RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

dokumen-dokumen yang mirip
PUTUSAN. Nomor 003/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 3/PUU-V/2007

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II IDENTIFIKASI DATA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XII/2014 Daluwarsa Masa Penuntutan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kerugian Negara: Resiko Bisnis atau Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 066/PUU-II/2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XIII/2015 Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi

Transkripsi:

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 beserta Penjelasannya Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000; (satu milyar rupiah) 2. Pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 beserta Penjelasannya setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,-, (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) c. Pasal 15 UU Nomor 32 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 beserta Penjelasannya Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidanakan dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 a. Pasal 28D ayat (1) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

III. ALASAN Pasal 2 ayat (1) beserta Penjelasannya, Pasal 3 beserta Penjelasannya, Pasal 15 beserta Penjelasannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) karena: 1. Kata dapat pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi mempunyai pengertian ganda yakni mengakibatkan adanya 2 jenis tindak pidana korupsi: - Suatu tindak pidana korupsi yang telah merugikan negara (kerugian negara sudah terjadi secara riil dan nyata); - Suatu tindak pidana korupsi yang tidak merugikan negara (kerugian negara tidak terjadi) Kedua rumusan tersebut menimbulkan akibat yang sangat berbeda dan bahkan sangat bertolak belakang, yaitu: a. keadaan dimana keuangan negara atau perekonomian negara sudah dirugikan atau dengan percatan lain keuangan negara sudah berkurang jumlahnya akibat tindak pidana tersebut; b. keadaan dimana keuangan negara atau perekonomian negara tidak dirugikan atau dengan percatan lain keuangan negara atau perekonomian negara yang tetap utuh seperti sedia kala tidak berkurang akibat tindak pidana korupsi tersebut; seharunya kedua tindak pidana tersebut TIDAK BOLEH digabungkan dalam satu pasal, melainkan dibuat dalam pasal terpisah dan berdiri sendiri-sendiri, yaitu: a. Tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dengan perumusan (redaksi) sesuai dengan Pasal yang dimaksud; b. Tindak pidana korupsi yang tidak merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dengan perumusan (redaksi) sesuai pasal yang dimaksud; 2. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi menyamakan ancaman pidana bagi terdakwa yang telah merugikan negara dan terdakwa yang tidak merugikan negara. Seharusnya besarnya ancaman hukuman terhadap tindak pidana korupsi tersebut harus dibedakan antara satu dengan yang lain. Artinya terhadap tindak pidana korupsi yang telah merugikan negara, ancaman hukumannya lebih berat dibandingkan dengan tindak pidana korupsi yang tidak merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

3. Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi dalam kaitannya dengan Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 untuk percobaan tindak pidana korupsi dalam kedua pasal tersebut disamakan hukumamnya, baik kepada tindak pidana korupsi yang telah nyatanyata merugikan negara maupun kepada tindak pidana korupsi yang tidak merugikan negara. Ketentuan yang menyamakan ancaman hukuman tersebut secara jelas telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi siapa saja yang dikenakan dengan ancaman hukuman yang demikian karena percobaan tindak pidana korupsi dapat dihukum berat dan dimungkinkan dijatuhi pidana penjara lebih berat diri tindak pidana (pokok) korupsi itu sendiri. Padahal dalam percobaan tindak pidana korupsi, perbuatannya sendiri belum selesai, apalagi akibatnya belum ada sama sekali. Dengan demikian jelas dan tegas bahwa Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Pasal 28 huruf D ayat (1) UUD 1945 khususnya anak kalimat kepastian hukum yang adil 4. Pasal 2 ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 3 beserta penjelasannya dan Pasal 15 (sepanjang mengenai kata percobaan ) UU Tindak Pidana Korupsi dapat menimbulkan salah penafsiran karena terkesan tidak jelas batasannya, sehingga seolah-olah semua perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, yang pada akhirnya menimbulkan keadaan yang serba ragu, serba salah dan dapat menimbulkan ketakutan, terutama bagi mereka yang tidak memahami masalah-masalah hukum. 5. Menyamakan atau menganggap sama Pasal 2 ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 3 beserta penjelasannya dan Pasal 15 adalah irasional, karena siapapun yang kita tanya pasti menjawab bahwa ke-3 tindak pidana korupsi tersebut berbeda atau tidak sama. Memaksa bahwa ke-3 (tiga) nya sama, maka hal itu tidak ada bedanya dengan menyatakan bahwa 5 + 5 = 11. sebagai perbandingan, Pasal 351 KUHP Tindak Pidana Penganiayaan antara penganiayaan yang menyebabkan luka ringan (ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan) dibedakan dengan yang menyebabkan kematian (ancaman hukumannya maksimal 7 tahun), karena dianggap keduanya berbeda atau tidak sama. Pasal tersebut masuk akal atau rasional, karena keduanya memang berbeda dan tentu dapat dibayangkan akibatnya kalau keduanya disamakan.

