Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

dokumen-dokumen yang mirip
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERAN ALUMNI DAN MAHASISWA DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA DI ERA GLOBALISASI

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN PROVINSI JAMBI TAHUN

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

Modul ke: OTONOMI DAERAH. 12Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa Pemerintah daerah mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

Panduan diskusi kelompok

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MAKALAH CIVIC EDUCATION. Otonomi Daerah Dalam Kerangka NKRI

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERAN PERSATUAN MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat saat itu. Pemimpin-pemimpin formal, bahkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

DUKUNGAN KEBIJAKAN LEMBAGA LEGISLATIF DALAM MENINGKATKAN SINERGISITAS PUSAT-DAERAH DALAM PEMBANGUNAN KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Dalam menyusun RPJMD Kabupaten Karawang tahun ,

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI

Manajemen Berbasis Sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

MEMAHAMI ASPIRASI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN NKRI Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara Palembang, 26 Juni 2011

BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.

HARMONISASI LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM MEMAJUKAN PEMBANGUNAN REGIONAL SULAWESI

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

dalam negeri terhadap mata uang asing (Gunawan Sumodiningrat, 2000).

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

1.1 Latar Belakang Masalah

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

Transkripsi:

KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Forum Komunikasi dan Kerjasama Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Se-Indonesia (FOKERMAPI) Di Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah Palu, 6 Oktober 2010 Pendahuluan Tema yang diberikan oleh Panitia Fokermapi adalah Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi. Tema ini relevan untuk dibahas ditengah upaya kita untuk memperkuat sistem demokrasi dan sistem pemerintahan yang baik di daerah, terutama sejak dimunculkannya semangat desentralisasi pada masa reformasi 1998 lalu. Pada saat ini kita tengah berada pada era pelaksanaan otonomi daerah, dimana tujuannya adalah membuat daerah menjadi lebih mandiri, maju dan sejahtera dalam kerangka penguatan pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan daerah merupakan bagian integral dari keberhasilan pembangunan nasional dalam kerangka NKRI. Desentralisasi merupakan paradigma yang memperkokoh pembangunan daerah dewasa ini. Paradigma desentralisasi tersebut, tidak saja semata-mata merupakan reaksi atas praktik pembangunan nasional yang sentralistik, sebagaimana diterapkan sedemikian rupa pada masa Orde Baru, tetapi sudah menjadi tuntutan mendasar yang harus diterapkan dengan mengimplementasikan konsep otonomi daerah secara luas. Segi positif penerapan kebijakan desentralisasi adalah: 1. Paradigma desentralisasi juga selaras dengan prinsip pemerintahan yang demokratis, dengan adanya pengaturan kewenangan yang seimbang antara 1

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Desentralisasi tidak menafikkan peran dan kewenangan pemerintah pusat. Asas dekonsentrasi tetap harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik, seiring sejalan (sinergis) dengan laju implementasi otonomi daerah. 2. Desentralisasi juga mencegah terjadinya pemusatan kekuasaan, yang dapat menimbulkan munculnya pemerintahan yang otoriter, serta mendorong demokratisasi di tingkat lokal, karena rakyat lebih mempunyai peluang untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan di wilayahnya masing-masing (grass roots democracy). 3. Desentralisasi menciptakan efisiensi pemerintahan, karena sebagian urusanurusan pemerintahan diselenggarakan oleh satuan-satuan pemerintahan tingkat daerah, sehingga memperpendek rentang birokrasi bila dibandingkan dengan pengendalian dari Pusat. 4. Dari segi sosiokultural, desentralisasi menyebabkan kepentingan rakyat di daerah-daerah yang memiliki kekhususan-kekhususan tertentu dapat tertangani dengan lebih baik. 5. Desentralisasi membuat pembangunan dapat berjalan dengan lebih baik dan terarah, karena dilakukan langsung oleh satuan-satuan pemerintahan di tingkat daerah. Otonomi Daerah Implementasi paradigma desentralisasi di Indonesia, selaras dengan konstitusi (UUD Negara RI 1945) dilakukan untuk memperkuat format negara kesatuan (NKRI), bukan dalam format negara federal (federalisme). Kerangka otonomi daerah secara luas di Indonesia, dengan demikian diharapkan dapat berjalan secara efektif dalam menggerakkan laju pembangunan di berbagai bidang di daerah, dalam memperkuat NKRI. Dengan implementasi otonomi daerah secara luas dalam kerangka penguatan NKRI, maka diharapkan : 1. Akan muncul kemandirian yang digerakkan oleh kreativitas dan inovasi daerah dalam mengoptimalisasikan berbagai potensi sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam, untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan daerah dan dengan demikian otomatis akan mendukung atau memperkokoh pembangunan nasional dalam bingkai NKRI. 2

