tersebut. Kesimpulan 1. Pola penyebaran eboni adalah mengelompok dengan kecenderungan semakin tinggi tingkat pert umbuhan eboni maka tingkat pengelompokan akan semakin menurun atau menuju pola acak. 2. Sebaran individu eboni sangat melimpah pada tingkat pertumbuhan semai. 3. Kurva struktur populasi adalah berbentuk J terbalik pada setiap kelas lereng Saran Melihat jumlah individu pada tingkat semai yang melimpah namun mengalami pengurangan yang cukup tajam seiring tingkat pertumbuhannya maka usaha pembudidayaan eboni khususnya teknik pemeliharaan perlu dilakukan dengan tepat untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan sema i eboni tersebut.

Daftar Pustaka Alrasyid, H. 2002. Eboni dan Habitatnya. Manajemen Eboni (Diospyros celebica Bakh.) Dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi Dan Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. Djuan, A. 2010. Asosiasi Eboni (Diospyros celebica) dengan Berbagai Jenis Tumbuhan di Kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar E kologi tropika : Membicarakan Alam tropika Afrika, Asia, Pasifik, dan dunia Baru. Penerbit ITB Bandung, Bandung. Hastuti, Liliana. 2007. Asal Usul Domestikasi Dalam Latar Belakang Ekologi. Jurnal Ilmu Pertanian USU Volume 2 no 7, 2007. Hal 34 47. IUCN (International Union for Conservation of Nature). 1998. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.3. <www.iucnredlist.org>. Diakses tanggal 27 Juni 2010. Ngakan, P. O. 2002. Karakteristik Ekologi dan Aspek Silvikultur Eboni (Diospyros celebica Bakh.) Sulawesi Selatan. Manajemen Eboni (Diospyros celebica Bakh.) Dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi Dan Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga (Terjemahan). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Riswan, S. 2002. Kajian Biologi Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Manajemen Eboni (Diospyros celebica Bakh.) Dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi Dan Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. Santoso, B. 2002. Efektivitas Pupuk Organik dan pupuk N pada Pertumbuhan Bibit Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Manajemen Eboni (Diospyros celebica Bakh.) Dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi Dan Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. Saleha, S. 2010. Pola Distribusi dan Struktur Populasi Anakan Eboni (Diospyros celebica Bakh) di Bawah Tegakan Pohon Induknya pada Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Tantra, I. G. M. 1980. Flora Pohon Indonesia. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. Wahyudi. 2002. Pola Penyebaran Ekologis Jenis Eboni-Makassar (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Lindung Amaro Kabupatern Barru. Skripsi Mahasiswa, Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.