Suatu ketentuan tindak pidana, disamping harus adil, kesamaan perlakuan dihadapan hukum, tentunya juga harus logis atau rasional. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1) beserta penjelasannya, Pasal 3 beserta penjelasannya dan Pasal 15 sepanjang mengenai kata percobaan UU Tindak Pidana Korupsi adalah bertentangan dengan Pasal 28 huruf D ayat (1) UUD 1945; 6. Apabila Pasal 28 huruf D ayat (1) UUD 1945 dikaitkan dengan Pasal 2 ayat (1), Penjelasan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Penjelasan Pasal 3, dan Pasal 15 (sepanjang mengenai kata percobaan ) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi ; dalam tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, pasti akan bertentangan dengan azas kepastian hukum yang adil, bila: a. Ancaman hukuman bagi terdakwa yang tidak merugikan negara, atau yang melakukan percobaan tindak pidana korupsi; lebih berat, atau sama dengan ancaman hukuman bagi terdakwa yang telah merugikan negara. b. Ketentuan dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi memberikan peluang, terjadinya pelanggaran terhadap UUD 1945. Seharusnya Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dapat mencegah terjadinya pelanggaran terhadap UUD 1945, dengan membuat ketentuan yang dengan tegas membedakan ancaman hukumannya antara tindak pidana korupsi yang telah nyata merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dengan tindak pidana korupsi yang tidak merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan percobaan tindak pidana korupsi. Misalnya: a. Untuk tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, ancaman hukumannya minimal 4 tahun pidana penjara dan maksimal 20 tahun pidana penjara atau seumur hidup. b. Untuk tindak pidana korupsi yang tidak merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, ancaman hukumannya minimal 1 tahun pidana penjara atau maksimal 4 tahun pidana penjara. c. Untuk percobaan tindak pidana korupsi, ancaman hukumannya minimal 2 tahun pidana penjara atau maksimal 4 tahun pidana penjara.

Bila kita setuju pada pendapat tindak pidana yang tidak sama atau berbeda akibat yang ditimbulkannya, dapat diancam dengan ancaman hukuman yang sama, maka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP), tidak perlu membedakan ancaman hukuman bagi seluruh pasal-pasal pidana yang terdapat dalam KUHP tersebut, cukup dengan satu ancaman hukuman saja. Misalnya: dihukum pidana penjara minimal 4 tahun atau maksimal seumur hidup, bagi seluruh jenis tindak pidana yang ada dalam KUHP tersebut. IV. PETITUM A. Dalam Provisi Sebelum Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memberikan putusan dalam pokok permohonan, maka Pemohon mengajukan permohonan agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berkenan memberikan putusan provisi sebagai berikut: 1. Merekomendasikan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia agar Mahkamah Agung Republik Indonesia memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Timur melalui Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, untuk menangguhkan sementara proses persidangan dalam perkara pidana dengan register perkara No. 36/Pid/B/2006/PN.JKT.TIM dengan Terdakwa Ir. Dawud Datmiko di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yang diikuti dengan penangguhan penahanan atas diri Pemohon, sampai dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Pasal 2 ayat (1), Penjelasan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Penjelasan Pasal 3, dan Pasal 15 (sepanjang mengenai kata percobaan ) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak bertentangan dengan Pasal 28 huruf D ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945. 2. Menyatakan putusan provisi ini agar dilaksanakan secara serta merta dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sejak Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan provisi dimaksud.

B. Dalam Pokok Permohonan Berdasarkan dasar, fakta-fakta, alasan-alasan dan pendapat sebagaimana diuraikan diatas, Pemohon memohon agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa materi muatan dalam Pasal 2 ayat (1), Penjelasan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Penjelasan Pasal 3, dan Pasal 15 (sepanjang mengenai kata percobaan ) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bertentangan terhadap Pasal 28 huruf D ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945; 2. Menyatakan materi muatan dalam Pasal 2 ayat (1), Penjelasan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Penjelasan Pasal 3, dan Pasal 15 (sepanjang mengenai kata percobaan ) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. Kami menyadari bahwa apabila permohonan ini dikabulkan, maka akan mengakibatkan bahwa semua orang yang disidik, didakwa, dituntut dan diadili di depan persidangan, demi hukum akan bebas sesuai dengan azas legalitas hukum pidana. Kalau hal itu terjadi, memang akan terjadi semacam goncangan dalam kehidupan hukum bermasyarakat. Akan tetapi, seperti adagium Yunani Kuno yang menyatakan FIAT JUSTITIA RUAT COELUM TEGAKKANLAH HUKUM, MESKIPUN LANGIT AKAN RUNTUH, kalimat mana sering dibelokkan oleh Bapak Prof. DR. JIMLY ASSHIDDIQIE, SH, seorang Guru Besar Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menjadi TEGAKKAN HUKUM, SEBAB LANGIT TIDAK AKAN PERNAH RUNTUH KARENANYA. Demikian permohonan ini Kami ajukan dan atas perhatian dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Kami haturkan banyak terima kasih.