2. Tata hubungan antara pusat-daerah diharapkan akan menjadi lebih proporsional, harmonis dan produktif dalam rangka penguatan integrasi (persatuan dan kesatuan) bangsa dan pembangunan nasional. Dengan demikian, tidak akan ada lagi keluhan-keluhan dari daerah atas kebijakan pemerintah pusat yang dinilai tidak adil. Demikian pula, tidak akan ada lagi resistensi dan gejolak terkait dengan hubungan pusat-daerah. Pergerakan pendulum antara sentralisasi dan desentralisasi sangat jelas terlihat dari rumusan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang ada, baik sebelum dan setelah era reformasi. Sebelum era reformasi, berlaku UU No. 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Pada saat itu, terjadi turbulensi di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, sampai diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah itu, kini telah berlaku UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Membandingkan pokok-pokok pikiran antara UU No. 5 tahun 1974 dengan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004, ada perbedaan mendasar. Pertama, dari sisi filosofis. UU No. 32 tahun 2004 filosofinya adalah keseragaman atau uniformitas, sedangkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 filosofinya adalah keanekaragaman dalam kesatuan. Kedua, dari aspek pembagian satuan pemerintahan. UU No. 5 tahun 1974 menggunakan pendekatan tingkatan (level approach), ada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Sedangkan, UU No 22 tahun 1999 menggunakan pendekatan besaran dan isi otonomi (size and content approach), ada daerah yang besar dan ada daerah yang kecil berdasar kemandirian masingmasing, ada daerah dengan isi otonomi terbatas dan ada daerah yang otonominya luas. Sementara, UU No. 32 tahun 2004 menggunakan pendekatan besaran dan isi otonomi (size and content approach), dengan menekankan pada urusan yang berkeseimbangan dengan azas eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Ketiga, fungsi utama pemerintahan daerah, menurut UU No. 5 tahun 1975 adalah sebagai promotor pembangunan, sedangkan menurut UU No. 22 tahun 1999 sama dengan UU No. 32 tahun 2004 yaitu sebagai pemberi pelayanan masyarakat. 3

Keempat, terkait dengan penggunaan azas penyelenggaraan pemerintah daerah. Menurut UU No. 5 tahun 1974 adalah seimbang antara desentralisasi, dekonsetrasi dan tugas pembantuan pada semua tingkatan. Sementara pada UU No. 22 tahun 1999, desentralisasi terbatas pada daerah provinsi dan pada luas daerah kabupaten/kota, dekonsentrasi terbatas pada kebupaten/kota dan luas pada provinsi, tugas pembantuan yang seimbang pada semua tingkatan pemerintahan sampai ke desa. Sedangkan, menurut UU No. 32 tahun 2004, desentralisasi diatur berkesimbangan antara daerah provinsi, kabupaten/kota, desentralisasi terbatas pada kabupaten/kota dan luas pada provinsi, tugas pembantuan berimbang pada semua tingkatan pemerintahan. Bagaimanapun, otonomi Daerah merupakan kewenangan untuk membuat kebijakan (mengatur) dan melaksanakan kebijakan (mengurus) berdasarkan perkara sendiri. Sehingga, masyarakat yang berada pada satu teritori tertentu adalah pemilik dan subyek Otonomi daerah. Hal ini, membawa konsekwensi perlunya partisipasi aktif dari masyarakat dalam setiap tahap penyelenggaraan otonomi. Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk pengejawantahan dari proses desentralisasi. Kepentingannya adalah upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan diselenggarakannya pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, yang adil dan makmur. Dua tema adil dan makmur dalam konteks ini berarti terciptanya suatu tatanan yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera di daerah. Kebijakan desetralisasi akan mendorong terciptanya tatanan yang demokratis dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Desentralisasi akan menumbuhkan modal sosial dan tradisi kewargaan di tingkat lokal. Partisipasi demokratis warga akan membiakkan komitmen warga yang luas maupun hubungan-hubungan horizontal, kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas yang membentuk komunitas sipil (civil community). Ikatan sipil yakni; solidaritas sosial dan partisipasi masal yang merentang luas, yang pada gilirannya akan berkorelasi tinggi dengan kinerja pembangunan ekonomi dan kualitas kehidupan demokrasi. Penerapan Otonomi Daerah akan mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat daerah, khususnya rakyat miskin. Dengan Otonomi Daerah, rakyat miskin akan lebih mudah mengakses sumberdaya dan mengembangkan potensinya untuk dapat meningkatkan kemajuan daerah masing-masing, sehingga kesenjangan antardaerah dan pusat dapat diperkecil. Karena, pemberontakan dan aksi-aksi 4

separatis di dearah-daerah, pada dasarnya menurut sebagian ahli bersumber dari penilaian daerah yang tidak menerima secara adil sebagian besar kekayaan negara yang bersumber dari daerah. Jadi akar dari tuntutan politik itu adalah tuntutan keadilan ekonomi, pembagian kue yang kurang adil antara pusat dan daerah. Fenomena Globalisasi Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi juga merupakan suatu proses dimana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Di era globalisasi ini, perkembangan di berbagai bidang di negara-negara tertentu segera diketahui dan mempengaruhi negara lainnya. Dunia menjadi tanpa batas disebabkan karena kemajuan dalam teknologi informasi, telekomunikasi dan komitmen dunia untuk meinggalkan kebijakan proteksionis dan menerima konsep perdagangan bebas. Globalisasi memunculkan adanya saling ketergantungan dalam berbagai bidang, terutama bidang ekonomi. Barang-barang produksi luar negeri telah membanjiri pasar domestik dari pusat hingga daerah. Hal ini tentu saja menimbulkan tantangan besar bagi produk-produk lokal, apalagi secara kualitas, produk-produk luar negeri kualitasnya lebih baik. Maka, mau tidak mau, bangsa Indonesia harus mampu merespons tantangan globalisasi. Dalam konteks daerah, globalisasi juga sangat berpangaruh pada dinamika pembangunan daerah. Secara positif, globalisasi memberikan sejumlah peluang, khususnya dalam meningkatkan daya saing ekonomi lokal/nasional. Peluang ini memang membutuhkan strategi dan kerja keras, agar produk-produk lokal/nasional mampu bersaing di tingkat global dengan menaikkan keunggulan kompetitifnya. Tetapi, 5

globalisasi yang ditandai dengan berjalannya pasar bebas, memunculkan pula ekses negatif khususnya apabila kita tidak siap di dalamnya. Apa yang dapat dipersiapkan daerah dalam menghadapi tantangan globalisasi? 1. Memperkuat basis-basis potensi sumberdaya ekonomi daerah, mengelolanya secara profesional dengan meningkatkan nilai tambah berorientasi ekspor. 2. Memperkuat inovasi dan kreativitas ekonomi daerah. 3. Meningkatkan/memperbaiki sarana-prasarana perekonomian daerah. 4. Menyukseskan proses dinamika demokrasi lokal, menciptakan situasi kondusif bagi stabilitas politik dan investasi daerah. 5. Membangun jaringan antar-daerah, di tingkat nasional, regional dan global/internasional. Semua itu dapat dilakukan manakala elite politik dan pemimpin di daerah memiliki visi yang baik dalam memajukan daerahnya, paham tantangan dan bagaimana cara mengatasi kendala globalisasi. Sumbang saran kalangan akademis di kampus-kampus juga akan memberikan makna penting bagi pera elite lokal atau pemimpin-pemimpin di daerah untuk merumuskan dan membangun langkah menjawab tantangan globalisasi ini. Palu, 6 Oktober 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dr. H. Marzuki Alie 6